• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH:"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PRAKTIK MONOPOLI TERHADAP INDUSTRI TELEKOMUNIKASI (STUDI KASUS PUTUSAN KPPU NO.10/KPPU- I/2016 TENTANG PRAKTIK MONOPOLI OLEH PT.TELEKOMUNIKASI

INDONESIA,Tbk)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

EMYA PRATIDINA SEMBIRING NIM: 150200449

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur sedalam-dalamnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Allah yang penuh kasih dan setia, dan atas berkat, penyertaanNya lah penulis masih diberikan kesehatan dan kesempatan serta kemudahan dalam mengerjakan penulisan skripsi ini. Penulis sangat menyadari, dikarenakan berkat dan penyertaan Tuhan Yesus Kristus lah penulis dapat melalui segala proses penulisan skripsi ini dari awal hingga akhir proses dengan baik dan selesai tepat waktu dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Adapun judul dari penulisan skripsi ini adalah “ANALISIS PRAKTIK MONOPOLI TERHADAP INDUSTRI TELEKOMUNIKASI (STUDI KASUS PUTUSAN KPPU NO.10/KPPU-I/2016 TENTANG PRAKTIK MONOPOLI OLEH PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk). Adapun skripsi ini merupakan tugas akhir dan syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada orangtua Penulis, Bapak Esra Kristian Sembiring, Ibu Dina Glory br. Barus, dan nenek tercinta G. br Ginting yang sangat berperan besar dalam kehidupan penulis dan juga telah banyak memberikan dukungan kepada penulis baik bersifat materil maupun moril, hingga dapat menghantarkan penulis menjadi pribadi yang lebih baik.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak dapat diselesaikan begitu saja tanpa bantuan, petunjuk, dorongan dan perhatian dari

(5)

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI., selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing penulis dengan baik, sabar dan penuh dengan kasih sayang dari awal penulisan hingga akhir dari pengerjaan skripsi ini;

7. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan mengajarkan penulis dengan baik dalam proses pengerjaan skripsi ini;

8. Tri Murti Lubis, S.H., M.H., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Syaiful Azam, S.H., M.Hum, selaku Dosen Penasihat Akademik penulis, yang telah membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga pada proses pengerjaan skripsi ini;

(6)

10. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar yang berada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11. Jemes Andrianta Kaban yang merupakan sahabat doa terbaik penulis yang selalu setia mendengar curahan hati penulis dalam pengerjaan skripsi ini, mendukung dan mendoakan penulis dan juga selalu ada untuk penulis baik dikala senang maupun susah dari semester awal penulis hingga semester akhir penulis.

12. Sahabat Terbaik dan Terhebat yang penulis miliki di Kos dr.Sofyan, Harmonika 56 dan Berdikari 36 yakni Elvira Kristina br. Sumbayak yang tiada letih untuk mendengar segala curhatan penulis, selalu mendukung penulis, mendoakan penulis dan selalu ada untuk penulis baik dikala senang maupun susah, dikala sakit maupun sehat. Terima Kasih Sahabatku.

13. Benedicta Sintya Manurung yang merupakan sahabat Kelompok Kecil penulis di Fakultas Hukum yang selalu ada disaat susah maupun senang, selalu setia mendoakan, selalu setia menemani bahkan setia mendengarkan cerita penulis dari semester awal hingga semester akhir perkuliahan;

14. Evanessa br. Sinulingga dan Stefanie Kurniadi yang merupakan sahabat- sahabat yang penulis miliki di Fakultas Hukum yang selalu mendukung penulis dalam pengerjaan skripsi maupun perkuliahan dari semester awal sampai akhir serta juga selalu ada untuk penulis baik dikala senang maupun susah.

15. Agnes Ribka Theresya Sinulingga, Sherly Wardhani br. Sitepu, Geby Abaginna br. Ginting, dan Lina br.Sembiring, yang merupakan kakak-

(7)

kakak penulis yang walaupun berbeda orang tua, namun tetap selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis;

16. Elmadiya Putri Sachnaya br. Nainggolan dan Anggita Sondang Melinda Saragi Manihuruk yang merupakan sahabat-sahabat penulis dari SMA yang walaupun berbeda tempat menuntut ilmu tetapi selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis;

17. Eunike Bethanyanta Kaban dan Tamara Christin Belia Purba yang merupakan adik-adik penulis yang selalu mendukung dan mendoakan penulis;

18. PERMATA Rg. Pujidadi Binjai yang menjadi tempat penulis berkembang dan bertumbuh dalam iman dan menjadi tempat untuk mengenal Yesus Kristus lebih dalam. Kepada teman sepekerja saya di ladangNya Tuhan, Lisda Keliat, Erwin Kembaren, Coki Pelawi, Puja Ginting, Tiwi Sitepu dan Livsa Ginting, yang tak pernah bosan-bosannya mendoakan penulis serta mendukung penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

19. Teman-teman Klinis Pidana, Perdata, PTUN penulis, yakni Shela Violetta Hutauruk, Arti Clara Silaban, Yan Reinold Sihite serta teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima Kasih atas pengalaman yang telah kita lalui.

20. Untuk pihak-pihak lainnya yang telah mendoakan dan berperan kepada penulis tetapi tidak dapat penulis sebutkan. Terima Kasih untuk kalian semua.

Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan memberikan manfaat kepada khalayak ramai, dan juga penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini

(8)

masih sangat jauh dari kata sempurna sehingga penulis dengan senang hati menerima kritikan dan saran dari para pembaca. Sekian dan Terima Kasih.

Medan, Januari 2019

Emya Pratidina Sembiring

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISTILAH ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Metode Penelitian... 11

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA A. Persaingan Usaha ... 18

1. Latar Belakang Hukum Persaingan Usaha di Indonesia ... 18

2. Pengertian Hukum Persaingan Usaha ... 21

B. Substansi Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ... 23

1. Asas dan Tujuan ... 23

2. Perjanjian yang Dilarang ... 25

3. Kegiatan yang Dilarang... 27

4. Posisi Dominan ... 30

5. KPPU ... 33

5.1. Latar Belakang ... 33

5.2. Tugas dan Kewenangan Komisi... 36

Pendekatan dalam Hukum Persaingan Usaha ... 41

1. Pendekatan Rule of Reason ... 41

(10)

2. Pendekatan Per Se Illegal ... 42 BAB III PRAKTIK MONOPOLI TERMASUK DALAM KEGIATAN

YANG DILARANG

A. Definisi Monopoli ... 44 B. Jenis-Jenis Monopoli ... 47 C. Ciri-Ciri Perusahaan Melakukan Praktik Monopoli dan Dampak

Negatif dan Positif dari Praktik Monopoli ... 51 D. Hambatan-Hambatan yang Terjadi pada Praktik Monopoli 55 E. Penguasaan Pasar yang Dilarang dalam Persaingan Usaha 58 F. Penyalahgunaan Posisi Dominan dalam Persaingan Usaha 62

BAB IV

ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN KPPU DENGAN PERKARA NO. 10/KPPU-I/2016 TENTANG PRAKTIK MONOPOLI OLEH PT.TELEKOMUNIKASI INDONESIA,Tbk DALAM PROGRAM INDIHOME

