• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1-5 setelah sidang (revisi)-2 coret2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 1-5 setelah sidang (revisi)-2 coret2"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Undang-undang Dasar 1945 mengatur setiap tingkah laku warga negaranya tidak terlepas dari segala peraturan-peraturan yang bersumber dari hukum.

Negara hukum menghendaki agar hukum senantiasa harus ditegakkan, dihormati dan ditaati oleh siapapun juga tanpa ada pengecualian. Hal ini bertujuan untuk menciptakan keamanan, ketertiban, kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Upaya perlindungan terhadap anak telah cukup lama dibicarakan baik di Indonesia maupun di dunia internasional. Fenomena kekerasan terhadap anak dengan berbagai bentuk nampaknya masih menjadi kaus yang populer dan terus meningkat dalam masyarakat. Kasus anak yang diungkapkan pekerja media juga masih sebatas kasus yang masuk kedalam catatan aparat penegak hukum.

(2)

bagian hak asasi manusia wajib dijunjung tinggi dan patut untuk dipertanggungjawabkan.

Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi dirinya sendiri dari bebagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian material, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan. Anak harus dibantu oleh orang lain dalam melindungi dirinya, mengingat situasi dan kondisinya, khususnya dalam kasus incest yang terjadi pada anak.

Selain berkewajiban untuk mencegah dan mengatasi sebuah kejahatan, kita juga mempunyai kewajiban untuk melindungi diri kita dan orang-orang terdekat dari sebuah ancaman kejahatan. Keluarga sebagai unit terkecil dalam sebuah masyarakat terdapat anggota yang sangat rawan menjadi korban kejahatan, yaitu anak. Anak merupakan sasaran yang sangat rawan menjadi korban terhadap sebuah kejahatan dikarenakan oleh ketidakberdayaan anak dalam mencegah atau melindungi diri dari sebuah kejahatan.

(3)

berasal dari keturanan yang sama dan beberapa masyarakat lain menganggap incest meliputi saudara sedarah.1

Incest antara orang dewasa dan anak di bawah umur dianggap sebagai bentuk pelecehan seksual anak. Kasus incest menjadi trauma psikologis yang serius dan berkepanjangan, terutama dalam kasus incest yang dilakukan oleh orangtua. Orang dewasa yang masa kecilnya pernah menjadi korban incest dari orang dewasa seringkali menderita rasa rendah diri, kesulitan dalam hubungan interpersonal, dan disfungsi seksual, serta berisiko tinggi mengalami gangguan mental. Akibat psikologis makin diperparah dengan adanya tekanan dari masyrakat mengenai nilai kehormatan dan keparawanan seorang perempuan, sehingga anak yang menjadi korban perkosaan akan merasa dirinya tidak lagi berharga dan membawa aib. Hal inilah yang perlu menjadi perhatian bagi aparat penegak hukum dalam menjatuhkan pidana bagi pelakunya.

Malaysia merupakan salah satu negara yang secara resmi menyatakan Islam sebagai agama negara. Akan tetapi khususnya dalam kasus incest belum adanya Undang-undanng yang mengatur. Menurut perdana mentri Malaysia, hukuman bagi pelaku tindak pidana incest adalah hukum cambuk. Hukuman cambuk tersebut akan dilakukan apabila rakyat Malaysia memberi mandat kepada permerintahan Malaysia untuk melaksanakannya.

1. Repository, ”Bahan

Incest”,http://www. repository.unhas .ac.id/bitstream/handle/123456789/1628/2012 SKRIPSI

(4)

Wacana ini dikeluarkan oleh perdana mentri Malaysia seiring dengan adanya kasus sumbang mahram yang diberitakan secara luas, seperti New Strairs Times (Kuala Lumpur), The Star (Kuala Lumpur). Sumbang mahram adalah perbuatan cabul yang terjadi di lingkungan keluarga. Dalam konteks tradisi islam, istilah itu disebut dengan dengan muhrim (mahram). Pengertian tersebut sinonim dengan incest dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Dengan lontaran hukuman di atas, pengadilan Malaysia telah menyidangkan beberapa kasus incest. Pengadilan Malaysia menyidangkan kasus incest yang berupa pemerkosaan yang dilakukan seorang paman terhadap keponakan yang cacat mental berumur 13 tahun dan telah hamil dua bulan dan seorang gadis berumur 12 tahun yang diperkosa ayahnya, kakeknya dan saudaranya sejak berusia 5 tahun.

Tindak pidana incest merupakan perbuatan yang tidak bermoral dimana seorang ayah terhadap putri kandungnya sendiri mencerminkan kelainan pada aktivitas seksual si pelaku yang dikenal dengan istilah incest yaitu hubungan seksual antara ayah dengan anak kandungnya, ibu dengan anak kandungnya, kakak dengan adiknya. Incest dapat diartikan hubungan seks keluarga sedarah yang tidak boleh dinikahi.2

Kejahatan incest terhadap anak sebagai korbannya merupakan salah satu masalah sosial yang sangat meresahkan masyarakat sehingga perlu dicegah dan ditanggulangi. Oleh karena itu masalah ini perlu mendapatkan perhatian serius dari semua kalangan terutama kalangan kriminolog dan penegak hukum.

(5)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana pandangan hukum terhadap tindak pidana incest dan apa sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana incest, oleh karena itu penulis mengambil judul “Analisis Yuridis Menurut Hukum Indonesia dan Malaysia Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Dalam Ruang Lingkup Rumah Tangga (Incest)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebur diatas, maka ditarik beberapa permasalahan yang perlu dikemukakan. Adapun perumusan masalah yang hendak dikemukakan penulis adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pandangan hukum atas tindak pidana pencabulan dalam ruang lingkup rumah tangga dengan korban anak (incest) terhadap norma kesusilaan, kesopanan dan kepatutan di Indonesia dan Malaysia ?

2. Bagaimana proses pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian terhadap pelaku tindak pencabulan dalam ruang lingkup rumah tangga (incest) dengan korban anak di Indonesia dan Malaysia ?

3. Apa sanksi hukum bagi pelaku tindak kejahatan (incest) di Indonesia dan Malaysia ?

C. Tujuan dan Manfaat penelitian

(6)

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pandangan hukum atas tindak pidana pencabulan dalam ruang lingkup rumah tangga dengan korban anak (incest) terhadap norma kesusilaan, kesopanan dan kepatutan di Indonesia dan Malaysia. b. Untuk megetahui Bagaimana proses pemeriksaan yang dilakukan oleh

pihak Kepolisian terhadap pelaku tindak pencabulan dalam ruang lingkup rumah tangga (incest) dengan korban anak di Indonesia dan Malaysia.

c. Untuk mengetahui sanksi hukum bagi pelaku tindak kejahatan (incest) di Indonesia dan Malaysia.

2. Manfaat Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis berharap dapat diperoleh manfaat penelitian sebagai berikut :

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan bacaan dan kajian dalam pengembangan ilmu hukum khususnya tentang upaya menanggulangi tindak pidana incest.

b. Memberikan tambahan wawasan pengetahuan kepada masyarakat dan diharpakan penelitian ini dapat menjadi wawasan baru bagi pihak terkait diharapkan berguna bagi semua.

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Anak

Anak adalah karunia yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa, dan negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penerus cita-cita bagi kemajuan suatu bangsa.3 Hak asasi anak dilindungi dalam Pasal 28b ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:

“setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Pengertian anak dalam konteks manusia dapat disamakan dengan keturunan manusia. Jika dalam konteks yang lebih luas, anak adalah mahluk hidup yang diberikan Tuhan kepada manusia melalui hasil pernikahan guna meneruskan kehidupan selanjutnya.

Menurut Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 pasal 1 ayat 1, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

3Carapedia, “Pengertian dan Definisi Anak”

(8)

B. Definisi Analisis Yuridis

Analisis dapat diartikan sebagai kajian yang dilakasanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam.4 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi analisis adalah penelitian suatu peristiwa atau kejadian untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.

