165 DAFTAR PUSTAKA
Anonim. “A History of Indonesian Road Management Systems”.
www.lpcb.org/lpcb/index.php?option=com_docman&task=doc....
Anonim. Tanpa Tahun. “Kerangka Acuan Kerja (KAK) Survey IRMS Jalan Provinsi” Bina Marga, Riau.
Anonim. 2015. “Harga Kendaraan Baru”. www.google.com/harga-kendaraan-baru.html
Anonim. 2015. “Harga Oli”. www.hargavelg/harga-oli-pelumas-pertamina.html. Anonim. 2005. “Pd T-15-2005-B Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan Bagian I:
Biaya tidak tetap (Running Cost)”. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Anonim. 2015. Siaran Pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI No.
16/SJI/2015
Armada, Tommy Putra. 2014. “Analisa Ekonomi Perbaikan Jalan Palembang – Betung Kab. Banyuasin Terhadap Nilai Kerugian Akibat Kemacetan”. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Vol.2.No.3. Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Palembang.
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2015. “Jumlah Penduduk Provinsi Aceh 2015”. www.aceh.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/120.
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2016. “Berita Resmi Statistik Badan Pusat
Statistik Provinsi Aceh No. 09/02/Th.XIX, 5 Februari 2016. Aceh.
Dian Agung Saputro, dkk. 2011.“Evaluasi Kondisi Jalan Dan Pengembangan Prioritas Penanganannya (Studi Kasus di Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang)”. Universitas Brawijaya Malang, Malang.
166 Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. 1983. “Manual Pemeliharaan Jalan Jilid I A Perawatan Jalan No 03/MN/B/1983”. PU Bina Marga, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. 1991. “Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No 038/TBM/1991”. PU Bina Marga, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Bina Jalan Kota. 1997.”Manual Kapasitas Jalan Indonesia”. PU Bina Marga, Jakarta.
Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Pedesaan. 2005. “Pd. T-18-2005-B Pra Studi Kelayakan Proyek Jalan Dan Jembatan”. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Direktorat Pembinaan Jalan Kota. 1990. “Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota No. 018/T/ BNKT/ 1990” PU Bina Marga, Jakarta. Firdasari. 2013. “Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam
Penentuan Prioritas Penanganan Pemeliharaan Jalan Di Kota Banda Aceh”. Magister Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Handhian, Yunico. 2009. “Analisis Penentuan Urutan Prioritas Pemeliharaan Jalan Kabupaten Di Kabupaten Merangin”. Magister Manajemen Aset FTSP ITS, Surabaya.
Hobbs, F.D. 1995. “Perencanaan Dan Teknik Lalu Lintas”. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Hotrin, Rado. 2011. “Analisis Prioritas Penanganan Jaringan Jalan Strategis Tehadap Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Humbang Hasundutan”. Tesis Tidak Diterbitkan. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
167 Hrp, Ahmad Royhan M. 2012. “Evaluasi Kelayakan Pembangunan Jalan Jembatan
Merah –Ranjau Batu”. Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Kementerian Pekerjaan Umum. 2014. “Peta Jalan Nasional”.
www.pu.go.id/site/view/56/114.6.32.36/foto_halaman/PETAACEH.jpg Kodoatie, Robert J. 2005. “Pengantar Manajemen Infrastruktur”. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Munawar, Ahmad. 2005. ”Dasar – Dasar Teknik Transportasi”. Beta Offset, Yogyakarta.
Muntasar, Theresia Fitriyani. 2011. “Penentuan Skala Prioritas Proyek Pembangunan
Jalan Di Kabupaten Banggai Kepulauan Dengan Mengunakan Proyek Hirarki Analitik”. Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol 1, No.1.Pascasarjana Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi.
Munthe, Saut P. 2011. “Penentuan Prioritas Pemeliharaan Jalan Nasional Di Kabupaten Manokwari”. Institut Teknologi Sepuluh November (ITS),
Surabaya.
N.D. Lea Consultants Ltd. 2000. “Technical Advisory Services for Integration, Development and Implementation Of Integrated Road Management Systems (IRMSs) (Loan No. 3712-IND) & (Loan No. 3913-IND) SEPM Technical”. Republic Of Indonesia Ministry Of Settlement & Regional Development Directorate General Of Regional Infrastructure Development, Jakarta.
Putri, I Dewa Ayu Ngurah Alit. 2011. “Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan
Kabupaten Di Kabupaten Bangli". Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
168 Putri, Wirdatun Nafiah. 2011. “Studi Penentuan Prioritas Penanganan Ruas Jalan Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (Studi Kasus Pada Jalan Provinsi Di Provinsi Sumatera Utara)”. Tesis Tidak Diterbitkan. Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.
Republik Indonesia, 2001. “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom”. Sekretaris Negara, Jakarta.
Republik Indonesia, 2004. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan”. Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang - Undangan, Jakarta.
Risdiansyah. 2014. “Studi Penentuan Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional
Bireuen – Lhokseumawe – Panton Labu”. Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Ritonga, Efri Debby E. 2011. “Kajian Kriteria Penanganan Jalan Nasional Lintas Timur Provinsi Sumatera Utara”. Tesis Tidak Diterbitkan. Magister Teknik
Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sembiring, Irwan S. 2008. “Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan (Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir)”. Tesis Tidak Diterbitkan. Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan. Sudarsana, Dewa Ketut dan Nyoman Swastika. 2013. “Kerugian Biaya Sosial Akibat
Dampak Pelaksanaan Proyek Pemeliharaan Jalan (Studi Kasus : Proyek Peningkatan Jalan Arteri Provinsi Bali Tahun 2012)”. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) 24 – 26 Oktober. Teknik Sipil Universitas Udayana, Denpasar.
169 Sukirman, Silvia. 1992. “Perkerasan Lentur Jalan Raya”. Nova, Bandung.
Syawal, Agustinus 2013. “Perbandingan Skala Prioritas Penanganan Jalan Di Kabupaten Bengkayang Antara Metode AHP Dengan Metode Bina Marga”.
Teknik Sipil Universitas Tanjungpura, Kalimantan Barat.
Yuwono, Bambang E. dkk. 2013. “Pengaruh Tingkat Kerusakan Jalan Terhadap Biaya Pemeliharaan Dan Biaya Kemacetan. Eco Rekayasa Vol. 9 No.2/September. Universitas Trisakti, Jakarta.
88 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi adalah suatu kerangka pendekatan pola pikir dalam rangka
menyusun dan melaksanakan suatu penelitian. Tujuannya adalah untuk mengarahkan
proses berpikir untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut agar
berlangsung secara terarah.
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian tentang penentuan prioritas penanganan ruas jalan nasional Panton
Labu/Simpang – Langsa – batas SUMUT ini termasuk dalam jenis penelitian survei dimana penelitian ini mengambil sampel dari satu populasi dan informasi diperoleh
melalui responden dengan menggunakan kuesioner. Proses analisis dilakukan dengan
menggunakan data sekunder seoptimal mungkin. Metode yang dipakai adalah
metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan metode Bina Marga. Program Expert Choice 11 yang merupakan perangkat lunak dari penerapan teori Analytical Hierarchy Process (AHP) dipakai dalam mengolah data hasil kuesioner dari para responden.