A. Analisis Hukum Terhadap Putusan Majelis Komisi dalam Memutus Perkara Nomor 10/KPPU-I/2016 tentang Larangan Praktik Monopoli oleh PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk ... 74 1. Kasus Posisi PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk ... 74 2. Analisis Kasus PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk ... 76 B. Analisis Hukum Terhadap Perbandingan Kasus Putusan Praktik Monopoli

antara PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk dengan PT.Forisa Nusapersada ... 81 1. Kasus Posisi PT.Forisa Nusapersada ... 81 2. Analisis Hukum Terhadap Perbandingan Kasus Putusan ... 85

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 95

(11)

B. Saran-Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA ... 99 LAMPIRAN

(12)

ABSTRAK

ANALISIS PRAKTIK MONOPOLI TERHADAP INDUSTRI

TELEKOMUNIKASI (STUDI KASUS PUTUSAN KPPU NO.10/KPPU- I/2016 TENTANG PRAKTIK MONOPOLI OLEH PT.TELEKOMUNIKASI

INDONESIA,Tbk) Emya Pratidina Sembiring*)

Prof.Dr.Ningrum Natasya Sirait,S.H.,M.LI**) Dr.Mahmul Siregar,SH.,M.Hum***)

Praktik monopoli merupakan kegiatan yang dilarang oleh UU No.5 Tahun 1999. Salah satu contoh praktik monopoli yang dibahas dalam skripsi ini ialah Pasal 15 ayat (2), Pasal 17, dan Pasal 25 ayat (1) huruf a dan c. Dalam Putusan KPPU No.10/KPPU-I/2016, pihak KPPU berinisiatif menggugat PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk yang mana pihak KPPU menduga PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk telah melakukan praktik monopoli.

PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang penyedia layanan jasa dalam industri telekomunikasi.

Metode penelitian pada skripsi ini adalah metode penelitian normatif, yaitu metode penelitian kepustakaan, dengan mempelajari data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Selain itu, penulis juga menggunakan metode penelitian yang bersifat komparatif dengan memberikan perbandingan terhadap dua kasus yang hampir sama. Analisis data dilakukan dengan metode analisis data kualitatif.

Salah satu praktik monopoli yang dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999 ialah penyalahgunaan posisi dominan dan penguasaan Pasar. Hal ini sering terjadi di dunia persaingan usaha terkhususnya di Indonesia. Hal yang menyebabkan tingginya penyalahgunaan posisi dominan dan penguasaan pasar di dalam persaingan usaha ialah dikarenakan banyak pelaku usaha yang sudah memiliki posisi dominan memiliki keinginan yang kuat untuk menguasai pasar untuk mendapatkan untung yang lebih banyak, sehingga pelaku usaha yang memiliki posisi dominan cendrung untuk menciptakan barrier to entry terhadap pelaku usaha pesaingnya.

Kata Kunci: Praktik Monopoli, Penyalahgunaan Posisi Dominan, Penguasaan Pasar.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Pemimbing I

**)Dosen Pembimbing II

(13)

DAFTAR ISTILAH

No .

ISTILAH PENGERTIAN SUMBER

1. Level playing field

Lingkungan ekonomi dan hukum dimana semua pesaing terlepas dari

ukuran atau kekuatan finansial mereka, mengikuti aturan yang sama

dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersaing.

http://www.businessdictio nary.com/definition/level-

playing-field.html

2. Oligopoli Salah satu bentuk struktur pasar, di mana di dalam pasar tersebut hanya terdiri dari sedikit perusahaan. Setiap

perusahaan yang ada di dalam pasar tersebut memiliki kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi

harga padar dan perilaku setiap perusahaan akan mempengaruhi perilaku perusahaan lainnya dalam

pasar.

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

92.

3. Penetapan harga

Salah satu strategi yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang bertujuan untuk menghasilkan laba

yang setinggi-tingginya.

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

95.

4. Diskriminasi harga

Perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya di mana untuk suatu produk yang sama dijual kepada setiap konsumen

dengan harga yang berbeda-beda.

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

98.

5. Jual rugi (predatory

pricing)

Salah satu bentuk strategi yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam

menjual produk dengan harga di bawah biaya produksi. Tujuannya adalah untuk menyingkirkan pelaku

usaha pesaing dari pasar dan juga mencegah pelaku usaha yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke dalam pasar yang sama.

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

99-100.

6. Pengaturan harga jual

Pelaku usaha yang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain

yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan/atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali

barang dan/atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

102.

(14)

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

7. Pembagian Wilayah

Pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar adalah salah satu

cara yang dilakukan untuk menghindari terjadinya persaingan di

antara mereka. Melalui cara ini, para pelaku usaha dapat menguasai wilayah pemasaran atau alokasi pasar

yang menjadi bagiannya tanpa harus menghadapi persaingan.

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

104.

8. Pemboikotan Salah satu bentuk usaha yang dilakukan para pelaku usaha untuk mengeluarkan pelaku usaha lain dari

pasar yang sama, atau juga untuk mencegah pelaku usaha yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke dalam pasar yang sama, yang kemudian pasar tersebut dapat

terjaga hanya untuk kepentingan pelaku usaha yang terlibat dalam perjanjian pemboikotan tersebut.

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

107.

9. Kartel Salah satu strategi yang diterapkan di antara pelaku usaha untuk dapat

mempengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksi mereka.

Mereka berasumsi jika produksi mereka di dalam pasar dikurangi sedangkan permintaan terhadap produk mereka di dalam pasar tetap, akan berakibat kepada naiknya harga

ke tingkat yang lebih tinggi.

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

109.

10. Trust Pelaku usaha yang membuat perjanjian dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan

yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing

perusahaan atau perseroan anggotanya yang bertujuan untuk

mengontrol produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa,

sehingga dapat menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

117.

11. Oligopsoni Bentuk suatu pasar yang didominasi Andi Fahmi Lubis,dkk,

(15)

oleh sejumlah konsumen yang memiliki kontrol atas pembelian.

Konsumen membuat kesepakatan dengan konsumen lain dengan tujuan

agar mereka secara bersama-sama dapat menguasai pembelian atau penerimaan pemasokan, dan pada akhirnya dapat mengendalikan harga atas barang atau jasa pada pasar yang

bersangkutan.

Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

118.

12. Integrasi vertikal

Suatu perusahaan yang melakukan penggabungan ataupun kerja sama dengan pelaku-pelaku usaha lain yang secara vertikal berada pada level yang berbeda pada proses produksi agar pangsa pasar yang

dimilikinya semakin besar, pertumbuhan perusahaan dan perolehan laba semakin meningkat.

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

120.

13. Perjanjian tertutup

Suatu perjanjian yang terjadi antara mereka yang berada pada level yang

berbeda pada proses produksi atau jaringan distribusi suatu barang atau

jasa.

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

125.

14. Exclusive distribution

agreement

Pelaku usaha yang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain

yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima produk hanya

akan memasok atau tidak memasok kembali produk tersebut kepada

pihak tertentu atau pada tempat tertentu saja.

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

125.

15. Tying Agreement

Suatu perusahaan yang mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang berada pada level yang

berbeda dengan mensyaratkan penjualan atau penyewaan suatu

barang atau jasa hanya akan dilakukan apabila pembeli atau penyewa tersebut juga akan membeli

atau menyewa barang lainnya.

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

127.

16. Vertical agreement on

discount

Pelaku usaha yang ingin mendapatkan harga diskon untuk produk tertentu yang dibelinya dari

pelaku usaha lain, pelaku usaha harus bersedia membeli produk lain dari pelaku usaha tersebut atau tidak

akan membeli produk yang sama

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

130.

