• Tidak ada hasil yang ditemukan

S K R I P S I. Disusun dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "S K R I P S I. Disusun dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PEMBEKUAN KEGIATAN USAHA INDUSTRI JASA KEUANGAN FINTECH PADA KASUS PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH RUPIAH PLUS ( DITINJAU DARI POJK NOMOR

77 TAHUN 2016 )

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

TAMARA DEVANI HTG 160200551

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 2 0

(2)
(3)

ABSTRAK Tamara Devani Htg*)

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H**) Tri Murti Lubis, S.H., M.H***)

Di Indonesia, pertumbuhan penyelenggara Financial Technology khususnya jenis Peer to Peer Lending meningkat dari tahun ke tahun. Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan berperan aktif dalam mengawasi perkembangan penyelenggara Financial Technology (Fintech) jenis Peer to Peer Lending agar sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016, karena dalam opininya, masih banyak terjadi pelanggaranpelanggaran khususnya mengenai pendaftaran dan perizinan penyelenggara di Otoritas Jasa Keuangan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dan dianalisis dengan metode kualitatif.

Peranan Otoritas Jasa Keuangan adalah sebagai regulator yakni peranan sebagai pengaturan dan peranan sebagai pengawasan, dalam peranannya sebagai pengawasan, ada upaya-upaya yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan yakni upaya preventif dan upaya represif. Akibat hukum yang timbul yaitu diberhentikannya kegiatan operasi hinggapenghapusan aplikasi atau layanan penyelenggara Financial Technology jenis Peer to peer Lending dan adanya sanksi administratif yang diberikan Otoritas Jasa Keuangan.

Perkembangan perusahaan Fintechdi Indonesia sangat cepat, saat ini ada 99 perusahaan fintech di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan terus menerus mengikuti berbagai perkembangan penggunaan layanan teknologi informasi baik yang ditawarkan oleh lembaga keuangan yang diawasi oleh OJK maupun yang ditawarkan oleh perusahaan start up. Diperlukan perlindungan hukum dan penegakan hukum bagi perusahaan fintech di masyarakat. Pengaturan penggunaan layanan teknologi informasi bidang jasa keuangan diperlukan kajian mengenai bagaimana mencapai keseimbangan antara kemudahan dan fleksibilitas layanan keuangan yang ditawarkan oleh fintech dengan aspek perlindungan hukumnya.

Kata Kunci :1 Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Usaha Industri Jasa Keuangan Fintech.

*) Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Pembimbing I

***) Dosen Pembimbing II

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT. Karena atas rahmat dan karunia-Nya , sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pembekuan Kegiatan Usaha Industri Jasa Keuangan Fintech Pada Kasus Pelanggaran Yang Dilakukan Oleh Rupiah Plus ( Ditinjau Dari POJK Nomor 77 Tahun 2016 )” ini sebagai salah satu syarat mutlak bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Terima kasih khususnya kepada kedua orang tua penulis , bapak dan mama yang selalu mendoakan, memberikan semangat , memberikan motivasi , dan memberikan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik dukungan moral maupun materil. Untuk itu penulis mengucapakan terima kasih banyak kepada semua pihak yang terlibat:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. OK. Saidin SH, M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

4. Prof. Dr. Bismar Nasution,SH. M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan dan ilmu kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

5. Ibu Tri Murti Lubis, S.H.,M.H selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan untuk menyelesaikan skripsi.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Terima kasih kepada sahabat-sahabat saya

Mutia,Tita,Randi,Tika,Pila,Sekar,Palty yang sudah membantu dan setia menemani saya dari dulu hingga sekarang dan yang selalu menyemangati saya sampai saat ini.

8. Terima kasih kepada teman – teman satu almamater yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis dalam hal penulis ingin menggapai cita-cita.

Medan, 18 Juni 2020

Penulis

Tamara Devani Htg

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penelitian... 9

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DI INDONESIA A. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan ... 14

B. Latar Belakang Didirikannya Otoritas Jasa Keuangan ... 15

C. Independensi Otoritas Jasa Keuangan... 22

D. Asas - Asas Otoritas Jasa Keuangan ... 26

E. Fungsi, Tujuan, Tugas, Dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan……… 28

(7)

1. Fungsi Otoritas Jasa Keuangan ……….. 28

2. Tujuan Otoritas Jasa Keuangan ……….. 29

3. Tugas Otoritas Jasa Keuangan ……….. 31

4. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan.……….……….... 32

F. Perkembangan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia …………. 38

BAB III BENTUK PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PERUSHAAN FINTECH BERDASARKAN POJK NO. 77 TAHUN 2016 A. Para Pihak Yang Terlibat Dalam Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ... 41

1. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ……….. 41

2. Pemberi Pinjaman ……… 42

3. Penerima Pinjaman ……… 43

4. Bank ……….. 44

5. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ………..…… 45

B. Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Pelaksanaan Fintech Berdasarkan POJK No. 77 Tahun 2016 ... 46

1. Terjadinya Hubungan Hukum dalam Financial Technology..46

2. Hubungan Hukum Para Pihak ………...…… 52

C. Mekanisme Pengawasan OJK Berdasarkan POJK No. 77 Tahun 2016 Terhadap Fintech ... 57

(8)

1. Peranan sebagai pengaturan ……… 58

2. Peranan sebagai pengawasan ……….. 58

BAB IV PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PEMBEKUAN KEGIATAN USAHA INDUSTRI JASA KEUANGAN FINTECH PADA KASUS PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH RUPIAH PLUS ( DITINJAU DARI POJK NOMOR 77 TAHUN 2016 ) A. Tindakan Rupiah Plus Yang Melanggar POJK ... 61

1. Berdirinya Perusahaan Rupiah Plus ……….. 61

2. Prosedur Pinjaman Yang di Terapkan Oleh Rupiah Plus ….. 62

3. Penanganan Rupiah Plus Dalam Menyelesaikan Kasusnya ……….... 66

B. Peran OJK Dalam Melindungi Nasabah Rupiah Plus ... 72

C. Sanksi Yang Diberikan OJK Bagi Rupiah Plus ………...75

BAB V PENUTUP ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ……….... 82

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadirnya globalisasi di era millennium ini telah membawa dampak yang besar di seluruh sektor kehidupan manusia termasuk salah satunya adalah teknologi dan internet. Teknologi dan internet memiliki peran yang begitu besar dalam menunjang segala aktivitas kehidupan manusia. Pemanfaatan teknologi digital di Indonesia yang sangat besar tentu saja memberikan dampak bagi beberapa sektor, salah satunya adalah sektor bisnis atau industri bisnis yang kemudian melahirkan perdagangan online atau e-commerce. Namun, dampak dari semakin pesatnya perkembangan teknologi dan internet tidak hanya merambah industri perdagangan, tetapi juga pada industri keuangan Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya financial technology (fintech). 2

Fintech berasal dari istilah financial technology atau teknologi finansial.