Sebagai ahli ilmu hukum, Wirardi menjelaskan bahwa analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari dan ditaksit maknanya. Sedangkan Komaruddin menjelaskan bahwa analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu.5 Dwi Prastowo Darminto dan Rifka Julianty mejelaskan bahwa analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.6

4 Lestari. Cinta, “Pengertian Analisis”

http://pengertianbahasa.blogspot.com/2013/02/pengertian-analisis.html, diunduh 17 May 2013.

5Ibid,

(9)

C. Fungsi Analisis Dalam Penelitian

Dalam sebuah proses penelitian, antara kegiatan analisa memiliki keterkaitan dengan proses pengelolaan data menggunakan metode statistik. Hal ini terkait dengan fungsi statistik yang akan menyajikan sebuah data yang didapat dari proses penelitian untuk kemudian diolah menjadi sebuah informasi baru. Hasil informasi inilah yang kemudian dibuat sebuah analisis yang menjadi penelitian baru.7

Dalam proses penelitian, analisa merupakan tahap akhir sebelum penarikan kesimpulan dilakukan. Pada awal tahapan, dilakukan proses pencarian serta pembahasan masalah.

D. Definisi Tindak Pidana

Pengertian tindak pidana dalam kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah startbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat Undang-undang merumuskan suatu Undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung pengertian dasar dalam ilmu hukum sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang nyata dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberi arti yang

7 Ahira. Anne, “Makna dan Pengertian Analisis” http://www.anneahira.com/pengertian-analisis.htm,

(10)

bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk memisahkan istilah yang dipakai dalam kehidupan masyarakat.8

Seorang ahli hukum pidana Moeljatno yang berpendapat bahwa pengertian tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang disertai ancaman berupa sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.9 Berdasarkan pendapat tersebut pengertian dari tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan sanksi pidana yaitu aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan, sedangkan ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan kepada orang yang melakukan atau orang yang menimbulkan kejadian tersebut. Maka dalam hal ini setiap orang yang melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku dengan demikian dapat dikatakan orang tersebut sebagai pelaku perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana.

E. Unsur-unsur Tindak Pidana

Dalam menjabarkan suatu rumusan delik kedalam unsur-unsurnya maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah suatu tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang telah melakukan sesuatu tindakan yang terlarang oleh Undang-undang.10 Setiap tindak pidana yang terdapat didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

8 Kartonegoro, Diktat kuliah hukum pidana, (Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, 2007), hlm. 62.

9 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 54.

10 Sarjanaku, “Pengertian Tindak Pidana dan Unsur Tindak Pidana”

(11)

(KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif.

Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan si pelaku dan termasuk segala sesuatu yang terkandung didalam hatinya. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan yaitu dalam keadaan-keadaan yang tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.11

1. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah: a. Kesengajaan atau tidak kesengajaan.

b. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang dimaksud dalam pasal 53 ayat 1 KUHP.

c. Macam-macam maksud seperti yang terdapat misalnya didalam kejahatan-kejahatn pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, pencabulan dan lain-lain.

d. Perasaan takut yang antar lain terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut pasal 308 KUHP.

e. Merencanakan terlebih dahulu seperti yang terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut pasal 340 KUHP.

2. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah:

11 Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997),hlm.

(12)

a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid.

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negri dalam kejahatan jabatan menurut pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus komisaris dari suatu Perseroan Terbatan dalam kejahatan menurut pasal 398 KUHP.

c. Kausalitan yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

F. Definisi Kesusilaan

Jika ditinjau dari etimologis, istilah kesusilaan berasal dari kata ”su” dan ”sila” (sanskerta) yang berarti prinsip, dasar, aturan hidup (sila) yang baik (su).12 Kata “kesusilaan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti sebagai berikut.13

a. Baik budi bahasanya, beradab, sopan,tertib;

b. Adat istiadat yang baik, sopan santun, kesopanan, keadaan;

c. Pengetahuan tentang adat.

Dengan demikian makna dari “kesusilaan” adalah tindakan yang berkenaan dengan moral yang terdapat pada setiap diri manusia, makna dapatlah disimpulkan bahwa pengertian delik kesusilaan adalah perbuatan yang melanggar hukum, yaitu

12 Elsam, “Bab Kesusilaan Dalam RUU KUHP”

http://www.elsam.or.id/downloads/1362991615_leaflet-kesusilaan.pdf, diunduh 29 Juni 2013.

13 KBBI, “Kamus Versi Online atau Dalam Jaringan” http://ww.kbbi.web.id/susila, diunduh 29 Juni

(13)

perbuatan tersebut menyangkut etika yang ada dalam diri manusia yang telah diatur dalam perundang-undangan.

Tindak pidana kesusilaan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penulis akan membahas beberapa jenis delik terhadap kesusilaan, yaitu delik tersebut yang berkaitan erat dengan incest adalah sebagai berikut:

1. Perzinaan

Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia kata zina diartikan sebagai berikut14: a. Perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat

oleh hubungan pernikahan (perkawinan).

b. Perbuatan bersanggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merumuskan delik zina dalam pasal 284 yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan bulan: 1a. Laki-laki yang beristri yang melakukan zina padahal diketahui, bahwa Pasal 27 KUHPerdata berlaku padanya.

1b. Perempuan yang bersuami, yang melakukan zina.

2a. Laki-laki yang turut melakukan perbuatan itu sedang diketahui bahwa yang turut bersalah, itu bersuami.

2b. Perempuan yang tidak bersuami, yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya bahwa yang turut bersalah sudah beristri dan pasal 27 KUHPerdata berlaku atas.

(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan suami/istri yang terhina dan dalam hal atas suami/istri berlaku pasal 27 KUHPerdata jika dalam tempo tiga bulan sesudah pengaduan itu ia memasukkan

(14)

permintaan untuk bercerai atau hal dibebaskan daripada kewajiban berdiam serumah oleh karena hal itu juga.

(3) Bagi pengaduan itu tidak berlaku pasal 72, 73 dan 75

(4) Pengaduan itu dapat ditarik kembali selama pemerksiaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.

(5) Kalau bagi laki-laki/istri itu berlaku Pasal 27 KUHPerdata, maka pengaduan itu tiada diindahkan sebelum perkawinan diputuskan karena perceraian, atau sebelum keputusan yang membebaskan mereka daripada kewajiban berdiam serumah menjadi tetap.

Unsur-unsur tindak pidana zina adalah sebagai berikut :

a. Pria dan Wanita

Zina dilakukan secara bersama-sama, tidak dapat dilakukan oleh satu orang atau dua orang yang sejenis.

b. Mengetahui lawan jenisnya terikat perkawinan

Mengetahui merupakan unsure sengaja, jika tidak mengetahui maka yang bersangkutan tidak dapat dituntut.

c. Melakukan persetubuhan

Menurut hukum, baru dapat dikatakan persetubuhan apabila anggota kelamin pria telah masuk kedalam lbang kemaluan wanita sehingga mengeluarkan sperma dan ovum.

d. Adanya pengaduan

(15)

2. Perkosaan

Menurut Soetandyo Wignjosoebroto mendefinisikan perkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang lelaki terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan atau hukum yang berlaku melanggar15.