(16)

atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing.

17. Perjanjian dengan pihak

luar negeri

Pelaku usaha yang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang

dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Andi Fahmi Lubis,dkk, Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, hlm.

132.

18. Conflict of interest

Sebuah konflik berkepentingan yang terjadi ketika sebuah individu atau

organisasi yang terlibat dalam berbagai kepentingan, salah satu yang mungkin bisa merusak motivasi

untuk bertindak dalam lainnya.

http://lisapurnamylullaby.

blogspot.com/2012/01/co nflict-of-

interest.html?m=1

19. Quasi judical Pegawai negeri yang bertugas menyelidiki suatu perkara, tetapi ia sendiri bukan pejabat dalam jajaran

kehakiman.

https://www.kamusbesar.

com/quasi-judicial

20. Wewenang eksekutorial

Wewenang yang mempunyai kekuatan untuk dilaksanakannya apa

yang diterapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara.

http://kamushukum.web.i d/arti-

kata/kekuataneksekutorial /

21. Dead weight loss

Cara pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan yang tinggi

dengan cara mengatur harga dengan mengurangi jumlah pasokan ke pasar dengan hal demikian konsumen tidak semuanya dapat memperoleh barang

atau jasa yang ditawarkan (baik karena harga tinggi maupun karena

kurangnya pasokan).

Bahan ajar Ningrum Natasya Sirait.

22. Barriers to entry

Hambatan yang diterapkan oleh pelaku usaha untuk mencegah masuknya pelaku usaha pesaingnya dalam suatu jenis industri tertentu di mana tidak ada perusahaan lain yang mampu menembus pasar monopoli

untuk suatu produk yang sejenis, sehingga pada gilirannya perusahaan

kecil yang tidak mampu masuk ke pasar monopoli akan mengalami kesulitan untuk dapat berkembang

secara wajar dan pada akhirnya bangkrut.

Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, hlm.

230.

23. AC (Average Cost)

Biaya rata-rata yakni biaya yang dikeluarkan untuk setiap satu unit barang yang di produksi, semakin

banyak jumlah barang yang

http://novirahmawati19.bl ogspot.com/p/materi_01.

html?m=1

(17)

dihasilkan, biaya rata-rata akan turun sampai mencapai titik terendah pada

jumlah produksi tertentu.

Selanjutnya bila jumlah produksi ditingkatkan, kurva AC bergerak ke

atas.

24. MC

(Marginal Cost)

Biaya marginal yakni biaya yang berapa biaya total bertambah jika produksi ditambah dengan satu unit.

MC mula-mula menurun, tetapi kemudian meningkat sejalan dengan

bertambah jumlah berang yang dihasilkan. Pada jumlah produksi tertentu, MC akan sama dengan AC.

Pada titik inilah kurva MC memotong kurva AC,yaitu pada titik

terendah/minimum kurva AC.

http://novirahmawati19.bl ogspot.com/p/materi_01.

html?m=1

25. Franchise Perikatan yang salah satu pihaknya diberikan hak memanfaatkan dan/atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang

dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan

yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan/atau penjualan barang dan jasa.

https://id.m.wikipedia.org /wiki/waralaba

26. Refusal to deal

Perjanjian antara perusahaan pesaing, atau antara perusahaan dan individu atau bisnis, yang menetapkan untuk menolak melakukan bisnis dengan

pelaku usaha lainnya.

https://business- law.freeadvice.com/busin

ess-

law/trade_regulation/refu sal_deal.htm 27. Market

power

Kemampuan dan kekuatan pasar yang dimiliki suatu perusahaan atau

produsen tertentu untuk mengerahkan pengaruh signifikan

atas jumlah barang dan jasa yang diperdagangkan atau harga di mana

mereka dijual.

Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, hlm.

390.

28. Consumer surplus

Kepuasan atau kegunaan tambahan yang diperoleh konsumen dari pembayaran harga suatu barang yang

lebih rendah dari harga yang konsumen untuk bersedia

membayarkannya.

https://www.slideshare.ne t/mobile/nawanbinchairul

anwar/consumer-and

29. Fixed line Sambungan telepon yang sudah tidak dapat diubah-ubah yang mengacu pada link transmisi nirkabel lokal

https://glosarium.org/kata /index.php/term/komputer -internet,8538-fixed-line-

(18)

menggunakan seluler, untuk menghubungkan pelanggan di lokasi

tetap untuk pertukaran lokal.

adalah.xhtml

30. Fixed broadband

Istilah bagi pengguna internet diartikan sebagai pipa yang lebar

untuk koneksi internet, sehingga memberikan akses yang jauh lebih

cepat hingga 10-20 kali lipat dibandingkan model dial-up yang

hanya mampu menghantarkan kecepatan dikisaran 30 hingga 50

kilobyte per second (Kbps).

http://lutfikiper.blogspot.

con/2013/01/fixed- broadband-pengertian-

dan.html?m=1

31. Mobile phone Perangkat selular yang sering kita gunakan, dan biasa disebut dengan

Telepon Selular.

https://prezi.com/m/oy8rp euls13e/mobile-phone- adalah-perangkat-yang-

sering-kita-gunak/

32. Circuit switched

Jaringan yang mengalokasikan sebuah sirkuit (atau kanal) yang

dedicated di antara nodes dan terminal untuk digunakan pengguna

untuk berkomunikasi.

https://id.m.wikipedia.org /wiki/Circuit_switching

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi persaingan merupakan suatu karakteristik yang lekat dengan kehidupan manusia yang cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal, termasuk persaingan pada ekonomi pasar bebas.1 Dalam konteks persaingan di era ekonomi pasar bebas, keunggulan suatu Negara bergantung pada kemampuan industrinya untuk melakukan inovasi. Suatu Negara hanya akan maju bila dihadapkan pada kondisi persaingan yang penuh dengan tekanan dan tantangan.

Perusahaan akan betul-betul terangsang bila dalam suatu Negara terdapat persaingan yang ketat, pemasok-pemasok yang agresif, dan pelanggan yang mempunyai tuntutan. Keunggulan bersaing dalam suatu Negara diciptakan dan dilanjutkan oleh suatu proses yang berasal dari kondisi persaingan lokal dan ciri khas dari Negara tersebut.2

Persaingan yang sehat dalam ekonomi pasar bebas memberikan 4 keuntungan. Pertama, persaingan akan memberikan harga yang kompetitif.

Kedua, adanya peningkatan kualitas hidup oleh karena inovasi yang terus- menerus. Ketiga, mendorong dan meningkatkan mobilitas masyarakat. Keempat, adanya efisiensi produktif maupun alokatif.3

1 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 11.

2 Michael E Porter, Competitive Advantage of Nation, (New York: The Free Press, 1990).

Dikutip dalam Johnny Ibrahim, Pendekatan Ekonomi Terhadap Hukum, Teori dan Implikasi Penerapannya dalam Penegakan Hukum, (Surabaya: Putra Media Nusantara & ITS Press, 2009), hlm. 104.

3 Kenneth M. Davidson, Creating Effective Competition Institution: Ideas for Transitional Economies, (Asian-Pacific Law and Policy Journal. Vol 6, 2005), hlm.3. Dikutip dalam A.M. Tri Anggraini, Hukum Persaingan Usaha, (Malang: Setara Press, 2013), hlm. 15.

