• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sapaan Berdasarkan Hubungan Kekerabatan

BAB II DESKRIPSI KEADAAN BAHASA MASYARAKAT

3.2. Sapaan Berdasarkan Hubungan Kekerabatan

Sapaan kekerabatan di daerah Manggarai adalah jenis sapaan yang paling banyak ditemui. Sapaan kekerabatan adalah sapaan yang digunakan untuk menyapa seseorang yang memiliki hubungan pertalian kekerabatan. Dalam penggunaannya jenis sapaan ini tidak hanya digunakan untuk menyapa mitra tutur yang memiliki hubungan pertalian kekerabatan tetapi juga untuk menyapa mitra tutur yang bahkan tidak mempunyai hubungan pertalian kekerabatan apa-apa. Sapaan yang berasal dari pertalian kekerabatan itu adalah ende, mama, oma, ema, bapa, opa, inang, tanta, amang, om, kae, ase, ende koe, mama koe, ema koe, bapa

koe, ende tu’a, mama tua, ema tu’a, bapa tua, enu, nana, nara, weta, empo, kesa, ipar, koa, wote, to’a. Berikut ini akan diuraikan sapaan-sapaan kekerabatan itu satu per satu.

a. Sapaan Ema

Sapaan ema dalam bahasa Indonesia artinya ayah/bapak. Sapaan ema

adalah sapaan yang digunakan untuk menyapa ayah kandung penutur, bisa juga digunakan untuk menyapa ayah kandung dari suami atau istri penutur. Contoh kalimat (6) berikut ini melukiskan bagaimana seorang anak mengajak ayahnya untuk makan siang.

(6) Ema, mai hang leso ga!

„Ayah/Bapak, ayo kita makan siang!„

Pada perkembangannya sapaan ema jarang digunakan lagi untuk menyapa seorang ayah karena masyarakat Manggarai lebih banyak menggunakan sapaan

bapa. Contoh (7) berikut melukiskan anak penutur menawarkan minuman kopi dan teh kepada ayahnya yang baru pulang dari ladang.

(7) Bapa, ngoeng inung apa mane ho’o? Ngoeng kopi ko teh?

„Ayah/Bapak, mau minum apa sore ini? Mau kopi atau teh?‟

Sapaan ema juga mengalami perluasan penggunaan yaitu ema bisa juga digunakan oleh penutur untuk menyapa kakek kandungnya. Contoh (8) melukiskan seorang anak bertanya pada kakeknya dimana letak sarung yang hendak diambil.

(8)Nia na’an towe dite ema?

„Kakek, di mana kakek menyimpan sarung?„

Selain itu, sapaan ema juga bisa dipakai untuk menyapa kakek yang sudah tua tanpa adanya pertalian darah atau kekerabatan. Contoh berikut (9) adalah

hendak menyeberangi jalan.

(9) Ema de di’a lako, jaga oto!

„Kakek hati-hati, ada mobil lewat!„

Jadi sapaan ema bila diartikan kedalam bahasa Indonesia adalah ayah/bapak namun karena adanya perluasan penggunaan maka sapaan tersebut dapat pula digunakan untuk menyatakan kakek tergantung keadaannya.

Dalam perkembangannya sapaan ema untuk menyatakan kakek seringkali jarang digunakan khususnya di daerah perkotaan. Hal ini dikarenakan sapaan ema

erat kaitannya dengan sapaan untuk kakek yang sudah tua. Masyarakat Manggarai pada zaman ini khususnya di perkotaan lebih sering menggunakan sapaan opa

untuk menyapa seorang kakek baik kandung maupun tidak namun memiliki hubungan pertalian kekerabatan dengan penutur. Kaitannya dengan hal tersebut yang perlu digaris bawahi adalah adanya hubungan pertalian kekerabatan. Seorang kakek yang tidak memiliki hubungan pertalian kekerabatan dengan penutur tidak dapat dipanggil dengan sapaan opa. Contoh (10) berikut melukiskan seorang anak meminta dibelikan jajan pada kakeknya.

(10) Opa, weli bombon koe aku!

