• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

5.2 Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian dan rumusan kesimpulan penelitian, maka ada beberapa saran penting dari hasil penelitian ini yaitu :

1. Penentuan prioritas penanganan jalan menggunakan metode AHP dengan kriteria kondisi jalan, biaya penanganan dan volume lalu lintas dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai metode analisis pembanding. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya. 3. Pihak yang berwenang harus selalu mengupdate data-data terbaru untuk

membantu penelitian selanjutnya yang juga berguna bagi perkembangan infrastruktur di Aceh.

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jalan

2.1.1 Definisi dan Peranan Jalan

Menurut Wignall dkk (1999) dalam Putri Wirdatun Nafiah (2011) salah satu

bagian dari sistem transportasi yang merupakan prasarana umum/infrastruktur adalah

jalan. Secara sederhana jalan didefinisikan sebagai jalur dimana masyarakat

mempunyai hak untuk melewatinya tanpa diperlukannya izin khusus untuk itu.

Dalam Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 disebutkan bahwa definisi jalan

merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk

pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau

air serta diatas permukaan air kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

Dalam pasal 5 undang - undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 2004

tentang jalan disebutkan juga bahwa jalan sebagai bagian prasarana transportasi

mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan

hidup, politik, pertahanan dan keamanan serta dipergunakan untuk sebesar-besarnya

bagi kemakmuran rakyat. Jalan yang juga merupakan satu kesatuan sistem jaringan

dapat menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia. Sehingga

keberadaan prasarana jalan dapat merangsang serta mendorong pengembangan

wilayah yakni pengembangan dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar

daerah yang semakin merata. Artinya infrastruktur jalan merupakan urat nadi

perekonomian suatu wilayah karena perannya dalam menghubungkan serta

9 meningkatkan pergerakan manusia dan barang. Kodoatie (2005) menyatakan bahwa

keberadaan jalan dan fasilitas transportasi lain pada tingkat tertentu sangat esensial

merangsang dan memberi peluang pertumbuhan ekonomi dan sosial.

2.1.2 Klasifikasi Jalan

Jaringan jalan merupakan suatu sistem yang mengikat dan menghubungkan

pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berbeda dalam pengaruh

pelayanannya dalam suatu hirarki.

Dalam UU No. 38 tahun 2004 tentang jalan sesuai dengan peruntukannya

terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum adalah jalan yang

diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang

dibutuhkan. Jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status dan kelas

jalan. Sedangkan jalan khusus tidak diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam

rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Jalan khusus merupakan jalan

yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan atau kelompok masyarakat

untuk kepentingannya sendiri.

Adapun klasifikasi jalan umum yang dimaksud di atas adalah :

Menurut sistem jaringan jalan dikelompokkan atas :  Sistem jaringan jalan primer

 Sistem jaringan jalan sekunder

Menurut fungsinya dalam setiap sistem jaringan jalan tersebut dikelompokkan atas :  Jalan arteri

 Jalan kolektor  Jalan lokal

10  Jalan lingkungan

Menurut kelasnya jalan dikelompokkan atas beberapa kelas, yaitu :  Jalan kelas I dengan MST yang diizinkan > 10 ton

 Jalan kelas II dengan MST ≤ 10 ton

 Jalan kelas III A yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan lebar ≤ 2.50 meter dan panjang ≤ 18 meter danMST ≤ 8 ton

 Jalan kelas III B yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan lebar ≤ β.50 meter dan panjang ≤ 1β meter dan MST ≤ 8 ton

 Jalan kelas III C yang dapat dilalui kendaraan dengan lebar ≤ β,10 meter dan panjang ≤ 9 meter dan MST ≤ 8 ton

Menurut statusnya jalan umum dikelompokkan atas :

 Jalan nasional yaitu jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, jalan strategis serta jalan

tol.

 Jalan provinsi yaitu jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota atau antar

ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.

