• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Disusun Dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Disusun Dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA (STUDI PUTUSAN NOMOR: 08/KPPU-L/2016)

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

EDLYN IVENA BR. S. BRAHMANA NIM. 150200015

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Kasih Karunia dan pertolonganNya sehingga Penulis mampu menjalankan perkuliahan sampai tahap penyelesaian skripsi pada Jurusan Hukum Ekonomi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini. Skripsi ini berjudul

“PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN OLEH PT. ANGKASA PURA LOGISTIK DI TERMINAL KARGO BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN MAKASSAR DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA (STUDI PUTUSAN: NOMOR: 08/KPPU- L/2016)”. Judul ini diangkat karena Penulis tertarik di bidang Hukum Persaingan Usaha, terkhusus pada posisi dominan yang apabila disalahgunakan dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dukungan, semangat, serta doa-doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan diri di hadapan Tuhan dan manusia, Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Dr. OK Saidin S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(5)

5. Bapak Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution S.H., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi;

7. Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait S.H., M.Li., selaku Dosen Pembimbing I, terima kasih banyak atas ilmu, nasihat, arahan dan masukan yang membangun semasa bimbingan skripsi maupun semasa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Bapak Dr. Mahmul Siregar S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, terima kasih banyak atas ilmu, nasihat, arahan dan masukan yang membangun semasa bimbingan skripsi maupun semasa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Seluruh Dosen-Dosen di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memperkaya pengetahuan Penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan seluruh staf pegawai dan tata usaha di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam urusan administrasi;

10. Kedua orangtua Penulis, Ayah (alm. Formateur S. Brahmana) dan Ibu (Dra. Emenda Br. Sebayang) yang sangat Penulis kasihi. Terkhusus kepada Ibu tercinta, terima kasih untuk jerih payah dalam memperjuangkan pendidikan anak-anakmu. Terima kasih untuk doa-doa yang selalu Ibu panjatkan, juga dukungan yang tiada pernah henti serta terima kasih karena tetap percaya kepada Penulis meskipun di beberapa situasi Penulis sempat merasa jatuh dan tak mampu.

(6)

11. Kedua adik Penulis, (Reyner S. Brahmana) dan (Elva Br. S. Brahmana), terima kasih karena tetap mendukung Penulis dalam keadaan apapun.

Kalian berdua memang terkadang menyebalkan tetapi Penulis bersyukur karena memiliki adik-adik seperti kalian.

12. Nenek Penulis, (Mimpin Br. Sembiring), yang dari Penulis lahir hingga sekarang tetap menemani dengan nasihat dan dukungan yang tidak pernah surut. Semoga umur panjang tetap di tangan kanannya.

13. Teman yang selalu ada dan mendukung dalam keadaan apapun, yang selalu mengerti, membantu dan menjadi tempat bertukar pikiran. Darinya Penulis belajar banyak dan semoga diberi kemudahan juga dalam mengerjakan tesisnya. Menjadi hal paling disyukuri pernah bertemu dan kenal dengan orang sepertimu, sesosok yang di depannya Penulis tak pernah ragu untuk menjadi diri sendiri. Terima kasih untuk semuanya.

14. Kabid Pembinaan PERMATA Runggun Simpang Awas Binjai, seninaku, juniorku sekaligus sahabatku, Emeia Rimtha Br. S. Depari, terima kasih telah mau membantu Penulis dengan meminjamkan KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) miliknya untuk sementara waktu sehingga Penulis dapat menyelesaikan skirpsi ini tepat waktu. Terima kasih juga telah mau sabar dalam menghadapi tingkah Penulis selama masa-masa pengerjaan skripsi ini.

15. Labo Dalih Squad, (Febri Depari, Morina Br. Ginting, Della Br. Meliala, Innike Br. Tarigan, Nita Br. Pinem, Eghia Ginting) yang selalu menjadi tempat Penulis mencurahkan kepenatan selama pengerjaan skripsi ini.

(7)

Terima kasih atas dukungannya baik dalam pelayanan Penulis maupun skripsi ini.

16. Teman-teman seperjuangan klinis Pidana, Perdata dan PTUN, (Theddy, Hengki, Margery, Natalia, Fanidia, Vanessa, Yolanda, Prinels dan Yuliarta), terima kasih atas kenangan selama perklinisan. Kalau bukan karena kalian mustahil Penulis bisa menyusun skripsi di tahun ini.

Terkhusus kepada Margery, terima kasih sudah menjadi teman terbaik Penulis selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Juga kepada Hengki, terima kasih sudah mau membantu Penulis dalam bertukar pikiran mengenai skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu Penulis mengharapkan pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas khususnya para ahli Hukum Persaingan Usaha, pelaku usaha dan akademisi.

Medan, 21 November 2018

Edlyn Ivena Br. S. Brahmana NIM: 150200015

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 7

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... 10

F. Metode Penulisan ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA A. Latar Belakang Persaingan Usaha di Indonesia ... 21

1. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ... 22

2. Tujuan Lahirnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ... 24

3. Pengertian Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ... 26

B. Perjanjian yang Dilarang, Kegiatan yang Dilarang dan Posisi Dominan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tetang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ... 28

1. Perjanjian yang Dilarang ... 29

2. Kegiatan yang Dilarang ... 35

3. Posisi Dominan ... 39

C. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ... 42

1. Latar Belakang Komisi ... 43

2. Tugas dan Wewenang Komisi ... 44

3. Tahapan Penanganan Perkara Persaingan Usah…... 45

D. Pendekatan Dalam Hukum Persaingan Usaha ... 47

1. Pendekatan Rule of Reason ... 48

2. Pendekatan Perse Illegal ... 50

BAB III PENGUASAAN PASAR DAN PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN A. Penguasaan Pasar ... 52

1. Pasar Berdasarkan Geografis ... 53

(9)

2. Pasar Berdasarkan Produk ... 54 B. Perbedaan dan Persamaan Kedudukan Monopolis dan

Posisi Dominan ... 55 C. Bentuk-Bentuk Posisi Dominan dan Penyalahgunaan

Posisi Dominan dalam Hukum

Persaingan Usaha ... 57 1. Penyalahgunaan Posisi Dominan yang Dilarang ... 59 2. Bentuk-Bentuk Posisi Dominan yang Dilarang

Dalam Hukum Persaingan Usaha ... 63 BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN KPPU