(20)

Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan pesat pada ekonomi pasar bebas, bahkan Indonesia dipandang sebagai salah satu Negara berkembang di Asia yang mempunyai prospek ekonomi yang cerah dan sebagai pasar yang menggiurkan bagi Negara produsen lainnya. Namun bersamaan dengan kemajuan perekonomian Indonesia, terlihat bahwa iklim persaingan tidak berjalan sesuai dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Pada saat yang sama pelaku usaha juga tidak diperkenalkan dengan budaya kompetitif di antara mereka sendiri, padahal fenomena kompetitif merupakan elemen yang penting dalam berbisnis, sehingga timbulnya krisis ekonomi.

Fenomena kompetitif muncul secara alamiah diantara para pelaku bisnis di dunia usaha.4 Suasana yang kompetitif adalah syarat mutlak bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang efisien, termasuk proses industrialisasinya. Dalam pasar yang kompetitif, perusahaan akan saling bersaing untuk menarik lebih banyak konsumen dengan menjual produk mereka dengan harga yang serendah mungkin, meningkatkan mutu produk dan memperbaiki pelayanan mereka kepada konsumen.5

Pertanyaannya adalah apakah para pelaku usaha tersebut dapat bersaing secara sehat ?. Para ekonom memberikan argumentasi bahwa persaingan jelas akan mengakibatkan harga menjadi lebih kompetitif dan membuat pelaku usaha tepacu untuk melakukan inovasi dan terobosan baru dalam produknya, sehingga tidak jarang pelaku usaha tersebut dapat bersaing secara tidak sehat.

4 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2011), hlm. 15.

5 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 3.

(21)

Pesatnya perkembangan persaingan pada dunia usaha adakalanya tidak diimbangi dengan “penciptaan” rambu-rambu pengawas. Dunia usaha yang berkembang terlalu pesat sehingga menimbulkan rambu-rambu yang ada jelas tidak akan menguntungkan pada akhirnya. Agar mengarahkan pelaku usaha untuk bersaing secara sehat dan diimbangi dengan penciptaan rambu-rambu pengawas terhadap dunia usaha maka pada tanggal 5 Maret 1999, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan suatu perundang-undangan tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam suatu Undang- Undang, yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, meskipun Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 ini masih baru, dan efektif diberlakukan pada tanggal 5 Maret 2000. Hukum Persaingan Usaha ini adalah bentuk dari kebijakan pemerintah dalam menindaklanjuti ketentuan dalam Pasal 33 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang saling berkaitan yang artinya bahwa keseluruhan pernyataan yang berkenaan dengan sistem konseptual dalam aturan-aturan hukum dan keputusan-keputusan hukum memperoleh bentuk dalam hukum positif.

Praktik Monopoli dapat terjadi dalam setiap sistem ekonomi. Dalam sistem ekonomi kapitalisme dan liberalisme, dengan instrumen adanya kebebasan pasar, kebebasan keluar masuk tanpa retriksi, serta informasi dan bentuk pasarnya yang atomistik monopolistik telah melahirkan monopoli sebagai anak kandungnya. Adanya persaingan tersebut mengakibatkan lahirnya perusahaan- perusahaan yang secara naluriah ingin mengalahkan pesaing-pesaingnya agar menjadi yang paling besar, paling hebat, dan paling kaya.

Praktik monopoli dalam industri telekomunikasi dapat dijadikan sebagai contoh. Industri telekomunikasi merupakan salah satu sektor yang sangat

(22)

dibutuhkan oleh masyarakat, karena memberikan kemudahan dalam berkomunikasi. Berbagai aktivitas masyarakat tidak terlepas dari komunikasi, mulai dari berbisnis sampai dengan bersilaturahmi sesama rekan. Industri Telekomunikasi berawal dari telepon tetap (fixed line) dimana sarana ini pertama kali dioperasikan di Indonesia melalui PT Telekomunikasi yang merupakan perusahaan BUMN. Pada awal tahun 1990-an, telepon seluler diperkenalkan di Indonesia.

Perkembangan telepon seluler merupakan awal dari persaingan yang terjadi di dalam industri telekomunikasi. Persaingan ini pun tidak terlepas dari Undang-Undang Telekomunikasi No 36 Tahun 1999 yang mulai diberlakukan sejak 8 September tahun 2000. Kebebasan bersaing dalam menyediakan jasa layanan telekomunikasi, memunculkan banyak perusahaan baru dalam industri ini, khususnya perusahaan operator seluler. Berawal dari PT Indosat kemudian PT Telkomsel yang merupakan anak perusahaan dari PT Telkekomunikasi sampai dengan Excelcomindo (XL) yang merupakan perusahaan swasta pertama yang ada dalam industri seluler di Indonesia.

Semakin banyak perusahaan akan meningkatkan persaingan di dalam suatu industri, maka persaingan di dalam industri telekomunikasi pun demikian.

Semakin banyak operator seluler baru maka semakin kompetitif persaingan dalam industri ini. Hal ini dapat terlihat dari strategi yang dijalankan oleh para perusahaan operator seluler, terlebih pemain baru yang sangat bersaing dalam hal pertarifan. Secara logika dalam industri seluler jika tarif rendah maka perusahaan akan mampu meraih pelanggan lebih banyak, karena pelanggan cenderung lebih memilih tarif rendah untuk berkomunikasi. Sehingga, pelaku usaha dalam industri

(23)

telekomunikasi sangat rentan melakukan segala cara untuk menarik pelanggan, salah satunya adalah dengan melakukan praktik monopoli demi meraup keuntungan yang besar.

Pada skripsi ini, penulis akan membahas bagaimana terjadinya praktik monopoli dalam industri telekomunikasi, dan bagaimana mekanisme ataupun kiat yang mereka pakai dalam Praktik Monopoli dalam industri telekomunikasi.

Sehingga, kita sebagai masyarakat awam mengetahui lebih lanjut mengenai pembahasan praktik monopoli dalam industri telekomunikasi. Selain itu, penulis juga akan membahas bagaimana peranan KPPU dalam memutus perkara Nomor:

10/KPPU-I/2016 tentang Praktik Monopoli Terhadap Industri Telekomunikasi, apakah sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang atau belum sesuai, hal tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam skripsi ini.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah penulis paparkan, maka pembahasan dalam rumusan masalah ini akan lebih dititik beratkan kepada bagaimana bentuk praktik monopoli yang terjadi terhadap industri telekomunikasi serta bagaimana mekanisme dalam suatu praktik monopoli tersebut serta menganalisis Putusan KPPU Nomor: 10/KPPU-I/2016 Tentang Pelanggaran Pasal 15 ayat (2), Pasal 17 dan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1999, yang berkaitan dengan industri telekomunikasi dalam jasa telepon tetap, jasa internet dan jasa IP TV di Indonesia oleh PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk.

(24)

Adapun rumusan masalahnya adalah:

1. Bagaimana dugaan pelanggaran praktik monopoli yang dilakukan oleh PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk pada Putusan KPPU Nomor:

10/KPPU-I/2016 ?

2. Bagaimana analisis hukum terhadap perbandingan kasus putusan praktik monopoli antara PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk dengan PT.Forisa Nusapersada ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui secara umum ketentuan dan pengaturan tentang praktik monopoli khususnya pada penguasaan pasar dan penyalahgunaan posisi dominan di Indonesia jika di lihat dari Hukum Persaingan Usaha;

2. Mengetahui perbandingan antara kasus PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk dengan PT.Forisa Nusapersada dalam ruang lingkup melakukan praktik monopoli khususnya pada penguasaan pasar dan penyalahgunaan posisi dominan.