 Jalan kabupaten yaitu jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota

kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat

kegiatan kota, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam

wilayah kabupaten dan jalan strategis kabupaten.

 Jalan kota yaitu jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat

11 pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan

antar pusat permukiman yang berada dalam kota.

 Jalan desa yaitu jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar permukiman di dalam desa serta jalan lingkungan.

Adapun pembagian status pada jaringan jalan primer seperti pada gambar 2.1

berikut :

Gambar 2.1 Pembagian Status Pada Jaringan Jalan Primer (Tanan, 2005 dalam Ritonga, Efri Debby E 2011)

Klasifikasi jalan berdasarkan tingkat pelayanan adalah sebagai berikut (Dinas

Bina Marga, 2003 dalam Hotrin, Rado 2011).

 Jalan dengan tingkat pelayanan mantap adalah ruas-ruas jalan dengan umur rencana yang dapat diperhitungkan serta mengikuti suatu standar perencanaan

teknis. Termasuk kedalam tingkat pelayanan mantap adalah jalan-jalan dalam

kondisi baik dan sedang.

12  Jalan tidak mantap adalah ruas-ruas jalan yang dalam kenyataan sehari-hari masih berfungsi melayani lalu lintas, tetapi tidak dapat diperhitungkan umur

rencananya serta tidak mengikuti standar perencanaan teknik. Termasuk ke

dalam tingkat pelayanan tidak mantap adalah jalan-jalan dalam kondisi rusak

ringan.

 Jalan kritis adalah ruas-ruas jalan sudah tidak dapat lagi berfungsi melayani lalu lintas atau dalam keadaan putus. Termasuk kedalam tingkat pelayanan

kritis adalah jalan-jalan dengan kondisi rusak berat.

2.1.3 Bagian – Bagian Jalan

Dalam UU No. 34 tahun 2006 tentang jalan disebutkan bahwa bagian – bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan

jalan.

a. Ruang manfaat jalan yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan

ambang pengamannya.

b. Ruang milik jalan yang meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah

tertentu di luar ruang manfaat jalan.

c. Ruang pengawasan jalan yaitu ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang

ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.

Agar lebih jelas bagian – bagian jalan dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut :

13 Gambar 2.2 Bagian – Bagian Jalan (UU No.34 Tahun 2006 Tentang Jalan)

2.2 Penyelenggaraan Jalan

Adanya perubahan-perubahan dalam mekanisme penyelenggaraan jalan pada

era otonomi daerah turut mempengaruhi segala kebijakan yang berkaitan dengan

pengelolaan jalan. Menurut permen PU nomor 78 tahun 2005 penyelenggara jalan

nasional adalah menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan jalan

nasional termasuk jalan tol. Secara umum penyelenggaraan jalan tidak dapat

dipisahkan dari sejumlah kebijakan yang melatarbelakangi konsep

penyelenggaraannya. Menurut Sinaga (2006) dalam Efri Debby E. Ritonga (2011)

bahwa alur pelaksanaan penyelenggaraan jalan dimulai dari ditetapkannya sejumlah

undang-undang dan peraturan pemerintah tingkat pusat maupun daerah yang menjadi

dasar kebijakan umum dan kebijakan teknis bagi penyelenggaraan jalan di Indonesia

yang juga merupakan penentu bagi proses perencanaan jaringan, teknis, studi

kelayakan, program dan anggaran, proses konstruksi, operasi serta pemeliharaan

14 yang semuanya sangat berkaitan dengan hasil output, outcome serta dampak dari

penyelenggaraan jalan tersebut.