Menurut The National Digital Research Centre (NDRC), di Dublin, Irlandia, mendefinisikan fintech sebagai “ innovation in financial services” atau “inovasi dalam layanan keuangan fintech” yang merupakan suatu inovasi pada sektor finansial yang mendapat sentuhan teknologi modern. Transaksi keuangan melalui fintech ini meliputi pembayaran, investasi, peminjaman uang, transfer, rencana keuangan dan pembanding produk keuangan. Saat ini terdapat 142 perusahaan

2 Ernama, Budiharto, Hendro S, (2017). “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016)”, Diponegoro Law Journal, Vol. 6, No.3, hlm. 1-2.

(10)

yang bergerak di bidang fintech yang teridentifikasi beroperasi di Indonesia.

Beberapa perusahaan fintech yang telah ada di Indonesia saat ini, misalnya CekAja, UangTeman, Pinjam, CekPremi, Bareksa, Kejora, Doku, Veritrans, Kartuku. 3

Layanan keuangan digital atau financial technology (fintech) dilaksanakan dengan berlandaskan payung hukum. Hal ini menyusul setelah dikeluarkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016, tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). Di dalam aturan tersebut, OJK mengatur berbagai hal yang harus ditaati oleh penyelenggara bisnis pinjaman dari pengguna ke pengguna, atau yang biasa disebut dengan peer to peer lending (P2P lending). Sehingga pada akhirnya ini akan melindungi kepentingan konsumen terkait keamanan dana dan data, serta kepentingan nasional terkait pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta stabilitas sistem keuangan.4

Penyedia jasa layanan pinjaman berbasis IT diberi kesempatan oleh OJK selama 6 bulan ke depan untuk melakukan registrasi keanggotaan ke OJK, dengan syarat di antaranya, penyelenggara wajib menyediakan escrow account dan virtual account di perbankan, serta menempatkan data center di dalam negeri. Para pemberi pinjaman nantinya akan mengirimkan dana pinjaman ke virtual account tersebut, sedangkan escrow account digunakan sebagai rekening bersama, di

3 Ibid., hlm. 2.

4 http://www.detikfinance.com. diakses tanggal 17 Januari pukul 17.40 WIB.

(11)

mana penerima pinjaman harus mengirimkan kembali dana yang mereka pinjam ke rekening tersebut, untuk kemudian disalurkan kepada para pemberi pinjaman.5

Untuk menyelenggarakan bisnis P2P lending, OJK juga mengharuskan kepemilikan modal minimal Rp 1 miliar pada saat pendaftaran. Dan setelah mengajukan perizinan, jumlah modal tersebut harus sudah naik hingga mencapai Rp 2,5 miliar. Selain itu, guna melindungi kepentingan stabilitas sistem keuangan nasional, jumlah pinjaman pun dibatasi maksimal Rp 2 miliar dengan mata uang rupiah. 6

Pengaturan dan pengawasan menjadi sangat penting bagi keberlangsungan Fintech yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan legalitas dari bisnis yang dijalankan karena pada pelaksanaannya pengembangan fintech memiliki potensi risiko yakni berkaitan dengan perlindungan konsumen, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran dan stabilitas ekonomi. Tujuan pengaturan dan pengawasan oleh OJK adalah untuk meminimalisir risiko tersebut dan menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabil.7 Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil penelitian dengan Judul

“Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pembekuan Kegiatan Usaha Industri Jasa Keuangan Fintech Pada Kasus Pelanggaran Yang Dilakukan Oleh Rupiah Plus ( Ditinjau Dari POJK Nomor 77 Tahun 2016 )”.

5 Ibid.

6 Ibid.

7 Ernama, Budiharto, Hendro S., Op. Cit., hlm. 3

(12)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dalam melakukan pengkajian terhadap permasalahan yang dibahas lebih lanjut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Kedudukan Otoritas Jasa Kuangan di Indonesia ?

2. Bagaimana Bentuk Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Perusahaan Fintech Berdasarkan POJK No. 77/2016 ?

3. Bagaimana Peran OJK Dalam Pembekuan Kegiatan Usaha Industri Jasa Keuangan Fintech Rupiah Plus Berdasarkan POJK No. 77/2016 ?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan dari permasalahan di atas, maka dapat di jelaskan bahwa tujuan dan manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menjelaskan kedudukan OJK di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bentuk pengawasan OJK terhadap perusahaan fintech berdasarkan POJK No. 77 Tahun 2016.

3. Untuk menjelaskan peran OJK dalam pembekuan kegiatan usaha industri jasa keuangan fintech pada kasus Rupiah Plus berdasarkan POJK No. 77 Tahun 2016.

(13)

Manfaat Penulisan

Dari tujuan yang akan dicapai sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, maka penulisan skripsi ini bermanfaat untuk :

1. Manfaat Secara Teoritis

Penulisan secara teoritis diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman mengenai peran otoritas jasa keuangan dalam kegiatan usaha industri jasa keuangan fintech yang diatur dalam POJK No. 77 Tahun 2016

2. Manfaat Secara Praktis

a. Bagi penulis, penulisan ini dapat memperluas pengetahuan lebih dalam lagi mengenai substansi bagaimana bentuk pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap perusahaan fintech berdasarkan POJK No. 77/2016.

b. Bagi pemerintah, penulisan ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam membuat aturan yang jelas mengenai pengaturan jasa keuangan di bidang fintech dan memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan fintech yang melanggar ketentuan yang dapat merugikan para nasabah sesuai peraturan yang diberlaku.

c. Bagi masyarakat, penulisan ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai kegiatan usaha industri jasa keuangan fintech.

d. Bagi Perusahaan, penulisan ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengevaluasi dan meningkatkan standard operating procedure (sop).

(14)

D.Keaslian Penulisan

Dalam membuktikan keaslian judul skripsi ini, penulis telah melakukan pemeriksaan judul skripsi pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Apabila di kemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab penulis sendiri.

