• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sanksi Dalam Hukum Pidana Jenis dan Macam-Macamnya

BAB II TINDAK PIDANA DAN PEMIDANAAN MENURUT HUKUM

C. Sanksi Dalam Hukum Pidana Jenis dan Macam-Macamnya

Sanksi pidana dalam hukum pidana positif dibagi menjadi dua bagian yaitu berupa hukuman pokok dan hukuman tambahan. Sebagaimana yang tercantum dalam KUHP Pasal 10 yang berbunyi sebagai berikut:37

35

. Laden Marpaung, Asas-Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana. H. 107. 36

. A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993), Cet. Ke-5 h. 4.

1. Pidana pokok a. Hukuman mati b. Hukuman penjara c. Hukuman kurungan d. Hukuman denda e. Hukuman tutupan 2. Pidana tambahan

a. Pencabutan hak-hak tertentu b. Perampasan barang-barang tertentu c. Pengumuman putusan hakim

Hukuman Pokok 1. Hukuman mati

Hukuman mati adalah hukuman yang dilakukan dengan mengambil jiwanya pelaku yang melanggar undang-undang pidana. Hukuman mati biasanya digelar di lapangan yang luas dan dapat dilihat oleh masyarakat dari berbagai tempat. Hal ini dilakukan agar masyarakat yang melihat hukuman mati tidak melakukan perbuatan kejam yang akan mengakibatkan dijatuhkannya hukuman mati. Mengutip pendapat Mr. JE Jonkers, Wirdjono Prodjodikoro mengemukakan ada empat golongan kejahatan dalam KUHP diancam dengan hukuman mati, yaitu:

37

. Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), (Bumi Aksara, Jakarta 1999), Cet. Ke-20, h.5-6.

a. Kejahatan berat terhadap kemanan negara (Pasal 130, 105, 111 ayat 2, 124 ayat 3, 129

b. Pembunuhan berencana (Pasal 130 ayat 3, 140 ayat 3, 340).

c. Pencurian dan pemerasan dalam keadaan memberatkan (Pasal 365 ayat 4, dan Pasal 368 ayat 2).

d. Bajak laut, perampokan di pantai, perampokan di tepi laut, dalam air surut, dan perampokan di sungai, dilakukan dalam keadaan tersebut (Pasal 444).

Pelaksanaan (eksekusi) hukuman mati sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 11 KUHP berbunyi: “pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher si terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya”.

2. Hukuman penjara

Kedua hukuman ini sama-sama menghilangkan kemerdekaan seseorang untuk sementara waktu atau seumur hidup. Perbedaan yang sangat jelas adalah hukuman penjara dijatuhkan karena tindak pidana berat, sedangkan hukuman kurungan dijatuhkan pada tindak pidana ringan. Perbedaan-perbedaan pokok hukuman penjara dan kurungan adalah sebagai berikut:38

38

. Wirdjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: PT. Eresco, 1989, Cet. Ke-6. 169.

a. Menurut Pasal 12 ayat 2 KUHP, lamanya hukuman penjara adalah sekurang-kurangnya (minimum) satu hari dan selama-lamanya lima belas tahun, maksimum lima belas tahun dilampaui dalam hal gabungan tindak pidana, recidive, atau dalam berlakunya Pasal 52 KUHP (Pasal 12 ayat 3). Menurut Pasal 18 ayat 1 KUHP, lamanya hukuman kurungan (hectenis) adalah sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya satu tahun, dengan kemungkinan maksimum satu tahun empat bulan dengan aturan-aturan yang sama (Pasal 18 ayat 2).

b. Menurut Pasal 19 ayat 2 KUHP, kepada seorang hukuman kurungan diberi pekerjaan ringan.

c. Menurut Pasal 21 KUHP, orang hukuman kurungan harus dijalani dalam daerah propinsi (gewest) tempat si terhukum berdiam.

d. Menurut Pasal 23 KUHP, orang hukuman kurungan boleh memperbaiki nasibnya dengan biaya sendiri menurut peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang.

Sedangkan persamaan dari hukuman penjara dan hukuman kurungan adalah sebagai berikut:39

a. Menurut Pasal 20 KUHP dalam putusan hakim yang menjatuhkan hukuman penjara atau kurungan selama tidak lebih dari satu bulan, dapat ditentukan bahwa kepada mereka oleh jaksa dapat diizinkan, di luar jam-jam bekerja pulang ke rumah masing-masing.