Secara umum wewenang penyelenggaraan jalan ada pada pemerintah pusat

dan pemerintah daerah akan tetapi penguasaan atas jalan ada pada negara. Dalam

undang - undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan disebutkan bahwa masyarakat

juga berperan serta dalam penyelenggaraan jalan. Wewenang penyelenggaraan jalan

meliputi kegiatan yang mencakup siklus kegiatan dan perwujudan jalan yang terdiri

dari pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan.

a. Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan,

penyusunan perencanaan umum dan penyusunan peraturan perundangan

jalan. Khususnya untuk penyusunan peraturan perundang-undangan jalan

hanya dilakukan oleh menteri pekerjaan umum.

b. Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis,

pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia serta penelitian dan

pengembangan jalan.

c. Pembangunan jalan adalah kegiatan pemograman, penganggaran,

perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan

pemeliharaan jalan.

d. Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib

pengaturan, pembinaan dan pembangunan jalan. Pengawasan yang dilakukan

tersebut meliputi kegiatan evaluasi, pengkajian dan pengendalian. Sedangkan

yang termasuk dalam kegiatan pengendalian adalah kegiatan pengamatan dan

tindakan turun tangan.

Adapun pembagian tugas penyelenggara jalan seperti pada tabel 2.1 berikut :

15 No Tugas Penyelenggaraan Jalan

Nasional Jalan Provinsi Jalan Kabupaten /Kota Jalan

Desa Jalan Tol

Jalan Khusus 1 PEMBINAAN

1.1 Pengaturan

Perumusan kebijakan Pusat Provinsi Kab-Kota Kab-Kota Pusat Pusat

perencanaan

Penyusunan kebijakan Pusat Provinsi Kab-Kota Pusat Pusat

perencanaan umum dan pemrograman

Penyusunan peraturan Pusat Provinsi Kab-Kota Pusat Pusat

perundangan

Penyusunan pedoman dan Pusat Provinsi Kab-Kota Pusat Pusat

standar teknis 1.2 Pelayanan

Perijinan Kab-Kota Kab-Kota Kab-Kota Kab-Kota Pusat/Prov/

Kab-Kota

Instansi Terkait

Informasi Pusat Provinsi Kab-Kota Kab-

Kota/Desa Pusat/Korp orasi Instansi Terkait 1.3 Pemberdayaan

Bimbingan dan penyuluhan Pusat Pusat/Prov Kab-Kota Kab-

Kota/Desa Pusat Pusat

Pendidikan dan pelatihan Pusat Pusat/Prov Kab-Kota Kab-

Kota/Desa Pusat Pusat

1.4 Penelitian dan Pengembangan

Penelitian Pusat Pusat/Prov Prov/Kab-

Kota

Kab-

Kota/Desa Pusat

Pusat/Ko rporasi

Pengkajian Pusat Pusat/Prov Prov/Kab-

Kota

Kab-

Kota/Desa Pusat

Pusat/Ko rporasi

Pengembangan Pusat Pusat/Prov Prov/Kab-

Kota Kab- Kota/Desa Pusat Pusat/Ko rporasi 2 PEMBANGUNAN

Studi Kelayakan Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Kab-

Kota/Desa Korporasi Korporasi

Perencanaan Teknis Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Kab-

Kota/Desa Korporasi Korporasi

Pelaksanaan Konstruksi Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Kab-

Kota/Desa Korporasi Korporasi

Pengoperasian Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Kab-

Kota/Desa

Pusat/Korp

orasi Korporasi

Pemeliharaan Pusat/Prov Provinsi Kab-Kota Kab-

Kota/Desa Korporasi Korporasi

3 PENGAWASAN Pusat Pusat Prov/Kab-

Kota Kab-Kota Pusat Pusat

Sumber : Tanan (2005) dalam Ritonga,Efry Debby E. (2011)

Kab- Kota/Desa Kab- Kota/Desa Kab- Kota/Desa Tabel 2.1 Pembagian Tugas dan Penyelenggaraan Jalan

16 (+) In p re s T k . I In p re s T k . II Tran sm ig ra si In p re s P ra sa ra n a Ja lan Ka b u p aten (+)