E.. Tinjauan Kepustakaan

Fintech (financial technology) merupakan pembaruan dalam bidang industri jasa keuangan dengan berdasarkan teknologi dan informasi yang telah memiliki payung hukum atau landasan hukum dan mendapatkan pengawasan dari pemerintah Indonesia. Peran fintech di Indonesia di antaranya sebagai berikut: 8

1. Mendorong kemampuan ekspor UMKM yang saat ini masih rendah . 2. Meningkatkan inklusi keuangan nasional .

3. Mendorong distribusi pembiayaan nasional masih belum merata di 17.000 pulau.

4. Membantu pemenuhan kebutuhan pembiayaan dalam negeri yang masih sangat besar.

5. Mendorong pemerataan tingkat kesejahteraan penduduk.

8 Muliaman D. Hadad, (2017) “Financial Technology (Fintech) di Indonesia”, Kuliah Umum tentang Fintech –IBS, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, 2 Juni 2017 Diakses pada tanggal 18 Januari 2020 Pukul 20.15 WIB.

(15)

Dalam pelaksanaan industri fintech terdapat beberapa poin-poin penting sebagai berikut:9

1. Perlindungan Konsumen

Dalam pelaksanaan industri fintech terdapat potensi kehilangan maupun penurunan kemampuan finansial baik yang diakibatkan oleh penyalahgunaan, penipuan, maupun force majeur dari kegiatan fintech. Isu privasi pengguna fintech yang rawan terhadap penyalahgunaan data baik yang disengaja maupun tidak disengaja (serangan hacker, malware, dll).

2. Kepentingan Nasional

Salah satu keuntungan dari fintech dalam penerapan pemberian pinjaman layanan uang digital adalah anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU-PPT). Kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan oleh fintech menimbulkan potensi penyalahgunaan untuk kegiatan pencucian uang maupun pendanaan terorisme. Dalam stabilitas sistem keuangan, perlu manajemen resiko yang memadai agar tidak berdampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan.

Dalam POJK 77/2016, layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi didefinisikan sebagai penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.10

9 Muliaman D. Hadad, ( 2 Juni 2017). Kuliah Umum tentang Fintech –IBS, Otoritas Jasa Keuangan, “Financial Technology (Fintech) di Indonesia”, Jakarta. Diakses pada tanggal 18 Januari pukul 20.30 WIB.

10 Kompas.com, (2017), Poin Penting Aturan Peer to Peer Lending, http://www.kompas.com , diunduh Kamis, 20 Januari 2020 pukul 21:20 WIB.

(16)

Penyelenggara dapat berbentuk badan hukum perseroan terbatas (PT) atau koperasi baik berbentuk PT maupun koperasi, penyelenggara wajib memiliki modal disetor minimal Rp 1 miliar pada saat pendaftaran. Sedangkan pada saat permohonan izin, penyelenggara wajib memiliki modal sendiri sebesar Rp 2,5 miliar. Permohonan pendaftaran dilakukan paling lambat enam bulan setelah POJK ini diundangkan. Sementara itu, permohonan izin disampaikan maksimal satu tahun setelah penyelenggara terdaftar di OJK. Untuk diketahui, beleid tersebut juga memberikan peluang bagi asing untuk menjadi pendiri ataupun sebagai pemilik saham penyelenggara.11

POJK tersebut juga mengatur kewajiban bagi fintech yang sudah terdaftar di OJK untuk memberikan laporan secara berkala tiap tiga bulan. Fintech peer to peer lending juga wajib memiliki kualifikasi sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan atau latar belakang di bidang teknologi informasi.12

Pasal 24 menyebutkan, penyelenggara wajib menggunakan escrow account dan virtual account bagi setiap pemberi pinjaman. Pelunasan pinjaman oleh penerima pinjaman dilakukan melalui pembayaran ke escrow account penyelenggara untuk diteruskan ke virtual account pemberi pinjaman. Sementara itu untuk perlindungan pemberi dan penerima pinjaman, penyelenggara berdasarkan Pasal 29 wajib menerapkan prinsip: transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data, dan penyelesaian sengketa pengguna secara sederhana cepat dan biaya terjangkau.13

11 Ibid.

12 Ibid.

13 Ibid.

(17)

Sehingga penulisan ini mencoba mengkaji mengenai peran Otoritas Jasa Keuangan dalam pembekuan kegiatan usaha industri jasa keuangan fintech pada kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Rupiah Plus ditinjau dari POJK No.

77/2016.

F. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian, kemudian penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah-masalah.

Menurut Sugiyono, metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan suatu pengetahuan tertentu, sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.14

Metode penelitian yang dipakai untuk menulis skripsi ini, yaitu sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian:

Peneletian hukum normatif bisa juga disebut sebagai penelitian hukum doctrinal. Pada penelitian ini, sering kali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang

14 Joenadi Efendi dan Johnny Ibrahim, (2018), Metode Penelitian Hukum, (Depok : Penerbit Divisi Kencana, Prenadamedia Group) hlm.3.

(18)

tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum yang dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku masyarakat terhadap apa yang dianggap pantas. Namun sesungguhnya hukum juga dapat dikonsepsikan sebagai apa yang ada dalam tindakan (law in action).

Law in book adalah hukum yang seharusnya berjalan sesuai harapan, keduanya sering berbeda, artinya hukum dalam buku sering berbeda dengan hukum dalam kehidupan masyarakat.15

2. Sumber Data Terdiri Dari Data Sekunder dan Putusan Pengadilan Yang Terdiri Dari :

a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki: Undang- Undang Dasar 1945, Undang-undang (UU)/Peraturan Pengganti undang-undang (perpu), Peraturan Pemerintah (PP) Peraturan Presiden (Perpres), dan Peraturan Daerah (Perda).16

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri dari buku-buku teks (textbooks) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penulisan.17

c. Bahan hukum tersier, bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti Kamus Hukum, dan Encyclopedia.

15 Ibid., hal.124.

16 Ibid., hal.172.

17 Ibid., hal.173.

(19)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research). Dalam hal ini mengumpulkan penelitian atas sumber-sumber atau bahan bahan tertulis berupa buku-buku karangan para sarjana dan ahli hukum yang bersifat teoritis ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

4. Analisis Data

Data sekunder yang telah terkumpul selanjutnya di analisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan permasalahan hukum yang ditemukan melalui penelitian kepustakaan dengan menggunakan peraturan-peraturan di bidang kegiatan usaha industri jasa keuangan fintech.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi maka diperlukan adanya sistematika yang teratur yang terbagi dalam bab dengan bab yang lain yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:

BAB I : PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

(20)

BAB II : KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DI INDONESIA, di bab ini diuraikan tentang pengertian Otoritas Jasa Keuangan, bagaimana latar belakang didirikannya Otoritas Jasa Keuangan, asas- asas, fungsi, hujan, tugas, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan. Pada bab ini juga dijelaskan bagaimana perkembangan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia.