Menurut R. Sugandhi mendefinisikan perkosaan adalah seorang pria yang memaksa pada seorang wanita yang bukan istrinya untuk melakukan persetubuhan dengannya menggunakan suatu ancaman, kekerasan, yaitu diharuskan kemaluan pria telah masuk kedalam lubang kemaluan seiring wanita kemudian mengeluarkan air mani.16 Unsur-unsur perkosaan menurut pandangan R. Sugandhi adalah sebagai berikut:

1. Pemaksaan bersetubuh oleh laki-laki kepada wanita yang bukan menjadi istrinya.

2. Pemaksaan bersetubuh itu diikuti dengan tindak atau ancaman kekerasaan.

3. Kemaluan pria harus masuk pada lubang kemaluan wanita. 4. Mengeluarkan air mani.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana merumuskan perkosaan (rape) pada pasal 285 yang berbunyi sebagai berikut:

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang wanita bersetubuh dengan diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”

15 Aditya Emby, “Tindak Pidana Pencabulan”

http://adtyaemby.blogspot.com/2012/06/tindak-pidana-pencabulan-terhadap-anak.html. diunduh 17 September 2013.

16 Lalanta, Yuyanti, “Definisi Pemerkosaan”

(16)

Unsur-unsur tindak pidana perkosaan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah sebagai berikut:

a. Barang siapa

Sebagian pakar berpendapat bahwa “barang siapa” bukan merupakan unsur, hanya memperlihatkan si pelaku adalah manusia. Sebagian pakar lagi berpendapat bahwa “barang siapa” tersebut adalah manusia, tetapi perlu diuraikan siapa dan berapa orang.

b. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

Dengan kekerasan dimaksudkan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan kekuatan badan yang agak hebat. Pasal 89 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memperluas pengertian kekerasan sehingga memingsankan atau melemahkan orang, disamakan dengan melakukan kekerasan. Ancaman kekerasan tersebut ditujukan terhadap wanita itu sendiri dan bersifat sedemikian rupa sehingga untuk melakukan perbuatan lain tidak memungkinkan baginya selain membiarkan dirinya untuk disetubuhi.

c. Memaksa

Memaksa berarti diluar kehendak dari wanita tersebut atau bertentangan dengan kehendak wanita itu. Pengertian memaksa ditafsirkan sebagai suatu perbuatan sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa takut pada orang lain.

(17)

Pengertian bersetubuh menurut Tirta Amidjaja adalah persetubuhan sebelah dalam dari kemaluan si laki-laki dan perempuan yang pada umumnya dapat menimbulkan kehamilan.17

e. Di luar perkawinan

Diluar perkawinan berarti bukan istrinya. Pada unsur ini sebagian orang khususnya dari organisasi hak asasi manusia diminta agar dihapuskan, sehingga tidak terjadi kesewenangan suami terhadap istri karena seorang suami harus menghormati hak asasi istrinya. Dasar hukum mengenai delik perkosaan terdapat dalam Pasal 285, 286 dan 287 KUHPidana.

3. Pencabulan

Di berbagai negara terdapat perbedaan definisi mengenai pencabulan. Amerika mendefinisikan pencabulan adalah kontak atau interaksi antara anak dan orang dewasa, anak tersebut dipergunakan untuk stimulasi seksual oleh pelaku atau orang lain yang berada dalam posisi memiliki kekuatan atau kendali atas korban. Termasuk kontak fisik yang tidak pantas, membuat anak melihat tindakan seksual atau pornografi, menggunakan seorang anak untuk membuat pornografi atau memperlihatkan alat genital orang dewasa kepada anak.

17Hussein, Dzakky. “Learning is Process” http://www.dzakkyhussein.blogspot.com/2011. Diunduh

(18)

Sedangkan Belanda memberikan pengertian yang lebih umum untuk pencabulan, yaitu persetubuhan diluar perkawinan yang dilarang yang diancam pidana. Bila mengambil definisi dari buku kejahatan seks dan aspek medikolegal gangguan psikoseksual, maka definisi pencabulan adalah semua perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan seksual sekaligus mengganggu kehormatan kesusilaan. Menurut R. Soesilo, perbuatan cabul dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu segala perbuatan yang melanggar kesusilaan atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin18.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana merumusakan perbuatan pencabulan terdapat pada pasal 289 yang berbunyi sebagai berikut:

“Barang siapa dengan kekerasan atau dengan acaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan padanya perbuatan dihukum karena salahnya melakukan perbuatan melanggar kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun.” a. Barang Siapa

Sebagian pakar berpendapat bahwa “barang siapa” bukan merupakan unsur, hanya memperlihatkan si pelaku adalah manusia, tetapi perlu diuraikan lagi manusia siapa dan berapa orang, jadi identitas “barang siapa” tersebut harus jelas.

b. Dengan ancaman atau ancaman kekerasan

18 Sidari, Ray Pratama, “Kejahatan Pencabulan atau Persetubuhan”

(19)

Dengan kekerasan dimaksudkan yaitu suatu perbuatan yang dilakukan dengan kekuatan badan yang berlebihan. Pasal 89 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memperluas pengertian kekerasan sehingga memingsangkan atau melemahkan orang, disamakkan dengan melakukan kekerasan. Ancaman kekerasan tersebut ditujukan terhadap wanita itu sendiri dan bersifat sedemikian rupa sehingga berbuat lain tidak memungkinkan baginya selain membiarkan dirinya untuk disetubuhi.

c. Memaksa

Perbuatan memaksa ini harus di jelaskan sebagai suatu perbuatan sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa takut orang lain. d. Seseorang

Merupakan individu yang mempunyai hak asasi yang sama dengan yang lainnya dan berhak untuk hidup secara bebas dan mendapatkan perlindungan hukum.

e. Melakukan perbuatan cabul

Suatu perbuatan yang dilakukan terhadap orang lain, akibat dorongan seksual yang ada pada dirinya untuk melakukan perbuatan cabul yang akan memuaskan nafsu birahinya.

(20)

Hubungan sedarah atau dalam bahasa inggris disebut incest adalah hubungan saling mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga kekerabatan yang dekat. Hubungan sedarah ini biasanya antar ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri.19

Pengertian incest lebih luas adalah hubungan seksual yang dilakukan seseorang dalam keluarga atau seseorang yang sudah seperti keluarga, seperti ayah kandung, ayah tiri, ibu dari pacar, saudara laki-laki, saudara tiri, paman atau kakek.20

1. Jenis-jenis Incest

a. Incest yang bersifat sukarela (tanpa paksaan)

Hubungan seksual yang dilakukan terjadi karena ada unsur suka sama suka.

b. Incest yang bersifat paksaan

Hubungan seksual dilakukan karena ada unsur keterpaksaan, misalkan pada anak perempuan diancam akan dibunuh oleh ayahnya karena tidak mau melayani nafsu seksual sang ayah. Incest seperti ini dikenal dengan perkosaan incest.

2. Bentuk-bentuk Incest

19 Flofy, Vioresha, “Makalah Incest” http://viorenshaflody.blogspot.com/2012/04/makalah-incest.html.

diunduh 21 May 2013.

(21)

a. Ajakan, rayuan dan paksaan untuk berhubungan seks.

b. Sentuhan atau rabaan seksual seperti pada bibir, buah dada, vagina atau anus.

c. Penunjukan alat kelamin (exibisionisme).

d. Penunjukan hubungan seksual.

e. Mengeluarkan kata-kata porno.

f. Memaksa melakukan masturbasi.

g. Memukul vagina atau buah dada.

h. Meletakkan atau memasukan benda-benda, jari dan lain-lain kedalam vagina atau anus.

i. Berhubungan seksual.

j. Mengambil dan menunjukan foto anak kepada orang lain dengan atau tanpa busana atau ketika berhubungan seks.

k. Mempertontonkan pornografi atau anak yang digunakan untuk tujuan pornografi.

(22)

Sebagai seorang ahli hukum pidana, Lustig menyatakan terdapat lima kondisi gangguan keluarga yang memungkinkan terjadinya incest,21 yaitu:

a. Keadaan terjepit, dimana anak perempuan menjadi figure perempuan utama yang mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu.

b. Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan seksualnya.

c. Ketidakmampuan ayah untuk mencari pasangan seksual di luar rumah karena kebutuhan untuk mempertahankan façade kestabilan sifat patriachat-nya. d. Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota

keluarga untuk lebih memilih desintegrasi struktur daripada pecah sama sekali.

e. Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak berpartisipasi dalam tuntutan peranan seksual sebagai istri.