: sumber dana utama : sumber dana bantuan

: berasal dari bantuan proyek dan biaya pembebasan tanah 2.3 Penanganan Jalan

Dalam kondisi penyediaan dana yang terbatas (constrained budget available)

maka prioritas untuk kegiatan penanganan jalan yang sifatnya untuk

mempertahankan aset yang ada (assets preservation) merupakan suatu langkah yang

wajar untuk dilakukan. Namun jika kondisi keuangan memungkinkan maka dapat

dilakukan penyempurnaan terhadap kondisi yang ada (assets enchancement) dan jika

benar – benar dana yang tersedia sangat besar maka perlu adanya penambahan aset baru (assets expansion).

Kebutuhan dana pengelolaan jalan dapat berasal dari berbagai sumber.

Namun secara umum sumber pembiayaan jalan seperti pada gambar 2.3 berikut :

Gambar 2.3 Sumber Pembiayaan Jalan (Manual Pemeliharaan Jalan Jilid I A Perawatan Jalan No. 03/MN/B/1983)

Pendapatan Nasional Bantuan Proyek dan Bantuan Teknik Luar Negeri Pendapatan Daerah Tk. I Pendapatan Daerah Tk. II

Jalan Tol Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Lokal Anggaran Bina Marga APBN Dana masyarakat, Investasi dan Tol APBD Tk. I APBD Tk. II

17 Penanganan jalan bertujuan untuk menjaga kondisi fisik dan operasional dari

jaringan jalan agar tetap dalam kondisi baik sehingga dapat dioperasikan atau dapat

memberikan pelayanan sebagaimana mestinya (Tanan, 2005 dalam Wirdatun Nafiah

Putri, 2011). Penanganan infrastruktur jaringan jalan nasional berdasarkan konsep

wilayah kerja diusulkan dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu preservasi dan

pembangunan. Penanganan preservasi bersifat menjamin jaringan jalan tetap dalam

kondisi optimal dimana jenis pekerjaannya dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu pekerjaan

pemeliharaan dan pekerjaan rehabilitasi jalan. Sedangkan penanganan pembangunan

bersifat menambah kuantitas sistem jaringan jalan baik dalam arah memanjang

maupun dalam arah melintang.

2.3.1 Pemeliharaan Jalan

Menurut NAASRA (1978) dalam Ali (2006) dalam Rado Hotrin (2011)

definisi pemeliharaan jalan adalah semua jenis pekerjaan yang dibutuhkan untuk

menjaga dan memperbaiki jalan agar tetap dalam keadaan baik atau pekerjaan yang

berkaitan dengan keduanya. Sehingga diharapkan dapat mencegah kemunduran atau

penurunan kualitas dengan laju perubahan yang terjadi segera setelah konstruksi

dilaksanakan. Oleh karena itu pemeliharaan jalan merupakan program penanganan

jalan yang berada dalam prioritas tertinggi.

Menurut Mahmud dkk (2002) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011) prinsip

pemeliharaan jalan dilakukan dengan azas keuntungan ekonomi yang efektif dan

efisien melalui anggaran yang minimum dapat dihasilkan kondisi jalan yang

optimum sehingga masyarakat merasa bahagia karena biaya angkutan menjadi

18 rendah. Adapun hubungan mutu jalan dengan biaya pemeliharaan jalan serta biaya

pengguna ditunjukkan pada gambar 2.4 di berikut ini :

Gambar 2.4 Hubungan Mutu Jalan Dengan Biaya Pemeliharaan dan Biaya Pengguna (Mahmud dkk, 2002 dalam Wirdatun Nafiah Putri, 2011)

Gambar 2.4 di atas menunjukkan hubungan mutu jalan dengan biaya

pemeliharaan dan biaya pengguna dengan memperlihatkan semakin besar biaya

pemeliharaan yang diinvestasikan maka kondisi jalan akan semakin baik dan

semakin rendah biaya pengguna jalan dimana pada kondisi jalan tertentu (optimum)

gabungan kedua biaya tersebut akan minimum.