3.2 Daerah Penelitian
Daerah penelitian meliputi 8 (delapan) ruas jalan nasional yang tersebar di 3
(tiga) kabupaten/kota di wilayah provinsi Aceh mulai batas kabupaten Aceh Utara
sampai batas provinsi Sumatera Utara (SUMUT) dengan panjang total 179 km. Dari
89 8 (delapan) ruas yang ada tidak semua ruas dapat dilakukan penanganan, sehingga
sangat diperlukan penentuan skala prioritas penanganannya.
Adapun data ke 8 (delapan) ruas jalan tersebut yang menjadi daerah
penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini :
Tabel 3.1 Ruas Jalan Nasional yang Menjadi Daerah Penelitian
Baik Sedang Rusak
328) - Peureulak 65.48 46.78 18.7 0 0
2 011 Aceh
Timur
Peureulak - (Km 392) - Bts.
Kota Langsa 44.339 34.3 10.039 0 0
3 01111 Langsa Jln. AM.Ibrahim (Langsa) 4.679 1 3.679 0 0
4 01112 Langsa Jln. Ahmad Yani (Langsa) 5.222 4.9 0.322 0 0
5 012 Aceh
Tamiang
Bts. Kota Langsa - Bts. Prov.
SUMUT 50.832 37.53 13.1 0.1 0.1
6 01211 Langsa Jln. Agus Salim (Langsa) 1.424 0.4 1.024 0 0
7 047 Langsa Bts. Kota Langsa - Kuala
Langsa 4.07 2.77 1.3 0 0
8 04711 Langsa Jln. Kuala Langsa (Langsa) 2.96 2 0.96 0 0
179.006 129.7 49.124 0.1 0.1
Sumber : Satker Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh
90 3.3 Prosedur Penelitian
Proses tahapan penelitian untuk tugas akhir ini secara umum diperlihatkan
melalui bagan alir (flowchart) pada gambar 3.1. Dimana prosedurnya sesuai dengan prinsip dasar AHP yaitu sebagai berikut :
1. Perumusan masalah
Merumuskan permasalahan yang dihadapi pemerintah pusat yaitu dengan
adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan pendanaan jalan dengan
kemampuan dana APBN sehingga pemerintah pusat mengalami kesulitan
untuk memenuhi SPM jalan serta mempertahankan kondisi ruas jalan tetap
dalam kondisi mantap.
2. Melakukan tinjauan pustaka
Kajian pustaka dilakukan untuk mencari dan mendapatkan teori dan
konsep-konsep yang relevan serta peraturan-peraturan yang menjadi dasar untuk
melakukan analisa.
3. Mengumpulkan data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer yaitu data
persepsi yang merupakan hasil kuesioner dari pemangku kepentingan
(stakeholder) yang terdiri dari wakil perencana, wakil pelaksana dan wakil pengguna/masyarakat. Selain data primer, dikumpulkan juga data sekunder
yang relevan dengan penelitian ini yang meliputi data kondisi ruas jalan,
lalulintas harian rata – rata (LHR), peta jaringan jalan, data geometrik ruas jalan, data biaya penanganan ruas jalan pada daerah penelitian, data nilai rata
– rata penghasilan masyarakat atau product domestic regional bruto (PDRB),
91 angka pertumbuhan lalu lintas serta data komponen unit biaya operasional
kendaraan (BOK).
4. Pengolahan dan analisis data
Mengolah data persepsi yang merupakan hasil kuesioner dari para pemangku
kepentingan (stakeholders) dengan menggunakan program expert choice 11 yang merupakan perangkat lunak dari penerapan teori analytical hierarchy process. Selain itu, dalam proses analisa prioritas penanganan jalan juga dilakukan analisa dengan metode bina marga dan digunakan hanya sebagai
metode pembanding.
5. Penyusunan urutan prioritas ruas jalan
Pada tahap ini dilakukan penyusunan urutan prioritas jalan yang akan
ditangani pemeliharaannya agar ruas yang telah dinilai dari beberapa kriteria
dalam metode AHP dan metode Bina Marga tersebut akan diutamakan
pengerjaannya.
6. Membandingkan dengan metode yang dipakai pemerintah
Hasil yang diperoleh dari metode AHP akan dibandingkan dengan hasil dari
metode yang dipakai pemerintah yakni metode bina marga, sehingga bisa
dilihat pola/ kecenderungan kriteria penanganan yang dipakai masing-masing
metode.
Adapun metodologi penelitian untuk penelitian tugas akhir ini diperlihatkan
melalui bagan alir penelitian pada gambar 3.1 berikut :
92 Gambar 3.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian (Flowchart)
Mulai
Studi Literatur Latar Belakang
Pengumpulan Data Perumusan Masalah
Bagaimana kriteria dan prioritas dalam menentukan penanganan pada ruas jalan nasional Panton Labu – Langsa – Batas SUMUT serta apakah ada perbedaan prioritas dengan memakai metode Analytical Hierarchy Process (AHP) berdasarkan kriteria kondisi ruas jalan, arus lalu lintas dan biaya penanganan dan dengan memakai metode Bina Marga
Hasil Penelitian
Kriteria yang menjadi prioritas dalam penanganan ruas jalan nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT
Urutan ruas jalan yang menjadi prioritas penanganannya berdasarkan bobot tertinggi Hasil perbandingan dari kedua metode
Peta Jaringan Jalan Nasional Provinsi Aceh
Data kondisi ruas jalan nasional Panton Labu – Langsa – Batas SUMUT
Data LHR
Data biaya penanganan pada ruas jalan nasional Panton Labu – Langsa – Batas SUMUT UU dan Peraturan terkait Data geometrik jalan Data PDRB Aceh
Angka pertumbuhan lalulintas
Pengolahan Data Kuesioner
Analisa Penelitian
Analisa dilakukan berdasarkan 3 (tiga) kriteria yang digunakan dalam penelitian ini
Menganalisa kriteria yang menjadi prioritas dalam penanganan ruas jalan nasional Panton Labu – Langsa –Batas SUMUT
Menganalisa ruas jalan yang menjadi prioritas penanganannya memakai metode AHP dan metode Bina Marga
Membandingkan hasil penelitian antara metode AHP dan metode Bina Marga
Kesimpulan dan Saran
Selesai Penentuan Kriteria
93 3.4 Variabel Penelitian
Untuk menyelesaikan penelitian tugas akhir ini diperlukan sejumlah kriteria
yang dijadikan sebagai kandidat variabel dalam hal ini harus memenuhi syarat
berikut ini :
1. Diusahakan dapat dimulai dengan variabel yang kuantitatif sehingga
obyektifitas penilaian dapat dipertahankan
2. Data variabel mudah dikumpulkan dan selalu dapat diperbaharui
3. Mampu mewakili karakteristik jalan sebagai gambaran yang layak mengenai
tingkat kepentingan ruas yang akan ditangani.