DENGAN PERKARA NO: 08/KPPU-L/2016 TENTANG PRAKTEK MONOPOLI YANG DILAKUKAN OLEH PT. ANGKASA PURA LOGISTIK DI TERMINAL KARGO BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN

HASANUDDIN MAKASSAR

A. Analisis Putusan Perkara KPPU Nomor: 08/KPPU-L/2016 tentang Dugaan Praktek Monopoli yang Dilakukan Oleh PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan

Hasanuddin Makassar ... 66 1. Kasus Posisi PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo

Bandar Udara Internasional Sultan

Hasanuddin Makassar ... 66 2. Upaya Hukum Keberatan PT. Angkasa Pura Logistik ... 80 3. Kasasi Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha…...…. 83 B. Analisis Terhadap Praktek Monopoli yang Timbul akibat

Penyalahgunaan Posisi Dominan Oleh PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional

Sultan Hasanuddin Makassar ... 85 C. Dampak Negatif dari Praktek Monopoli yang Dilakukan

Oleh PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan

Hasanuddin Makassar ... 88 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 91 B. Saran ... 92 DAFTAR PUSTAKA ... 94

(10)

DAFTAR SINGKATAN

BUMN = Badan Usaha Milik Negara

EMPU = Ekspedisi Muatan Pesawat Udara GCG = Good Corporate Governance

ICAO = International Civil Aviation Organization IMF = International Monetary Fund

Keppres = Keputusan Presiden

KPPU = Komisi Pengawas Persaingan Usaha KUHPer = Kitab Undang-Undang Hukum Perdata MPR = Majelis Permusyawaratan Rakyat NKRI = Negara Kesatuan Republik Indonesia

P.N. = Pengadilan Negeri

P.T. = Perseroan Terbatas

UU = Undang-Undang

UUD = Undang-Undang Dasar

(11)

DAFTAR ISTILAH

Allocative efficiency = efisiensi ekonomi nasional.

Antimonopoly Law = hukum anti monopoli.

Antitesis = pengungkapan gagasan yang bertentangan dalam kalimat yang sejajar.

Access to Market = pintu untuk memasuki pasar/cara yang digunakan untuk menerobos pasar.

Barries to Entry = menghambat pesaing lain untuk masuk dan berkompetisi di pasar yang bersangkutan.

Business Competition = persaingan dalam dunia bisnis/usaha.

Cargo Incoming = kargo yang diterima masuk ke dalam Indonesia.

Cargo Outgoing = kargo yang akan dikirim keluar Indonesia.

Code of Counduct = kode etik atau pedoman perilaku.

Competition Law = hukum persaingan.

Competition Policy = kebijakan persaingan.

Condition sine qua non = syarat atau ketetapan yang mutlak.

Consumer Surplus = suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara jumlah maksimum yang bersedia dibayar

konsumen untuk sebuah barang atau jasa dengan jumlah sebenarnya yang dibayar konsumen.

Dominance Abuse = penyalahgunaan posisi dominan.

Double Charge = tarif ganda.

Excessive Prices = penetapan harga yang berlebihan.

Fair Competition = persaingan secara sehat.

(12)

Freedom of Choice = kebebasan untuk memilih.

Freedom of Trade = kebebasan untuk berusaha.

Good Corporate Governance = prinsip dalam Badan Usaha Milik Negara.

Holding Company = kerjasama antara beberapa perusahaan dengan perusahaan lain yang bertujuan untuk memiliki saham dari perusahaan lain dan bisa mengatur perusahaan lain tersebut

International Monetary Fund = organisasi internasional yang bertujuan untuk mempererat kerjasama moneter global,

memperkuat kestabilan keuangan, mendorong perdagangan internasional sekaligus

petumbuhan ekonomi di seluruh dunia.

Intelectual Property Abuse = penyalahgunaan hak atas kekayaan intelektual.

Ius constituendum = hukum yang masih dicita-citakan (hukum negatif).

Ius constitutum = hukum yang berlaku saat ini dan telah ditetapkan (hukum positif).

Known Consignor = pengiriman pabrikan.

Letter of Intent = dokumen yang menguraikan satu atau lebih perjanjian antara dua atau lebih pihak sebelum perjanjian diselesaikan.

Market Economy = perekonomian yang berorientasi ke pasar.

Market Power = kekuatan untuk menguasai pasar.

Monopoly by Law = monopoli secara undang-undang.

Monopoly by Nature = monopoli secara alamiah.

(13)

Patent Right = hak paten yang diberikan pemerintah kepada seseroang atas hasil penemuannya.

Political Will = kebijakan pemerintah.

Predatory Pricing = salah satu bentuk strategi yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam menjual produk dengan harga yang sangat rendah dengan tujuan utama untuk menyingkirkan pesaing dari pasar.

Price Discrimination = perbedaan terhadap jumlah harga.

Price Leader = Pemimpin harga dalam pasar persaingan.

Price Setter = Penentu harga dalam pasar persaingan.

Price Taker = Pengikut harga yang telah ditetapkan dalam pasar persaingan.

Priveleges = hak imunitas/kekebalan yang didapat atau diberikan kepada seseorang atau segelintir orang.

Productive efficiency = efisiensi kegiatan usaha.

Refusal to Deal = menolak untuk bekerjasama atau sepakat.

Regulated Agent = badan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan usaha dengan badan usaha angkutan udara untuk pemeriksaan keamanan terhadap barang kargo dan pos yang memperoleh izin dari Dirjen Penerbangan Udara.

Restraint = hambatan dalam hukum persaingan usaha.

Sub Agent = perusahaan yang tidak dapat menerbitkan surat

(14)

ekspedisi muatan pesawat udara dan harus bekerjasama dengan perusahaan EMPU untuk dapat beroperasi di Terminal Kargo.

Supply = penawaran akan suatu barang atau jasa.

Tacit Agreement = perjanjian secara diam-diam.

Tie ins or tying = penetapan syarat dalam suatu harga.

(15)

ABSTRAK

PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN OLEH PT. ANGKASA PURA LOGISTIK DI TERMINAL KARGO BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN

HASANUDDIN MAKASSAR DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA (STUDI PUTUSAN NOMOR 08/KPPU-L/2016)

Edlyn Ivena Br. S. Brahmana 1

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait S.H., M.Li. 2 Dr. Mahmul Siregar S.H., M.Hum. 3

Sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 Indonesia tetap mengacu kepada perekonomian yang berlandaskan dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Untuk menjamin terbentuknya iklim berusaha yang sehat, maka Indonesia membentuk suatu peraturan yaitu UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Meskipun Undang-Undang ini melarang, kenyataannya masih banyak ditemukan praktek monopoli yang dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia. Seperti PT. Angkasa Pura Logistik yang melakukan praktek monopoli di terminal kargo Bandara Sultan Hasanuddin Makassar.