2.3.1.1Pemeliharaan Rutin

Merupakan kegiatan merawat serta memperbaiki kerusakan yang terjadi pada

suatu ruas jalan dengan kondisi pelayanan mantap untuk mengantisipasi akibat dari

pengaruh lingkungan. Skala pekerjaannya cukup kecil dan dikerjakan tersebar

diseluruh jaringan jalan secara rutin. Pemeliharaan rutin hanya diberikan terhadap

lapis permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendaraan (riding

quality) tanpa meningkatkan kekuatan struktural dan dilakukan sepanjang tahun.

19 2.3.1.2Pemeliharaan Periodik/Berkala

Pemeliharaan periodik merupakan kegiatan penanganan terhadap setiap

kerusakan yang diperhitungkan dalam desain agar penurunan kondisi jalan dapat

dikembalikan pada kondisi kemantapan rencana. Pemeliharaan periodik termasuk ke

dalam tipe kegiatan pencegahan (preventive) dilakukan dalam selang waktu beberapa

tahun dan diadakan menyeluruh untuk satu atau beberapa seksi jalan dan sifatnya

hanya mengembalikan fungsi jalan dan tidak meningkatkan nilai struktural

perkerasan. Pemeliharaan periodik biasanya dilakukan penambahan lapis tipis aspal

pada permukaan guna memperbaiki integritas permukaan dan sebagai lapis kedap air.

Pemeliharaan periodik dimaksud untuk mempertahankan kondisi jalan sesuai dengan

yang direncanakan selama masa layanannya tidak untuk meningkatkan kekuatan

struktur dari perkerasan.

2.3.2 Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan kegiatan penanganan terhadap setiap kerusakan yang

tidak diperhitungkan dalam desain yang berakibat menurunnya kondisi kemantapan

pada bagian atau tempat tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi rusak ringan.

Tujuannya agar penurunan kondisi kemantapan jalan dapat dikembalikan pada

kondisi kemantapan yang sesuai dengan rencana.

2.3.3 Peningkatan Jalan

Peningkatan jalan secara umum dibutuhkan untuk memperbaiki integritas

struktur perkerasan yaitu meningkatkan nilai strukturalnya dan atau geometriknya

agar mencapai tingkat pelayanan yang direncanakan. Secara umum peningkatan jalan

20 dilakukan dengan pemberian lapis tambahan struktural. Pekerjaan peningkatan jalan

adalah pekerjaan yang ditujukan untuk menambah kemampuan struktur jalan ke

muatan sumbu terberat (MST) yang lebih tinggi atau menambah kapasitas jalan.

2.3.4 Pembangunan Konstruksi Jalan Baru (Rekonstruksi)

Pengertian konstruksi jalan baru adalah penanganan jalan dari kondisi belum

tersedia badan jalan sampai kondisi jalan dapat berfungsi. Pekerjaan konstruksi jalan

baru juga berarti pekerjaan membangun jalan baru berupa jalan tanah atau jalan

beraspal. Tahapan pembangunan jalan yang biasa dilakukan di Indonesia menurut

Sulaksono (2001) dalam Wirdatun Nafiah Putri (2011) dimulai dari tahap

perencanaan (planning) selanjutnya dilakukan studi kelayakan (feasibility study) dan

perancangan detail (detail design) kemudian tahap konstruksi (construction) dan

tahap pemeliharaan (maintenance). Dalam hal perkerasan lama sudah dalam kondisi

yang sangat tidak layak maka lapisan tambahan tidak akan efektif dan kegiatan

rekonstruksi biasanya juga diperlukan. Kegiatan rekonstruksi ini juga dimaksud

untuk penanganan jalan yang dapat meningkatkan kelasnya.