Variabel yang digunakan adalah 3 (tiga) kriteria yang dianggap paling
berpengaruh sebagai dasar pertimbangan penanganan jalan yang diperoleh dari hasil
wawancara pada para responden serta dengan pertimbangan dari beberapa penelitian
terdahulu seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu :
1. Kriteria kondisi jalan
a. Baik
b. Sedang
c. Rusak ringan
d. Rusak berat
2. Kriteria arus lalu lintas
a. Kapasitas ruas jalan
b. Volume lalu lintas
3. Kriteria Biaya Penanganan
Secara umum susunan hierarki penelitian ini seperti ditunjukkan pada gambar
3.2 berikut :
94 Gambar 3.2 Skema Susunan Hierarki Penelitian
3.5 Sampel Penelitian
Survei yang dilakukan pada penelitian ini pemilihan sampel responden
bersifat tidak acak (non random sampling) dilakukan dengan cara purposive sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu bahwa unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam sampel responden yang diambil. Salah satu
metode dalam purposive sampling adalah pemakaian expert sampling dimana expert sampling terdiri dari sampel orang yang diketahui mempunyai pengalaman atau keahlian dalam suatu bidang. Ada dua alasan mengapa expert sampling dipakai. Pertama, ini adalah cara terbaik untuk memperoleh sampel orang yang punya specific expertise. Dalam hal ini expert sampling adalah hal yang khusus dari purposive sampling. Alasan lainnya adalah expert sampling tersebut dapat digunakan sebagai
Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT
Kondisi Jalan
Arus Lalulintas Biaya Penanganan
Baik Sedang
Rusak Ringan
Rusak Berat Volume
Lalulintas Kapasitas
Urutan Prioritas Penanganan 8 (delapan) Ruas Jalan Nasional Pada Daerah Penelitian (Jalan 1, Jalan 2, dst)
95 bukti penguat validitas sampel yang dipilih menggunakan metoda non probabilistik
lainnya. (Wadjidi, 2008 dalam Sembiring, 2008).
Sampel responden pada penelitian ini merupakan para pemangku
kepentingan (stakeholder) yang berada pada level pengambil keputusan di balai besar pelaksana jalan nasional wilayah I yakni satuan kerja perencanaan dan
pengawasan jalan nasional Aceh (Satker P2JN Aceh), satker pelaksanaan jalan
nasional wilayah I provinsi Aceh (Satker PJN I Aceh) dan badan perencanaan
pembangunan daerah provinsi Aceh (Bappeda Aceh). Sementara sebagai wakil dari
pengguna jalan diambil responden dari akademisi dan organisasi himpunan
pengembang jalan Indonesia (HPJI).
96
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Survei
Untuk memperoleh data persepsi dari para pemangku kepentingan
(stakeholder) maka dilakukan survei terhadap para responden. Responden tersebut terdiri dari 2 (dua) responden wakil dari perencana program, 2 (dua) responden wakil
pelaksana dan 2 (dua) responden wakil pengguna jalan. Adapun distribusi responden
tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.1 berikut ini :
Tabel4.1 Data Distribusi Responden
No Instansi
Jumlah
Responden Keterangan
1
Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan
Jalan Nasional Aceh (BBPJN I)
1 responden
Wakil Perencana
2 Badan Perencanaan Pembangunan Aceh 1 responden
3
Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional
Wilayah I Aceh (BBPJN I)
2 responden Wakil
Pelaksana
4
Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia
(HPJI) Aceh
Dari hasil survei dengan menggunakan kuesioner seperti pada lampiran 1
terhadap 6 (enam) responden diperoleh distribusi perangkingan kriteria menurut
97 kelompok responden. Adapun hasil penempatan rangking seluruh responden
terhadap semua kriteria direkapitulasi sehingga terlihat urutan rangking kriteria
seperti yang disajikan dalam tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.2 Urutan Rangking Kriteria Menurut Responden
Rangking 1 Rangking 2 Rangking 3
1 Kondisi ruas jalan
Perincian hasil persepsi para responden yang telah disajikan dalam tabel 4.2
di atas menunjukkan bahwa responden yang menempatkan kriteria 1 yaitu kriteria
kondisi ruas jalan sebagai rangking 1 adalah 4 responden (66,67%), rangking 2
adalah 2 responden (33,33%) dan rangking 3 adalah 0 responden (0%). Responden
yang menempatkan kriteria 2 yakni kriteria arus ruas jalan sebagai rangking 1
sebanyak 0 responden (0%), rangking 2 sebanyak 3 responden (50%) dan rangking 3
sebanyak 3 responden (50%). Responden yang menempatkan kriteria 3 yakni kriteria
biaya pemeliharaan jalan sebagai rangking 1 sebanyak 2 responden (33,33%),
rangking 2 sebanyak 1 responden (16,67%) dan rangking 3 sebanyak 3 responden
98 (50%). Maka dapat disimpulkan bahwa untuk kriteria rangking 1(satu) pilihan para
responden adalah kriteria kondisi ruas jalan sebanyak 4 (empat) responden (66,67%).
Sedangkan untuk kriteria rangking 2 (dua) dan kriteria rangking 3 (tiga) pilihan para
responden adalah kriteria biaya pemeliharaan jalan atau kriteria arus ruas jalan
dengan masing – masing sebanyak 3 (tiga) responden (50%). Karena 50% responden
menempatkan kriteria arus ruas jalan dan kriteria biaya penanganan pada rangking 2
(dua) dan rangking 3 (tiga), maka untuk kriteria yang akan menempati
peringkat/rangking 2 (dua) dan rangking 3 (tiga) pilihan responden bisa saja
ditempati oleh kriteria biaya pemeliharaan jalan atau kriteria arus ruas jalan
tergantung pada besarnya bobot dari masing – masing kriteria tersebut. Oleh karena
itu perlu dianalisis besarnya bobot masing – masing kriteria tersebut sesuai dengan
hasil kuesioner atau pilihan responden.
Dari hasil distribusi perangkingan di atas terlihat bahwa kecenderungan para
responden dalam menentukan rangking sangat dipengaruhi oleh persepsi dari
kepentingan mereka. Seperti bagi wakil perencana dan pengguna jalan yang
cenderung memberikan perhatian mereka terhadap kondisi ruas jalan yang sangat
tinggi, sedangkan untuk wakil pelaksana lebih cenderung memilih kriteria biaya
pemeliharaan jalan. Hal tersebut terkait dengan besarnya biaya yang diperlukan serta
sebagai bentuk ketersediaan anggaran dalam penanganan jalan.
4.2 Analisis Bobot Kriteria
Setelah data persepsi dari para pemangku kepentingan (stakeholder) terkumpul, maka proses selanjutnya adalah menghitung bobot kriteria dari masing –
masing responden dan kemudian dilanjutkan dengan bobot rata-rata per kelompok
99
stakeholder dan bobot rata-rata keseluruhan. Dalam menghitung bobot kriteria digunakan program expert choice 11. Hasil rekapitulasi pembobotan secara keseluruhan disebut sebagai nilai eigen vector, seperti disajikan dalam tabel 4.3 di bawah. Adapun proses perhitungan bobot kriteria tersebut adalah :
1. Meng- input data kuesioner ke program expert choice 11 yang hasilnya dapat dilihat pada lampiran 2.
2. Merekapitulasi output pada langkah 1.
3. Menghitung bobot kriteria per kelompok stakeholder.
4. Selanjutnya menghitung bobot kriteria (eigen vector)keseluruhan responden.
Tabel 4.3 Rekapitulasi Bobot Kriteria Secara Keseluruhan
Kondisi Ruas
1 Wakil Perencana 1 0.705 0.211 0.084 0.03
2 Wakil Perencana 2 0.751 0.070 0.178 0.03
3 Wakil Pelaksana 1 0.178 0.070 0.751 0.03
4 Wakil Pelaksana 2 0.205 0.078 0.717 0.02
5 Wakil Pengguna 1 0.751 0.162 0.087 0.01
6 Wakil Pengguna 2 0.793 0.131 0.076 0.02
0.5638 0.1203 0.3155
100 Berdasarkan perhitungan bobot rata-rata (eigen vector) keseluruhan responden diperoleh bahwa kriteria kondisi ruas jalan memiliki bobot sebesar 56,38
%, kriteria arus ruas jalan 12,03 % dan kriteria biaya pemeliharaan jalan sebesar
31,55 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi ruas jalan merupakan faktor
yang sangat berpengaruh dalam penentuan prioritas penanganan ruas jalan nasional
Panton Labu / Simpang – Langsa – Batas SUMUT.
