• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PEMBEKUAN

C. Sanksi Yang Diberikan OJK Bagi Rupiah Plus

Pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.

Perusahaan Rupiah Plus telah terbukti melanggar ketentuan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik yakni pada Pasal 28 huruf b yang menjelaskan bahwa setiap penyelenggaran sistem elekrtonik wajib menjaga kebenaran, keabsahan, kerahasiaan, keakuratan, dan relevansi serta kesesuaian dengan tujuan perolehan, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman, penyebarluasan, dan pemusnahan data pribadi dan apabila terjadi kegagalan dalam melindungi rahasia data pribadi tersebut, penyelenggara wajib memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi dalam sistem elektronik yang dikelolanya.

Peran OJK sebagai regulasi dan pengawasan dalam kasus Rupiah Plus ini memiliki kuasa penuh terhadap sanksi apa yang akan diberlakukan terhadap perusahaan Rupiah Plus. Dalam hal ini, OJK menetapkan untuk memberikan

75 Janus Sidabalok, (2010), Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia ( Bandung:

Penerbit Citra Aditya Bakti), hlm. 13.

waktu kepada Rupiah Plus selama tiga bulan untuk menyelesaikan setidaknya delapan kewajiban sebelum meneruskan proses perizinan perusahaan ke regulator.

Hari Tangguh Wibowo sebagai Direktur Hubungan Masyarakat OJK dalam wawancara yang dilansir oleh CNNIndonesia.commengatakan :

“Pihak OJK telah memberikan Surat Peringatan (SP) 1 kepada Rupiah Plus pada 5 Juli 2018. Dengan demikian, terhitung sejak awal Juli perusahaan Rupiah Plus tidak bisa melanjutkan proses perizinannya hingga tiga bulan ke depan, dengan kata lain proses perizinannya dibekukan.Jika dalam periode ini seluruh kewajiban tidak dapat dipenuhi, maka OJK akan menerbitkan surat tertulis kedua.”

Usai OJK mengeluarkan SP 1 ini, perusahaan perlu menyesuaikan program kerjanya kembali. Secara terpisah, Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito mengatakan salah satu poin yang diminta OJK kepada Rupiah Plus adalah pembenahan manajemen internal perusahaan.76

Chandra Kusuma sebagai Koordinator bidang Hukum Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) dalam wawancara yang dilansir oleh ekonomi.kompas.com mengatakan bahwa :

“Pembenahan diri manajemen rupiah plus adalah hal penting kendati kasus yang terjadi beberapa waktu lalu bukan sepenuhnya kesalahan Rupiah Plus. Rupiah Plus terbukti tidak mendidik atau memerintahkan tim penagih hutang untuk bersikap kasar kepada para

76 https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180726093308-78-317073/ojk-minta-rupiah-plus-benahi-manajemen-dalam-kurun-tiga-bulan di akses pada tanggal 15 juni 2020 pukul 00.224 WIB.

nasabahnya. Itu juga yang kemudian menjadi unsur memperingan hukuman OJK terhadap Rupiah Plus.”77

Terkait penundaan izin tersebut adalah sesuai dengan POJK Nomor 77 Tahun 2017 yang mengatur tentang industri fintech. Dalam peraturan tersebut sebuah perusahaan fintech harus memenuhi dua kategori yakni, pertama terdaftar di OJK dan mendapatkan izin dari OJK.

77 https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/26/192744126/dapat-sanksi-rupiahplus-dilarang-ajukan-izin-ke-ojk-selama-tiga-bulan?page=all diakses pada tanggal 15 Juni 2020 Pukul 01.28 WIB.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan beberapa uraian yang telah dikemukakan dari Bab I sampai dengan Bab IV dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Otoritas Jasa keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaaan, dan penyidikan di mana sebelumnya kewenangan pengaturan dan pengawasan dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan, Bank indonesia dan Bank Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dasar hukum OJK terdapat di undang-undang nomor 21 tahun 2011.

Tugas OJK dari beberapa sistem perbankan maupun non bank, diantaranya: Perbankan, Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, Pegadaian, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, Lembaga Penjaminan, Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan dan Penyelenggara program jaminan sosial, pensiun dan kesejahteraan.

Wewenang OJK Membuat dan menetapkan peraturan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang jasa keuangan, Memberi dan mencabut izin untuk melakukan kegiatan di bidang jasa keuangan.