Sebagai salah satu perusahaan BUMN menjadikan PT. Angksa Pura Logistik memiliki posisi dominan yang tentu tidak masalah sepanjang tidak disalahgunakan. Namun, terdapat laporan bahwa PT. Angkasa Pura Logistik telah melakukan praktek monopoli sehingga merugikan pelaku usaha lain yang juga menjadi pesaingnya di terminal kargo. Jika benar terbukti melakukan praktek monopoli, maka PT. Angkasa Pura Logistik telah melanggar bukan hanya ketentuan UU No. 5 Tahun 1999, tetapi juga ketentuan dalam Pasal 33 UUD 1945.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menelaah hukum positif yang berkaitan dengan penyalahgunaan posisi dominan. Pengumpulan bahan hukum primer, sekunder dan tersier dilakukan dengan studi pustaka dan dianalisi dengan metode kualitatif.

Sesudah terbukti melakukan praktek monopoli di terminal kargo Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, KPPU menjatuhkan hukuman denda kepada PT. Angkasa Pura Logistik. Upaya hukum keberatan diajukan oleh PT. Angkasa Pura Logistik dimana upaya hukum ini dikabulkan oleh P.N. Jakarta Pusat. KPPU melakukan kasasi yang berujung kepada pembatalan putusan P.N. Jakarta Pusat dan menguatkan putusan KPPU. Penjatuhan hukuman oleh KPPU yang menggunakan Pasal 17 UU No. 5 Tahun 1999 dengan pendekatan rule of reason dinilai sudah tepat. Karena sebagai BUMN yang juga ikut menopang perekonomian negara, PT. Angkasa Pura Logistik memiliki „alasan-alasan pembenar‟ untuk melakukan monopoli. Namun karena monopoli bertentangan dengan prinsip persaingan, maka hukuman denda diberikan atas pelanggaran terhadap bidang persaingan usaha.

Kata kunci: Posisi Dominan, Monopoli, Persaingan Usaha Tidak Sehat.

1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2 Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan pesat yang mengagumkan. Indonesia dipandang sebagai salah satu negara berkembang di kawasan Asia yang mempunyai prospek ekonomi yang cerah disamping sebagai pasar yang menggiurkan bagi negara produsen lainnya. Sesuai dengan UUD 1945 Indonesia tetap mengacu kepada perekonomian yang berlandaskan dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan sesuai dengan Pasal 33. Pasal 33 ayat (a) dan (b) memberikan arahan bahwa tujuan pembangunan ekonomi berdasarkan demokrasi bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia melalui pendekatan kesejahteraan dan mekanisme pasar.4

Tetapi kondisi yang digambarkan oleh para ekonom mengenai kesuksesan perekonomian Indonesia ternyata bersifat antitesis.5 Krisis ekonomi berkepanjangan yang dialami oleh Indonesia sejak tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 1998 membuktikan hal tersebut. Salah satu dari berbagai faktor penyebab rapuhnya perekonomian adalah karena Indonesia tidak mengenal kebijakan persaingan (competition policy) yang jelas dalam menentukan batasan

4 UUD 1945 Pasal 33 ayat (a): bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan (b): cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan (c): bumi, air, dan kekayaan alam lainnya dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

5Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, antitesis adalah1. pertentangan yang benar- benar; 2. pengungkapan gagasan yang bertentangan dalam susunan kata yang sejajar, seperti dalam semboyan "Merdeka atau Mati", diakses secara online melalui http://kbbi.web.id//antitesis, pada tanggal 21 November puku 12:28 Wib.

(17)

tindakan pelaku usaha yang menghambat persaingan dan merusak mekanisme pasar.6

Terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan perbuatan monopoli merupakan gambaran telah terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi yang dikontrol oleh beberapa pihak saja. Konsentrasi pemusatan kekuatan ekonomi oleh beberapa pelaku usaha memberikan pengaruh buruk pada kepentingan umum dan masyarakat. Hal ini disebabkan karena konsentrasi pemusatan kekuatan ekonomi secara langsung akan berakibat pada pasar dan keinginan untuk bersaing. Akibat pengontrolan pasar dan harga oleh beberapa pelaku usaha maka dalam jangka panjang dapat membatasi keinginan pelaku usaha lain untuk masuk ke pasar karena tidak mendapat kesempatan berusaha yang sama.7

Dalam upaya untuk mempercepat berakhirnya krisis ekonomi, maka pada bulan Januari 1998 Indonesia menandatangani Letter of Intent sebagai bagian dari program bantuan International Monetary Fund (IMF). Dari 50 butir memorandum maka serangkaian kebijakan deregulasi segera dilakukan pemerintah pada waktu itu. Deregulasi direalisasikan dalam bentuk mengeluarkan 7 Keputusan Presiden, 3 Peraturan Pemerintah dan 6 Instruksi Presiden. 8

Salah satu diantaranya adalah untuk menjamin adanya iklim persaingan usaha yang sehat diantara para pelaku usaha dengan memberlakukan Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 atau dikenal dengan nama Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut dengan

6Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), hlm. 2.

7Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Medan:

Pustaka Bangsa Press, 2011), hlm. 5.

8Ibid., hlm. 7.

(18)

UU No.5/1999). Substansi undang-undang ini mengatur tentang larangan melakukan praktek monopoli, monopsoni, kartel, oligopoli, oligopsoni, persekongkolan, adanya suatu komisi independen yang disebut dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bahkan mengatur mengenai sanksi dan prosedur penegakan hukum.9 Keberadaan UU No. 5/1999 merupakan kaveling10 yang baru bagi ekonomi Indonesia.11 Diskusi yang ramai diantara kalangan pengusaha Indonesia, merupakan bukti bahwa dampak dari undang-undang tersebut telah mulai terasa bahkan jauh sebelum diberlakukan.

Dengan diundangkannya Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tersebut, merupakan langkah awal bagi Indonesia dalam rangka membawa bisnis dan perdagangan ke arah yang lebih adil (fair) dan yang berlandaskan kepada prinsip-prinsip persaingan pasar secara sehat.