Sedangkan manfaat penelitian ini dapat penulis peroleh secara praktis dan teoritis adalah:

1. Secara Teoritis

Pembahasan tentang Praktik Monopoli yang telah penulis rumuskan diharapkan memberikan informasi yang jelas kepada pembaca

(25)

tentang apa itu Praktik monopoli dan bagaimana bentuk perkara Praktik Monopoli itu dilakukan, serta mengetahui sanksi apa yang akan dikenakan bagi para pelaku yang melakukan Praktik Monopoli tersebut.

2. Secara Praktis

Mengembangkan pemahaman dan kemampuan penulis dalam menerapkan dari kemampuan yang diperoleh, serta memberikan manfaat bagi pihak lain terkhusus pemerintah agar lebih dapat mengawasi jalannya Praktik Monopoli yang sangat beredar luas yang nantinya akan merusak sistem persaingan usaha yang sehat. Sehingga, setiap para pelaku usaha akan dapat bekerja dan bersaing secara maksimal dan dengan persaingan usaha yang sehat.

D. Keaslian Penulisan

Dalam rangka memenuhi tugas akhir dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum, penulis mengajukan skripsi dengan judul

“Analisis Praktik Monopoli Terhadap Industri Telekomunikasi (Studi Kasus Putusan KPPU No.10/KPPU-I/2016 Tentang Praktik Monopoli Oleh PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk). Sebelum melakukan penulisan skripsi ini, penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran di internet dan terhadap berbagai judul yang tercatat pada pusat dokumentasi dan informasi perpustakan Universitas Sumatera Utara cabang Fakultas Hukum. Berdasarkan hasil penelusuran tersebut, penulis menemukan judul skripsi yang hampir sama dengan judul penelitian penulis, yaitu:

(26)

a) Analisis Industri Telekomunikasi Bidang Jasa Komunikasi Bergerak (GSM) di Indonesia dengan Pendekatan Structure Conduct Performance oleh Nanda Prasetya Taswanda, Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

b) Persaingan di Industri Telekomunikasi oleh Agus Sugiyono, S3 Universitas Gajah Mada.

c) Analisis Struktur Perilaku dan Kinerja Industri Telekomunikasi Selular Indonesia oleh Fitriyani Solehah, Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut Pertanian Bogor.

d) Analisis Industri Telekomunikasi Selular di Indonesia oleh DK Hananto, Universitas Diponegoro.

Kemudian melalui surat hasil uji bersih pada tanggal 27 Agustus 2018, yang dikeluarkan oleh pusat dokumentasi dan informasi perpustakaan Universitas Sumatera Utara cabang Fakultas Hukum dan menyatakan bahwa “tidak ada judul yang sama” dengan judul penelitian yang dilakukan oleh penulis. Oleh karena itu, judul ataupun topik yang penulis angkat dalam skripsi ini merupakan murni dari hasil pemikiran penulis sendiri, dan penulis juga menyatakan bahwa karya ilmiah ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

E. Tinjauan Pustaka

Penulisan skripsi ini merupakan tentang Praktik Monopoli terhadap industri telekomunikasi dengan studi kasus Putusan KPPU Nomor: 10/KPPU-I/2016.

Adapun tinjauan kepustakaan dari skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Praktik Monopoli

(27)

Dalam UU No. 5 Tahun 1999, pengertian monopoli dibedakan dari pengertian praktik monopoli. Pengertian “praktik monopoli” dikemukakan dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 5 Tahun 1999, yaitu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu, sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.6 Selain itu yang dimaksud dengan pemusatan kekuatan ekonomi ialah “penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga/barang dan/atau jasa.”7 Dari defenisi tersebut dapat dilihat bahwa monopoli yang tidak mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dan tidak merugikan kepentingan umum tidak dilarang, yang dilarang berdasarkan UU ialah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Adapun pengertian “monopoli” dikemukakan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 5 Tahun 1999, yaitu “penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.”

Dengan demikian, monopoli adalah situasi pasar di mana hanya ada satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha yang “menguasai” suatu produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau pemasaran barang dan/atau penggunaan jasa tertentu, yang akan ditawarkan kepada banyak konsumen, yang mengakibatkan

6 Indonesia (Persaingan Usaha), Undang-Undang Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, UU No 5 Tahun 1999, Pasal 17, Pasal 1 huruf c.

7 Ibid, Pasal 1 huruf d.

(28)

pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tadi dapat mengontrol dan mengendalikan tingkat produksi, harga, dan sekaligus wilayah pemasarannya.8

2. Persaingan Usaha Tidak Sehat

Persaingan usaha dalam sistem ekonomi pasar merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap pelaku usaha. Dimana pada kenyataannya seorang manusia baik individual maupun organisasi, secara ekonomi tetap akan berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan mengalahkan pelaku usaha yang menjadi pesaingnya. Artinya adalah dalam memenangkan pasar dan konsumen, maka pelaku usaha akan melalui proses persaingan baik dengan cara meningkatkan kualitas, meningkatkan pelayanan maupun meningkatkan inovasi dari produk yang diberikan kepada konsumen agar mendapatkan perhatian konsumen, sehingga pelaku usaha harus berlomba untuk lebih unggul dari pelaku usaha pesaing. Landasan inilah yang menyebabkan bahwa persaingan sering dikonotasikan secara negatif karena dianggap mementingkan diri sendiri. Oleh sebab itulah seorang ekonom terkemuka yang bernama Alfred Marshal mengusulkan agar istilah dalam persaingan digantikan dengan kebebasan ekonomi dalam menggambarkan tujuan positif dari proses persaingan.9

Namun pada kenyataan yang kita lihat sekarang, proses persaingan yang dilakukan oleh sekelompok pelaku usaha melakukan kegiatan usaha dengan tidak

8 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit., hlm. 226.

9 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan Di Indonesia, Op.Cit., hlm. 23.

(29)

sesuai dengan apa yang diatur dalam perundang–undangan, dikarenakan banyak pelaku usaha yang tidak ingin menempuh upaya persaingan secara sehat, tetapi lebih ingin menghindari persaingan tersebut, dengan melakukan tindakan–

tindakan yang curang.

Dalam Undang-Undang No. 5/1999 pasal 1 ayat 6 di jelaskan bahwa

“Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.”

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya.10 Metode penelitian merupakan suatu hal yang penting dalam menunjang proses penulisan sebuah skripsi, dan juga diperlukan metode penelitian sebagai suatu pemikiran yang sistematis yang nantinya bertujuan untuk mencapai keilmiahan dari penulisan skripsi ini. Metode yang penulis pakai dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis, Sifat dan Pendekatan penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau sering disebut penelitian doktrinal. Disebut penelitian hukum doktriner, karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1981), hlm. 43.

(30)

peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain.11 Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam perundang–undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan atau perilaku manusia yang dianggap pantas.12

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif dan komparatif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang keadaan yang menjadi objek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu memperkuat teori lama atau membuat teori baru. Sedangkan, penelitian komparatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan sebab akibat dengan cara berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada, kemudian mencari kembali faktor yang diduga menjadi penyebabnya, melalui pengumpulan data dengan melakukan perbandingan di antara data yang terkumpul/diteliti.13

Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap doktrin-doktrin atau asas-

11 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm.