39

b. Tidak boleh bekerja di luar tembok rumah-rumah penjara, yang sekarang dinamakan rumah-rumah pemasyarakatan, yaitu:

1) Orang-orang yang dipenjara seumur hidup 2) Orang perempuan

3) Orang yang mendapat sertifikat dokter

c. Menurut Pasal 26 KUHP, apabila menurut hakim alasan berdasarkan atas keadaan pribadi atau keadaan kemasyarakatan, maka dapat ditentukan bahwa kepada seorang hukuman penjara atau kurungan tidak diberi pekerjaan di luar tembok rumah-rumah pemasyarakatan.

3. Hukuman tambahan

Sifat hukuman tambahan ini hanya sebagai penambah dari hukuman pokok kalau dalam putusan hakim ditetapkan hukuman tambahan. Misalnya seorang yang melakukan tindak pidana tertentu oleh hakim diputuskan dengan hukuman penjara dan dicabut hak pilih maupun hak memilih dalam pemilihan umum. Para ahli hukum berpendapat sub-sub sistem hukuman di atas sederhana. Sifat kesederhanaan ini terletak pada gagasan, bahwa berat ringannya hukuman tergantung pada berat atau ringannya suatu tindak pidana.

Mengenai sistem hukum ini Wirdjono Prodjodikoro berpendapat dalam menentukan suatu hukuman harus berhati-hati dalam menyesuikan system hukuman di Indonesia yang tidak sesuai dengan tuntutan zaman,

selama belum ada system yang baik dan benar sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia, kiranya dipertahankan system seperti ini.40

D. Pencemaran Nama Baik Dan Sanksinya Menurut Hukum Positif

Di Amerika dan di Ingris dikenal istilah “defarmation” (dari kata kerja to defame yang artinya Menghina, menista) to defame bisa diartikan (merusak atau menodai reputasi seseorang ataupun sekelompok orang dengan cara-cara yang tidak baik seperti pernyataan yang tidak berdasarkan fakta).41

Menurut frase (bahasa Inggris), pencemaran nama baik diartikan sebagai

defamation, slander, libel yang dalam bahasa Indonesia (Indonesian translation) diterjemahkan menjadi pencemaran nama baik, fitnah (lisan), fitnah (tertulis).42

Dalam pebuatan defarmation, suatu pernyataan dipermasalahkan karena di pernyataan itu telah mengakibatkan tercemarnya atau ternodanya nama baik seseorang.

Masalah libel sebenarnya mempunyai sejarah ribuan tahun, tepatnya pada kerjaan romawi. Tatkala itu dikenal dalam bahasa latin yang disebut libelli famosi

yang berarti publikasi yang bersifat menghina dengan tujuan merusak pribadi seseorang. Pada awal era republik Roma, penguasa membuat suatu peraturan perundang-undangan yang disebut “Twelve Table”. Dengan undang-undang ini,

40

. Wirdjono Prodjodikoro, Op. Cit, h. 163.

41

. Tjipta Lesmana, Pencemaran Nama Baik Dan Kebebasan Pers Antara Indonesia dan Amerika, (Jakarta: Rika Pres, 2005), h.27.

42

siapa saja yang terbukti membuat tulisan yang bersifat menghina dapat dikenakan hukuman sangat berat ketentuan ini, menurut sejarawan kenamaan Romawi, Tacitus, tidak dijalankan lagi pada tahun-tahun akhir republik Roma.baru masa kekaisaran Agustus (63 SM), peradilan terhadap pelaku libelli famosi

dilakksanakan lagi.43

Setelah mendapatkan bisikan dan sejumlah pembantu dekatnya tentang adanya undang-undang anti penghinaan, Kaisar Agustus segera memerintahkan supaya semua barang cetakan yang bersifat menghina dibakar dan sebagian pengarangnya diadili. Salah satu ketentuan dalam undang-undang tersebut, menyatakan pengarang Libellus FamosiI harus dikutuk (intestabillis). Hukuman mati bukan saja dikenal kepada pembuatnya, tapi juga mereka yang terbukti telah menyimpannya, atau mereka yang tidak segera memusnahkannya setelah mendapatkannya.44

Raja-raja yang berkuasa di Eropa, khususnya Jerman, setelah kerajaan Romawi runtuh, juga mengikuti tradisi kaisar Romawi, yaitu menjatuhkan hukuman keras terhadap mereka yang tidak percaya pada Tuhan, atau menganjurkan pandangan yang bertentangan dengan pendapat penguasa, atau menghasut rakyat untuk memberontak. Raja Konstantinus Agung, misalnya, mengeluarkan titah yang melarang beredarnya tulisan tulisan Porphiry dan Anus. Raja Accadius memerangi buku-buku Eunomian (tahun 398) dan Raja