„Opa, belikan saya permen!„

Sapaan ema yang menyatakan kakek dalam perkembangannya digunakan di perkotaan hanya untuk menyapa seorang kakek yang sudah tua dan tidak memiliki hubungan pertalian kekerabatan dengan penutur. Sapaan ema untuk menyatakan kakek lebih sering digunakan di pedesaan untuk menyapa kakek

kandung maupun untuk menyapa seorang kakek meskipun tidak memiliki hubungan pertalian kekerabatan dengan penutur.

b. Sapaan Ende

Sapaan ende dalam bahasa Indonesia artinya ibu/mama. Sapaan ende

adalah sapaan yang digunakan untuk menyapa ibu kandung penutur. Sapaan ini juga bisa digunakan untuk menyapa ibu kandung dari suami atau istri penutur. Contoh kalimat (11) melukiskan bagaimana seorang anak berpamitan dengan ibunya ketika hendak berangkat ke sekolah.

(11) Ende, aku ngo sekola di e!

„Ibu, saya berangkat ke sekolah dulu ya!‟

Dalam perkembangannya sapaan ende jarang digunakan lagi untuk menyapa seorang ibu karena masyarakat Manggarai lebih banyak menggunakan sapaan mama. Contoh (12) berikut melukiskan bagaimana seorang anak meminta doa dari ibunya agar berhasil dalam ujian sekolah.

(12) Mama, ngaji latang aku, ai diang aku ujian!

„Ibu, doakan saya karena besok saya akan mengikuti ujian!‟

Sapaan ende dalam perkembangannya juga mengalami perluasan penggunaan. Sapaan ende bisa dipergunakan oleh penutur untuk menyapa nenek kandungnya. Contoh kalimat (13) bagaimana seorang anak menyuruh neneknya yang sedang berkebun untuk beristirahat.

(13) Ende, emo ciwal ga, istirahat koe di!

sudah tua meskipun tidak memiliki hubungan darah. Contoh berikut (14) melukiskan bagaimana penutur mengajak seorang nenek yang kehujanan ketika pulang dari kebun untuk mampir ke rumahnya.

(14) Ende, iling ce mbaru di gereng meti usang!

„Nenek, mampirlah di rumah ini dulu sampai hujannya berhenti!„

Jadi sapaan ende bila diartikan kedalam bahasa Indonesia adalah ibu/mama namun karena mengalami perluasan penggunaan sebagaimana yang dialami sapaan ema, maka sapaan ende dapat pula digunakan untuk menyatakan nenek tergantung keadaan.

Sapaan ende untuk menyatakan nenek kandung dalam perkembangannya juga seringkali jarang digunakan khususnya di daerah perkotaan. Hal ini dikarenakan juga sapaan ende erat kaitannya dengan sapaan untuk nenek yang sudah tua. Masyarakat perkotaan di Manggarai lebih sering menggunakan kata sapaan oma untuk menyapa seorang nenek baik kandung maupun tidak, namun memiliki hubungan pertalian kekerabatan dengan penutur dan jarang menggunakan sapaan ende. Kaitannya dengan hal tersebut yang perlu digaris bawahi adalah adanya hubungan pertalian kekerabatan. Seorang nenek yang tidak memiliki hubungan pertalian dengan penutur tidak dapat di panggil dengan sapaan

oma. Contoh (15) berikut melukiskan seorang anak meminta makan pada neneknya.

(15) Oma, darem aku! emi koe hang ta oma!

Sapaan ende yang menyatakan nenek banyak digunakan di perkotaan hanya untuk menyapa seorang nenek yang sudah tua dan tidak memiliki hubungan pertalian kekerabatan dengan penutur. Sapaan ende sendiri untuk menyatakan nenek lebih sering digunakan di pedesaan untuk menyapa nenek kandung maupun untuk menyapa seorang nenek meskipun tidak memiliki hubungan pertalian kekerabatan dengan penutur.

c. Sapaan Amang

Sapaan amang adalah sapaan yang digunakan untuk menyapa saudara (laki-laki) kandung ibu penutur dan bisa juga untuk menyapa suami dari saudari (perempuan) kandung ayah penutur. Sapaan amang bila diartikan kedalam bahasa Indonesia menjadi om atau paman. Berikut contoh (16) melukiskan bagaimana seorang anak meminta uang kepada om atau pamannya yang datang mengunjungnya.