Secara umum jalan akan mengalami penurunan kondisi semenjak pertama

kali digunakan hingga akhir umur rencana (Kodoatie, 2005) sehingga dibutuhkan

pemeliharaan yang tepat seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5 berikut :

21 Gambar 2.5 Tahap Penurunan Kondisi Jalan (Robinson, 1998 dalam Kodoatie,

2005)

Pada gambar 2.5 di atas menunjukkan proses penurunan kondisi jalan secara

teknis yang terjadi melalui beberapa tahapan atau fase. Fase A menunjukkan kondisi

sangat baik pada saat jalan selesai dibangun. Tahap berikutnya fase B (kondisi baik)

dimana proses kerusakan terjadi secara perlahan. Pada tahap ini diperlukan

pemeliharaan rutin untuk mempertahankan kondisi jalan tetap pada kondisi baik.

Fase C1 (kondisi sedang) merupakan tahapan kritis (critical phase) karena

percepatan kerusakan kasat mata mulai terjadi, pada stadium ini memerlukan

pelapisan ulang atau pemeliharaan periodik/berkala. Fase C2 (kondisi buruk) dimana

peningkatan kerusakan semakin tajam sehingga memerlukan rehabilitasi dan fase D

FASE B FASE C C1 C2 FASE D A Baik Sedang Buruk Sangat Buruk KOND ISI JAL AN Sangat baik Fas e Kr itis Pemeliharaan Berkala “Optimum” policy Pemeliharaan Rutin B ia y a to ta l k en d ar aa n d i ja ri n g an j al an Rehabilitasi Rekonstruksi

(Biaya Operasi Kendaraan)

300 % 400 % 100 %

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Tahun

“N” Jumlah tahun dari konstruksi Awal

Catatan : Bentuk Kurva yang di atas berdasarkan Perkerasan Beton Aspal

22 (kondisi sangat buruk) merupakan tahap kerusakan total dimana peningkatan dan

rekonstruksi jalan diperlukan.

2.4 Kinerja Perkerasan Jalan

Penanganan jalan sangat berhubungan dengan kinerja perkerasan jalan karena

dalam menentukan jenis penanganan yang akan dilakukan pada suatu ruas jalan

harus sesuai dengan kondisi eksisting yakni kinerja perkerasan jalan. Secara umum

kondisi eksisting jalan dengan cara visual dapat dibedakan dalam 4 (empat) jenis

(Dinas Bina Marga, 2003 dalam Rado Hotrin 2011) yaitu sebagai berikut :

a. Jalan dalam kondisi baik adalah jalan dengan permukaan yang benar - benar

rata dimana tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan permukaan jalan.

b. Jalan dalam kondisi sedang adalah jalan dengan kerataan permukaan

perkerasan sedang dimana tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan.

c. Jalan dalam kondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan sudah mulai

bergelombang dimana mulai ada kerusakan permukaan dan penambalan.

d. Jalan dalam kondisi rusak berat adalah jalan dengan permukaan perkerasan

sudah banyak kerusakan seperti bergelombang, retak-retak buaya dan

terkelupas yang cukup besar disertai kerusakan pondasi seperti amblas dan

sebagainya.

Tingkat kemantapan jalan ditentukan oleh dua kriteria yakni jalan mantap

secara konstruksi dan jalan tak mantap konstruksi dengan maksud sebagai berikut :

a. Jalan mantap konstruksi adalah jalan dengan kondisi konstruksi di dalam

koridor mantap yang mana untuk penanganannya hanya membutuhkan

23 kegiatan pemeliharaan. Jalan mantap konstruksi ditetapkan menurut standar

pelayanan minimal adalah jalan dalam kondisi sedang.

b. Jalan tak mantap konstruksi adalah jalan dengan kondisi di luar koridor

mantap yang mana untuk penanganan minimumnya adalah pemeliharaan

berkala dan maksimum peningkatan jalan dengan tujuan untuk menambah

nilai struktur konstruksi.