H. Aspek Sosial dari Tindak Pidana Incest

Tindak pidana incest itu terjadi bukan hanya karena ada niat pelaku tetapi ada juga adanya kesempatan. Dikatakan bahwa terdapat kesempatan disebabkan korban yang sering ditinggal oleh keluarganya dan membiarkan pelaku dan korban hanya berdua tinggal dirumah dalam keadaan sepi dan juga terdapat rumah yang hanya memiliki satu kamar sedangkan penghuni rumah yang banyak maka secara otomatis anggota keluarga yang laki-laki bercampur dengan anggota keluarga yang perempuan, hal tersebut yang dapat mendorong terjadinya perbuatan Incest.

Tindak pidana incest kurang banyak dilaporkan sebab korban tidak melaporkan kepada keluarganya bahwa terdapat dirinya telah terjadi kekerasan seksual, keluarga

21 Nassa, Kadir.“Pengertian Incest”

(23)

juga tidak menaruh curiga jika didalam rumah terjadi kekerasan seksual sebab mereka percaya kepada pelaku yang merupakan keluarga terdekat korban.

Tindak pidana kesusilaan dalam hal ini adalah tindak pidana incest yang merupakan suatu kenyataan sosial dimasyarakat yang akhir-akhir ini makin meningkat. Terjadinya tindak pidana incest dalam masyarakat menujukkan terdapat pergeseran bahkan penyimpangan terhadap nilai-nilai moral, agama, serta adat yang dipegang teguh oleh masyarakat.

I. Sejarah Incest

Peristiwa incest telah terjadi sejak dahulu kala. Dalam sejarah dicatat raja-raja Mesir kuno dan putra-putrinya kerap kali melakukan tingkah laku incest dengan motif tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas generasi penerusnya. Pasca invasi Alexander The grear, para bangsawan Mesir banyak yang melakukan perkawinan dengan saudara kandung dengan maksud untuk mendapatkan keturunan berdarah murni dan melanggengkan kekuasaan. Contoh yang terdokumentasi adalah perkawinan Ptolemeus II dengan saudara perempuannya Elsione.

(24)

J. Dasar Hukum Tindak Pidana Incest di Negara Indonesia

Adapun yang menjadi dasar hukum tindak pidana incest di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia).

3. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 285.

4. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 294.

Pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 16

ayat (1) dijelaskan salah satu hak dari seorang anak yaitu Setiap anak berhak

memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan

hukuman yang tidak manusiawi. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 juga

menjelaskan kewajiban dan tanggung jawab dari orang tua dalam pasal 26 ayat (1)

yaitu orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

a. Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak.

b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.

c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

Dari dua pasal yang tertera diatas mempunyai maksud bahwa seorang anak

(25)

yang mengancam dirinya, orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk

melindungi dan membimbing anak tersebut.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak mengatur

tentang asas dan tujuan perlindungan anak yakni pasal (2) dan pasal (3), sebagai

berikut:

Pasal (2) : Penyelenggara perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar konvensi hak anak meliputi non-diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, penghargaan terhadap anak.

Pasal (3) : Perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat manusia, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak, mulia dan sejahtera.

Perlindungan anak diusahakan oleh setiap orang, orang tua, keluarga, masyarakat,

pemerintah maupun Negara. Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Anak

menentukan:

“Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.”

Dari beberapa pasal diatas dapat dijelaskan bahwa yang mengusahakan

perlindungan anak adalah setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya

dengan berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Setiap warga

negara ikut bertanggung jawab terhadap dilaksananya perlindungan anak demi

(26)

Kewajiban dan tanggung jawab Negara dan Pemerintah dalam usaha

perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yaitu:

a. Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan bahasa, status hukum

anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau mental (Pasal 21).

b. Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan

perlindungan anak (Pasal 22).

c. Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan

memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang

secara umum bertanggung jawab terhadap anak dan mengawasi

penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 23).

d. Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan

pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak (Pasal 24).

Pada Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia)

bagian kesepuluh pasal 58 dijelaskan bahwa:

1. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya atau pihak manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan.

(27)

Pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 285 tentang perkosaan untuk bersetubuh dijelaskan bahwa :

"Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan , diancam karena perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.

Pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 294 tentang perbuatan cabul ayat (1) dijelaskan bahwa barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikannya ataupun penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

K. Dasar Hukum Tindak Pidana Incest di Negara Malaysia

Tindak pidana incest di negara Malaysia lebih dikenal dengan sebutan Tindak sumbang mahram. Adapun dasar hukum tindak sumbang mahram tersebut sebagai berikut:

1. Akta Kanak-kanak (2001), Malaysia.

(28)

Pada bagian kelima Akta Kanak-kanak (2001) dijelaskan bahwa seorang anak memerlukan pemeliharaan dan perlindungan jika anak itu kemungkinan besar akan terluka secara fisik atau dianiaya secara seksual oleh orang tua atau walinya. Akta kanak-kanak (2001) ini juga menjelaskan apabila terjadi suatu kekerasan fisik atau kekerasan seksual yang terjadi pada anak, akan tetapi orang tua atau walinya tidak melindungi atau tidak dapat melindungi anak itu dari tindak kekerasan tersebut maka anak tersebut berhak memerlukan pemeliharaan dan perlindungan.

Pada Akta Kanak-kanak (2001) ini dijelaskan bahwa apabila terjadi suatu tindak kekerasan terhadap anak-anak dan hal tersebut dilakukan oleh orang tua atau walinya maka perlindungan terhadap anak tersebut menjadi tanggung jawab dari pemerintahan negara Malaysia. Orang yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak tersebut akan dikenai sanksi oleh pengadilan negara Malaysia sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan.

Pada Akta 559, Akta Kesalahan Jenayah Syariah (wilayah-wilayah persekutuan) 1997, Bahagian IV – Seksyen 20 Perbuatan Sumbang Mahram dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan sumbang mahram adalah melakukan suatu kesalahan dan akan dihukum denda tidak lebih lima ribu dolar atau dipenjara tidak lebih dari tiga tahun atau dicambuk tidak lebih enam kali.

(29)

kurang dari enam tahun dan tidak lebih dari dua puluh tahun ditambah dengan hukuman sebat.

BAB III

METODE PENELITIAN

(30)

permasalahan yang akan dibahas. Adapun metode yang digunakan oleh penelitian dalam melakukan penelitian adalah:

A. Jenis Penelitian

Sebagai ilmu normatif, ilmu hukum memiliki cara kerja yang khas yaitu merupakan ilmu jenis sendiri dalam hal cara kerja dan system ilmiah.Penelitian ini merupakan penelitian hukum (penelitian yuridis) yang memiliki suatu metode berbeda dengan penelitian lainnya. Metode penelitian hukum merupakan suatu cara yang sistematis dalam melakukan sebuah penelitian.22

Agar tidak terjebak dalam kesalahan yang umumnya terjadi dalam sebuah penelitian hukum dengan memaksakan pengunaan format penelitian empiris dalam ilmu sosial terhadap penelitian normatif (penelitian yuridis normatif), maka penting sekali mengetahui dan menentukan jenis penelitian sebagai salah satu komponen dalam metode penelitian. Sebab ketepatan dalam metode penelitian akan sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil suatu penelitian hukum.

Dalam penelitian karya ilmiah dapat mengunakan salah satu dari tiga bagian grand method yaitu library research, ialah karya ilmiah yang di dasarkan pada literatur atau pustaka,field research yaitu penelitian yang didasarkan pada penelitian lapangan dan bibliographic research,yaitu penelitian yang memfokuskan pada gagasan dalam teori.