(16) Amang tegi seng pe!

„Om/paman minta uang!„

Pada penggunaannya sapaan amang dalam masyarakat Manggarai dapat digantikan dengan sapaan om. Contoh (17) berikut melukiskan seorang anak yang menelepon om atau pamannya yang berada dikampung untuk membawa buah mangga ketika om atau pamannya hendak berkunjung kerumahnya.

(17) Om, ba koe pau latang aku eme mai ce’e e!

„Om/paman, bawakan saya buah mangga kalau datang ya!‟

Sapaan amang juga bisa digunakan oleh penutur untuk menyapa ayah/bapak kandung dari wanita/pria yang disukainya. Berikut contoh (18)

menitipkan salam untuk anak gadisnya.

(18) Amang, lako mane bo? Salam daku latang enu!

„Lagi jalan-jalan sore Om/paman? Sampaikan salamku untuk nona!„ Sapaan amang juga digunakan untuk menyapa seorang pria dewasa yang tidak memiliki hubungan darah dengan penutur. Contoh (19) melukiskan seorang penutur yang menanyakan harga sayur pada seorang pria dewasa yang menjual sayur.

(19) Pisa harga ute so amang?

„Berapa harga sayuran ini om/paman?„

d. Sapaan Inang

Sapaan inang adalah sapaan yang digunakan untuk menyapa saudari (perempuan) kandung ayah penutur dan bisa juga untuk menyapa istri dari saudara (laki-laki) kandung ibu penutur. Sapaan inang bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi bibi/tante. Sapaan inang dapat juga diganti dengan sapaan

tanta,perhatikan contoh (21). Berikut contoh (20) melukiskan bagaimana seorang anak meminta oleh-oleh kepada bibinya yang hendak pulang berlibur ke kampung. Contoh (21) melukiskan seorang penutur mengajak bibinya untuk bersama-sama membuatkan kue ulang tahun.

(20) Inang, aku pede baju di’a e! neka hemong weli le inang!

„Bibi/tante, saya pesan baju yang bagus! Bibi/tante jangan lupa untuk membelinya!„

(21) Tanta, mai ce mbaru diang kut cama-cama pande kue, ai diang acara ulang tahun daku!

„Bibi/tante, besok datang ke rumah untuk bersama-sama membuat kue, karena besok acara ulang tahun saya!‟

Sapaan inang juga bisa digunakan oleh seorang penutur untuk menyapa ibu kandung dari wanita/pria yang disukainya. Berikut contoh (22) melukiskan seorang pemuda yang menanyakan gadis yang disukainya pada ibu kandung dari gadis tersebut.

(22) Inang, cala manga enu?

„Bibi/tante, apa nona-nya ada?„

Sapaan inang juga digunakan untuk menyapa seorang wanita dewasa yang tidak memiliki hubungan darah dengan penutur. Contoh (23) melukiskan seorang penutur yang menanyakan harga kacang tanah pada seorang wanita dewasa yang menjual kacang tanah.

(23) Inang, pisa harga koja so ca kilo?

„Bibi/tante, berapakah harga kacang tanah ini satu kilo?„

e. Sapaan Ka’e

Sapaan ka’e dalam bahasa Indonesia berarti kakak. Sapaan kae merupakan sapaan yang digunakan untuk menyapa seorang kakak (laki-laki dan perempuan) oleh adiknya baik yang memiliki hubungan pertalian kekerabatan (kandung) ataupun tidak memiliki hubungan pertalian kekerabatan. Contoh (24) berikut melukiskan seorang penutur yang meminta dipinjamkan sepatu pada saudara

yang meminta bahan ujian pada kakak tingkatnya.

(24)Ka’e, nganceng celong koe sepatu dite laku? Ai bete daku spatu ga.

„Kakak, bolehkah saya meminjam sepatumu? Karena sepatu saya sudah usang.‟

(25) Ka’e, nganceng tegi koe laku bahan kut ujian diang?