13.

12 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004), hlm. 118.

13 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2010), hlm. 36.

(31)

asas di dalam hukum, yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.14

2. Sumber data

Penelitian Yuridis Normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Data sekunder yang penulis pakai dalam penulisan skripsi ini adalah:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang berasal dari norma atau kaidah, yurisprudensi ataupun peraturan perundang- undangan yang terkait.15

Bahan hukum primer yang penulis pakai dalam penulisan skripsi ini antara lain:

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-Undang Nomor. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

3. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara;

4. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor. 6 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 25 tentang Penyalahgunaan Posisi Dominan Berdasarkan Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

14 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 24.

15 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 52.

(32)

5. Putusan KPPU Perkara Nomor. 10/KPPU-I/2016 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 15 ayat (2), Pasal 17 dan Pasal 25 ayat (1) huruf a dan c UU No. 5 Tahun 1999 dalam Industri Telekomunikasi terkait Jasa Telepon Tetap, Jasa Internet dan Jasa IP TV di Indonesia oleh PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk;

6. Putusan KPPU Perkara Nomor. 14/KPPU-L/2015 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 19 huruf (a) dan (b) dan Pasal 25 ayat 1 huruf (a) dan (c) UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT.Forisa Nusapersada dalam Produk Minuman Olahan Serbuk Berperisa Buah yang Mengandung Susu dalam Kemasan Sachet.

b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian dan sebagainya yang diperoleh baik melalui media cetak maupun media elektronik.

c. Bahan hukum tertier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, dan bahan-bahan lain yang memilki relevansi dan korelasi terhadap judul skripsi yang penulis bawakan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang penulis lakukan dalam pengerjaan skripsi ini adalah dengan melalui teknik studi pustaka (library research) dan juga melalui bantuan media elektronik, yaitu internet. Untuk

(33)

memperoleh data yang penulis perlukan untuk penulisan skripsi tersebut. Dari sumber inilah penulis nantinya akan memadukan, mengumpulkan dan membandingkan terhadap buku–buku lain yang memiliki hubungan dengan judul skripsi penulis.

4. Analisis Data

Metode analisis data yang dilakukan penulis adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang memusatkan kepada prinsip–prinsip umum yang mendasari perwujudan gejala yang ada dalam kehidupan manusia.16 Penulis melakukan pendekatan kualitatif dengan cara:

a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang relevan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini;

b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum yang relevan yang terdapat di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas;

c. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G. Sitematika Penelitian

Guna mendukung isi serta memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya, penulisan ini dibuat secara rinci

16 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), hlm.

20.

(34)

dan sistematis.Keseluruhan sistematika itu berupa satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain, yang dilihat sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Dalam Bab Pendahuluan ini penulis menguraikan Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

Dalam Bab ini menguraikan tentang Persaingan Usaha dari sudut Sejarah Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Pengertian Hukum Persaingan Usaha, Substansi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang dimulai dari Asas dan Tujuan, Perjanjian yang Dilarang, Kegiatan yang Dilarang, Posisi Dominan, KPPU yang meliputi Latar Belakang, Tugas dan Kewenangan Komisi, serta pendekatan Perse Illegal dan Rule of Reason dalam UU No. 5/1999.

BAB III: PRAKTIK MONOPOLI DALAM KEGIATAN YANG DILARANG Dalam Bab ini menguraikan tentang Praktik Monopoli dalam Kegiatan yang Dilarang dari sudut Definisi Monopoli, Jenis-Jenis Monopoli, Ciri-Ciri Perusahaan Monopoli, Dampak Negatif dan Positif dari Monopoli, Hambatan- Hambatan yang Terjadi Pada Praktik Monopoli, Penguasaan Pasar yang Dilarang dalam Persaingan Usaha, serta Penyalahgunaan Posisi Dominan dalam Persaingan Usaha.

(35)

BAB IV: ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN KPPU DENGAN PERKARA NO: 10/KPPU-I/2016 TENTANG DUGAAN PELANGGARAN PASAL 15 AYAT (2), PASAL 17 dan PASAL 25 AYAT (1) HURUF a dan c UNDANG – UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

Sehubungan dengan judul yang diangkat penulis, maka dalam bab ini penulis mengkaji tentang Kasus Posisi dan Analisis Kasus terhadap dugaan Pelanggaran Praktik Monopoli yang dilakukan oleh PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk dalam Program Indihome, serta menganalisis perbandingan kasus PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk dengan kasus Praktik Monopoli yang hampir sama dengan PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk yakni kasus PT.Forisa Nusapersada. Agar penulis dapat membandingkan, mengapa putusan PT.Telekomunikasi Indonesia,Tbk dinyatakan tidak bersalah dan mengapa kasus PT.Forisa Nusapersada dinyatakan bersalah, padahal sama-sama dalam ruang lingkup melakukan unsur pelanggaran Praktik Monopoli.

BAB V: PENUTUP

Terdiri dari dua bagian yaitu Kesimpulan dan Saran.

(36)

BAB II

HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

A. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia

1. Latar Belakang Hukum Persaingan Usaha di Indonesia

Masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki kultur yang sifatnya menjunjung tinggi keharmonisan, kerjasama, dan kegotongroyongan. Pemahaman akan prinsip kompetisi atau bersaing tentu tidak akan mudah diterima karena kita telah terbiasa hidup dengan nilai-nilai tersebut. Walaupun demikian, bukan berarti kompetisi tidak dikenal sama sekali dalam kehidupan tatanan masyarakat kita yang heterogen. Kompetisi ini dapat saja dalam bentuk harga, jumlah, pelayanan ataupun kombinasi berbagai faktor yang dinilai oleh konsumen.17

Indonesia menganut prinsip “Ekonomi Pancasila” pada UUD 1945 tidak jelas memberikan gambaran apakah prinsip ini memberi kesempatan yang sama untuk bersaing secara jujur dan terbuka bagi pelaku usaha. Fakta yang ada adalah kebijakan ekonomi mengatas namakan kepentingan rakyat tetapi pada praktiknya hanya dinikmati oleh sekelompok pelaku usaha tertentu yang diproteksi oleh pemerintah. Lagipula, Indonesia selama ini juga tidak memiliki kebijakan kompetisi yang jelas bagi pelaku usaha untuk bersaing, karena peraturan- peraturan yang memberi petunjuk untuk persaingan diantara para pelaku usaha ternyata didapati secara sporadis pada beberapa peraturan pemerintah, misalnya

17 ELIPS Project bekerja sama dengan Partnership for Business Competition, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, (Jakarta: Departemen Kehakiman RI, 2000), hlm. 24.