Berdasarkan pada subjek studi dan jenis masalah yang ada, maka dari tiga jenis grand method yang telah disebutkan, penulis akan mengunakan metode penelitian hukum normatif. Mengenai penelitian semacam ini lazimnya juga disebut “Legal

22 Muhamad Abdulkadir, Hukum dan penelitian Hukum, (Bandung:PT.Citra Aditya Bakti,2004),hlm.

(31)

Research” atau “legal research Instruction”.23 Penelitian hukum semacam ini tidak mengenal penelitian lapangan (field research) karena yang diteliti adalah bahan-bahan hukum sehingga dapat dikatakan sebagai library based, focusing on reading and analysis of primary and secondary materials.24

Pendekatan penelitian adalah metode atau cara mengadakan penelitian. Dari ungkapkan konsep tersebut jelas bahwa yang dikehendaki adalah suatu informasi dalam bentuk deskripsi dan menghendaki makna yang berada dibalik bahan hukum.

Sesuai dengan jenis penelitiannya yakni penelitian hukum normatif (yuridis normatif), maka dapat digunakan lebih dari suatu pendekatan. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).

Pendekatan undangan dilakukan untuk meneliti aturan perundang-undangan yang mengatur tentang tinjuan yuridis kriminologis terhadap tindak pidana pencabulan dalam ruang lingkup keluarga (incest) antara Indonesia dan Malaysia, Indonesia yakni dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights on the Child) melalui Keppres Nomor 36 Tahun1990 Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 57, yang didalamnya mengatur tentang bagaimana seorang anak dan Perempuan selayaknya diberlakukan dan mendapatkan perlindungan khusus, serta adanya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM (Hak Asasi Manusia) yang didalamnya mengatur tentang adanya suatu Hak asasi yang dimiliki oleh setiap

23 Soerjono soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Tinjauan Singkat, (Jakarta:

Rajawali pers,2006), hlm. 23.

24 Jhony Ibrahim, Teori dan Meteodologi Penelitian Hukum Normatif , ( Malang:Bayumedia

(32)

umat manusia serta merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 294 ayat (1) dan Malaysia yang merujuk pada Akta Kanak- Kanak (2001) dan Akta 559 Akta Kesalahan Jenayah Syariah (wilayah-wilayah persekutuan) 1997, Bahagian IV – Seksyen 20 Perbuatan Sumbang Mahram untuk menjatuhkan sanksi hukuman kepada pelaku kejahatan incest. Sedangkan pendekatan perbandingan dilakukan untuk melihat bagaimana antara satu hukum yang mengatur suatu ketentuan yang serupa maupun tidak searah dengan hukum lainnya sehingga nantinya akan ditemukan sebuah titik baik kesamaan maupun perbedaan yang sangat membantu dalam proses analisis.

B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur dengan browsing literatur yang berhubungan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder, karena data sekunder merupakan hasil penelitian terhadap bahan-bahan kepustakaan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari:

1. Bahan Hukum primer.

Yaitu bahan yang mempunyai hukum yang mengikat yang mencakup perundang-undangan yang ada hubungan dengan permasalahan ini seperti:

a. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

b. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia).

(33)

d. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 294.

e. Akta Kanak-kanak (2001), Malaysia.

f. Akta 559, Akta Kesalahan Jenayah Syariah (wilayah-wilayah persekutuan) 1997, Bahagian IV – Seksyen 20 Perbuatan Sumbang Mahram, Malaysia. g. Kanun Keseksaan Seksyen 376A – Sumbang Mahram.

2. Bahan Hukum Sekunder adalah Bahan hukum yang bersifat membantu atau menunjang bahan hukum primer dalam penelitian ini yang akan memperkuat penjelasan didalamnya diantara bahan-bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, thesis, jurnal dan dokumen-dokumen.

3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan dalam penelitian ini yaitu Library Reseacrh. Library Reseacrh adalah teknik dokumenter, yaitu dikumpulkan dari telaah arsip atau studi pustaka seperti, seperti buku-buku, makalah ,artikel, majalah, jurnal, Koran atau karya pakar.

Untuk memperoleh bahan-bahan atau data-data dalam penulisan ini maka teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah:

Studi Dokumen

Mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur maupun dokumen-dokumen yang erat dukungannya dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Sehingga dapat memperlancar pelaksanaan penelitian ini.

(34)

Ada dua jenis metode, analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif adalah deskriptif, data yang termasuk kata-kata dan gambar, yang diperoleh dari transkrip wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, dll Analisis kuantitatif adalah Kode, nomor, ukuran dan variabel operasional. Berdasarkan penelitian, perbandingan untuk penulis sebagai mahasiswa fakultas hukum adalah analisis kualitatif.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pandangan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (incest) Terhadap Norma Kesusilaan, Norma Kepatutan dan Norma Kesopanan di Indonesia dan Malaysia.

1. Pandangan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (incest) Teradap Norma Kesusilaan, Norma Kepatutan dan Norma Kesopanan di Indonesia.

Norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma kepatutan saling berkaitan erat antara satu dan lainnya. Pada dasarnya norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma kepatutan merupakan satu kesatuan yang sama.

Norma Kesusilaan dan norma kepatutan adalah norma yang mengatur tentang hidup manusia yang berlaku secara umum dan bersumber dari hati nurani manusia. Tujuan norma kesusilaan yaitu mewujudkan keharmonisan hubungan antar umat manusia. Rasa bersalah dan penyesalan mendalam akan dirasakan bagi pihak-pihak yang melanggar norma ini.25

25 Pratiwi, Desy. “Pengertian dan Contoh Nomra Kesusilaan, kesopan dan Hukum”

(35)

Norma kesopanan adalah norma yang muncul dan berkembang dalam pergaulan masyarakat tertentu. Oleh karena itu, norma kesopanan bersifat lokal dan bergantung kepada adat istiadat atau kebiasaan masyarakat tertentu. Sumber norma kesopanan adalah kebaikan dalam suatu masyarakat yang ditaati sebagai pedoman untuk mengatur manusia. Orang yang melanggar norma kesopanan biasanya akan dikucilkan dan dicemooh oleh masyarakat26.

Kehidupan sosial manusia dalam pergaulan sesamanya selain dilandasi oleh norma-norma hukum yang mengikat secara hukum, juga dilandasi oleh norma-norma pergaulan yaitu norma-norma kesopanan. Dalam hal ini norma-norma kesopanan berpijak pada tujuan menjaga keseimbangan batin dalam hal rasa kesopanan bagi setiap manusia dalam pergaulan hidup masyarakat27. Nilai-nilai kesopanan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat mencerminkan sifat dan karakter suatu lingkungan masyarakat bahkan suatu bangsa, telah teradopsi di dalam norma-norma hukum mengenai tindak pidana kesopanan.

Menurut Adami Chazawi kejahatan kesopanan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kejahatan kesopanan di bidang kesusilaan dan kejahatan di luar bidang kesusilaan.28

Kejahatan di bidang kesusilaan adalah kejahatan kesopanan mengenai hal yang berhubungan dengan masalah seksual, terdiri dari:

a. Kejahatan dengan melanggar kesusilaan umum (pasal 281 KUHP). b. Kejahatan pornografi (pasal 282 KUHP)

c. Kejahatan pornografi terhadap orang yang belum dewasa (pasal 283 KUHP) d. Kejahatan pornografi dalam menjalankan pencahariannya (pasal 283bis) e. Kejahatan perzinaan (pasal 284 KUHP)

26 Ibid, diunduh 20 July 2013.

27 Adami Chazawi, Tindak pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2005),

hlm 1.