BAB III : BENTUK PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PERUSAHAAN FINTECH BERDASARKAN POJK NO. 77/2016. Bab ini menjelaskan para pihak yang terlibat dalam layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, bagaimana hubungan hukum para pihak dalam pelaksanaan fintech berdasarkan POJK No.77/2016 serta menjelaskan tentang mekanisme pengawasan OJK berdasarkan POJK No.77/2016 terhadap fintech.

BAB IV : PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM

PEMBEKUAN KEGIATAN USAHA INDUSTRI JASA KEUANGAN FINTECH PADA KASUS PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH RUPIAH PLUS ( DITINJAU DARI POJK NO.77/2016 ). Bab ini memaparkan tindakan rupiah plus yang terbukti melanggar POJK No. 77//2016, peranan OJK dalam melindungi nasabah rupiah plus, dan juga sanksi yang diberikan OJK terhadap Rupiah Plus.

(21)

BAB V : Yang menjadi bab penutup dalam penulisan ini membahas tentang kesimpulan yang ditarik penulis dan juga disertai saran dengan menyikapi seobjektif mungkin tanpa memihak siapapun.

(22)

BAB II

KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN DI INDONESIA A. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2011, disahkan pada tanggal 22 November 2011 dan diundangkan pada tanggal 22 November 2011. Tanggal 31 Desember 2012 pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan non bank lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal ke Otoritas Jasa Keuangan. Tanggal 31 Desember 2013 pengaturan dan pengawasan perbankan beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas jasa keuangan merupakan lembaga independen dan berkedudukan di luar pemerintah sehingga OJK dalam mengambil keputusan, menjalankan fungsi, tugas dan wewenangnya bebas dari segala macam intervensi ataupun campur tangan dari pihak manapun. Sifat independensi yang dimiliki OJK diharapkan

(23)

mampu memberikan energi posfitif bagi pelaksanaan kegiatan di sektor jasa keuangan.18

B. Latar Belakang Didirikannya Otoritas Jasa Keuangan

Awal didirikannya Otoritas Jasas Keuangan berawal dari adanya keresahan dari berbagai pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang melatarbelakangi pembentukan OJK yaitu perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan dan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut UU BI).23 Mandat pendirian OJK berawal dari krisis moneter tahun 1997-1998 yang memaksa Indonesia menandatangani Letter of Intent (LOI) dengan IMF. Salah satu butir LOI tersebut menyebutkan perlunya badan independen sebagai pengawas sektor keuangan.19

Kondisi ekonomi yang kacau karena krisis tersebut membuat pemerintah lebih berhati-hati dalam membuat suatu keputusan.Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk menghindari terulangnya krisis ekonomi seperti pada 1997- 1998 adalah dengan membentuk suatu lembaga pengawasan independen yang bernama Krisis moneter yang terjadi pada Indonesia tahun 1997-1998 berpengaruh besar terhadap pembentukan OJK. Krisis ekonomi pada 1997-1998 memberikan pelajaran yang sangat berarti bagi perekonomian Indonesia.

18 Metia Winati Muchda, Maryati dan Dasrol, (2014), “Pengalihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan”, Jurnal Ekonomi, Vol22/No-02/Juni/2014, Fakultas Hukum Universitas Riau, hlm. 9.

19 Iswi Hariyani dan R.Serfianto,(2010), Buku Pintar Pasar Modal, (Jakarta : Penerbit Visi Media), hlm. 21.

(24)

Kondisi ekonomi yang kacau karena krisis tersebut membuat pemerintah lebih berhati-hati dalam membuat suatu keputusan.Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk menghindari terulangnya krisis ekonomi seperti pada 1997- 1998 adalah dengan membentuk suatu lembaga pengawasan independen yang bernama OJK.20

OJK adalah lembaga negara yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan.OJK merupakan lembaga yang bersifat independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan,pengawasan,pemeriksaan dan penyidikan.21 Bisa dikatakan bahwa peran Bapepam-LK untuk melakukan pengawasan secara ketat terhadap lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan dan dana pensiun. Alasan pembentukan OJK antara lain adalah makin kompleks danbervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan dan globalisasi industri jasa keuangan.

Disamping itu, salah satu alasan rencana pembentukan OJK adalah karena pemerintah beranggapan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sektor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia mulaipertengahan tahun 1997, sejumlah bank yang ada pada saat itu dilikuidasi.22

20 Totok Budisantoso Nuritomo,(2014) “Bank Dan Lembaga Keuangan Lain”. (Jakarta:

Penerbit Salemba Empat) hlm. 47.

21 Ibid.

22 Zainal Arifin Mochtar dan Iwan Satriawan, (2012) Jurnal Konstitusi (Volume 6, Nomor 3, September 2012), hlm. 152.

(25)

Jika UU OJK disahkan, maka otomatis tugas, fungsi dan wewenang pembinaan dan pengawasan atas sektor jasa keuangan beralih ke institusi baru yang disebut OJK. Sebagian pengawasan terhadap Dirjen Lembaga Keuangan,pasar modal, Badan Pengawas Pasar Modal dan institusi pemerintah lain yang memang mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat otomatis akan beralih ke OJK. Pembentukan OJK harus dipahami sebagai suatu challenge yang besar dan memerlukan beberapa prakondisi atau prasyarat, seperti: Pertama, perubahan itu tidak dilakukan pada saat sistem keuangannya belum kuat. Semua lembaga keuangan saling terkait, asuransi, perbankan dan sebagainya. Kedua, berkaitan dengan bagaimana pembiayaan OJK. Ketika OJK dikatakan sebagai lembaga yang independen maka tidak bergantung kepada pihak yang diawasinya.

Rencana sekarang, OJK itu dari yang diawasinya. Memang ada contoh seperti itu. Di Inggris Financial Services Authority (FSA) dibiayai oleh iuran dari bank-bank, asuransi dan lembaga keuangan yang diawasinya.23 Otoritas Jasa Keuangan awalnya dirancang oleh Darmin Nasution ketika menjabat Dirjen Lembaga Keuangan di Departemen Keuangan bersama stafnya seperti Firdaus Djaelani yang saat ini menjadi salah satu komisioner OJK. Sebuah bank atau multifinance, asuransi danjuga dana pensiun harus mendapat izin dari Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan untuk berdiri. Bank harus mendapat ijin juga dari Dirjen Lembaga Keuangan walaupun sudah mendapatkan izin dari Bank Indonesia. Pada sisi lain, Bapepam sebagai sebuah lembaga keuangan yang levelnya sama dengan Dirjen Lembaga Keuangan dan juga keduanya dibawah

23 Afika Yumya Syahmi, (2004), Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan Suatu Kajian Terhadap Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia), hlm. 33.