„Kakak, bolehkah saya meminta bahan untuk ujian besok?‟

f. Sapaan Ase

Sapaan ase dalam bahasa Indonesia berarti adik. Sapaan ase merupakan sapaan yang digunakan untuk menyapa seorang adik (laki-laki dan perempuan) oleh kakaknya baik yang memiliki hubungan pertalian kekerabatan (kandung) ataupun tidak memiliki hubungan pertalian kekerabatan. Contoh (26) berikut melukiskan seorang penutur yang menyuruh saudarinya yang lebih muda untuk bersama-sama membantu ibu memasak. Contoh (27) melukiskan penutur mengajak rekannya yang memiliki usia lebih muda darinya untuk sejenak mampir kerumahnya.

(26) Ase mai ce! Mai campe koe ende cama-cama teneng!

„Adik, kemarilah! Mari bersama-sama membantu ibu memasak!„

(27) Ase, reme usang ho’o e! Mai cenggo cekoen ce mbaru di kesep meti

usang!

„Adik, sekarang lagi hujan! Mari singgalah sejenak di rumah hingga hujan berhenti!‟

g. Sapaan Ema Koe

Sapaan ema koe dalam bahasa Indonesia artinya bapak kecil. Sapaan ema koe digunakan untuk menyapa adik laki-laki dari ayah penutur dan juga untuk menyapa suami dari adik perempuan dari ibu penutur. Sapaan ema koe dapat juga diganti dengan sapaan bapa koe, perhatikan contoh (29). Contoh (28) berikut melukiskan seorang penutur yang menanyakan waktu kedatangan adik laki-laki dari ayah kandung penutur atau suami dari adik perempuan (kandung) ibu penutur untuk dijemput di bandara. Contoh (29) melukiskan seorang penutur menanyakan kabar dari adik laki-laki dari ayah kandung penutur yang merantau di Pulau Jawa.

(28) Ema koe, jam pisa cai ce Ruteng tong? Kut jemput lami tong!

„Ema koe, tiba di Ruteng jam berapa? Nanti kami yang akan jemput!„ (29) Bapa Koe, co kreba? Cepisa mai ce Manggarai?

Bapa Koe, apa kabar? Kapan pulang ke Manggarai?

h. Sapaan Ende Koe

Sapaan ende koe berarti mama kecil. Sapaan ende koe digunakan untuk menyapa adik perempuan dari ibu penutur dan juga untuk menyapa istri dari adik laki-laki dari ayah penutur. Sapaan ende koe dapat juga diganti dengan sapaan

mama koe, perhatikan contoh (31). Contoh (30) berikut melukiskan seorang penutur yang mengabarkan kedatangannya ke rumah adik perempuan dari ibu penutur atau istri dari adik laki-laki ayah penutur. Contoh (31) melukiskan seorang penutur memberitahu adik perempuan dari ibu penutur atau istri dari adik laki-laki ayah penutur yang tinggal di kampung bahwa ia akan berlibur.

„Ende koe, kami akan kerumah besok ! Jangan lupa masak yang enak ya?„

(31) Mama Koe, minggu musi aku ngo libur sale beo!

Mama Koe, minggu depan saya akan berlibur di kampung!‟

i. Sapaan Ema Tu’a

Sapaan ema tu’a dalam bahasa Indonesia artinya bapak tua. Sapaan ema

tu’a digunakan oleh penutur untuk menyapa kakak laki-laki dari ayah kandung penutur dan juga untuk menyapa suami dari kakak perempuan dari ibu kandung penutur. Pada penggunaannya sapaan ema tu’a dapat juga diganti dengan sapaan

bapa tua, perhatikan contoh (33). Contoh (32) berikut melukiskan seorang penutur yang meminta agar dirinya diperbolehkan untuk ikut berburu babi hutan bersama kakak laki-laki dari ayah penutur. Contoh (33) berikut melukiskan seorang penutur memberitahukan adanya undangan pertemuan di rumah adat kepada kakak laki-laki dari ayah penutur.

(32) Ema tu’a, nganceng lut aku ngo tembak motang?

Ema tu’a, bolehkah saya ikut pergi berburu babi hutan?„

(33) Bapa tua, manga undangan bo kut diang wie neki ca eta mbaru gendang.