Sementara itu untuk bobot per kelompok pemangku kepentingan
(stakeholders) juga jelas terlihat bahwa kelompok perencana dan pengguna jalan sangat memprioritaskan kriteria kondisi ruas jalan dalam penanganan ruas jalan di
daerah penelitian yakni masing – masing sebesar 72,8 % dan 77,2 %. Sedangkan
bagi wakil pelaksana jalan, kriteria biaya penanganan mendapatkan bobot terbesar
yaitu sebesar 73,4 %.
4.3 Analisis Bobot Variabel
Setelah bobot untuk masing-masing kriteria diperoleh mulai dari bobot
kriteria hasil kuisioner masing-masing responden, bobot per kelompok stakeholder
dan bobot kriteria keseluruhan. Langkah selanjutnya adalah menghitung bobot
masing-masing variabel. Adapun proses perhitungan bobot variabel adalah sebagai
berikut :
1. Meng-input data kuesioner ke program expert choice 11
2. Melakukan sintesis terhadap semua variabel yang hasilnya disajikan pada
lampiran 3.
3. Merekapitulasi output pada langkah 2.
101 4. Menghitung bobot variabel relatif per kelompok stakeholders dan keseluruhan responden. Adapun perhitungannya disajikan dalam tabel 4.4
dan tabel 4.5 berikut ini :
Tabel 4.4 Perhitungan Bobot Variabel Secara Keseluruhan dan Per Kelompok Pemangku Kepentingan (Stakeholders)
Kondisi
1 WPR 1 0.0290 0.0690 0.1930 0.4140 0.1760 0.0350 0.0840 0.05
2 WPR 2 0.0300 0.1050 0.1190 0.4970 0.0350 0.0350 0.1780 0.06
3 WPL 1 0.0080 0.0160 0.0350 0.1190 0.0590 0.0120 0.7510 0.04
4 WPL 2 0.0100 0.0170 0.0480 0.1300 0.0680 0.0100 0.7170 0.02
5 WPG 1 0.0340 0.0650 0.1730 0.4780 0.0810 0.0810 0.0870 0.04
6 WPG 2 0.0310 0.1120 0.1670 0.4840 0.1180 0.0130 0.0760 0.06
0.0237 0.0640 0.1225 0.3537 0.0895 0.0310 0.3155
WPR 0.0295 0.0870 0.1560 0.4555 0.1055 0.0350 0.1310
WPL 0.0090 0.0165 0.0415 0.1245 0.0635 0.0110 0.7340
WPG 0.0325 0.0885 0.1700 0.4810 0.0995 0.0470 0.0815
0.0237 0.0640 0.1225 0.3537 0.0895 0.0310 0.3155
KET : WPR : Wakil Perencana WPG : Wakil Pengguna
WPL : Wakil Pelaksana % Rata - Rata
Bobot Keseluruhan
102
Tabel 4.5 Rekapitulasi Bobot Variabel Relatif Secara Keseluruhan
No Variabel Bobot Variabel
7 Biaya Pemeliharaan Jalan 0.3155 0.3155
1.000 1.000
0.5638
0.1203
Total
Sumber : Hasil Analisa
Dari hasil perhitungan bobot variabel relatif secara keseluruhan diperoleh
variabel kondisi perkerasan rusak berat mendapatkan bobot yang paling tinggi
dibandingkan kriteria yang lain dengan nilai 35,37 %, selanjutnya di urutan kedua
adalah variabel biaya pemeliharaan jalan sebesar 31,55 %. Urutan ketiga adalah
variabel kondisi perkerasan rusak ringan sebesar 12,25 %. Sedangkan urutan
keempat, kelima, keenam dan ketujuh secara berturut-turut adalah kapasitas ruas
jalan 8,95 %, kondisi sedang 6,40 %, volume lalu lintas 3,10 % dan kondisi baik
dengan bobot 2,37 %.
4.4 Analisis Bobot Alternatif Terhadap Variabel
Setelah bobot kriteria dan bobot variabel relatif diperoleh maka selanjutnya
adalah proses pembobotan alternatif ruas jalan terhadap variabel yang telah
ditentukan. Dalam proses pembobotan alternatif meliputi 7 (tujuh) variabel, yaitu 4
103 (empat) variabel dari kriteria kondisi perkerasan ruas jalan yakni kondisi perkerasan
baik, kondisi sedang, kondisi rusak ringan dan kondisi rusak berat dan 2 (dua)
variabel dari kriteria ruas jalan yakni kapasitas ruas jalan dan volume lalulintas serta
variabel biaya pemeliharaan jalan. Sementara itu, ada 8 (delapan) alternatif ruas jalan
dalam pembobotan penentuan prioritas penanganannya di wilayah penelitian.
Adapun 8 (delapan) alternatif tersebut diperlihatkan dalam tabel 4.6 berikut :
Tabel 4.6 Alternatif Ruas Jalan Yang Dipakai Dalam Penentuan Prioritas Penanganan Ruas Jalan Di Daerah Penelitian
No Nomor
Ruas Nama Ruas
Panjang Ruas Jalan
(km)
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 65.480
2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 44.339
3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 4.679
4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 5.222
5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 50.832
6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 1.424
7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 4.070
8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2.960
179.006 Panjang Ruas Jalan Total
Sumber : Satuan Kerja Perencana dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh
4.4.1 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Kondisi Perkerasan
Dalam pembobotan alternatif terhadap variabel kondisi perkerasan ada 4
(empat) variabel yaitu variabel kondisi baik, sedang, rusak ringan dan rusak berat.
104 Adapun hasil rekapitulasi kondisi ruas jalan di daerah penelitian tahun 2014 dengan tipe perkerasan aspal hotmix seperti
ditunjukkan dalam tabel 4.7 di bawah. Sementara rincian data kondisi ruas jalan tahun 2014 dilampirkan pada lampiran 4.
Tabel 4.7 Kondisi Ruas Jalan Nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT Berdasarkan Nilai IRI Tahun 2014
km % km % km % km %
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 65.48 46.78 71.44% 18.7 28.56% 0 0.00% 0 0.00%
2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 44.339 34.3 77.36% 10.039 22.64% 0 0.00% 0 0.00%
3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 4.679 1 21.37% 3.679 78.63% 0 0.00% 0 0.00%
4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 5.222 4.9 93.83% 0.322 6.17% 0 0.00% 0 0.00%
5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 50.832 37.532 73.84% 13.1 25.77% 0.1 0.20% 0.1 0.20%
6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 1.424 0.4 28.09% 1.024 71.91% 0 0.00% 0 0.00%
7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 4.07 2.77 68.06% 1.3 31.94% 0 0.00% 0 0.00%
8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2.96 2 67.57% 0.96 32.43% 0 0.00% 0 0.00%
Panjang ruas jalan 179.006 129.68 49.124 0.1 0.1
Persentase 100% 72.45% 27.44% 0.06% 0.06%
TOTAL
No No Ruas Nama Ruas
Panjang Ruas (km)
Kondisi Perkerasan Berdasarkan nilai IRI
Baik Sedang Rusak
Ringan Rusak Berat
Sumber : Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Direktorat Jenderal Bina Marga
104
105 Proses perhitungan bobot alternatif ruas jalan terhadap kondisi ruas jalan
diperoleh dengan langkah – langkah sebagai berikut :
1. Menghitung persentase dari tiap kondisi masing – masing ruas jalan
terhadap panjang total ruas jalan tersebut.