(36)

f. Kejahatan perkosaan untuk bersetubuh (pasal 285 KUHP)

g. Kejahatan bersetubuh dengan perempuan di luar kawin yang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya (pasal 286 KUHP)

h. Kejahatan bersetubuh dengan perempuan di luar kawin yang umurnya belum 15 tahun (pasal 287 KUHP)

i. Kejahatan bersetubuh dengan perempuan dalam perkawinan yang belum waktunya dikawin dan menimbulkan akibat luka-luka (pasal 288 KUHP) j. Kejahatan perkosaan berbuat cabul atau perbuatan yang menyerang

kehormatan kesusilaan (pasal 289 KUHP)

k. Kejahatan perbuatan cabul pada orang yang pingsan, pada orang yang umurnya belum 15 tahun atau belum waktunya untuk dikawin (pasal 290 KUHP)

l. Kejahatan-kejahatan bersetubuh dengan perempuan d luar kawin yang dalam keadaan pingsan (pasal 286 KUHP), bersetubuh dengan perempuan yang umurnya belum 15 tahun (pasal 287 KUHP) dan perbuatan cabul pada orang yang dalam keadaan pingsan atau umurnya belum 15 tahun (pasal 290 KUHP), dan dalam keadaan yang memebratkan, yakni apabila menimbulkan akibat luka-luka berat bagi korban (pasal 291 ayat 1 KUHP)

(37)

n. Kejahatan menggerakan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa (pasal 283 KUHP)

o. Kejahatan berbuat cabul dengan anaknya, anak dibawah pengawasannya dan lain-lain yang belum dewasa (pasal 294 KUHP)

p. Kejahatan permudahan berbuat cabul bagi anaknya, anak dibawah pengampuannya dan lain-lain yang belum dewasa (pasal 295 KUHP)

q. Kejahatan permudahan berbuat cabul sebagai mata pencaharian atau kebiasaan (pasal 296 KUHP)

r. Kejahatan memperdagangkan wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa (pasal 297 KUHP)

s. Kejahatan mengobati wanita dengan ditimbulkan harapan hamilnya dapat digugurkan (pasal 299 KUHP)

Kejahatan kesopanan di luar hal-hal yang berhubungan dengan masalah seksual terdiri dari kejahatan berikut ini :

a. Kejahatan berupa memberikan minuman keras pada orang yang telah mabuk, membuat mabuk seorang anak yang belum berumur enam belas tahun dan memaksa orang unutk meminum minuman yang memabukkan (pasal 300 KUHP)

b. Kejahatan menyerahkan anak yang umurnya belum dua belas tahun pada orang lain untuk dipakai melakukan pengemisan (pasal 301 KUHP)

c. Kejahatan penganiayaan dan penganiayaan ringan terhadap binatang atau hewan (pasal 302 KUHP)

d. Kejahatan mengenai perjudian (pasal 303, 303bis KUHP)

(38)

adalah kejahatan yang diatur dalam Bab ke-XIV dari buku ke-II Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang di dalam Wetboek van Strafrecht juga disebut sebagai misdrijven tegen de zeden.29

Ketentuan pidana yang diatur dalam bab ini dengan sengaja telah dibentuk oleh pembentuk Undang-undang dengan maksud untuk memberikan perlindungan bagi orang-orang yang dipandang perlu untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan-tindakan asusila atau ontuchte handelingen dan terhadap perilaku-perilaku baik dalam bentuk kata-kata maupun dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang menyinggung rasa asusila. Hal ini karena bertentangan dengan pandangan orang terhadap kepatutan di bidang kehidupan seksual, baik ditinjau dari segi pandangan masyarakat setempat maupun ditinjau dari segi kebiasaan masyarakat setempat dalam menjalankan kehidupan mereka.

Kejahatan terhadap kesusilaan pada umunya menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan khususnya pada orang tua terhadap anak wanitanya, karena selain dapat mengancam keselamatan anak-anak wanita, misalnya perkosaan dan perbuatan cabul hal ini juga dapat mempengaruhi proses pertumbuhan kearah kedewasaan seksual lebih dini.

Tindak pidana kesusilaan berkaitan erat dengan delik perzinaan, perkosaan dan pencabulan. Tidak bisa dipungkiri bila kehidupan sekarang ini kian semakin kehilangan malu. Semakin bebasnya pergaulan masyarakat akan sebuah hubungan yang terasa menjauh dari identitas bangsa. Bangsa yang pemalu, bangsa yang

(39)

menjunjung tinggi kesusilaan kini condong mengarah kepergaulan bebas dunia barat. Tingkat pergaulan anak muda sekarang yang gaya berpacaran atau berhubungannya telah kelewat batas. Tidak hanya muda-mudi yang banyak tertangkap basah melakukan hubungan suami istri diluar perkawinan, banyak pula kasus untuk suami istri yang melakukan hal serupa bukan dengan pasangan menikahnya serta banyak pula kasus-kasus tindak pidana kesusilaan yang dilakukan seorang anak terhadap anak kandungnya sendiri (incest).

Kejahatan kesusilaan dapat dikatakan sebagai tindak pidana yang bersifat universal, karena hampir semua negara mengenalnya dan mengaturnya dalam ketentuan hukum masing-masing namun mengenai macam dan kriteria atau konsepsi mengenai kesusilaan yang dilanggar dapat berbeda. Pada dasarnya tindak pidana kesusilaan dipengaruhi oleh pandangan, nilai-nilai sosial dan norma-norma agama yang berlaku didalam masyarakat.

Kejahatan terhadap kesusilaan terbagi menjadi dua istilah, susila dan kesusilaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata susila adalah baik budi bahasanya, adat istiadat yang baik, sopan santun, tertib dan beradab. Sedangkan kesusilaan adalah perihal susila yang berkaitan dengan adab dan sopan santun.

Menurut Suparman Marzuki bahwa setiap delik itu pada hakikatnya merupakan delik kesusilaan, karena semua bentuk larangan dengan sanksi hukum pidana pada hakikatnya melambangkan bentuk perlindungan terhadap sistem nilai kesusilaan atau moralitas tertentu yang ada dalam masyarakat.30

Sedangkan Loebby Loqman membagi delik kesusilaan menjadi dua bagian, yaitu delik kesusilaan dalam arti sempit dan delik kesusilaan dalam arti luas. Beliau

(40)

berpendapat bahwa kesusilaan dalam arti sempit yaitu perbuatan yang berhubungan dengan seks yang sudah merupakan istilah sosiologis, artinya masyarakat telah mengenal kesusilaan tersebut berhubungan dengan seks. Misalnya pelacuran, perzinaan, pencabulan, perkosaan, homoseksual, lesbian dan lain-lain. Sedangkan kesusilaan dalam arti luas tidak hanya meliputi kesusilaan dalam arti sempit, tetapi juga perbuatan-perbuatan yang tidak ada hubungannya dengan seks.31

Sebagaimana yang telah diuraikan diatas, kejahatan terhadap kesusilaan adalah sebagai bentuk pelanggaran atau kejahatan terhadap nilai-nilai susila, mengenai adat kebiasaan yang baik, sopan-santun atau perbuatan yang berhubungan dengan seks.

Tindak pidana pencabulan sedarah (incest) berkaitan erat dengan norma kesusilaan, norma kepatutan dan norma kesopanan. Tindak pidana pencabulan sedarah (incest) merupakan salah satu delik dari kekerasan terhadap kesusilaan. Hal ini disebabkan karena menurut pandangan hukum incest merupakan salah satu tindak pidana yang melanggar norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma kepatutan yang berhubungan dengan masalah seks karena didalam incest terdapat unsur pencabulan yang merupakan salah satu delik dari tindak pidana kesusilaan.

2. Pandangan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (incest) Teradap Norma Kesusilaan, Norma Kepatutan dan Norma Kesopanan di Malaysia.

Negara Malaysia beranggapan bahwa gejala pencabulan sedarah (sumbang mahram) adalah suatu penyakit yang sangat buruk bahkan lebih buruk dari gejala zina biasa. Hukumannya adalah sama seperti ketentuan hukuman zina, bahkan pemerintahan Islam dapat menjatuhkan tambahan hukuman takzir ke atas si pelaku

(41)

demi maslahat 'ammah dengan maksud mencegah gejala ini dari terus-menerus menular dan berkembang. Beberapa masyarakat di negara Malaysia juga beranggapan orang yang melakukan tindak pidana pencabulan sedarah (sumbang mahram) seharusnya dihukum cambuk dan penjara seumur hidup.32

[image:41.612.110.533.279.557.2]

- Tabel Perbandingan Pandangan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (incest) di Indonesia dan Malaysia.