Konsep tingkat kemantapan jalan yang digunakan oleh direktorat jenderal

bina marga berdasarkan ketersediaan data adalah :

a. Parameter kerataan jalan atau International Roughness Index (IRI).

b. Parameter lebar jalan dan rasio volume/kapasitas (VCR).

c. Parameter lebar jalan dan volume lalulintas harian (LHR).

Kondisi jalan dapat dijadikan sebagai indikator kemantapan dan kenyamanan

jalan yang berkaitan dengan nilai LHR, IRI dan RCI yang ditampilkan pada tabel 2.2

di bawah.

Jalan yang berada pada kondisi sedang sesuai dengan tabel 2.2 dapat berada

dalam kemampuan pelayanan mantap dan tidak mantap. Pada kemampuan pelayanan

mantap jalan kondisi sedang yang melayani lalu lintas dengan LHR 3000 – 10000 harus mempunyai nilai IRI antara 4 – 6 m/km dan RCI = 6. Sedangkan jika pada lalu lintas dengan nilai LHR > 10000 nilai RCI = 6 dan IRI minimal 6,5 maka jalan

tersebut berada dalam kemampuan pelayanan tidak mantap.

24 Tabel 2.2 Indikator Kemantapan dan Kenyamanan Jalan

3.000 - 10.000 > 10.000 1 10 2 9 Baik Mantap Mantap 3.5 8 RCI = 8 5 7 Sedang RCI = 6.5 6.5 6 RCI = 6 RCI = 5.5 8.5 5 Rusak Ringan 11 4 RCI = 4 14 3

Tidak Mantap Tidak Mantap Rusak Berat

17 2 20 1 LHR (kend/hari) RCI IRI (m/km) Kategori

Sumber : Ditjen Bina Marga (2006) dalam Mulyono (2007) dalam Wirdatun Nafiah

Putri (2011)

Menurut Saleh dkk (2008) dalam Efri Debby E Ritonga (2011) pada dasarnya

penetapan kondisi jalan minimal adalah sedang dimana dalam gambar 2.6 di bawah

berada pada level IRI antara 4,5 m/km sampai dengan 8 m/km tergantung dari fungsi

jalan. Adapun hubungan antara kondisi, umur dan jenis penanganan jalan

ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut :

25 Gambar 2.6 Hubungan Antara Kondisi, Umur dan Jenis Penanganan Jalan (Saleh

dkk, 2008 dalam Efri Debby E Ritonga 2011)

2.4.1 International Roughness Index (IRI)

Tingkat kerataan jalan (International Roughness Index) merupakan salah satu

faktor atau fungsi pelayanan (functional performance) dari suatu perkerasan jalan.

Nilai IRI adalah nilai ketidakrataan permukaan jalan yang merupakan fungsi dari

potongan memanjang dan melintang permukaan jalan yakni panjang kumulatif turun

naik permukaan persatuan panjang yang dinyatakan dalam m/km. Metode

pengukuran kerataan permukaan jalan yang dikenal pada umumnya antara lain

metode NAASRA (SNI 03-3426-1994). Direktorat jenderal bina marga memakai

parameter IRI dalam menentukan kondisi konstruksi jalan yang dibagi atas 4

kelompok seperti dalam tabel 2.3 berikut :

26 Tabel 2.3 Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganan

Kondisi Jalan IRI (m/km) Kebutuhan Penanganan

Baik IRI rata –rata ≤ 4.5 Pemeliharaan Rutin Sedang 4.5 < IRI rata –rata ≤ 8.0 Pemeliharaan Berkala Rusak 8.0 < IRI rata –rata ≤ 1β Peningkatan Jalan Rusak Berat IRI rata – rata > 12 Rekonstruksi Sumber : IRMS dalam Ritonga, Efri Debby E 2011

2.5 Standar Pelayanan Minimum (SPM) di Bidang Jalan

Untuk menjamin tersedianya pelayanan publik bagi masyarakat dalam hal ini

Dokumen terkait