(26)

lingkup Departemen Keuangan telah berdiri pengawasan pasar modal.

Berdasarkan kajian dan diskusi di Departemen Keuangan atau juga agenda politik tersendiri untuk mengebiri kekuasaan Bank Indonesia maka perlu adanya lembaga yang mengawasi keuangan termasuk perbankan. OJK ini dirancang sehingga digabungkan Bapepam dan Dirjen Lembaga Keuangan yang dikenal Bapepam- LK. Ketua Lembaga ini ditunjuk Menteri Keuangan yaitu Darmin Nasution sendiri dimana penunjukan ini dihartapkan mempercepat terjadinya Otoritas Jasa Keuangan.24 Para pakar ekonomi mengemukakan pendapat mengenai OJK, bahwa OJK dibentuk guna mengantisipasi kompleksitas sistem keuangan global. Sektor keuangan memperkuat fondasi, daya saing dan stabilitas perekonomian nasional.

Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia. Pemerintah mempunyai komitmen tinggi dan menjalankan mandat untuk melakukan reformasi di sektor keuangan.Dengan melihat kehadiran OJK nantinya dapat dimaksudkan untuk menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul.

Fungsi pengawasan dalam OJK dan pengaturan dibuat terpisah. Akan tetapi meskipun OJK memiliki fungsi pengaturan dan pengawasan dalam satu tubuh, fungsinya tidak akan tumpang tindih sebab OJK secara organisatoris akan terdiri atas tujuh dewan komisioner. Ketua dewan komisioner akan membawahkan tiga anggota dewan komisioner yang masing-masing mewakili

24 Adler Haymans Manurung, (2013), Otoritas Jasa Keuangan : Pelindung Investor Introduksi (Jakarta: Penerbit PT Adler Manurung Press), hlm. 3.

(27)

perbankan, pasar modal dan Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB).

Kewenangan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia akan dikurangi namun Bank Indonesia masih mendampingi pengawasan. Kalau selama ini mikro dan makro prudensialnya di Bank Indonesia, nanti OJK akan fokus menangani mikro prudensialnya.25

Dalam pembentukan OJK yang mandiri/independen dilakukan berlandaskan asas-asas yaitu :

1. Independesi, yakni inidependen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Kepastian hukum, yakni suatu azas dalam negara hukum yang lebih mengutamakan landasan peraturan peundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan OJK.

3. Kepentingan umum, yakni azas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum.

4. Keterbukaan, yakni azas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, juur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan OJK dengan tetap memperhatikan perlindungan hak asasi pribadi dan golongan serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

25 Radian System Consultant, (2017), Sejarah Otoritas Jasa Keuangan

http://radiansystem.com/2012/06/15/sejarah-otoritas-jasa-keuangan-ojk/ (diakses pada tanggal 22 Mei 2017).

(28)

5. Integritas, yakni azas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan OJK.

6. Akuntabilitas, yakni azas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk pada tanggal 22 November 2011 di Indonesia Undang-undang mendefinisikan bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam menjalankan tugasnya, bebas dari campur tangan pihak lain kecuali untuk hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang.Pembentukan OJK dimaksudkan sebagai lembaga independen yang mengawasi sektor jasa keuangan Indonesia,untuk memperkuat akuntabilitas, transparansi, dan kredibilitasBank Indonesia tanpa mengurangi makna independensi lembaga negaratersebut,dan pengambilan kebijakan oleh BI tidak akan terpengaruh OJK, sebab OJK berperan meningkatkan pengawasan terhadap lembaga keuangan menjadi lebih baik. 26

Ada tiga fungsi pengawasan sektor keuangan yaitu pengawasan terhadap macroprudential, pengawasan microprudential27 Inggris danpengawasan aktifitas bisnis. Pengawasan ini bertujuan untuk menciptakan peraturan agar semua pihak yang beraktifitas di sektor keuangan dapat memahami yang dilakukannya, sebelum membahas mengenai pengertian OJK di Indonesia, maka sebaiknya dibahas mengenai OJK di beberapa negara.

1.Inggris

26 Agus Darmawan. (2014), “Perfektif Law As An Allocative System Undang-Undang OJK” Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, Volume 8 no 3, hlm 389.

27 Ibid.

(29)

Pengawasan sektor keungan di Inggris awalnya diatur berbagai lembaga dimana bank sentral Inggris hanya bertanggung jawab melakukan regulasi terhadap bank. Sebelumnya, ada sembilan lembaga yang mengawasi aktifitas sektor keuangan dan kemudian disatukan menjadi United KingdomFinancial Service Agency (selanjutnya disebut UK FSA). UK FSA merupakan lembaga yang paling dominan dalam regulasi keuangan dan bekerja sama dengan Bank Of England dan HM Treasury untuk mengelola sistem keuangan dan memperbaiki struktur internal yang begitu kompleks didasarkan pada kombinasi regulasi oleh atifitas sektor keuangan dan konsumen.28

2. Amerika Serikat

Lembaga federal bertanggung jawab terhadap regulasi keuangan yang masing-masing membuat regulasi untuk sektor tertentu dari sistim keuangan seperti lembaga depositori (bank credit union dan thrifts), futures dan sekuritas.

Amerika Serikat mempunyai 5 (lima) lembaga federal yang berbeda dimana kelima lembaga berbagi (sharing) atas kekuasaan untuk regulasi lembaga depositori. Adapun lembaga tersebut yaitu Office of the Comptroller of Currency (OCC), the Federal Reserve sebagai Bank Sentral, Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), the Office oh Thrift Supervision 9 OTS dan National Credit Union Administration (NCUA).29

3. Australia

Australia menerapkan model twin peaks dalam mengatur atau mengawasi sektor keuangannya. Negara ini merupakan salah satu negara yang cukup baik dan

28 Adler Haymans Manurung , Op.Cit.,hlm. 16.

29 Ibid., hlm. 18.

(30)

contoh menerapkan twin peaks. Adapun model twin peaks maksudnya bahwa pengawasan sektor keuangan dilaksanakan dua lembaga yang diatur sedemikian rupa agar pengawasan berjalan dengan baik. Kedua lembaga yang mengawasi sektor keuangan yaitu Australian Securities dan Investment Commision (ASIC) dan Australian Prudential Regulatory Authority (APRA). Kekuasaan ASIC termasuk kemampuan mencegah dan memberikan saksi kepada perusahaan dan profesional keuangan sedangkan APRA menjadi lembaga yang membuat regulasi dan mengawasi lembaga penerima deposito (lembaga bukan bank), asuransi dan jasa dana pensiun.30

C. Independensi Otoritasa Jasa Keuangan

Makna independen tidak sama dengan pengertian netral. Independen bukan berarti netral, demikian pula netral bukanlah sifat dari independen. Kedua kata ini sesungguhnya berbeda satu sama lainnya namun di samping itu terdapat persamaan yakni dalam hal arti sama-sama menyatakan sifat. Sifat independensi harus berpihak kepada kepentingan rakyat. Sedangkan sifat netral tidak memihak sama sekali. Mengapa independensi harus berpihak kepada kepentingan rakyat?