Tabel 1

Keterangan Indonesia Malaysia

Pandangan Hukum menurut Negara Indonesia

dan Negara Malaysia

Pandangan dan pendapat dari beberapa para ahli bahwa tindak pidana pencabulan sedarah (incest) merupakan suatu tindak pidana kejahatan

terhadap norma

kesusilaan, kepatutan dan kesopanan.

Negara Malaysia

beranggapan bahwa tindak pidana pencabulan sedarah (incest) merupakan suatu penyakit yang sangat buruk. Tindak pidana ini merupakan tindak pidana yang lebih dari hanya sekedar tindak pidana zina biasa.

- Tabel Analisis Hasil Perbandingan hukum mengenai Pandangan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (incest) di Indonesia dan Malaysia.

Tabel 2

32 Rahima, “Hukuman Sumbang Mahram” http://www.rahima.or.id/index.php?

(42)

Analisis Hasil Perbandingan hukum mengenai Pandangan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (incest) di Indonesia dan Malaysia

- Negara Indonesia berpendapat bahwa tindak pidana pencabulan sedarah (incest) merupakan suatu tindak pidana kejahatan terhadap norma kesusilaan, kepatutan dan kesopanan dan negara Malaysia beranggapan bahwa tindak pidana pencabulan sedarah (incest) merupakan suatu penyakit yang sangat buruk. Tindak pidana ini merupakan tindak pidana yang lebih dari hanya sekedar tindak pidana zina biasa.

(43)

pidana yang bertentangan dengan norma kesusilaan, norma kepatutan dan norma kesopanan. B. Proses Pemeriksaan oleh Pihak Kepolisian terhadap pelaku Tindak Pidana

Pencabulan Sedarah (incest) di Indonesia dan Malaysia.

1. Proses Pemeriksaan oleh Pihak Kepolisian terhadap pelaku Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (incest) di Indonesia.

Pengertian penyidikan diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang terdapat Pada Pasal 1 butir I yang berbunyi sebagai berikut:

“Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia Atau Pejabat Pegawai Negari Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.“

Dari pengertian penyidik diatas, dalam penjelasan undang-undang disimpulkan mengenai pajabat yang berwenang untuk melakukan penyidikan yaitu Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI); dan Pejabat Pegawai Negari Sipil yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan.

(44)

Dalam pelaksanaan proses penyidikan, peluang-peluang untuk melakukan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang untuk tujuan tertentu bukan mustahil sangat dimungkinkan terjadi. Karena itulah semua ahli kriminalistik menempatkan etika penyidikan sebagai bagian dari profesionalisme yang harus dimiliki oleh seorang penyidik. Bahkan, apabila etika penyidikan tidak dimiliki oleh seseorang penyidik dalam menjalankan tugas-tugas penyidikan, cenderung akan terjadi tindakan sewenang-wenang petugas yang tentu saja akan menimbulkan persoalan baru.

Dalam ranah kepolisian dibagi beberapa bagian yang masing-masing mempunyai tugas yang berbeda-beda:

a. Bagian MIN personil, bertugas menjalankan fungsi pembinaan personil dan logistik serta latihan dalam mendukung tugas kepolisian.

b. Bag OP, bertugas mengatur tentang pelaksanaan operasional kepolisian yang meliputi pelayanan unjuk rasa, operasi khusus kepolisian, dan lain-lain.

c. Bag Bina mitra, bertugas melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar dapat menjadi masyarakat yang sadar hukum dan mampu melakukan upaya-upaya pencegahan terjadinya kejahatan dengan baik dan benar.

d. Sat Intelkam, bertugas menjalankan inteligen dan pengamanan kepolisian. e. Sat Reskrim, bertugas menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan serta

(45)

f. Sat Samapta, bertugas mengadakan kegiatan penjagaan, pengawalan, dan patroli. Misalnya mengawal nasabah bank yang meminta pengawalan untuk pengambilan uang dalam jumlah uang banyak, termasuk pengendalian massa atau DALMAS.

g. Sat Lantas, bertugas melakukan pengaturan arus lalu lintas, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan ketertiban di jalan umum.

h. Sat Narkoba, bertugas menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan serta kegiatan penindakan (represif) terhadap tindak pidana psikotropika.

i. SPK (Sentral Pelayanan Kepolisian), bertugas memberikan pelayanan, informasi, dan pengaduan masyarakat yang membutuhkan penanganan kepolisian.

Secara garis besar dalam melaksanakan tugas penyidikan untuk mengungkapkan suatu tindak pidana, maka penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang sebagaimana yang tercantum di dalam isi ketentuan Pasal 7 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo. Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisan Negara Republik Indonesia, yang menyebutkan bahwa wewenang penyidik adalah sebagi berikut:

1. Menerima Laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.

2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.

3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.

4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. 5. Mengenai sidik jari dan memotret seseorang.

(46)

7. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.

8. Mengadakan penghentian penyidikan.

9. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Tindak pidana pencabulan sedarah (incest) merupakan suatu tindak pidana dengan delik aduan. Seseorang yang merasa dirugikan dengan adanya tindak pidana ini berhak melaporkan tindak pidana yang terjadi kepada pihak penyidik (pihak kepolisian).

Setelah mendapatkan pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan, maka pihak penyidik berkewajiban untuk melakukan suatu penyelidikan terhadap kasus tindak pidana tersebut. Secara khusus tugas dan wewenang pihak kepolisian dalam hal memeriksa tindak pidana pencabulan sedarah (incest) dilakukan oleh Satuan Reskrim (Reserse Kriminal) dan unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak). Kewajiban dan wewenang Satuan Reskrim (Reserse Kriminal) dan unit PPA (Pelindungan Perempuan dan Anak) dalam menangani tindak pidana pencabulan sedarah adalah sebagai berikut:

1. Menahan pelaku yang diduga melakukan tindak pidana pencabulan sedarah (incest).

2. Melakukan olah TKP (Tempat Kejadian Perkara).

3. Memeriksa profil dari tersangka yang melakukan tindak pidana pencabulan sedarah (incest).

(47)

5. Memeriksa kejiwaan dan psikologis tersangka yang melakukan tindak pidana pencabulan sedarah (incest).

6. Mengintrogasi saksi yang mengetahui tentang tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka.

7. Mengumpulkan data dari saksi-saksi.

8. Mengumpulkan seluruh bukti-bukti dari keterangan saksi dan barang-barang yang digunakan oleh pelaku tindak pidana dalam menjalankan tindakannya yang dianggap dapat dijadikan barang bukti.

9. Mengintrogasi pihak korban guna mengetahui profil pihak korban.

10. Mengintrogasi pihak korban tindak pidana pencabulan guna mendapatkan keterangan dari tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh pelaku tindak pidana pencabulan.

11. Dalam mengintorgasi pihak korban, korban didampingi oleh pihak terdekat korban (ibu korban atau saudara terdekat).

2. Proses Pemeriksaan oleh Pihak Kepolisian terhadap pelaku Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (incest) di Malaysia.

(48)

Dalam hal ini penulis menganalisa ada beberapa tata cara atau proses pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak polis di negara Malaysia, yaitu:33

1. Memberhentikan pihak yang diduga melakukan tindak jenayah. 2. Menangkap pihak yang diduga melakukan tindak jenayah.

3. Setelah mendapatkan perintah oleh hakim pihak polis memeriksa dan mengintrogasi pihak yang diduga melakukan tindak jenayah.