„Bapa tua, ada undangan agar besok malam ikut pertemuan di rumah adat.‟

j. Sapaan Ende Tu’a

Sapaan ende tu’a artinya ibu/mama tua. Sapaan ende tu’a digunakan untuk menyapa kakak perempuan dari ibu kandung penutur dan digunakan juga untuk menyapa istri dari kakak laki-laki dari ayah kandung penutur. Pada penggunaannya sapaan ende tu’a dapat juga diganti dengan sapaan mama tua,

perhatikan contoh (35). Contoh (34) berikut melukiskan seorang penutur yang meminta agar dirinya diperbolehkan untuk ikut berbelanja di pasar bersama kakak perempuan dari ibu penutur. Contoh (35) berikut melukiskan seorang penutur memberitahukan kepada istri dari kakak ayahnya bahwa penutur hendak membawa sayur ke rumah mitra tutur.

(34) Ende tu’a, nganceng lut aku ngo sale pasar?

Ende tu’a, bolehkah saya ikut pergi ke pasar?„ (35) Mama tua, aku ngo ba ute eta mbaru tong!

„Mama tua, nanti saya akan kerumah untuk membawa sayur!‟

k. Sapaan Enu

Sapaan enu adalah sapaan yang digunakan untuk menyapa anak perempuan, baik yang memiliki hubungan pertalian kekerabatan maupun tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan penutur. Sapaan enu dalam penggunaannya dapat juga digunakan untuk menyapa perempuan pada umumnya. Sapaan enu dapat juga disingkat menjadi nu. Contoh kalimat berikut (36) melukiskan bagaimana seorang ibu menyuruh anak perempuannya membeli garam di warung.

„Enu/nu, tolong belikan garam di warung!‟

l. Sapaan Nana

Sapaan nana adalah sapaan yang digunakan untuk menyapa anak laki-laki baik yang memiliki hubungan pertalian kekerabatan maupun tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan penutur. Sapaan nana dalam penggunaannya dapat juga digunakan untuk menyapa laki-laki pada umumnya. Sapaan nana dapat juga disingkat menjadi na. Contoh kalimat (37) melukiskan bagaimana seorang ibu menegur anaknya yang hendak bermain ke sungai.

(37) Nana/na, neka labar wa ngali! Nana/na, jangan bermain di sungai!

m. Sapaan Nara

Sapaan nara digunakan oleh penutur wanita untuk menyapa adik atau kakak laki-laki kandung. Berikut ini (38) contoh seorang wanita yang menasihati adik laki-lakinya yang merantau.

(38) Nara, Lami di’a weki agu neka hemong ngaji kut kamping le Mori. „Nara, jagalah kesehatan dan janganlah lupa berdoa agar Tuhan selalu

menyertaimu.‟

Sapaan nara juga bisa digunakan oleh penutur wanita untuk menyapa saudara laki-laki meskipun tidak mempunyai hubungan darah (kandung) atau pertalian kekerabatan. Berikut ini (39) contoh seorang wanita yang menawarkan minuman pada seorang pria yang memiliki hubungan kekerabatan dengannya (bukan kandung).

(39) Nara, ngoeng inung apa? Kopi ko teh?

„Nara, mau minum apa? Kopi atau teh?‟

n. Sapaan Weta

Sapaan weta digunakan oleh penutur pria untuk menyapa adik atau kakak perempuan kandung. Berikut ini (40) contoh seorang pria yang meminta adik perempuannya untuk dibuatkan kopi.

(40) Weta, pande koe kopi lantang aku ta de!

„Weta, buatkan saya secangkir kopi!‟

Sapaan weta juga bisa digunakan oleh penutur pria untuk menyapa saudari perempuan meskipun tidak mempunyai hubungan darah kandung atau pertalian kekerabatan. Berikut ini (41) contoh seorang pria yang menanyakan keberadaan paman dan bibi-nya, pada anak perempuan om-nya (sepupu penutur).

(41) Weta, co tara sepi keta mbaru? Ngo nia ise amang agu inang?

„Weta, mengapa rumah sepi sekali? Paman dan bibi kemana?‟

o. Sapaan Empo

Sapaan empo jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah cucu. Sapaan empo digunakan oleh seorang kakek dan nenek untuk manyapa cucu kandung maupun bukan cucu kandung (tidak memiliki hubungan pertalian kekerabatan). Sapaan empo umum digunakan untuk menyapa cucu wanita atau pria. Contoh kalimat berikut (42) melukiskan bagaimana seorang nenek menyapa cucunya yang baru datang mengunjunginya di kampung.