Pertanyaan yang paling mendasar yang harus dijawab ialah sampai sejauh mana UU No. 5/1999 ini dapat memberikan rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum bagi pelaku usaha, konsumen, dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Sehubungan dengan dibentuknya Undang-Undang ini, maka perangkat hukum yang mengatur mengenai praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, jauh lebih baik dari yang diatur oleh peraturan perundangan-undangan yang sebelumnya.12

Dari segi penegakan hukum, Undang-Undang ini memiliki ciri khas yaitu dengan adanya keberadaan KPPU yang memiliki tugas dan wewenang untuk

9Ibid., hlm. 10

10Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kaveling adalah bagian tanah yang sudah dipetak-petak dengan ukuran tertentu untuk bangunan atau tempat tinggal; diakses secara online melalui https://kbbi.web.id/kaveling, pada tanggal 21 November 2018 pukul 12:45 Wib.

11Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 18

12Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2012), hlm. 15.

(19)

melakukan penyidikan, penuntutan, dan juga sekaligus sebagai pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 46 UU No. 5/1999,13selain daripada itu dalam Undang-Undang ini juga diatur adanya larangan terhadap praktek monopoli dan monopsoni serta persaingan usaha tidak sehat dan melarang pelaku usaha melakukan kegiatan yang menimbulkan terjadinya penguasaan atau pemusatan produksi dan pemasaran.14

Dampak positif dari UU No. 5/1999 adalah terciptanya pasar yang tidak terdistorsi, sehingga menciptakan peluang usaha yang semakin besar bagi para pelaku usaha. Keadaan ini akan memaksa para pelaku usaha untuk lebih inovatif dalam menciptakan dan memasarkan produk mereka. Jika tidak, para konsumen akan beralih kepada produk yanglebih baik dan kompetitif. Hal ini memberikan keuntungan bagi konsumen dalam barang yang lebih berkualitas, harga yang bersaing dan pelayanan yang lebih baik.15

Namun juga bahwa UU No. 5/1999 bukan merupakan ancaman bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah berdiri sebelum undang-undang ini diberlakukan, selama perusahaan-perusahaan tersebut tidak melakukan praktek- praktek yang dilarang oleh undang-undang ini, seperti yang diatur dalam perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang serta penyalahgunaan posisi dominan untuk mempengaruhi pasar.16 Meskipun UU no. 5/1999 ini sudah diberlakukan dan melalui undang-undang ini diharapakan dapat mengikat pelaku

13Pasal 46 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, berbunyi: “(1) Apabila tidak terdapat keberatan, putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. (2) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimintakan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.”

14Devi Meyliana, Hukum Persaingan Usaha: Studi Konsep Pembuktian Terhadap Perjanjian Penetapan Harga dalam Persaingan Usaha (Malang: Setara Press, 2013), hlm. 3.

15Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hlm. 17.

16Ibid., hlm. 18.

(20)

usaha agar dalam melakukan bisnisnya tidak semena-mena sehingga dapat merugikan konsumen dan pelaku usaha lain, kenyataannya masih banyak terdapat pelanggaran terhadap UU No. 5/1999 ini. Diantaranya yang marak terjadi adalah praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Salah satu kasus dugaan praktek monopoli adalah yang dilakukan oleh PT.

Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar. Menjadi anak perusahaan dari induk perusahaan besar yang juga merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN),17 PT. Angkasa Pura I (Persero), membuat PT. Angkasa Pura Logistik memiliki posisi monopolis di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.

Kedudukan ini awalnya diperoleh PT. Angkasa Pura Logistik setelah ditunjuk oleh PT. Angkasa Pura I (Persero) untuk mengelola atau mengoperasikan Terminal Kargo di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar sebagai operator terminal kargo sejak 1 Februari 2012-saat ini melalui sebuah perjanjian kerjasama. Tujuan diadakannya perjanjian kerjasama ini adalah dilatarbelakangi adanya tujuan untuk mengoptimalkan aset strategis sehingga menciptakan nilai tambah bagi PT. Angkasa Pura I (Persero). Oleh karena itu, PT. Angkasa Pura I (Persero) menunjuk PT Angkasa Pura Logistik untuk melakukan pengelolaan terminal kargo tidak hanya untuk Bandara Sultan Hasanuddin Makassar tetapi juga untuk 3 Bandara lain yaitu Bandara

17Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, menyebutkan bahwa BUMN adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

(21)

Sepinggan Balikpapan, Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin, dan Bandara Adi Sumarmo Surakarta.18

Sebagai timbal balik, PT. Angkasa Pura Logistik menyetorkan sejumlah kontribusi setiap tahunnya kepada PT. Angkasa Pura I (Persero) dengan besaran kontribusi yang berbeda di tiap terminal kargo bandar udara yang satu dengan yang lain. Kecurigaan mulai muncul sesudah adanya perbedaan pelayanan yang dilakukan oleh PT. Angkasa Pura Logistik terhadap beberapa pelaku usaha lain di terminal kargo di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.

Perbedaan pelayanan ini disebabkan karena PT. Angkasa Pura Logistik tidak hanya berperan sebagai operator tetapi juga sebagai Regulated Agent dan sekaligus menjalankan perusahaan EMPU yang dimiliki oleh PT. Angkasa Pura I (Persero). Meskipun di lapangan, PT. Angkasa Pura Logistik memiliki pesaing, namun pelayanan yang diberikan kepada setiap pesaing yang ada terlihat cukup berbeda.

Sebagai satu-satunya perusahaan yang ditunjuk langsung oleh PT.

Angkasa Pura I (Persero) menjadikan PT. Angkasa Pura Logistik memiliki keistimewaan yang disalahgunakan sehingga menimbulkan dugaan terkait praktek monopoli yang dalam dunia usaha sangat dilarang karena dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dan merugikan kepentingan umum. Sebenarnya tidak ada masalah jika suatu perusahaan memiliki posisi dominan di suatu pasar.

Menjadi permasalahan ialah apabila perusahaan dengan posisi dominan tersebut menyalahgunakan posisi dominannya sehingga menimbulkan praktek monopoli.

18Putusan KPPU dengan Nomor Perkara No. 08/KPPU-L/2016 tentang dugaan pelanggaran Pasal 17 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT.

Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, hlm. 51.

(22)

Berangkat dari latar belakang inilah, maka diangkat sebuah topik dan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul, “Penyalahgunaan Posisi Dominan oleh PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar Dalam Hukum Persaingan Usaha (Studi Putusan: Nomor 08/KPPU-L/2016)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dirumuskan hal-hal yang menjadipermasalahan dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimanakah bentuk penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar?