(37)

UU Usaha Kecil No. 9/1995, UU No. 5/1992 tentang Koperasi, UU Perindustrian No. 5/1984 dan UU No. 8/1999 mengenai Perlindungan Konsumen.18

Berdasarkan perkembangan perekonomian nasional di Indonesia selama kurang lebih 3 (tiga) dasawarsa sebelum tahun 1999 menunjukkan bahwa kebijakan yang diterapkan di bidang perekonomian kurang mengacu kepada amanat pasal 33 Undang–Undang Dasar 1945, bahkan cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistik.19 Oleh sebab itu tuntutan akan lahirnya suatu Undang-Undang modern tentang persaingan usaha menjadi suatu jawaban alternatif yang dapat menjadi alat untuk menciptakan suatu “level playing field”

yang relatif sama bagi semua pelaku usaha.20

Banyak perubahan yang signifikan terjadi pada saat negara kita mengadakan reformasi, misalnya perubahan mengenai kehidupan berdemokrasi, penataan hukum dan perekonomian. Fakta menunjukkan bahwa reformasi dipicu oleh gejolak akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan yang merupakan kesalahan manejemen ekonomi pemerintah Orde Baru. Krisis terjadi karena rusaknya pilar ekonomi dari segi perbankan, kebijakan moneter dan pinjaman hutang luar negeri yang tinggi. Ketergantungan pada Negara asing ini lah yang menyebabkan pemerintahan Indonesia kala itu harus mengikuti persyaratan yang di ajukan oleh Negara asing. Salah satunya adalah pembuatan Undang-Undang yang sudah lama di dambakan, yang dalam keadaan normal tidak akan dapat

18 Ibid.

19 Wafiya, “Politik Hukum Pembentukan Undang – Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”. Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Vol. 8 No. 4, Oktober- Desember 2014, diakses dari web http://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/fiat/article/view/323, pada tanggal 19 Agustus 2018.

20 ELIPS Project bekerja sama dengan Partnership for Business Competition, Op.Cit., hlm. 24.

(38)

dibentuk dalam waktu singkat.21 Penyusunan Undang-Undang Antimonopoli adalah satu satu bentuk syarat yang diajukan oleh IMF (International Monetary Fund) yang kemudian harus di patuhi oleh pemerintah Indonesia, dikarenakan IMF juga turut memberikan bantuan kepada Indonesia kala itu dalam jumlah yang sangat besar yakni US$ 43 Miliar. Hal tersebut lah yang melatar belakangi pembuatan UU No. 5/1999 tentang larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.22

Indonesia baru memiliki aturan hukum dalam bidang persaingan usaha, setelah atas inisiatif DPR menyusun RUU tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. RUU tersebut akhirnya disetujui dalam sidang Paripurna DPR pada tanggal 18 Februari 1999, dalam hal ini pemerintah diwakili oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rahardi Ramelan. Setelah seluruh prosedur legislasi terpenuhi, akhirnya Undang-Undang Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ditandatangani oleh Presiden B.J.

Habibie dan diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999.23 UU No. 5 Tahun 1999 mulai berlaku efektif satu tahun sejak tanggal di undangkan, yaitu tanggal 5 Maret 2000, dengan tujuan untuk memberikan tenggang waktu bagi pelaku usaha dan pemerintah dalam membuat kebijakan. Sehingga dalam pembuatan kebijakan, keputusan ke depan tidak terjadi pelanggaran hukum baik di sengaja atau tidak.24

21 Andi Fahmi Lubis, dkk, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, e-book, diakses dari web http://www.kppu.go.id/docs/buku/buku_ajar.pdf, pada tanggal 19 Juli 2018.

22 Ibid, hlm. 12.

23 Ibid, hlm. 13.

24 Kuntara Tanjung dan Januari Siregar, Fungsi dan Peran Lembaga KPPU dalam Praktik Persaingan Usaha di Kota Medan, Jurnal Mercatoria Vol. 6 No. 1, Juni 2013: 64-86, diakses dari web http://ojs.ac.id/index.php/mercatoria/article/view/632 , pada tanggal 19 Agustus 2018.

(39)

Dengan diberlakukannya UU No. 5 Tahun 1999 ini maka akan terjadi perubahan struktur pasar dan ketika kelak Undang-Undang ini, maka ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi bagi para pelaku usaha:25

a. Pelaku usaha yang kuat akan bertahan di pasar, yaitu pelaku usaha yang dapat mempertahankan efisiensi dan bersaing dengan baik;

b. Ada konsentrasi kekuatan dari pelaku usaha yang setelah menjalani kompetisi ternyata lemah mengantisipasi pasar;

c. Ada perubahan sektor usaha, pelaku usaha yang tidak mampu bersaing, akan terpaksa mencari peluang lain untuk tetap eksis di pasar;

d. Terdapat pelaku usaha yang kalah bersaing dalam kompetisi.

Sangat diharapkan, pemerintah Indonesia akan menunjukkan komitmennya yang kuat dalam pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 ini sebab jika hal itu tidak dilakukan maka UU No. 5 Tahun 1999 ini akan mengalami nasib yang sama dengan UU yang lainnya yang pada akhirnya nanti akan menimbulkan dampak yang sangat jelek bagi perkembangan dunia usaha di Indonesia.26

2. Pengertian Hukum Persaingan Usaha di Indonesia

Hukum Persaingan Usaha merupakan hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan persaingan usaha baik tentang interaksi pelaku usaha di pasar maupun tingkah laku perusahaan yang dilandasi atas motif-motif ekonomi. Ada banyak istilah yang digunakan dalam bidang Hukum Persaingan

25 ELIPS Project bekerja sama dengan Partnership for Business Competition, Op.Cit., hlm. 24.

26 Ibid, hlm. 59.

(40)

Usaha, selain hukum persaingan usaha (competition law), yaitu hukum anti monopoli (antimonopoly law) dan hukum anti-trust (anti-trust law). 27

Menurut Hermansyah, hukum persaingan usaha adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha, yang mencakup hal-hal yang boleh.28 Menurut Arie Siswanto, hukum persaingan usaha adalah instrument hukum yang menentukan tentang bagaimana persaingan itu harus dilakukan.29

Sedangkan, menurut Cristopher Pass dan Bryan Lowes dalam kamus lengkap ekonomi, dijelaskan bahwa hukum persaingan (Competition Law) adalah

“Suatu bagian yang berasal dari Undang-Undang yang mengatur mengenai praktik-praktik anti persaingan dan hal-hal yang dilarang dalam persaingan usaha dan juga mengatur tindakan-tindakan dalam persaingan seperti monopoli, penggabungan, dan pengambil alihan agar tetap pada sebagaimana proses persaingan yang sehat dan tidak melanggar ketentuan Undang-Undang persaingan tersebut.”30

Hal – hal lain yang harus dimengerti dalam persaingan usaha ini adalah, kita harus mengenali lebih lanjut mengenali wujud dari persaingan usaha tersebut, sehingga setelah mengenali bagaimana wujudnya maka akan dapat dengan mudah menetapkan apakah suatu persaingan itu melanggar ketentuan undang-undang.31 B. Substansi Undang - Undang No. 5 Tahun 1999

1. Asas dan Tujuan

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 merupakan sebuah aturan perundang- undangan yang harus dimengerti dan dipahami oleh setiap penggunanya, sehingga

27 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Op.Cit., hlm. 1.

28 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hlm. 1.

29 Ibid.

30 Ibid, hlm. 2.

31 Asril Sitompul, Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tinjauan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999), (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.

17.

(41)

dengan adanya Asas dan Tujuan dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dapat memberikan arahan terhadap pengaturan dan norma-norma yang terkandung didalamnya dengan tujuan agar pemahaman terhadap norma-norma tersebut dapat mempengaruhi pelaksanaan dan cara-cara penegakan hukumnya.