43

. Tjipta Lesmana, Pencemaran Nama Baik…, OP. Cit, h. 27. 44

Theodosius memberangus kaum Nestorian (tahun 435). Raja Justinian malah memimpin langsung gerakan penghancuran atas karya-karya tulisan yang bernada menghina terhadap kekuasaan. Para paus di Roma juga bertindak sama. Mereka mengklaim mempunyai kewenangan untuk mengawasi publikasi yang berisikan ajaran agama Kristen. Kewenangan itu malah menambah ke universitas-universitas. Paus Leo I membakar buku-buku Manichaean (tahun 446)

Semua itu terkait dengan isu penghinaan dan fitnah. Artinya, buku-buku itu tulisan yang dilarang, kemudian dimusnahkan, dinilai oleh penguasa berisikan ajaran-ajaran sesat yang meracuni penduduk.45

Sedangkan di Indonesia istilahlah pencemaran nama baik menurut KUHP “menyerang kehormatan orang lain” istilah ini baru muncul sekitar pertengahan tahun 70-an.

Jika kita simak rekaman delik-delik pers yang terjadi pada dekade tahun 50-an, misalnya , istilah yang paling sering dipakai adalah”menghina”, disusul dengan istilah “memfitnah”. Misalnya, Menteri tenaga kerja dan pekerjaan umum pada pemerintahan RIS (Republik Indonesia Serikat), Ir H. Loah, pernah menggugat Ny. Fuhri Mierop (Pemimpi redaksi Nieve Courant di Surabaya).46Menteri menggugat suatu berita yang dipublikasi di Koran yang dianggap menghina martabatnya. Pengadilan Surabaya mengabulkan gugatan Ir.

45

. Ibid, h. 28. 46

Laoh. Ny. Mierop dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 171 ayat (2) KUHP dan dihukum denda sebesar Rp. 200,- subsider kurungan badan 3 minggu.

Pasal 171 ayat (2) KUHP dicabut pada tahun 1946, diganti dengan UU no. 1 tahun 1946 yang dalam pasal XIV berbunyi:

Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pembertahuan itu adalah bohong, dihukum penjara selama 3 tahun.

Di Banjarmasin, pada triwulan ketiga 1953, para anggota redaksi dua surat kabar ditangkap karena artikel-artikel yang dianggap menghina para pejabat setempat.47 Asnawi Musa, pemimpin redaksi Tekad dipenjara selama beberapa hari, sementara menunggu sidang pengadilan. Pemimpin redaksi yang lain, A. Djohansjah dari Tugas, dikenai hukuman kerja keras bersama para narapidana biasa. Namun, Djohansjah kemudian dibebaskan setelah timbul protes dari kalangan pers.

Baru-baru ini kasus pencemaran nama baik yang dilakukan oleh dua anggota ICW (Indonesia Corruption Watch) yakni Lilian Deta Arta Sari dan Emerson Yuntho yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Badan ReserseKriminal (Bareskrim) Mabes Polri. Keduanya dituduh melakukan pencemaran nama baik terhadap pejabat negara Kejaksaan Agung. Kasus itu bermula saat peringatan Hari

47

. Edward Cecil Smith, Sejarah Pembredelan Pers Di Indonesia, (Jakarta: Graditi Pers, 1990), h. 140-141.

Antikorupsi sedunia tanggal 9 Desember 2008. Kejaksaan Agung mengklaim telah menyelamatkan uang negara sebesar Rp. 8 triliun dan 18 juta dolar Amerika Serikat dari berbagai kasus korupsi di seluruh Indonesia dalam rentang waktu 2004-2008.

Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ICW merilis data tandingan bahwa uang yang diselamatkan instansi kejaksaan hanya Rp. 382,67 juta, sedangkan sisa dari jumlah yang diklaim Kejaksaan belum dikembalikan ke kas negara. Oleh karena itu, KP2KKN (Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) bersama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) antikorupsi di Jateng yang tergabung dalam Cintai Indonesia Cintai KPK Jawa Tengah meminta agar Kapolri segera mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) atas kasus tersebut.

Jika mengacu pada Pasal 311 KUHP Tentang Pencemaran Nama Baik, tidak bisa dikenakan dalam kasus ini, sebab unsur dalam pasal tersebut mengacu pada Pasal 310 KUHP. Di mana unsur Pasal 310, 311-316 KUHP hanya bisa dikenakan terhadap seseorang atau individu bukan institusi atau organisasi.48 Dan pada akhirnya kasus tersebut ditutup.