2. Bagaimanakah analisis hukum terhadap Putusan KPPU dengan nomor perkara: Nomor 08/KPPU-L/2016 terkait dugaan praktek monopoli yang dilakukan oleh PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk penyalahgunaan posisi dominanyang dilakukan oleh PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.

(23)

2. Untuk mengetahui analisis hukum mengenai putusan KPPU dengan nomor perkara: Nomor 08/KPPU-L/2016 terkait dugaan praktek monopoli yang dilakukan oleh PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.

Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoritis

1. Dapat memberikan pemahaman tentang hukum persaingan usaha di Indonesia dan perkembangannya sebagai salah satu peraturan yang mengatur tentang bisnis dan usaha di Indonesia, serta juga mengetahui peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Indonesia.

2. Dapat memberikan pandangan secara umum tentang posisi dominan serta penyalahgunaannya yang dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki posisi dominan tersebut, khususnya dalam hal ini adalah PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.

3. Dapat memberikan pengetahuan tentang analisis hukum terkait putusan KPPU dengan nomor perkara: Nomor 08/KPPU-L/2016 terkait dugaan praktek monopoli yang dilakukan oleh PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.

(24)

b. Secara Praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi salah satu media baca ataupun bahan kajian bagi para kalangan akademisi maupun para pelaku usaha di bidang ekonomi yang bergerak ataupun berkaitan dengan bidang Persaingan Usaha, guna terjadinya persaingan dan terciptanya kondisi persaingan di dalam dunia usaha, ataupunn perekonomian negara, khususnya tentang posisi dominan suatu perusahaan atau pelaku usaha sehingga mengurangi bentuk praktek monopoli yang sangat dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

D. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui keaslian penulisan, maka sebelum melakukan penulisan skripsidengan judul “Penyalahgunaan Posisi Dominan oleh PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar Dalam Hukum Persaingan Usaha (Studi Putusan: Nomor 08/KPPU-L/2016)”, penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah melakukan uji bersih di Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU dan melalui surat tertanggal 27 Juli 2018 menyatakan bahwa “Tidak ada Judul yang Sama”. Penulis juga menelusuri berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, belum ada penulis lain yang pernah mengangkat topik tersebut. Sekalipun ada, hal itu diluar sepengetahuan penulis

(25)

dan tentu saja substansinya berbeda dengan substansi dalam skripsi ini.

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni dari hasil pemikiran penulis yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori serta aturan hukum yang diperoleh penulis melalui media cetak maupun media elektronik.

Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penulisan skripsi ini berkisar tentang posisi dominan dan bagaimana bentuk penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh PT. Angkasa Pura Logistik selaku pelaku usaha di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, yang dapat mengakibatkan dugaan praktek monopoli ataupun persaingan usaha tidak sehat, dengan studi putusan nomor 08/KPPU-L/2016. Adapun tinjauan kepustakaan dari skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Posisi Dominan

Posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.19 Dari pengertian dalam Pasal

19Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

(26)

tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap pelaku usaha mempunyai kemungkinan untuk menguasai pangsa pasar secara dominan, sehingga dirinya dianggap menduduki posisi dominan atas pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha lainnya yang menjadi pesaingnya dalam menguasai pangsa pasar; atau suatu posisi yang menempatkan pelaku usaha lebih tinggi atau paling tinggi di antara pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha lain yang menjadi pesaingnya dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu, sehingga dirinya dianggap menduduki posisi dominan atas pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha lainnya yang menjadi pesaingnya.20

Lebih lanjut mengenai posisi dominan diatur dalam Pasal 25 UU no. 5/1999, dimana pada prinsipnya semua praktek yang mengakibatkan harga lebih tinggi dan pemasokan barang lebih sedikit karena dalam kaitan dengan pelaku usaha sebagai pemilik posisi dominan dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan posisi dominan.

Selain penguasaan pangsa pasar yang besar, indikasi awal yang dapat dijadikan acuan dalam mendeteksi penyalahgunaan posisi dominan adalah harga yang cenderung bergerak naik tanpa fluktuasi sama sekali dan margin laba perusahaan-perusahaan yang menguasai pangsa besar sangat tinggi, di atas normal.21 Dampak penyalahgunaan posisi

20Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 84.

21Suyud Margono, Op. Cit., hlm. 122.

(27)

dominan adalah harga barang di pasar menjadi lebih tinggi dan barang yang dipasok menjadi lebih sedikit.22

2. Praktek Monopoli

Umumnya, monopoli merupakan istilah yang dipertentangkan dengan persaingan. Meskipun demikian, ternyata belum ada kesepakatan luas mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah ini. Secara etimologi, kata monopoli berasal dari kata Yunani

„monos‟ yang berarti sendiri dan „polein‟ yang berarti penjual.23 Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monopoli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang dan/atau jasa tersebut.

Sedangkan menurut Black‟s Law Dictionary monopoli24adalah:

“A privilege or perculiar advantage vested in one ore more persons or companies, consisting in the exclusive right (or power) to carry on a particular business or trade, manufacture a particular article, or control the sale of the whole supply of a particular commodity. A form of market structure in which one or only a few firms dominate the total sales of a product or service.”

Pengertian monopoli di Indonesia tercantum dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 5/1999 yaitu Praktek Monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi atau pemasaran atas barang dan atau jasa

22Ibid., hlm. 123

23Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha ( Ciawi–Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 18.

24Henry Campbell Black, Black‟s Law Dictionary: Definitions of the Terms and Phrases of American and English Jurisprudence, Ancient and Modern (St. Paul, Minn.: West Publishing CO., 1968), hal. 1234, diakses melalui file PDF yang di download pada tanggal 21 November 2018.

(28)

tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.Sedangkan dari ketentuan Pasal 17 UU No. 5/1999 dapat disimpulkan, ternyata tidak semua kegiatan monopoli dilarang. Hanya kegiatan monopoli yang memenuhi unsur dan kriteria yang disebutkan dalam Pasal 17 UU No. 5/1999 saja yang dilarang untuk dilakukan oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha.25

3. Persaingan Usaha Tidak Sehat

Persaingan atau „competition‟ dalam bahasa Inggris oleh Webster didefinisikan sebagai “... a struggle or contest between two or more persons for the same objects”.Sementara menurut Pasal 1 angka 6 UU No. 5/1999, persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Dengan definisi yang demikian, kondisi persaingan sebenarnya merupakan satu karakteristik yang lekat dengan kehidupan manusia yang cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Salah satu bentuk persaingan di bidang ekonomi adalah persaingan usaha (business competition) yang secara sederhana bisa didefinisikan sebagai persaingan antara para penjual di dalam „merebut‟ pembeli dan pangsa pasar.26

25Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit., hlm. 68.