Asas dari UU No. 5/1999 sebagaimana diatur pada pasal 2 Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 bahwa “pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antar kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.” Asas demokrasi ekonomi tersebut merupakan penjabaran pasal 33 UUD 1945 dan ruang lingkup pengertian demokrasi ekonomi yang dimaksud dahulu dapat ditemukan dalam penjelasan atas pasal 33 UUD 1945.32

Adapun tujuan dari UU No. 5 Tahun 1999 sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 adalah sebagai berikut: 33

a. Untuk menjamin kepentingan umum;

b. Meningkatkan efisiensi perekonomian nasional;

c. Meningkatkan kesejahteraan rakyat;

d. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat;

e. Menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, kecil dan menengah, mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha;

f. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Pasal 2 dan 3 tersebut di atas menyebutkan asas dan tujuan-tujuan utama UU No. 5 Tahun 1999. Diharapkan bahwa peraturan mengenai persaingan akan membantu dalam mewujudkan demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 (Pasal 2) dan menjamin sistem persaingan usaha yang bebas dan adil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan sistem perekonomian yang efisien (Pasal 3). Oleh karena itu, mereka mengambil bagian

32 Andi Fahmi Lubis, Dkk. Op.Cit., hlm. 14.

33 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, Op.Cit., hlm. 87-88.

(42)

pembukaan UUD 1945 yang sesuai dengan Pasal 3 Huruf a dan b UU No. 5 Tahun 1999 dari struktur ekonomi untuk tujuan perealisasian kesejahteraan nasional menurut UUD 1945 dan demokrasi ekonomi, dan yang menuju pada sistem persaingan bebas dan adil dalam pasal 3 Huruf a dan b UU No. 5 Tahun 1999. Hal ini menandakan adanya pemberian kesempatan yang sama kepada setiap pelaku usaha dan ketiadaan pembatasan persaingan usaha, khususnya penyalahgunaan wewenang di sektor ekonomi.34

Undang-Undang Antimonopoli setidaknya, memiliki 3 (tiga) fungsi, yaitu:35 1. Fungsi hukum yang akan memberikan dasar perlindungan atas

kebebasan menghadapi persaingan, di samping juga kebebasan untuk mengadakan perjanjian; dan

2. Fungsi kebijakan ekonomi adalah untuk melindungi pasar terbuka atau pasar bebas, menjaga stabilitas harga, mencegah konsentrasi ekonomi pada seglintir pihak yang akan merugikan masyarakat luas dan pengusaha ekonomi kecil dan menengah; serta

3. Fungsi kebijakan sosial yang berkaitan pula dengan hukum pajak, dan instrument hukum ekonomi lainnya yang diharapkan dapat meningkatkan pembangunan ekonomi masyarakat, melalui penciptaan demokratisasi ekonomi, pengembangan kreativitas dan inovasi pada dunia usaha, dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dalam mengembangkan.

34 Andi Fahmi Lubis, Dkk. Op.Cit., hlm. 15.

35 Insan Budi Maulana, Catatan Singkat Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 3.

(43)

2. Perjanjian yang Dilarang

Ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian dalam KUHPerdata ini merupakan asas-asas dan ketentuan-ketentuan umum yang berlaku untuk semua perjanjian secara umum. Disamping itu suatu Undang-Undang khusus dapat saja mengatur secara khusus yang hanya berlaku untuk ketentuan-ketentuan dalam undang-undang yang khusus tersebut. Hal ini dapat ditemui dalam UU No. 5 Tahun 1999 yang mengatur secara khusus apa yang dimaksud dengan perjanjian dalam UU ini. Menurut Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, perjanjian didefinisikan sebagai: “Suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.” Dengan adanya definisi perjanjian yang dirumuskan oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, dapat diketahui bahwa Undang-Undang No. 5 tahun 1999 merumuskan bahwa perjanjian dapat dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis, kedua-duanya diakui atau digunakan sebagai alat bukti dalam kasus persaingan usaha. Sebelumnya perjanjian tidak tertulis umumnya dianggap tidak begitu kuat sebagai alat bukti di pengadilan, karena hukum acara perdata yang berlaku pada saat ini lebih menekankan dan mengganggap bukti tertulis dan otentik sebagai alat bukti yang kuat. Pengakuan dan masuknya perjanjian yang tidak tertulis sebagai bukti adanya kesepakatan yang dilakukan oleh para pelaku usaha dalam Hukum Persaingan Usaha adalah sangat tepat dan telah sesuai dengan rezim Hukum Persaingan Usaha yang berlaku di berbagai negara. Pada umumnya para pelaku usaha tidak akan begitu ceroboh untuk memformalkan kesepakatan diantara mereka dalam suatu bentuk tertulis, yang akan memudahkan terbuktinya kesalahan mereka. Oleh karenanya

(44)

perjanjian tertulis diantara para pelaku usaha yang bersekongkol atau yang bertentangan dengan Hukum Persaingan Usaha akan jarang ditemukan.

Undang-undang Nomor. 5 Tahun 1999 mengatur beberapa perjanjian yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu:

1. Oligopoli;

2. Penetapan harga;

a. Penetapan harga (Pasal 5 UU No. 5/1999);

b. Diskriminasi harga (Pasal 6 UU No. 5/1999);

c. Jual rugi (Pasal 7 UU No. 5/1999);

d. Pengaturan harga jual kembali (Pasal 8 UU No. 5/1999);

3. Pembagian wilayah (Pasal 9 UU No. 5/1999);

4. Pemboikotan (Pasal 10 UU No. 5/1999);

5. Kartel (Pasal 11 UU No. 5/1999);

6. Trust (Pasal 12 UU No. 5/1999);

7. Oligopsoni (Pasal 13 UU No. 5/1999);

8. Integrasi vertikal (Pasal 14 UU No. 5/1999);

9. Perjanjian tertutup:

a. Exclusive distribution agreement (Pasal 15 ayat (1) UU No. 5/1999);

b. Tying agreement (Pasal 15 ayat (2) UU No. 5/1999);

c. Vertical agreement on discount (Pasal 15 ayat (3) UU No. 5/1999);

10. Perjanjian dengan pihak luar negeri.

3. Kegiatan yang Dilarang

Pengertian “kegiatan” adalah tindakan atau perbuatan hukum “sepihak”

yang dilakukan oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tanpa ada

Referensi

Dokumen terkait

[r]

15 DEDI BANCIN, SE Bulu Duri, 20 April 1987 Ketua Komisi D Nurani Bangsa Berkeadilan. 16 RISMANTO BANCIN, S.Pd.I Penanggalan, 21 Februari 1987 Anggota DPRK Nurani

DISERTASI PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP..... ADLN Perpustakaan

konsumsi tablet Fe, kejadian anemia Ada hubungan antara pendidikan , status ekonomi, kepatuhan konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada kehamilan

Setidaknya ada lima ciri utama positivisme hukum dalam pandangan Hart secara aksiologis. Pertama, adanya tesis separasi, yaitu perlu dibedakan antara bagaimana hukum seharusnya

Merupakan tenaga kerja yang berasal dari lingkungan keluarga yang umumnya dalam melaksanakan pekerjaannya tidak diupah. Tenaga kerja jenis ini banyak digunakan

Berdasarkan dari pengukuran nilai rata-rata (mean) yang terdapat lima indikator diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai yang diperoleh untuk masing-masing indikator

Dengan demikian, KLHS seharusnya tidak diartikan sebagai instrumen pengelolaan lingkungan yang semata-mata ditujukan pada komponen-komponen KRP, tapi yang lebih