4. Mengintrogasi pihak-pihak saksi yang mengetahui tindak jenayah yang telah terjadi.

5. Mengintrogasi pihak korban yang merasakan tindak jenayah tersebut. 6. Melaporkan semua keterangan yang didapat dari pihak yang melakukan

tindak pidana jenayah dan pihak korban kepada hakim.

[image:48.612.105.503.385.671.2]

- Tabel Perbandingan proses pemeriksaan oleh Pihak Kepolisian terhadap pelaku Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (incest) di Indonesia dan Malaysia.

Tabel 3

Keterangan Perbandingan

Indonesia Malaysia

Persamaan Proses pemeriksaan pelaku tindak pidana pencabulan sedarah (incest) di Indonesia dilakukan oleh pihak penyidik (pihak kepolisian)

Proses pemeriksaan pelaku tindak jenayah sumbang mahram di Malaysia dilakukan oleh pihak polis (pihak kepolisian di Malaysia)

Perbedaan Proses pemeriksaan Malaysia merupakan

33 Malaysianbar, “Proses Pemeriskaan Tindak Jenayah” http://www.malaysianbar.org.my/index.php?

[image:48.612.108.497.387.668.2]
(49)

pelaku tindak pidana pencabulan sedarah (incest) ini dilakukan secara keseluruhan oleh pihak kepolisian dan merupakan kewajiban dari pihak kepolisian.

negara dengan sistem hukum common law. Proses pemeriksaan pelaku tindak jenayah sumbang mahram ini dilakukan oleh pihak kepolisian apabila sudah ada persetujuan dari Hakim terlebih dahulu.

[image:49.612.106.504.113.368.2]

- Tabel Analisis Hasil Perbandingan hukum mengenai proses pemeriksaan oleh Pihak Kepolisian terhadap pelaku Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (incest) di Indonesia dan Malaysia.

Tabel 4

Analisis Hasil Perbandingan Hukum mengenai Prosedur Pemeriksaan Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (Incest) di Indonesia dan Malaysia

- Negara Indonesia dan Negara Malaysia memiliki Prosedur pemeriksaan terhadap pelaku Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (Incest) yang berbeda.

Di Negara Indonesia

[image:49.612.127.532.461.693.2]
(50)

pidana pencabulan sedarah (incest) di lakukan oleh pihak penyidik (pihak kepolisian) sedangkan di negara Malaysia pemeriksaan pelaku tindak pidana pencabulan sedarah (incest) dilakukan oleh pihak penyidik (pihak polis) apabila ada persetujuan dari Hakim. - Dalam Hal ini penulis

beranggapan bahwa prosedur pemeriksaan di Negara Indonesia yang lebih baik, karena prosedur pemeriksaan

pelaku tindak pidana

(51)

C. Sanksi Hukum Bagi Pihak Pelaku Tindak Pidana Incest di Indonesia dan Malaysia.

1. Sanksi Hukum Bagi Pihak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (incest) di Indonesia.

Setiap negara memiliki aturan yang berlaku bagi sertiap warga negaranya. Aturan-aturan tersebut memiliki bentuk yang berbeda-beda antara satu dan yang lainya. Dalam aturan-aturan tersebut terdapat sanksi bagi pihak yang melanggar dari ketentuan yang berlaku didalamnya. Sanksi-sanksi dalam aturan tersebut berbeda-beda bentuk antara negara yang satu dan lainnya. Setiap negara menjadikan aturan-aturan tersebut menjadi dasar hukum bagi negaranya

Dasar hukum negara Indonesia dikenal dengan nama Undang-undang dan tebagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan temanya masing-masing sedangkan negara Malaysia memiliki dasar hukum yang dikenal dengan nama Akta dan juga sudah terbagi sesuai dengan temanya masing-masing.

Negara Indonesia dan Malaysia memiliki dasar hukum tentang tindak pidana pencabulan sedarah (incest) atau tindak jenayah sumbang mahram. Dalam dasar hukum terdapat sanksi-sanki yang bagi pihak yang melanggar aturan tersebut.

Sesuai dengan tema yang diambil oleh penulis, maka penulis ingin menjabarkan sanksi bagi tindak pidana pencabulan sedarah (incest) atau tindak jenayah sumbang mahram.

Dasar hukum yang berlaku dan mengatur tentang tindak pidana pencabulan sedarah (incest) di Indonesia yaitu:

1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi

Manusia).

(52)

Pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 16 ayat (1) dijelaskan salah satu hak dari seorang anak yaitu Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 juga menjelaskan kewajiban dan tanggung jawab dari orang tua dalam pasal 26 ayat (1) yaitu orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

a. Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak.

b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.

c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

Dari dua pasal yang tertera diatas mempunyai maksud bahwa seorang anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari tindak pidana dalam bentuk apapun yang mengancam dirinya dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melindungi dan membimbing anak tersebut.

Ketentuan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berkaitan dengan tindak pidana kesusilaan yaitu antara lain Pasal 81 (perkosaan anak) dan Pasal 82 (pencabulan anak).

Pasal 81 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berbunyi sebagai berikut:

(53)

(tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berbunyi sebagai berikut:

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”

Pada Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia) bagian kesepuluh pasal 58 dijelaskan bahwa:

1. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya atau pihak manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan.

2. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan bentuk penganiyaaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi maka harus dikenakan pembertan hukuman.

Pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 285 tentang perkosaan untuk bersetubuh dijelaskan bahwa :

(54)

Pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 294 tentang perbuatan cabul ayat (1) dijelaskan bahwa:

“Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikannya ataupun penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”

(55)

dibawah umur melakukan persetubuhan dengannya dan menghukum pidana kepada terdakwa dengan hukuman penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 65.000.000,- dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

2. Sanksi Hukum Bagi Pihak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Sedarah (incest) di Malaysia.

Dasar hukum yang berlaku dan mengatur tentang tentang tindak jenayah sumbang mahram di Malaysia yaitu:

1. Akta Kanak-kanak (2001), Malaysia.

2. Akta 559, Akta Kesalahan Jenayah Syariah (wilayah-wilayah persekutuan) 1997, Bahagian IV – Seksyen 20 Perbuatan Sumbang Mahram, Malaysia.

3. Kanun Keseksaan Seksyen 376A – Sumbang Mahram

(56)

Pada Akta Kanak-kanak (2001) ini dijelaskan bahwa apabila terjadi suatu tindak kekerasan terhadap anak-anak dan hal tersebut dilakukan oleh orang tua atau walinya maka perlindungan terhadap anak tersebut menjadi tanggung jawab dari pemerin

Gambar

Tabel 1Keterangan
Tabel Perbandingan proses pemeriksaan oleh Pihak Kepolisian terhadap pelaku
Tabel Analisis Hasil Perbandingan hukum mengenai proses pemeriksaan oleh
Tabel 5Keterangan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan kinerja struktur yang lebih baik dan lebih efektif dalam meningkatkan kapasitas pembebanan serta kekauan bangunan maka elemen struktur beton

[r]

You will learn how pytest builtin fixtures can keep track of temporary directories and files for you, help you test output from your code under test, use monkey patches, check

Di dalam metode penelitian ini menjelaskan mengenai kesimpulan dari hasil analisis data, kemudian keterbatasan penelitian serta saran untuk peneliti selanjutnya yang diharapkan

CPNS KEJAKSAAN TINGGI SULAWESI SELATAN TAHUN ANGGARAN 2019 RABU, 02 SEPTEMBER 2020.. YUNUS AHLI

Penulis berharap, dengan diciptakannya naskah dan storyboard sebagai hasil dari konsep cerita dapat bermanfaat serta berguna untuk memperlancar proses pembuatan

Prosedur pengangkatan anak perempuan pada masyarakat Etnis Tionghoa di Kota Medan termasuk oleh suku Hainan pada dasarnya dilakukan dengan upacara adat dengan

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa konsumsi pakan berbeda nyata (P<0,05), sedangkan untuk pertambahan bobot badan, pertambahan bobot badan harian dan