Pertanyaan ini akan mengarahkan pemikiran terhadap teori konstitusi dan teori negara hukum versi negara kesejahteraan (welfare state) yang digunakan pada umumnya di negara-negara yang sedang berkembang, khususnya negara yang menganut sistem demokrasi. 31

30 Ibid., hlm. 23.

31 Bisdan Sigalingging,(2013), Analisis Hubungan Kelembagaan Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Bank Indonesia, (Indonesia : USU Law Journal), hlm.107.

(31)

Independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas independen yang mempunyai fungsi regulatif/regulator adalah dapat diukur mengacu pada seberapa jauh tingkat kewenangan OJK untuk men “set-up” suatu regulasi yang bersifat prudensial terhadap sektor yang diawasinya, secara otonom/mandiri, yang tentunya dalam batasan-batsan hukum yang berlaku.32

Independesi OJK sebagai regulator, harus dipenuhi seiring semakin mengglobalnya sektor finansial dewasa sekarang, yang mana dalam hal ini OJK harus berada dalam posisi yang kuat agar dapat mengadaptasi regulasi secara cepat dan fleksibel. Regulasi terkait prinsip prudensial ini menjadi penting karena mencakup aaturan-aturan umum yaitu dalam hal stabilitas industri keuangan beserta aktifitas-aktifitasnya di dalamnya seperti ketentuan persyaratan modal, kualitas asset, dan manajemen) dan aturanaturan yang bersifat khusus, yaitu merupakan pengaturan atas sifat khusus dari lembaga jasa keuangan sebagai finansial intermediation seperti pembatasan dalam transaksi-transaksi yang bersifat off-balance sheet activies, pembatasan pemberian kredit kepada individu/kelompok usaha yang terkait dengan bank. Independensi Otoritas Jasa Keuangan dari aspek fungsi pengaturan atau regulasi dapat diketahui dalam wawancara kepada kantor Otoritas Jasa Keuangan OJK) Surakarta Otoritas secara otonom dapat mengeluarkan regulasi hukum yang mengikat kepada sektor yang diawasi, di dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2011 pada Pasal 7 dan 8 menjelaskan bahwa OJK mempunyai wewenang untuk meregulasi industri jasa keuangan di Indonesia yang mengikat secara hukum.

32 Marc Quintyn dan Michael W. Taylor, (2013) Regulasi dan Supervise Independensi dan Stabilitas Finansial, hlm. 13.

(32)

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya sebagai otoritas regulator di sektor jasa keuangan, OJK telah memenuhi nilai independensi secara penuh, karena memang OJK di berikan oleh Undang-undang, independensi yang cukup tegas dalam melakukan fungsi regulatornya secara mandiri dengan wewenang untuk mengeluarkan regulasi yang mengikat secara hukum kepada industri keuangan di Indonesia. Ketentuan Pasal 7 dan 8 Undang-Undang No 21 Tahun 2011 tentang OJK ini menunjukan bahwa OJK bebas menentukan cara dan pelaksanaan dari instrument kebijakan yang dtetapkannya yang dianggap penting unutk mencapai tujuannya.

Otoritas Jasa Keuangan terkait fungsi penyidikan berdasarkan hasil penelitian OJK dapat dibantu oleh penegak hukum lain seperti Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), kejaksaan, kepolisian dan pengadilan sesuai dengan Pasal 49 ayat (3) huruf I Undang-Undang OJK No 21 Tahun 2011. Otoritas Jasa Keuangan Terkait Keanggotaan dewan Komisioner dalam wawancara terhadap kantor OJK Surakarta masih ada Keterwakilan dari Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia yang juga disebut ex-officio. Berdasarkan Argumen-argumen wawancara tersebut penulis sependapat terkait pentingnya posisi ex-officio di dalam struktur kelembagaan OJK, dan hal ini seharusnya tidak dimaknai sebagai bentuk intervensi namun sebagai bentuk koordinasi agar penyelanggaran kegiatan di sektor jasa keuangan dapat berjalan lancar dan efektif, di dalam keanggotaan OJK masih terdapat keanggotaan OJK yang masih berada dalam ikatan Partai Politik, Hal ini di khawatirkan masih ada hal-hal dalam tugas OJK untuk mementingkan kepentingan Partai di bandingkan kepentingan OJK sebagai sektor Pengawas Jasa

(33)

Keuangan, menurut penulis OJK belum mempunyai nilai independensi yang penuh dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Sejalan dengan hal tersebut, menanggapi isu intervensi dalam struktur pimpinan OJK, Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo menepis kekhawatiran bahwa anggota DK OJK ex officio akan mengganggu independensi dan intervensi dalam melaksanakan tugasnya.33

OJK dari aspek kelembagaan berdasarkan dari pernyataan kantor OJK Surakarta susunan anggota DK OJK terdiri dari: seorang ketua merangkap anggota, seorang Kepala eksekutif pengawas perbankan merangkap anggota seorang kepala eksekutif pengawas pasar modal merangkap anggota, seorang kepala eksekutif pengawas peransuransian, dana pension, lembaga pembiayaan dan kelembagaan keuangan lainnya merangkap anggota. Kemudian seorang ketua dewan audit merangkap anggota, seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan konsumen, seorang anggota ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota anggota dewan gubernur Bank Indonesia, seorang anggota ex officio dari Kementrian Keuanan yang merupakan peejabat setingkat eselon 1 Kementrian Keuangan. Namun adanya unsur ex officio dari kemenkeu dan BI dalam Komisioner OJK ini kemudian dikhawatirkan akan mempengaruhi pelaksanaan independensi OJK, karena pada hakekatnya OJK adalah lembaga independen yang seharusnya mandiri dan bebas dari segala campur tangan pihak/lembaga lain, termasuk juga dalam hal ini Pemerintah maupun Bank Indonesia. Oleh sebab itu terkait dengan aspek ini, OJK dalam harus berdiri sebagai suatu badan independen secara hukum untuk menegaskan kewenangan

33 Kementrian keuangan,(2011) Pentingnya Keterakialan Kemenkeu dan BI dalam DK OJK,http://www.depkeu.go.id/ind/Read/?type=ixNews&id=19821&thn=2011&name=br2605115.

htm, Diakses pada tanggal 15 Februari 2020 Pukul 13.15 WIB.