Delik penghinaan, secara khusus, diatur dalam Bab XVI kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) yang terdiri atas dua pasal, yakni Pasal 310 sampai Pasal 312. Tindak kejahatan “penghinaan”, menurut R. Soesilo adalah

48

.http://www.republika.co.id/berita/82319/Penetapan_Tersangka_Anggota_ICW_ Pengalihan_ Isu

“menyerang kehormatan nama baik seseorang”. Akibatnya , yang diserang merasa malu “kehormatan” yang diserang hanya mengenai kehormatan tentang nama baik, bukan “kehormatan dalam lapangan seksual” atau kehormatan yang dicemarkan karena tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. Perbuatan yang menyinggung kehormatan seseorang dalam bidang seksual tidak termasuk dalam kejahatan “penghinaan”, akan tetapi masuk pada kejahatan “kesopanan” atau kejahatan “kesusilaan” yang diatur dalam Pasal 281 sampai Pasal 303 KUHP.49

Soesilo membagi kejahatan penghinaan dalam 6 kategori: 1. Menista Dengan lisan (Pasal 310):

Barang siapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-

2. Menista dengan tulisan (Pasal 310):

a. Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan di tempat umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara

49

. R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya, (Bogor: poleteia, 1990), h.225

lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-

b. Tidak termasuk menista atau menista dengan tulisan, jika ternyata bahwa si pembuat melakukan hal itu untuk kepentingan umum atau lantaran terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri (KUHP 134 s, 142 s, 207,311 s, 319 s, 483, 488)

3. Memfitnah (Pasal 311):

a. Barang siapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ini diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada dapat membuktikan dan tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman selama-lamanya empat tahun.

b. Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam Pasal 35 No.1-3 (KUHP 312 s, 316, 319, 488).

4. Penghinaan ringan (Pasal315):

Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tiada bersifat menista atau menista dengan tulisan, yang dilakukan seseorang baik di tempat umum dengan lisan, atau dengan tulisan, maupun di hadapan orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan, begitu pun dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dihukum karena penghinaan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau

denda sebanyak-banyaknya Rp. 4500,- (KUHP 134 s, 142 s, 310, 316, 319, 488)

5. Mengadu dengan memfitnah (Pasal 317):

a. Barang siapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan atas pemberitaan yang palsu kepada pembesar negeri tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang itu jadi tersinggung, maka dihukum karena mengadu dengan memfitnah, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

b. Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam (Pasal 35, No. 1-3 KUHP 72 220, 310, 488).

6. Menyuruh dengan memfitnah (Pasal 318):

a. Barang siapa dengan sengaja dengan melakukan suatu perbuatan, menyebabkan orang lain dengan palsu tersangka melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum, maka dihukum karena tuduhan memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

b. Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut pada Pasal 35 No 1-3 (KUHP 319, 488).50

Unsur-unsur kejahatan menista seperti diatur di dalam Pasal 310 ayat (1) adalah:

1. Menuduh seseorang.

2. Melakukan perbuatan tertentu.

50

3. Dengan maksud.

4. Tuduhan itu tersiar untuk diketahui banyak orang.

Sedangkan unsur-unsur kejahatan menghina seperti diatur dalam Pasal 310 ayat 2 (dua) adalah semua unsur yang terdapat pada tindak kejahatan menista ditambah satu unsur lagi, yaitu “tuduhan itu diketahuinya tidak Benar” Artinya , ada kesengajaan menista.51

Dari yang telah diuraikan, penulis lebih sepakat bahwa salah satu kunci perbuatan mencemarkan nama baik adalah reputation. Menghina atau merusak, menodai reputasi, atau nama baik atau nama baik seseorang atau sekelompok orang dengan tidak Fair seperti menyebarluaskan pernyataan yang tidak berdasarkan fakta. Yang ada dalam masyarakat terhadap seseorang reputasi atau nama baik lebih banyak berbicara tentang karakter atau kepribadian seseorang. Maka jika kepribadian seseorang yang positif dihadapkan dengan stigma buruk, ia akan merasa malu dan tersinggung.

Reputasi seseorang bisa baik bisa buruk, yang menentukan baik-buruknya reputasi seseorang adalah masyarakat. Maka setelah nama baik seseorang tercemar si pembuat dikenai hukuman pidana yang tertera dalam KUHP BAB XVI Tentang Penghinaan.

51

BAB III

PIDANA DAN TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM ISLAM