2. Berdasarkan POJK No. 77/2016 bentuk pengawasan OJK terhadap perusahaan fintech dalam hal ini memiliki peranan sebagai regulator yakni:

Peranan sebagai pengawasan, Peranan sebagai pengawasan dalam hal ini adalah OJK akan mengawasi pelaksanaan aturan-aturan terkait penyelenggaraan Fintech yang dalam konteks ini yakni POJK LPMUBTI. Untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut, dikaitkan dengan Teori perlindungan hukum, maka ada upaya-upaya yang dilakukan oleh OJK yakni :

Upaya Preventif yang dilakukan OJK untuk mencegah terjadi pelanggaran-pelanggaran. upaya tersebut dilakukan dengan melakukan pemanggilan kepada seluruh penyelenggara Jasa Keuangan di bidang Fintech dan melakukan pengarahan, edukasi dan juga sosialisasi terkait penyelenggaraan maupun aturan terkait yang berlaku dalam

pelaksanaan Fintech.

Upaya Represif Proses pengawasan yang dilakukan oleh OJK terhadap penyelenggara Fintech yang tidak melakukan pendaftaran dan perizinan di OJK.Tujuan dari melaksanakan upaya-upaya tersebut yang dilakukan oleh OJK agar terjadinya suasana kondusif.

3. Peran OJK adalah sebagai lembaga pengawas di sektor jasa keuangan, yang memiliki tujuan melindungi konsumen dari tindakan yang melanggar hak-hak konsumen terhadap perusahaan fintech yang dinilai dapat merugikan kepentingan konsumen di jasa keuangan fintech.

Perlindungan ini dimaksudkan agar dapat memberikan rasa aman terhadap konsumen sebagai pengguna jasa keuangan. Konsumen Fintech sebagai pengguna jasa keungan memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan atas data pribadinya pada perusahaan Fintech yang memberikan jasa keungan kepadanya. Menanggapi dalam kasus yang terjadi kepada perusahaan Rupiah Plus, OJK telah membuktiikan perannya sebagai pengawas dan memberikan perlindungan kepada konsumen yang telah merasa dirugikan dengan cara memberi sanksi tegas kepada perusahaan Rupiah Plus berupa pembekuan seelama 3 bulan untuk membenahi perusahaannya serta memecat karyawan atau pihak ketiga yang telah terbukti melanggar SOP perusahaan yakni menyebar data pribadi nasabah serta melakukan penganncaman.

B. Saran

1. Kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan oleh fintech menimbulkan potensi penyalahgunaan untuk kegiatan pencucian uang maupun pendanaan terorisme. Dalam stabilitas sistem keuangan, peraturan yang terkait mengenai fintech haruslah lebih tegas dalam membentuk manajemen resiko yang memadai agar tidak berdampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan.

2. Seiring dengan perkembangan fintech yang terus menggeliat hingga saat ini, tentu harus diimbangi juga dengan hadirnya regulasi dan pengawasan yang jelas terhadap berjalannya bisnis tersebut. Maka

POJK No. 77 Tahun 2016 diharapkan dapat diterapkan dengan tegas oleh pelaku usaha berbasis teknologi dan diberikan sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar peraturan tersebut agar para konsumen terlindungi dan merasa nyaman sebagaimana mestinya.

3. Untuk menghindari dampak-dampak yang terjadi dalam pengembangan fintech memiliki potensi risiko yakni berkaitan dengan perlindungan konsumen, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran dan stabilitas ekonomi, maka tujuan pengaturan dan pengawasan oleh OJK adalah untuk meminimalisir risiko tersebut dan menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabil haruslah diterapkan secara tegas dan transparan agar terhindar dari resiko tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Totok Budisantoso Nuritomo,(2014) “Bank Dan Lembaga Keuangan Lain”.

(Jakarta: Penerbit Salemba Empat).

Afika Yumya Syahmi,(2004) Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan Suatu Kajian Terhadap Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia).

Adler Haymans Manurung,(2013), Otoritas Jasa Keuangan : Pelindung Investor Introduksi (Jakarta: Penerbit PT Adler Manurung Press).

Marc Quintyn dan Michael W. Taylor, (2013) Regulasi dan Supervise Independensi dan Stabilitas Finansial.

Darmin Nasution,(2004), Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas).

Tim Redaksi Tatanusa,(2012), Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta:

Penerbit PT. Tatanusa).

Neni Sri Imaniyati,(2009), Hukum Bisnis Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu).

Titik Triwulan Tutik,(2006), Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, (Jakarta : Penerbit Prestasi Pustaka Publisher).

Edmon Makarim,(2008), Pengantar Hukum Telematika, Suatu Kompilasi Kajian di dalam Kontrak Elektronik (E-Contract) dalam Sistem Hukum

Indonesia, (Rosa Agustina, Gloria Juris, Vol.8, No. 1).

Kasmir, (2014), Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Penerbit PT.

Raja Grafindo Persada).

Sujatmo, (1994), Cetakan Ke-3, Aspek-Aspek Pengawasan Di Indonesia, (Jakarta:

Penerbit Sinar Grafika).