(34)

dan tanggung jawabnya sesuai ketentuan dalam undang-undang pembentukannya.34

D. Asas – Asas Otoritas Jasa Keuangan

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Otoritas Jasa Keuangan berlandaskan asas-asas sebagai berikut:

1). Asas Independensi

yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku;

2). Asas Kepastian Hukum

yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;

3). Asas Kepentingan Umum

yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;

4). Asas Keterbukaan

yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi

34 Darmin Nasution, (2004), Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas), hlm. 21.

(35)

pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

5). Asas Profesionalitas

yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6). Asas Integritas

yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;

7). Asas Akuntabilitas

yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.35

E. Fungsi, Tujuan, Tugas, Dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan 1. Fungsi Otoritas Jasa Keuangan

OJK memiliki peran dan fungsi yang penting bagi sektor keuangan dan ekonomi di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa fungsi OJK yang paling utama beserta penjelasannya.

a). Menyelenggarakan Sistem Pengaturan dan Pengawasan Sektor Jasa Keuangan

35 Bisdan Sigalingging, Op.Cit., hlm.107.

(36)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan. Hal ini meliputi sektor bank, sektor pasar modal serta sektor industri keuangan non-bank (IKNB)

b). Mengambil Keputusan Mengenai Perkembangan dan Kemajuan Keuangan

Fungsi OJK lainnya juga penting sebagai pengambil keputusan mengenai perkembangan dan kemajuan keuangan. Pengambilan keputusan yang diambil berasal dari berbagai sektor baik sektor bank, pasar modal, financial technology (fintech) serta industri keuangan non-bank lainnya.

c). Melindungi Konsumen

OJK juga memiliki fungsi untuk melindungi konsumen. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan dibentuknya OJK, yakni mewujudkan keuangan inklusif bagi masyarakat melalui perlindungan konsumen yang kredibel. OJK mengatur regulasi terkait kewajiban perlindungan data masyarakat bagi pihak terkait.36

2. Tujuan Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:

a). Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,

36 https://www.zonareferensi.com/fungsi-ojk/,diunduh minggu,16 februari pukul 13:12 WIB.

(37)

b). Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan

c). Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.37

Selain itu, tujuan dari pembentukan OJK lainnya adalah untuk menyelenggarakan sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, dimana mengingatkan pada pemikiran pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan benar (Good Corporate Governance) yang terdiri dari lima prinsip yang disingkat dengan TARIF, yaitu ;

1).Transparency (Keterbukaan Informasi)

Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu.

2). Accuntability (Akuntabilitas)

Yaitu adanya kejelasan fungsi, struktur, sistim, kejelasan akan hak dan kewajiban serta wewenang dari elemen-elemen yang ada.

3). Responsibility (Pertanggungjawaban)

Yaitu kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya termasuk pembayaran pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan

37 https://www.ojk.go.id/id/tentang-ojk/Pages/Tugas-dan-Fungsi.aspx di unduh minggu 16 februari pukul 14:10 WIB.

(38)

kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya.

4). Independency (Kemandirian)

Yaitu mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan dan tekanan atau intervensi dari pihak manapun termasuk yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

5). Fairness (Kesetaraan atau Kewajaran)

Prinsip ini menurut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak shareholders dan stakeholders sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Tujuan lain dari pembentukan OJK ini antara lain adalah agar keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Dalam konsep berkelanjutan dimaksud adalah untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Sebagaimana menurut The World Business Council Of For Sustainable Development (WBSCDS) yang menggambarkan sebagai

“Business commitment to contribute to sustainable economic development, working with employees,their, the local community; and society at large to improve their quality of life” yaitu suatu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerjasama dengan,

(39)

pegawai, keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup bersama.38

3. Tugas Otoritas Jasa Keuangan

Ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 bahwa Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

OJK mengatur dan mengawasi lembaga keuangan bank dan non bank sehingga ada penyatuan antara tugas pengaturan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh OJK. Pengawasan harus diimbangi dengan pengaturan. Tugas pengaturan OJK dititikberatkan pada pemenuhan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan baik perbankan maupun non bank serta mencegah dan mengurangi kerugian konsumen dan masyarakat, sedangkan tugas pengawasan OJK dititikberatkan kepada pengawasan (kontrol) terhadap kegiatan jasa keuangan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.

38 Bisdan Sigalinggi, Op.Cit., hlm.108.

(40)

4. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan

Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan menetapkan peraturan pengawasan di sektor jasa keuangan dan menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 meliputi:

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:

1). Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;

dan

2). Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

1). Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;

2). Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;

3). Sistem informasi debitur;

4). Pengujian kredit (credit testing); dan 5). Standar akuntansi bank;

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:

1). Manajemen risiko;

(41)

2). Tata kelola bank;

3). Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan

4). Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d. Pemeriksaan bank

Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dan bekerjasama dengan Bank Indonesia. Koordinasi kedua lembaga diwujudkan dalam beberapa hal yaitu OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam pembuatan peraturan pengawasan di bidang perbankan dan Bank Indonesia bersama OJK akan bertukar informasi perbankan, serta Bank Indonesia dalam kondisi khusus dapat melakukan pemeriksaan kepada bank setelah berkoordinasi dengan OJK.

OJK juga menjaga koordinasi dengan lembaga lain yaitu Kementrian Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan dengan tujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.39 Penjelasan Pasal 7 Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan mengatakan bahwa Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, sedangkan lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia.

OJK membantu Bank Indonesia melakukan pengawsan secara macropudential melalui himbauan moral kepada sektor jasa perbankan, misalnya menghimbau

39 Metia Winati Muchda, Maryati dan Dasrol, (2014), Op.Cit., hlm. 9.

(42)

perbankan pemberi kredit agar berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar.