2. Kemudian persentase tersebut dikalikan dengan nilai bobot variabel relatif
masing – masing kondisi yaitu untuk kondisi baik, sedang, rusak ringan
dan rusak berat sesuai dengan tabel 4.5 di atas. Hasil kali tersebut disebut
sebagai bobot kondisi. Kemudian bobot tiap kondisi masing – masing ruas
jalan dijumlahkan (total bobot kondisi).
3. Menghitung bobot skor masing – masing alternatif ruas jalan dengan cara
melakukan perbandingan berpasangan masing – masing alternatif ruas
jalan terhadap total bobot kondisi masing – masing ruas yang diperoleh.
Dalam hal ini peneliti menghitung dengan memakai program expert choice 11.
4. Kemudian bobot skor dikalikan dengan bobot kriteria kondisi ruas jalan.
Rekapitulasi hasil perhitungan untuk langkah 1 dan langkah 2 dapat dilihat
pada tabel 4.8 di bawah ini :
106
Tabel 4.8 Rekapitulasi Total Bobot Kondisi Masing – Masing Alternatif Ruas Jalan Memakai Data Kondisi Tahun 2014
Baik Sedang Rusak
(km 328) - Peureulak 65.48 0.7144 0.28558 0 0 100% 0.0169 0.01828 0 0 0.03519
2 011 Peureulak (km 392) -
Batas Kota Langsa 44.339 0.7736 0.22641 0 0 100% 0.0183 0.01449 0 0 0.03280
3 01111 Jalan A.M.Ibrahim
(Langsa) 4.679 0.2137 0.78628 0 0 100% 0.0051 0.05032 0 0 0.05538
4 01112 Jalan Ahmad Yani
(Langsa) 5.222 0.9383 0.06166 0 0 100% 0.0222 0.00395 0 0 0.02615
5 012 Batas Kota Langsa -
Batas Prov. SUMUT 50.832 0.7348 0.25771 0.00197 0.002 100% 0.0174 0.01649 0.0002 0.0007 0.03482
6 01211 Jalan Agus Salim
(Langsa) 1.424 0.2809 0.7191 0 0 100% 0.0066 0.04602 0 0 0.05267
7 047 Batas Kota Langsa -
Kuala Langsa 4.07 0.6806 0.31941 0 0 100% 0.0161 0.02044 0 0 0.03655
8 04711 Jalan Kuala Langsa
(Langsa) 2.96 0.6757 0.32432 0 0 100% 0.016 0.02076 0 0 0.03675
107 Proses selanjutnya adalah menghitung bobot skor masing – masing
alternatif ruas jalan dengan cara melakukan perbandingan berpasangan tiap
alternatif ruas jalan terhadap total bobot kondisi masing – masing ruas yang
diperoleh. Range total bobot kondisi ruas jalan setiap alternatif ruas jalan dihitung
terlebih dahulu sebagai range dalam memberikan nilai skala perbandingan
berpasangan. Range tersebut diperoleh dengan mencari selisih antara total bobot
kondisi terbesar dikurang dengan total bobot kondisi terkecil, hal ini karena ruas
jalan dengan bobot total bobot kondisi yang lebih besar akan lebih diprioritaskan
dalam penanganannya dibandingkan ruas jalan yang memiliki total bobot yang
lebih kecil. Kemudian nilai selisih tersebut dibagi dengan jumlah jarak nilai skala
banding berpasangan (n). Dimana nilai skala banding berpasangan adalah 1 s/d 9.
Namun karena skala 1 merupakan perbandingan dengan tingkat kepentingan yang
sama maka range yang diperhitungkan adalah 2 s/d 9, maka n = 9 – 1 = 8.
Dari hasil rekapitulasi total bobot kondisi semua alternatif ruas jalan
diketahui bahwa ruas jalan A.M.Ibrahim (Langsa) memiliki total bobot kondisi
terbesar yaitu 0.05538. Sedangkan ruas jalan dengan total bobot kondisi terkecil
adalah ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) yaitu sebesar 0.02615. Maka selisih bobot
terbesar dengan bobot terkecil adalah 0.05538 - 0.02615 = 0.02923. Sehingga
range pada skala 2 s/d 9 masing – masing bertambah sebesar (0.02923) / (8) =
0.003654. Dengan menggunakan perhitungan tersebut maka nilai skala banding
berpasangan dapat ditentukan dalam membandingkan masing – masing alternatif
ruas jalan seperti yang ditampilkan pada tabel 4.9 berikut :
108
Tabel 4.9 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Kondisi Ruas Jalan
Skala Banding Berpasangan
Selisih Total Bobot Kondisi
1 0.000000 0.000000 s/d 0.000000
2 0.003654 0.000001 s/d 0.003654
3 0.007308 0.003655 s/d 0.007308
4 0.010962 0.007309 s/d 0.010962
5 0.014616 0.010963 s/d 0.014616
6 0.018270 0.014617 s/d 0.018270
7 0.021924 0.018271 s/d 0.021924
8 0.025578 0.021925 s/d 0.025578
9 0.029232 0.025579 s/d 0.029232
Range Total Bobot Kondisi
Sumber : Hasil Analisa
Sebagai contoh dalam memberikan nilai skala banding berpasangan antara
alternatif ruas jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) – Peureulak dengan ruas
jalan Peureulak (Km 392) – batas kota Langsa adalah sebagai berikut. Untuk ruas
jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) – Peureulak memiliki total bobot kondisi
sebesar 0.03519 dan ruas jalan Peureulak (Km 392) – batas kota Langsa sebesar
0.03280, maka selisihnya adalah = 0.03519 - 0.03280 = 0.00239. Dimana selisih
total bobot kondisi kedua ruas tersebut berada pada range nilai 2 skala banding
berpasangan. Karena selisih total bobot kedua ruas kondisi tersebut bernilai
positif (+) maka nilai skala banding berpasangan yang digunakan adalah 2. Akan
tetapi jika selisihnya bernilai negatif (-) maka nilai skala banding berpasangan
yang dipakai adalah 1/2 atau 0.5. Adapun nilai skala banding berpasangan untuk
109 perbandingan setiap alternatif ruas jalan terhadap variabel kondisi ruas jalan
ditampilkan pada tabel 4.10 berikut ini :
Tabel 4.10 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap Alternatif Terhadap Variabel Kondisi Ruas Jalan
Alternatif Ruas
Setelah nilai skala banding berpasangan diperoleh maka selanjutnya
adalah menghitung bobot skor masing – masing alternatif dengan memakai
program expert choice 11, dimana prosesnya sama seperti menghitung bobot kriteria dan bobot variabel. Adapun proses perhitungan bobot skor alternatif ruas
jalan terhadap variabel kondisi ruas jalan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Meng- input data nilai skala banding berpasangan yang diperoleh seperti pada tabel 4.10 di atas ke program expert choice 11 yang hasilnya dapat dilihat pada lampiran 5.
2. Merekapitulasi output pada langkah 1.
110 3. Menghitung bobot alternatif masing – masing ruas jalan terhadap
variabel/kriteria kondisi ruas jalan.
Rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas jalan
terhadap variabel/kriteria kondisi ruas jalan ditampilkan pada tabel 4.11 berikut :
Tabel 4.11 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel/Kriteria Kondisi Ruas Jalan
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.0570 0.03214
2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.0340 0.01917
3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.3870 0.21819
4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.0200 0.01128
5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.0480 0.02706
6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.2940 0.16576
7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.0730 0.04116
8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.0860 0.04849
1.00 0.56324
0.5638 Total
Bobot kriteria kondisi ruas jalan (Tabel 4.5)
Sumber : Hasil Analisa
Berdasarkan perhitungan pada tabel 4.11 di atas diperoleh bahwa ruas
jalan A.M.Ibrahim (Langsa) merupakan alternatif ruas jalan dengan bobot dan
prioritas tertinggi jika di tinjau dari kondisi ruas jalan, yaitu memiliki bobot
prioritas sebesar 0.21819 atau 21,819 %.
111
4.4.2 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Kapasitas Ruas Jalan
Bobot dari masing – masing alternatif terhadap variabel kapasitas
diperoleh setelah terlebih dahulu menghitung kapasitas masing – masing alternatif
ruas jalan dengan rumus yang digunakan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia
(MKJI) seperti pada persamaan 2.1 dan 2.2 yaitu :
Rumus kapasitas di wilayah perkotaan :
C = Co x FCW x FCSP x FCSF x FCCS
Sementara rumus kapasitas jalan antar kota :
C = Co x FCW x FCSP x FCSF
Dimana:
C = Kapasitas (smp/jam)
Co = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCW = Faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan
FCSP = Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak berlaku untuk
jalan satu arah)
FCSF = Faktor koreksi kapasitas akibat hambatan samping dan bahu jalan/kereb
FCCS = Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
Untuk memperoleh nilai dari faktor – faktor koreksi kapasitas untuk
masing – masing alternatif ruas jalan terlebih dahulu harus diketahui data
eksisting tiap alternatif . Adapun data eksisting dari masing – masing alternatif
ruas jalan tersebut ditampilkan pada tabel 4.12 yang kemudian digunakan dalam
proses perhitungan kapasitas ruas jalan seperti pada tabel 4.13 di bawah.
112
Tabel 4.12 Data Eksisting Tiap Alternatif Ruas Jalan
Segmen
2 Panjang Jalan / Segmen (km) 65.48 44.33 4.67 5.22 1.42 4.07 2.96
3 Pembatas Median (D/UD) UD UD UD D D UD D UD UD UD
4 Arah 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
5 Pembagian arah ( % - % ) 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50 50 - 50
6 Lebar jalan efektif (m) 7 7 6 13 14 7 16.4 7 6.8 6.8
7 Lebar bahu efektif (m) 1 0.8 0.6 0.5 0.8 0.8 1.2 0.6 0.5 1
8 Ukuran kota (juta penduduk) 0.1568 0.25191
9 Kelas hambatan samping
Permukiman
Permukiman, beberapa transportasi umum √ √
Daerah industri dengan beberapa toko di pinggir
jalan √ √ √ √ √ √ √
Daerah komersial, aktivitas pinggir jalan tinggi √
Daerah komersial dengan aktivitas perbelanjaan pinggir jalan
50.83 Nomor Ruas
012
No Data Eksisting
010 011 01111 01112 01211 047 04711
Sumber : Hasil Analisa
112
113
Tabel 4.13 Rekapitulasi Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan
a b c d e f g h i = (d*e*f*g*h)
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 2900 1.00 1.0 0.95 - 2755.000
2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 2900 1.00 1.0 0.91 - 2639.000
3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 2900 0.87 1.0 0.91 - 2295.930
4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 6600 0.96 1.0 0.88 0.90 5018.112
Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT
Segmen 1 (Awal batas kota Langsa) 6600 1.00 1.0 0.91 - 6006.000
Segmen 2 (Sampai Batas SUMUT) 2900 1.00 1.0 0.91 - 2639.000
Segmen 3 (Kota Tamiang) 6600 1.08 1.0 0.98 0.90 6286.896
4977.299
6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 2900 1.00 1.0 0.91 - 2639.000
7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 2900 0.88 1.0 0.88 - 2245.760
8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 2900 0.88 1.0 0.95 - 2424.400
114 Berdasarkan data pada tabel 4.12 diperoleh nilai setiap faktor koreksi
kapasitas yang sesuai dengan tabel 2.5 s.d tabel 2.11. Setelah besarnya kapasitas
suatu ruas jalan diperoleh seperti pada tabel 4.13 di atas, maka selanjutnya
dilakukan pembobotan alternatif ruas jalan terhadap variabel kapasitas ruas jalan.
Dalam proses pembobotan alternatif terhadap variabel kapasitas ruas jalan
dilakukan perbandingan berpasangan tiap alternatif ruas jalan. Range selisih
kapasitas ruas jalan diperoleh dengan mencari selisih antara kapasitas ruas jalan
terkecil dikurang dengan kapasitas ruas jalan terbesar, hal ini karena ruas jalan
dengan kapasitas yang lebih kecil akan lebih diprioritaskan penanganannya.
Kemudian nilai selisih tersebut dibagi dengan jumlah jarak nilai skala banding
berpasangan (n), yaitu n = 9 – 1 = 8.
Dari hasil rekapitulasi kapasitas ruas jalan semua alternatif ruas jalan
diketahui bahwa ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan ruas jalan dengan
kapasitas ruas jalan terbesar yaitu sebesar 5,018.112 smp/jam, sedangkan ruas
jalan yang memiliki kapasitas ruas jalan terkecil adalah ruas jalan batas kota
Langsa – Kuala Langsa yaitu sebesar 2,245.760 smp/jam. Maka selisih nilai
kapasitas ruas jalan terkecil dengan kapasitas terbesar adalah 2,245.760 -
5,018.112 = (-) 2,772.352 smp/jam. Sehingga range pada skala 2 s/d 9 masing –
masing bertambah sebesar (2,772.352) / (8) = 346.544 smp/jam.