Adrian Sutedi, (2014), Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Penerbit Raih Asa Sukses).

Janus Sidabalok,(2010), Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Bandung:

Penerbit Citra Aditya Bakti).

B. JURNAL

Ernama, Budiharto, Hendro S.,(2017) “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016),” (Diponegoro Law Journal, Vol. 6, No.3).

Metia Winati Muchda, Maryati dan Dasrol, (2014), “Pengalihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan”, (Jurnal Ekonomi, Vol22/No-02/Juni/2014, Fakultas Hukum Universitas Riau).

Bisdan Sigalingging,(2013), “Analisis Hubungan Kelembagaan Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Bank Indonesia”, (USU Law Journal).

Zainal Arifin Mochtar dan Iwan Satriawan,(2012), Jurnal Konstitusi (Volume 6, Nomor 3).

Agus Darmawan, (2014). “Perfektif Law As An Allocative System (Undang-Undang OJK)” Fiat Justisia (Jurnal Ilmu Hukum, Volume 8, no 3).

Zulkarnain Sitompul, (2012), “Konsepsi Dan Transformasi Otoritas Jasa Keuangan (Conceptional And Transformation Financial Services Authority)”, (Jakarta: Jurnal Legislasi Indonesia, Vol- 9/No.03/Oktober/2012).

I Wayan Bagus Pramana , (2018), “Peran Otoritas jasa Keuangan dalam Mengawasi Lembaga Keuangan Non Bank Berbasis Financial Technology Jenis Peer to Peer Lending”, (Jurnal Kertha Semaya, Vol. 6, NO 3).

C. INTERNET

http://www.detikfinance.com, Layanan keuangan digital atau financial technology (fintech).

Muliaman D. Hadad, “Financial Technology (Fintech) di Indonesia” Kuliah Umum tentang Fintech –IBS, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, 2 Juni 2017.

Kompas.com, 3 Januari 2017 12:00 WIB, Poin Penting Aturan Peer to Peer Lending, dalam http://www.kompas.com.

Radian System Consultant, Sejarah Otoritas Jasa Keuangan http://radiansystem.com/2012/06/15/sejarah-otoritas-jasa-keuangan-ojk/

Kementrian keuangan, Pentingnya Keterakialan Kemenkeu dan BI dalam DK OJK,

Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia No. 3/11/PBI/2001 tentang “Perubahan Atas Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 2/24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern”.

“Mandiri Virtual Account” http://www.bankmandiri.co.id/article/commercial-virtual-account.asp

http://www.jurnal.utu.ac.id/jcivile/article/viewFile/676/546

Nofie Iman, “Mengenal E-Commerce”, www.hasan-uad.com/mengenal-ecommerce.pdf,

www.perdana.ai/aboutus Website aplikasi pinjaman uang Perdana, diakses pada tanggal 11 Juni 2020 pukul 21:20 WIB.

https://tirto.id/kasus-rupiahplus-saat-urusan-utang-meneror-data-pribadi-cNVl diakses pada tanggal 11 Juni 2020 Pukul 23.55 WIB.

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180723202907-185-316410/Rupiah Plus-akuipelanggaran-penagihan-utang-ke-peminjam artikel diunggah oleh

CNN Indonesia pada 24 Juli 2018 diakses pada tanggal 12 Juni 2020 Pukul 01:45 WIB.

https://finance.detik.com/moneter/d-4106790/penjelasan-operator-aplikasi-utang- onlineyang-bisa-intip-sms?_ga=2.24811194.1855104819.1564332370-379868927.1513853866 artikel diunggah oleh Detik Finance pada 10 Juli 2018 diakses pada tanggal 12 Juni 2020 Pukul 02:05 WIB.

Hasil Wawancara dengan Direktorat Pengaturan,Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (DP3F OJK) pada Kamis, 20 Juni 2019 di Jakarta diakses pada tanggal 12 Juni 2020 Pukul 02.20 WIB.

https://finansial.bisnis.com/read/20180702/89/811981/pelanggaran-fintech-usai-temui-ojk-rupiah-plus-berkomitmen-perbaiki-sop Diakses pada tanggal 12 Juni 2020 Pukul 02:50 WIB.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180726093308-78-317073/ojk-minta-rupiah-plus-benahi-manajemen-dalam-kurun-tiga-bulan di akses pada tanggal 15 juni 2020 pukul 00.224 WIB.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/26/192744126/dapat-sanksi-rupiahplus-dilarang-ajukan-izin-ke-ojk-selama-tiga-bulan?page=all diakses pada tanggal 15 Juni 2020 Pukul 01.28 WIB.

Dokumen terkait