Kewenangan OJK dalam melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan meliputi:

a). Menetapkan peraturan pelaksana Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan;

b). Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

c). Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

d). Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

e). Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

f). Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

g). Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga Jasa Keuangan;

h). Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

i). Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Kewenangan OJK melaksanakan tugas pengaturan dilaksanakan oleh pengelola statuter yaitu orang perseorangan atau badan hukum yang ditetapkan OJK. Pengelola statuter melaksanakan kewenangan OJK, antara lain untuk memenuhi peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, mencegah dan

(43)

mengurangi kerugian Konsumen dan masyarakat, dan sektor jasa keuangan dan/atau pemberantasan kejahatan keuangan yang dilakukan pihak tertentu di sektor jasa keuangan. Langkah yang dilakukan antara lain melalui penyelamatan kelangsungan usaha Lembaga Jasa Keuangan tertentu, pengambilalihan seluruh kewenangan dan fungsi manajemen oleh pengelola statuter, pembatalan atau pengakhiran perjanjian serta pengalihan kekayaan atau usaha dari Lembaga Jasa Keuangan.40

OJK menetapkan peraturan dan kebijakan di sektor jasa keuangan dengan tujuan mencegah terjadinya kejahatan keuangan dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat sektor jasa keuangan. Peraturan dan kebijakan yang ditetapkan OJK diharapkan dapat mendukung terselenggaranya keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan dan akuntabel seta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara stabil dan berkelanjutan.

Kewenangan OJK dalam tugas pengawasan sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan meliputi:

a). Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

b). Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

40 Tim Redaksi Tatanusa, (2012), Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Penerbit PT.

Tatanusa), hlm. 15-16.

(44)

c). Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

d). Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

e). Melakukan penunjukan pengelola statuter;

f). Menetapkan penggunaan pengelola statuter;

g). Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan; dan

h). Memberikan dan/atau mencabut: Izin usaha; Izin orang persorangan;

Efektifnya pernyataan pendaftaran; Surat tanda terdaftar; Persetujuan melakukan kegiatan usaha; Pengesahan; Persetujuan atau penetapan pembbubaran; dan penetapan lain sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Sistem pengawasan yang dilakukan oleh OJK adalah sistem pengawasan terintegrasi, artinya seluruh kegiatan di sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh lembaga keuangan tunduk pada sistem pengawasan OJK. OJK menggantikan Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan secara micropudential dengan tujuan mencegah terjadinya krisis pada suatu lembaga keuangan yang dapat menyebabkan kerugian bagi nasabah atau investor sebagai konsumen di sektor jasa keuangan.

(45)

Fungsi pengawasan secara terintegrasi OJK dilakukan dengan langkah- langkah persiapan dan periode transisi yang telah ditetapkan, sehingga pada 1 Januari 2014 OJK telah siap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Lembaga Pengawas Jasa Keuangan secara terintegrasi. Proses transisi pengawasan industri jasa keuangan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal dan kegiatan jasa keuangan di sektor persuransian, dana pesiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya yang dilakukan oleh Bapepam-LK dialihkan diakhir tahun 2012, tahap kedua pengawasan bank dialihkan dari Bank Indonesia kepada OJK pada akhir tahun 2013.41 Sistem pengawasan yang terintegrasi yang dilaksanakan OJK difokuskan terhadap semua kegiatan dan aktivitas yang dilakukan dalam industri sektor jasa keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat sesuai dengan ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 meliputi:

a). Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya;

b). Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan

41 Zulkarnain Sitompul, (2012), “Konsepsi Dan Transformasi Otoritas Jasa Keuangan (Conceptional And Transformation Financial Services Authority)”, (Jakarta: Jurnal Legislasi Indonesia, Vol- 9/No.03/Oktober/2012), hlm. 28.

(46)

c). Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan.

Perlindungan konsumen menjadi bagian penting bagi OJK dalam mewujudkan sistem keuangan nasional yang baik. Tingkat kepercayaan konsumen untuk terlibat dalam industri keuangan akan meningkat karena hak-hak konsumen dilindungi dan lembaga jasa keuangan akan berkembang secara adil, transparan dan akuntabel sehingga akan mengurangi kejahatan keuangan yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa keuangan. Informasi dan edukasi mengenai karakteristik sektor jasa keuangan, layanan dan produknya dilakukan OJK melalui edukasi dan sosialisasi dengan mendatangi masyarakat dan memberikan sosialisasi serta penyuluhan, dan informasi mengenai lembaga keuangan yang ada dilakukan OJK melalui media massa.42

F. Perkembangan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga ini merupakan badan independen yang memiliki fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan.

Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan merupakan upaya pemerintah Republik Indonesia menghadirkan lembaga yang mampu menyelenggarakan

42 Neni Sri Imaniyati, (2009), Hukum Bisnis Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu), hlm. 69.

(47)

sistem pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan sektor keuangan, baik perbankan maupun Lembaga keuangan non-bank.

Secara fungsi, lembaga ini menggantikan tugas Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bappepam-LK) serta mengambil alih tugas Bank Indonesia dalam hal pengawasan perbankan.

Setelah Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 disahkan, Presiden Republik Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 Juli 2012 menetapkan sembilan anggota dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan, termasuk dua anggota komisioner ex-officio dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.

Setelah itu, pada 15 Agustus 2012 dibentuklah Tim Transisi Otoritas Jasa Keuangan Tahap I, untuk membantu Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas selama masa transisi.

Mulai 31 Desember 2012, Otoritas Jasa Keuangan secara efektif beroperasi dengan cakupan tugas Pengawasan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non-Bank.

Setelah itu, pada 18 Maret 2013 dibentuk Tim Transisi Otoritas Jasa Keuangan Tahap II untuk membantu Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dalam pelaksanaan pengalihan fungsi, tugas dan wewenang Pengaturan dan Pengawasan Perbankan dari Bank Indonesia.

Per 31 Desember 2013 Pengawasan Perbankan sepenuhnya beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, sekaligus menandai dimulainya operasional Otoritas Jasa Keuangan secara penuh.

Referensi

Dokumen terkait

Pembahasan terhadap judul skripsi tentang “IMPLEMENTASI HAK IMUNITAS ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 (ANALISIS PUTUSAN

Perlindungan hukum bagi pelaku usaha kecil sesungguhnya telah diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.. Ketentuan Pasal 6 itu

Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dan dianalisis dengan metode kualitatif. Prinsip keterbukaan di pasar modal diatur pada UU Pasar Modal

Bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK” sebagaimana yang didakwakan

Hukum perizinan merupakan hukum publik yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah di pusat maupun di daerah sebagai aparatur penyelenggaraan negara

Ketidakterlaksanaannya suatu kontrak konstruksi dapat menimbulkan perselisihan atau yang sering disebut dengan “sengketa konstruksi” diantara pihak pengguna dengan pihak

Maka dengan demikian, berdasarkan pembahasan yang dijelaskan sebagaimana yang dimaksud di atas, timbul keinginan untuk mengkaji tentang keringanan pajak sebagai bentuk insentif

Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dngan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka 20 yang berkaitan dengan Tinjauan Yuridis