(42) Empo, co tara ho’o di maim? Nuk le ende!

(kakek, nenek, opa, oma) lebih memilih menyapa cucu-cucu mereka dengan sapaan nana, enu atau dengan menyebut nama.

p. Sapaan Ipar

Sapaan ipar adalah sapaan yang digunakan untuk menyapa istri dari saudara kandung ataupun bukan saudara kandung tetapi memiliki hubungan kekerabatan. Sapaan ipar juga bisa digunakan untuk menyapa saudari dari suami. Contoh berikut (43) melukiskan bagaimana seorang wanita mengajak istri dari adik laki-lakinya untuk ke pasar.

(43) Ipar ngo cama wa pasar de?

„Ipar, kita sama-sama ke pasar ya?‟

q. Sapaan Kesa

Sapaan kesa adalah sapaan yang digunakan oleh penutur pria untuk menyapa saudara laki-laki dari istrinya baik saudara kandung maupun tidak tetapi memiliki hubungan pertalian kekerabatan. Contoh (44) berikut melukiskan seorang pria menawarkan arak khas Manggarai kepada saudara laki-laki dari istrinya.

(44) Kesa, cala ngoeng inung tuak?

„Kesa, apakah mau minum arak?‟

Sapaan kesa bisa juga digunakan oleh seorang pria untuk menyapa suami dari saudarinya baik saudari kandung maupun tidak tetapi memiliki hubungan pertalian kekerabatan. Contoh (45) berikut melukiskan seorang pria menawarkan rokok kepada suami dari saudarinya.

(45) Kesa, cala ngoeng rongko?

„Kesa, apakah anda ingin merokok?‟

r. Sapaan Wote

Sapaan wote adalah sapaan yang digunakan untuk menyapa menantu perempuan. Contoh berikut (46) melukiskan bagaimana seorang ibu menyuruh menantunya (perempuan) untuk pergi arisan mewakilinya.

(46) Wote, tegi campe lut arisan ai toe manga danga sehat ende!

„Wote tolong gantikan ibu untuk ikut arisan karena ibu tidak enak badan.

Pada perkembangaannya, sapaan wote bisa digantikan dengan sapaan enu

atau dengan sapaan mama diikuti nama anak sulung dari mantunya (apabila sudah memiliki anak) dan di awali kata mama. Contoh (47) berikut melukiskan bagaimana seorang ibu menyuruh menantunya (perempuan) untuk mengambilkan sirih pinang.

(47) Mama Ando, emi koe cepa de ende!

„Mama Ando, ambilkan sirih pinang ibu!‟

(Ando adalah nama anak sulung dari mitra tutur, dalam hal ini anak mantu).

s. Sapaan Koa

Sapaan koa adalah sapaan yang digunakan untuk menyapa menantu laki-laki. Contoh berikut (48) melukiskan bagaimana seorang bapak mengajak menantuya untuk pergi berkebun.

(48) Koa, mai ga ngo weri tete lau uma!

„Koa, mari kita ke kebun untuk menanam ubi!‟

Pada perkembangannya, sapaan koa bisa digantikan dengan sapaan nana atau dengan menyebut nama anak sulung dari mantunya (apabila sudah memiliki anak) dan di awali kata bapa. Contoh (49) berikut melukiskan bagaimana seorang bapak menyuruh anak mantunya untuk bersama-saama mencari kayu.

(49) Bapa verenmai ga ngo kawe haju le poco!

„Bapa verenmari kita ke gunung mencari kayu!‟

(Veren adalah nama anak sulung dari mitra tutur, dalam hal ini anak mantu).

t. Sapaan To’a

Sapaan to’a adalah sapaan yang biasa digunakan untuk menyapa keponakan (baik laki-laki maupun perempuan). Berikut (50) contoh bagaimana om/paman mengajak keponakannya untuk bermain sepak bola.

(50) To’a, mai main bola!

To’a, mari kita bermain sepak bola!‟

Dokumen terkait