26Ibid., hlm. 13-14.

(29)

Indonesia yang sedang dalam tahap liberasi ekonomi dan tengah beradaptasi terhadap ekonomi pasar saat ini sedang banyak mengadakan deregulasi dalam berbagai perundangan. Hukum persaingan adalah suatu elemen yang esensial dalam perekonomian modern sehingga kebutuhan akan Hukum Persaingan merupakan kebutuhan akan adanya suatu “code of conduct”27yang mengarahkan pelaku usaha untuk bersaing secara sehat. Disamping memberikanlandasan bagi persaingan usaha maka negara juga mempunyai objektivitas bahwa kebijakan persaingan itu sendiri yang diasosiasikan dengan freedom of trade (kebebasan berusaha), freedom of choice (kebebasan untuk memilih), dan access to market (terobosan memasuki pasar).28

F. Metode Penulisan

Metode penelitian merupakan suatu hal yang penting dalam menunjang proses penulisan sebuah skripsi, dan juga diperlukan metode penelitian sebagai

27code of conduct is a set of rules outlining the social norms, religious rules and responsibilities of, and or proper practices for, an individual. In its 2007 International Good Practice Guidance, "Defining and Developing an Effective Code of Conduct for Organizations", the International Federation of Accountants provided the following working definition:

"Principles, values, standards, or rules of behaviour that guide the decisions, procedures and systems of an organization in a way that (a) contributes to the welfare of its key stakeholders, and (b) respects the rights of all constituents affected by its operations." A common code of conduct is written for employees of a company (a company code of conduct), which protects the business and informs the employees of the company's expectations. It is ideal for even the smallest of companies to form a document containing important information on expectations for employees. The document does not need to be complex or have elaborate policies, but the file needs a simple basis of what the company expects from each employee, diakses dari https://en.wikipedia.org/wiki/Code_of_conduct, pada tanggal 22 November 2018 pukul 20:33 Wib. Dalam Bahasa Indonesia code of conduct dapat juga diartikan sebagai kode etik atau pedoman perilaku.

28Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Op.Cit., hlm. 16-17.

(30)

suatu pemikiran yang sistematis yang nantinya bertujuan untuk mencapai keilmiahan dari penulisan skripsi ini. Metode yang dipakai penulis dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis, Sifat, dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau sering juga disebut dengan penelitian doktrinal. Dalam konsep normatif ini hukum adalah norma, baik yang diidentikkan dengan keadilan yang harus diwujudkan (ius constituendum), ataupun norma yang telah terwujud sebagai perintah yang eksplisit dan yang secara positif telah terumus jelas (ius constitutum) untuk menjamin kepastiannya, dan juga yang berupa norma-norma yang merupakan produk dari seorang hakim (judgments) pada waktu hakim itu memutuskan suatu perkara dengan memperhatikan terwujudnya kemanfaatan dan kemaslahatan bagi para pihak yang berperkara.29

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan yang menjadi objek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu memperkuat teori lama atau menciptakan teori baru. Pendekatan Penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum, yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan.

29Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Rineka Cipta,1996), hlm. 33.

(31)

2. Sumber Data

Penelitian yuridis normatif menggunakan data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang mencakup dokumen- dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan seterusnya yang tidak terbatas oleh waktu dan tempat.30Adapun data sekunder yang penulis pakai dalam skripsi ini ialah sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang berasal dari norma atau kaidah, yurisprudensi ataupun peraturan perundang-undangan yang terkait. Bahan hukum primer yang penulis pakai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Undang-Undang, yaitu: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tata Cara dan Prosedur Pengenaan Tarif Jasa Kebandarudaraan sebagaimana dirubah terakhir menjadi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 179 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Nomor 153 Tahun 2015 Tentang Pengamanan Kargo dan Posserta Rantai Pasok (Supply

30Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Univeristas Indonesia (UI- Press), 1986), hlm. 12.

(32)

Chain) Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara;

3. Beberapa Peraturan dan Pedoman Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yaitu: Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pranotifikasi Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 25 tentang Penyalahgunaan Posisi Dominan, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Penerapan Pasal 1 angka 10 tentang Pasar Bersangkutan dan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.31 Adapun bahan hukum sekunder yang penulis pakai dalam penulisan skripsi ini adalah Putusan Perkara Nomor 08/KPPU-L/2016, buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil

31Ibid., hlm. 52.

(33)

penelitian dan sebagainya yang diperoleh penulis baik dari media cetak maupun media elektronik.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberi petunjuk- petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus hukum, dan bahan- bahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi dan yang diperlukan dalam penulisan skripsi.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang penulis lakukan dalam pengerjaan skripsi ini adalah dengan melalui teknik studi pustaka (library research) dan juga melalui bantuan media elektronik, yaitu internet. Untuk memperoleh data yang penulis perlukan, penulis akan memadukan, mengumpulkan, menafsirkan dan membandingkan buku-buku dan arti-arti yang berhubungan dengan judul skripsi “Penyalahgunaan Posisi Dominan oleh PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar Dalam Hukum Persaingan Usaha (Studi Putusan: Nomor 08/KPPU-L/2016)”.

4. Analisis Data

Pada penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, maka biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisisnya.32 Metode analisis data yang digunakan penulis dalam

32Ibid., hlm. 69.

(34)

penulisan skripsi ini adalah dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan:

a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang relevan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian dan penulisan skripsi ini;

b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas;

c. Mengolah dan menginterpresikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan;

d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan dan penyajian suatu penelitian harus terdapat keteraturan agar terciptanya karya ilmiah yang baik. Maka dari itu, penulis membagi skripsi ini dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi ini berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya. Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan, yang semuanya berkaitan dengan penyalahgunaan posisi dominan.

