• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sanksi Hukum Bagi Pihak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Sedarah ( incest ) di Indonesia.

Dalam dokumen BAB 1-5 setelah sidang (revisi)-2 coret2 (Halaman 51-55)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Sanksi Hukum Bagi Pihak Pelaku Tindak Pidana Incest di Indonesia dan Malaysia.

1. Sanksi Hukum Bagi Pihak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Sedarah ( incest ) di Indonesia.

Setiap negara memiliki aturan yang berlaku bagi sertiap warga negaranya. Aturan- aturan tersebut memiliki bentuk yang berbeda-beda antara satu dan yang lainya. Dalam aturan-aturan tersebut terdapat sanksi bagi pihak yang melanggar dari ketentuan yang berlaku didalamnya. Sanksi-sanksi dalam aturan tersebut berbeda- beda bentuk antara negara yang satu dan lainnya. Setiap negara menjadikan aturan- aturan tersebut menjadi dasar hukum bagi negaranya

Dasar hukum negara Indonesia dikenal dengan nama Undang-undang dan tebagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan temanya masing-masing sedangkan negara Malaysia memiliki dasar hukum yang dikenal dengan nama Akta dan juga sudah terbagi sesuai dengan temanya masing-masing.

Negara Indonesia dan Malaysia memiliki dasar hukum tentang tindak pidana pencabulan sedarah (incest) atau tindak jenayah sumbang mahram. Dalam dasar hukum terdapat sanksi-sanki yang bagi pihak yang melanggar aturan tersebut.

Sesuai dengan tema yang diambil oleh penulis, maka penulis ingin menjabarkan sanksi bagi tindak pidana pencabulan sedarah (incest) atau tindak jenayah sumbang mahram.

Dasar hukum yang berlaku dan mengatur tentang tindak pidana pencabulan sedarah (incest) di Indonesia yaitu:

1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi

Manusia).

3. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 285. 4. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 294.

Pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 16 ayat (1) dijelaskan salah satu hak dari seorang anak yaitu Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 juga menjelaskan kewajiban dan tanggung jawab dari orang tua dalam pasal 26 ayat (1) yaitu orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

a. Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak.

b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.

c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

Dari dua pasal yang tertera diatas mempunyai maksud bahwa seorang anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari tindak pidana dalam bentuk apapun yang mengancam dirinya dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melindungi dan membimbing anak tersebut.

Ketentuan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berkaitan dengan tindak pidana kesusilaan yaitu antara lain Pasal 81 (perkosaan anak) dan Pasal 82 (pencabulan anak).

Pasal 81 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berbunyi sebagai berikut:

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berbunyi sebagai berikut:

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”

Pada Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia) bagian kesepuluh pasal 58 dijelaskan bahwa:

1. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya atau pihak manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan.

2. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan bentuk penganiyaaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi maka harus dikenakan pembertan hukuman.

Pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 285 tentang perkosaan untuk bersetubuh dijelaskan bahwa :

"Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun"

Pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 294 tentang perbuatan cabul ayat (1) dijelaskan bahwa:

“Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikannya ataupun penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”

Kasus tindak pidana pencabulan sedarah (incest) sudah marak terjadi di negara Indonesia, salah satunya adalah kasus yang terjadi di Dabo Singkep, KEPRI. Kasus pencabulan sedarah ini terjadi kurang lebih sekitar bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Maret 2010 yang dilakukan oleh MY terhadap anak kandungnya sendiri MRYTI. Kasus ini dilaporkan pihak korban kepada pihak kepolisian Dabo Singkep pada tangal 04 Maret 2010. Pihak penyidik kepolisian menyatakan bahwa tesangka MY telah melanggar pasal 285 KUHP jo pasal 294 KUHP. Setelah berkas masuk kepada Penuntut Umum, maka dalam hal ini Penuntut Umum memakai dakwaan alternatif. Dalam dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum, tertera bahwa tersangka MY juga melanggar pasal 81 ayat 1 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Tujuan penuntut umum adalah meyakinkan kepada hakim bahwa unsur-unsur kekerasaan dan ancaman kepada seorang anak dilakukan oleh pihak tersangka MY. Oleh pihak Pengadilan Negri Tanjungpinang dengan nomor putusan 191/PID.B/2010/PN.TPI.DBS. Menimbang dan seterusnya memperhatikan pasal 81 ayat 1 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, menyatakan terdakwa MY terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak

dibawah umur melakukan persetubuhan dengannya dan menghukum pidana kepada terdakwa dengan hukuman penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 65.000.000,- dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

2. Sanksi Hukum Bagi Pihak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Sedarah

Dalam dokumen BAB 1-5 setelah sidang (revisi)-2 coret2 (Halaman 51-55)