Dengan menggunakan perhitungan tersebut maka nilai skala banding
berpasangan dapat ditentukan dalam membandingkan masing – masing alternatif
ruas jalan seperti yang ditampilkan pada tabel 4.14 berikut ini :
115
Tabel 4.14 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Kapasitas Ruas Jalan
Skala Banding Berpasangan
Selisih Kapasitas (smp/jam)
1 0.000 0.000 s/d 0.000
2 346.544 0.001 s/d 346.544
3 693.088 346.545 s/d 693.088
4 1039.632 693.089 s/d 1039.632
5 1386.176 1039.633 s/d 1386.176
6 1732.720 1386.177 s/d 1732.720
7 2079.264 1732.721 s/d 2079.264
8 2425.808 2079.265 s/d 2425.808
9 2772.352 2425.809 s/d 2772.352
Range (smp/jam)
Sumber : Hasil Analisa
Sebagai contoh dalam memberikan nilai skala banding berpasangan antara
alternatif ruas jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) – Peureulak dengan ruas
jalan Peureulak (Km 392) – batas kota Langsa adalah sebagai berikut. Untuk ruas
jalan Panton Labu/Simpang (Km 328) – Peureulak memiliki kapasitas sebesar
2755 smp/jam dan ruas jalan Peureulak (Km 392) – batas kota Langsa memiliki
kapasitas sebesar 2639 smp/jam, maka selisih kapasitas nya adalah = 2755 – 2639
= 116 smp/jam. Dimana selisih kapasitas kedua ruas tersebut berada pada range
nilai 2 skala banding berpasangan. Karena selisih kapasitas kedua ruas tersebut
bernilai positif (+) maka nilai skala banding berpasangan yang digunakan adalah
1/2 atau 0.5, akan tetapi jika selisih nilai kapasitas ruasnya bernilai negatif (-)
maka nilai skala banding berpasangan yang dipakai adalah 2. Hal ini karena
116 diasumsikan bahwa ruas jalan dengan kapasitas jalan yang lebih kecil akan lebih
diprioritaskan penanganannya. Nilai skala banding berpasangan untuk
perbandingan setiap alternatif terhadap variabel kapasitas ruas jalan dapat dilihat
pada tabel 4.15 berikut :
Tabel 4.15 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap Alternatif Terhadap Variabel Kapasitas Ruas Jalan
Alternatif Ruas
Setelah nilai skala banding berpasangan diperoleh maka selanjutnya
adalah menghitung bobot skor masing – masing alternatif dengan memakai
program expert choice 11. Adapun proses perhitungan bobot skor alternatif ruas jalan terhadap variabel kapasitas ruas jalan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Meng- input data nilai skala banding berpasangan yang diperoleh seperti pada tabel 4.15 di atas ke program expert choice 11 yang hasilnya disajikan pada lampiran 6 .
2. Merekapitulasi output pada langkah 1.
3. Menghitung bobot alternatif terhadap variabel relatif kapasitas ruas jalan.
117 Rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas jalan
terhadap variabel relatif kapasitas ruas jalan dengan menggunakan program expert choice 11 ditampilkan pada tabel 4.16 berikut :
Tabel 4.16 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel Relatif Kapasitas Ruas Jalan
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.0880 0.00788
2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.1160 0.01038
3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.2060 0.01844
4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.0160 0.00143
5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.0200 0.00179
6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.1160 0.01038
7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.2750 0.02461
8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.1630 0.01459
1.00 0.08950
0.0895 Bobot variabel relatif kapasitas ruas jalan (Tabel 4.5)
Total
Sumber : Hasil Analisa
Berdasarkan perhitungan pada tabel 4.16 di atas diperoleh ruas jalan batas
kota Langsa – Kuala Langsa merupakan alternatif ruas jalan dengan bobot dan
prioritas tertinggi jika di tinjau dari variabel kapasitas ruas jalan dengan bobot
prioritas sebesar 0.02461 atau 2,461 %.
118
4.4.3 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Volume Lalulintas
Analisis pembobotan alternatif ruas jalan terhadap variabel volume lalu
lintas berasumsi bahwa alternatif ruas jalan dengan volume lalu lintas yang lebih
besar akan lebih diprioritaskan penanganannya dibandingkan dengan alternatif
ruas jalan dengan volume lalu lintas yang lebih kecil. Analisa dilakukan
berdasarkan pada data sekunder yang diperoleh dari satuan kerja perencanaan dan
pengawasan jalan nasional Aceh yang dilampirkan pada lampiran 7. Adapun
rekapitulasi data volume lalu lintas untuk masing – masing alternatif tersebut
dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut ini :
Tabel 4.17 Rekapitulasi Volume Lalu Lintas Setiap Alternatif Ruas Jalan
No
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 5,257
2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 4,907
3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 3,039
4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 89,205
5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 6,160
6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 14,440
7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 9,194
8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 14,301
Sumber : Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Aceh Balai
Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Direktorat Jenderal Bina Marga
Range selisih LHRT diperoleh dengan mencari selisih antara LHRT
terbesar dikurang dengan LHRT terkecil. Hal ini karena ruas jalan dengan LHRT
yang nilainya lebih besar akan lebih diprioritaskan dalam penanganannya.
119 Kemudian selisih LHRT tersebut dibagi dengan jumlah jarak nilai skala banding
berpasangan (n), dimana n = 9 – 1 = 8.
Dari hasil rekapitulasi LHRT diperoleh ruas jalan Ahmad Yani (Langsa)
merupakan ruas jalan dengan LHRT terbesar yaitu sebesar 89,205 kend/hari.
Sedangkan ruas jalan dengan LHRT terkecil adalah ruas jalan A.M.Ibrahim
(Langsa) yaitu sebesar 3,039 kend/hari. Maka selisih nilai LHRT = 86166
kend/hari. Sehingga range bertambah sebesar (86166 kend/hari) / (8) = 10,770.75
kend/hari. Dengan menggunakan perhitungan tersebut maka nilai skala banding
berpasangan dapat ditentukan dalam membandingkan masing – masing alternatif
ruas jalan seperti yang ditampilkan pada tabel 4.18 berikut :
Tabel 4.18 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Volume Lalu Lintas
Skala Banding Berpasangan
Selisih Nilai LHRT (kend/hari)
1 0.00 0.00 s/d 0.00
2 10770.75 0.01 s/d 10770.75
3 21541.50 10770.76 s/d 21541.50
4 32312.25 21541.51 s/d 32312.25
5 43083.00 32312.26 s/d 43083.00
6 53853.75 43083.01 s/d 53853.75
7 64624.50 53853.76 s/d 64624.50
8 75395.25 64624.51 s/d 75395.25
9 86166.00 75395.26 s/d 86166.00
Range (kend/hari)
Sumber : Hasil Analisa
120 Apabila selisih LHRT bernilai positif (+) maka nilai skala banding
berpasangan yang digunakan adalah nilai skala perbandingan 1 s/d 9. Akan tetapi
jika selisih LHRT bernilai negatif (-) maka nilai skala banding berpasangan yang
dipakai adalah nilai kebalikannya. Adapun nilai skala banding berpasangan untuk
perbandingan setiap alternatif terhadap variabel volume lalulintas dapat dilihat
pada tabel 4.19 berikut:
Tabel 4.19 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap Alternatif Terhadap Variabel Volume Lalulintas
Alternatif Ruas
Selanjutnya adalah menghitung bobot skor masing – masing alternatif
dengan memakai program expert choice 11. Hasil perhitungan dengan program
expert choice 11 dapat dilihat pada lampiran 8.
Adapun rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas
jalan terhadap variabel relatif volume lalu lintas ditampilkan pada tabel 4.20
berikut ini :
121
Tabel 4.20 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel Relatif Volume Lalulintas
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.0510 0.00158
2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.0430 0.00133
3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.0330 0.00102
4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.5370 0.01665
5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.0610 0.00189
6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.1090 0.00338
7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.0730 0.00226
8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.0920 0.00285
1.00 0.03097
0.0310 Bobot variabel relatif volume lalu lintas (Tabel 4.5)
Total
Sumber : Hasil Analisa
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.20 di atas menunjukkan bahwa
ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan alternatif ruas jalan dengan bobot
dan prioritas tertinggi jika di tinjau dari variabel volume lalu lintas, yaitu memiliki
bobot prioritas sebesar 0.01665 atau 1,665 %.
4.4.4 Bobot Alternatif Terhadap Variabel Biaya Penanganan Jalan
Analisis bobot alternatif terhadap variabel biaya penanganan jalan
dilakukan dengan asumsi bahwa ruas jalan dengan nilai biaya penanganan lebih
kecil akan lebih diprioritaskan dibandingkan ruas jalan dengan biaya yang lebih
besar.