(35)

BAB II merupakan bab yang membahas tentang sejarah dan pengertian hukum persaingan usaha di Indonesia, substansi dari UU No. 5/1999 serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

BAB III merupakan bab yang membahas tentang penguasaan pasar yang kerap terjadi jika ada penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh pelaku usaha atau suatu kelompok pelaku usaha. Serta akan dibahas mengenai bentuk penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh PT. Angkasa Pura Logistik di Terminal Kargo Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.

BAB IV merupakan bab yang membahas tentang analisis hukum mengenai putusan KPPU serta menilik lebih lanjut apakah dalam penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dapat menimbulkan potensi monopoli.

BAB V merupakan bab terakhir yang menjabarkan ringkasan dari keseluruhan substansi skripsi ini juga mengenai saran-saran yang penulis berikan untuk masalah yang dibahas oleh penulis dalam skripsi ini.

(36)

BAB II

HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

A. Latar Belakang Persaingan Usaha di Indonesia

Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan persaingan usaha, adapun istilah-istilah yang digunakan dalam bidang hukum ini selain istilah hukum persaingan usaha (competition law), yakni hukum antimonopoli (antimonopoly law), dan hukum antitrust (antitrust law).33 Sebetulnya sudah sejak lama masyarakat Indonesia, khususnya para pelaku bisnis, merindukan sebuah undang-undang yang secara komprehensif mengatur persaingan sehat.

Keinginan itu didorong oleh munculnya praktek perdagangan yang tidak sehat terutama karena penguasa sering memberikan perlindungan ataupun privileges34 kepada para pelaku bisnis tertentu, sebagai bagian dari praktek- praktek kolusi, korupsi, kroni, dan nepotisme.35

Bersaing dalam kehidupan sehari-hari dan dalam bisnis memiliki asumsi dan analogi berbeda. Fenomena bersaing ini muncul secara alamiah diantara pelaku bisnis di dunia usaha. Persaingan memang timbul secara natural demi untuk mendapatkan keuntungan yang sebesarnya dari konsumen.

Namun yang menjadi persoalan ialah apakah para pelaku usaha itu bersaing secara sehat atau tidak.

33Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hlm. 1.

34Privileges adalah hak imunitas atau manfaat yang hanya dinikmati oleh segelintir orang.

Bisa juga bermakna keuntungan yang hanya satu orang atau sekelompok orang memiliki, yang biasanya karena posisi mereka atau karena mereka kaya, diakses dari http://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-privilege, pada 21 November 2018 pukul 14:40 Wib.

35Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia , Op.Cit., hlm. 1.

(37)

1. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Ketentuan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 33 pada tanggal 5 Maret 1999 oleh Presiden B.J. Habibie diawal era reformasi dan berlaku secara efektif 1 (satu) tahun sejak memerintahkan pembentukan peraturan pemerintah dan memberikan tugas kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menyusun pedoman dari pasal-pasal terkait.36 Pengesahannya tidak terlepas dari pelaksanaan amanat Ketetapan MPR Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara dan Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi.37

Diakui atau tidak, masalah persaingan usaha di Indonesia pada masa order baru belumlah mendapat perhatian yang serius dari pemerintahan, walaupun banyak tuntutan agar Indonesia memiliki undang-undang antimonopoli. Tuntutan ini muncul pertama kali di tahun 1990 sebagai perdebatan tindakan kebijakan antimonopoli di Indonesia, tetapi tuntutan

36Ningrum Natasya Sirait, Dkk, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha (Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010), hlm. 1.

37Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit., hlm. 7.

(38)

itu tampaknya sulit diwujudkan karena tidak didukung oleh political will dari pemerintah. 38

Akibatnya tidaklah mengherankan jika iklim persaingan usaha yang ada pada masa orde baru itu bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi di bidang ekonomi. Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang memperhatikan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 serta cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistik. 39

Di sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat. Lebih dari itu, masyarakat pada umumnya juga menyadari pentingnya keberadaan Undang-Undang Antimonopoli untuk mengatur perilaku usaha yang mengandung tindakan kolusi, nepotisme, dan kebijakan pemerintah yang tidak transpraran.40

Sementara itu, latar belakang langsung dari penyusunan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini adalah perjanjian yang dilakukan antara Dana Moneter Internasional (IMF) dengan pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 15 Januari 1998. Dalam perjanjian tersebut, IMF menyetujui pemberian bantuan keuangan kepada NKRI sebesar US$ 43 miliar yang bertujuan untuk mengatasi krisis ekonomi. Tetapi syaratnya, Indonesia harus melaksanakan reformasi ekonomi dan hukum ekonomi tertentu.41

38Hermansyah, Op.Cit., hlm. 10.

39Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,Op.Cit., hlm. 3.

40Hermansyah, Op.Cit., hlm. 11.

41Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit., hlm. 10.

(39)

Dengan memperhatikan kondisi di awal tahun-tahun reformasi di Indonesia memunculkan rasa memprihatinkan rakyat terhadap fakta bahwa perusahaan-perusahaan besar yang disebut konglomerat menikmati pangsa pasar terbesar dalam perekonomian nasional. Melalui berbagai cara mereka berusaha mempengaruhi kebijakan ekonomi pemerintah, sehingga mereka dapat mengatur pasokan barang dan jasa serta menetapkan harga- harga secara sepihak yang tentu saja menguntungkan mereka. Oleh karena itu perlu disusun Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.42

2. Tujuan Lahirnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Pada hakikatnya, keberadaan hukum persaingan usaha adalah mengupayakan secara optimal terciptanya persaingan usaha yang sehat dan efektif pada suatu pasar tertentu, yang mendorong agar pelaku usaha melakukan efisiensi agar mampu bersaing dengan para pesaingnya.43 Iklim dan kesempatan berusaha yang ingin diwujudkan tersebut selengkapnya tercantum dalam ketentuan Pasal 3 UU No. 5/1999.44

42Ibid., hlm. 11.

43Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hlm. 4.

44Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, berbunyi: “Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk: (a) menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; (b) mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil; (c) mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan (d) terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.”

(40)

Jelaslah bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh UU No. 5/1999 yang tercantum dalam Pasal 3 di atas adalah efisiensi, baik berupa efisiensi ekonomi nasional (allocative efficiency)45 maupun efisiensi kegiatan usaha (productive efficiency).46 Sedangkan apabila tujuan UU No. 5/1999 itu disederhanakan, maka dapat disederhanakan menjadi 3 tujuan yaitu:

pertama, adalah memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara atau pelaku usaha untuk menjalankan kegiatan usaha, kedua adalah menciptakan iklim usaha yang sehat, kondusif, dan kompetitif, dan ketiga adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat (kepentingan umum).47

Di samping mengikat para pelaku usaha, UU No. 5/1999 mengikat pemerintah untuk tidak mengeluarkan peraturan yang bersifat memberikan kemudahan dan fasilitas istimewa kepada para pelaku usaha tertentu yang bersifat monopolistik. Oleh karena itu, kehadiran UU No. 5/1999

45Allocative efficiency is a state of the economy in which production represents consumer preferences; in particular, every good or service is produced up to the point where the last unit provides a marginal benefit to consumers equal to the marginal cost of producing. In the single- price model, at the point of allocative efficiency, price is equal to marginal cost. At this point the social surplus is maximized with no deadweight loss, or the value society puts on that level of output produced minus the value of resources used to achieve that level, yet can be applied to other things such as level of pollution. Allocative efficiency is the main tool of welfare analysis to measure the impact of markets and public policy upon society and subgroups being made better or worse off, diakses dari https://en.wikipedia.org/wiki/Allocative_efficiency, pada 21 November 2018 pada pukul 15:46 Wib.

46Productive efficiency is a situation in which the economy could not produce any more of one good without sacrificing production of another good. In other words, productive efficiency occurs when a good or a service is produced at the lowest possible cost. The concept is illustrated on a production possibility frontier (PPF), where all points on the curve are points of productive efficiency. An equilibrium may be productively efficient without being allocatively efficient, it may result in a distribution of goods where social welfare is not maximized. It is one type of economic efficiency.Productive efficiency requires that all firms operate using best-practice technological and managerial processes. By improving these processes, an economy or business can extend its production possibility frontier outward, so that efficient production yields more output than previously, diakses dari https://en.wikipedia.org/wiki/Productive_efficiency, pada tanggal 21 November 2018 pada pukul 16:05 Wib.

47Hermansyah, Op.Cit., hlm. 15.

(41)

diharapkan mampu mengikat pemerintah untuk lebih objektif dan profesional dalam mengatur dunia usaha di Indonesia.

3. Pengertian Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat UU No. 5/1999 secara garis besar mengatur dua hal, yakni larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat. Keduanya merupakan hal yang berbeda. Pengertian Monopoli terkandung dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 5/199948 sedangkan pengertian praktek monopoli sendiri tertuang dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 5/1999. Menurut pasal tersebut monopoli tidak hanya diartikan mencakup struktur pasar dengan hanya ada satu pemasok atau pembeli di pasar bersangkutan, sebab struktur pasar demikian jarang sekali terjadi.

Dengan demikian, kata “monopoli” berarti kondisi penguasaan atas produksi dan pemasaran oleh satu kelompok pelaku usaha tertentu.

Sedangkan praktek monopoli menekankan pada pemusatan kekuasaan sehingga terjadi kondisi pasar yang monopoli.49 Karenanya, praktek monopoli tidak harus langsung bertujuan menciptakan monopoli, tetapi istilah ini pada umumnya menggambarkan suatu usaha mencapai atau memperkuat posisi dominan di pasar.50

48Pasal 1 angka 1 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, berbunyi: “Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.”

49Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 16.

50Knud Hansen, Law Concerning Prohibition of Monopolistic Practices And Unfair Business Competition (Jakarta: Katalis, 2002), hlm. 18, sebagaimana dikutip dari Andi Fahmi Lubis, Dkk, Op.Cit., hlm. 121.

(42)

Monopoli dapat terjadi dengan dua cara, pertama, monopoli alamiah yang terjadi akibat kemampuan seseorang atau sekelompok pelaku usaha yang mempunyai satu kelebihan tertentu sehingga membuat pelaku usaha lain kalah bersaing. Kedua, monopoli berdasarkan hukum yaitu monopoli yang berasal dari pemberian negara seperti yang termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945 yang selanjutnya dilindungi olehUU dan peraturan di bawahnya. Misalnya pada perusahaan listrik negara, Pertamina, Pelni dan sebagainya.51

Persaingan usaha tidak sehatdalam UU No. 5/1999 memberikan beberapa indikator untuk menyatakan terjadinya persaingan usaha tidak sehat, yaitu pertama, persaingan usaha yang dilakukan secara tidak jujur, misalnya dalam persaingan tender, para pelaku usaha telah melakukan konspirasi usaha dengan panitia lelang untuk dapat memenangkan sebuah tender. Kedua, persaingan usaha yang dilakukan dengan cara melawan hukum, misalnya pelaku usaha yang bebas pajak atau bea cukai. Ketiga, persaingan usaha yang dilakukan dengan cara menghambat terjadinya persaingan di antara pelaku usaha, misalnya, perjanjian yang dilakukan pelaku usaha menjadikan pasar bersaing secara tidak kompetitif. 52

Persaingan dalam usaha dapat berimplikasi positif, sebaliknya dapat menjadi negatif jika dijalankan dengan perilaku negatif dan sistem ekonomi yang menyebabkan tidak kompetitif. Persaingan dalam dunia usaha adalah cara yang efektif untuk mencapai pendayagunaan sumber daya secara optimal. Bahkan lebih dari itu persaingan dapat menjadi

51Mustafa Kamal Rokan, Op.Cit., hlm. 17.

52Mustafa Kamal Rokan, Op.Cit., hlm. 18.

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK” sebagaimana yang didakwakan

Dari semua fungsi yang dijelaskan tersebut tidak dapat diartikan bahwa International Committee of the Red Crosssebagai guardian kemudian juga berfungsi sebagai

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian. Bahan hukum primer yang

Ketidakterlaksanaannya suatu kontrak konstruksi dapat menimbulkan perselisihan atau yang sering disebut dengan “sengketa konstruksi” diantara pihak pengguna dengan pihak

Majelis Hakim beranggapan bahwa leher merupakan bagian tubuh yang menurut pengetahuan umum apabila diserang dengan senjata tajam dapat mengakibatkan kematian

Maka dengan demikian, berdasarkan pembahasan yang dijelaskan sebagaimana yang dimaksud di atas, timbul keinginan untuk mengkaji tentang keringanan pajak sebagai bentuk insentif

Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dngan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka 20 yang berkaitan dengan Tinjauan Yuridis

Maka, atas pertimbangan tersebutlah Majelis Hakim menyatkan bahwa terdakwa harus dilepaskan dari tuntutan hukum (ontslag van rechtvervolging). Dari pemaparan