122 Adapun data biaya penanganan jalan untuk semua alternatif ruas jalan
dapat dilihat pada tabel 4.21 berikut ini :
Tabel 4.21 Biaya Penanganan Untuk Semua Alternatif Ruas Jalan
No Urut
Nomor
Ruas Nama Ruas Biaya Penanganan
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak Rp 45,408,200,000
2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa Rp 1,843,560,000
3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) Rp 267,160,000
4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) Rp 75,000,000
5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT Rp 78,942,488,000
6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) Rp 83,560,000
7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa Rp 122,100,000
8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) Rp 82,500,000
Sumber : Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Aceh
Range selisih biaya penanganan diperoleh dengan menghitung selisih
antara biaya penanganan jalan terkecil dengan biaya penanganan terbesar. Hal ini
karena ruas jalan dengan biaya penanganan lebih kecil akan lebih diprioritaskan
penanganannya. Kemudian selisih biaya penanganan tersebut dibagi dengan
jumlah jarak nilai skala banding berpasangan (n), dimana n = 9 – 1 = 8.
Dari tabel 4.21 di atas dapat diketahui bahwa ruas jalan Ahmad Yani
(Langsa) merupakan ruas jalan dengan biaya pemeliharaan terkecil yaitu sebesar
Rp.75,000,000,-. Sedangkan ruas jalan yang memiliki biaya pemeliharaan terbesar
adalah ruas jalan batas kota Langsa – batas Provinsi SUMUT yaitu sebesar
Rp.78,942,488,000,-. Maka selisih nilai biaya pemeliharaan terkecil dengan biaya
123 pemeliharaan terbesar adalah (Rp.75,000,000,-) – (Rp.78,942,488,000,-) = (-)
(Rp.78,867,488,000). Sehingga range pada skala 2 s/d 9 masing – masing
bertambah sebesar (Rp.78,867,488,000) / (8) = Rp.9,858,436,000,-. Sehingga nilai
skala banding berpasangan dalam membandingkan masing – masing alternatif
ruas jalan terhadap variabel biaya penanganan jalan seperti yang ditampilkan pada
tabel 4.22 berikut :
Tabel 4.22 Skala Banding Berpasangan Untuk Variabel Biaya Penanganan Jalan
Skala Banding Berpasangan
Selisih Biaya (Rpx106)
1 0.000 0.000 s/d 0.000
2 9858.436 0.001 s/d 9858.436
3 19716.872 9858.437 s/d 19716.872
4 29575.308 19716.873 s/d 29575.308
5 39433.744 29575.309 s/d 39433.744
6 49292.180 39433.745 s/d 49292.180
7 59150.616 49292.181 s/d 59150.616
8 69009.052 59150.617 s/d 69009.052
9 78867.488 69009.053 s/d 78867.488
Range (Rpx106)
Sumber : Hasil Analisa
Adapun nilai skala banding berpasangan untuk perbandingan setiap
alternatif terhadap variabel biaya penanganan dari masing – masing alternatif
ditampilkan pada tabel 4.23 di bawah ini :
124
Tabel 4.23 Nilai Skala Banding Berpasangan Untuk Perbandingan Setiap Alternatif Terhadap Variabel Biaya Penanganan
Alternatif Ruas alternatif terhadap variabel biaya penanganan jalan dimana hasil perhitungannya
dilampirkan pada lampiran 9.
Adapun rekapitulasi bobot skor dan hasil perhitungan bobot alternatif ruas
jalan terhadap variabel relatif biaya penanganan jalan ditampilkan pada tabel 4.24
di bawah ini :
125
Tabel 4.24 Rekapitulasi Bobot Skor dan Bobot Alternatif Terhadap Variabel Relatif Biaya Penanganan Jalan
1 010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.0310 0.00978
2 011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.0990 0.03123
3 01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.1180 0.03723
4 01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.2340 0.07383
5 012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.0150 0.00473
6 01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.1660 0.05237
7 047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.1400 0.04417
8 04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.1970 0.06215
1.00 0.31550
0.3155 Bobot variabel relatif biaya penanganan jalan (Tabel 4.5)
Total
Sumber : Hasil Analisa
Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan pada tabel 4.24 di atas
diperoleh ruas jalan Ahmad Yani (Langsa) merupakan alternatif ruas jalan
dengan bobot dan prioritas penanganan tertinggi jika di tinjau dari biaya
penanganannya, yaitu memiliki bobot prioritas sebesar 0.07383 atau 7,383 %.
4.5 Prioritas Penanganan Jalan Terhadap Semua Kriteria
Analisis prioritas terhadap semua kriteria ini menunjukkan seberapa besar
pengaruh tiap kriteria ataupun variabel mulai dari yang pengaruhnya besar sampai
yang pengaruhnya sangat kecil. Bobot prioritas terhadap semua kriteria
126 merupakan jumlah bobot alternatif terhadap keseluruhan kriteria dan atau
variabel penelitian. Rekapitulasi bobot prioritas terhadap semua kriteria dapat
dilihat pada tabel 4.25 berikut ini :
Tabel 4.25 Rekapitulasi Bobot Prioritas Terhadap Semua Kriteria
Kondisi
1 010 0.03214 0.00788 0.00158 0.00978 0.0513805 5.14%
2 011 0.01917 0.01038 0.00133 0.03123 0.0621145 6.21%
3 01111 0.21819 0.01844 0.00102 0.03723 0.274879 27.49%
4 01112 0.01128 0.00143 0.01665 0.07383 0.103187 10.32%
5 012 0.02706 0.00179 0.00189 0.00473 0.0354725 3.55%
6 01211 0.16576 0.01038 0.00338 0.05237 0.231893 23.19%
7 047 0.04116 0.02461 0.00226 0.04417 0.112200 11.22%
8 04711 0.04849 0.01459 0.00285 0.06215 0.1280835 12.81%
0.56325 0.0895 0.03096 0.31550 0.99921 100%
Bobot Alternatif Total
Berdasarkan bobot prioritas terhadap semua kriteria pada tabel 4.25 di atas
dapat diketahui rangking setiap ruas jalan tersebut. Dimana ruas jalan yang
menunjukkan bobot prioritas lebih besar maka penanganannya akan lebih
diprioritaskan. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi bobot prioritas suatu ruas
jalan berarti tingkat pencapaian tujuan pengelolaan jalan dari ruas tersebut
127 terhadap pengelolaan jalan nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – Batas
SUMUT telah sesuai dengan kriteria dan variabel yang ditetapkan.
Adapun rangking atau urutan prioritas penanganannya ditampilkan pada
tabel 4.26 berikut :
Tabel 4.26 Rangking Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional Panton Labu/Simpang – Langsa – Batas SUMUT Terhadap Semua Kriteria Dengan
Metode Analytical Hierarchy Process(AHP)
No
Ruas Nama Ruas
Bobot
Prioritas % Rangking
a b c d e
01111 Jalan A.M.Ibrahim (Langsa) 0.27488 27.49% 1
01211 Jalan Agus Salim (Langsa) 0.23189 23.19% 2
04711 Jalan Kuala Langsa (Langsa) 0.12808 12.81% 3
047 Batas Kota Langsa - Kuala Langsa 0.11220 11.22% 4
01112 Jalan Ahmad Yani (Langsa) 0.10319 10.32% 5
011 Peureulak (km 392) - Batas Kota Langsa 0.06211 6.21% 6
010 Panton Labu/Simpang (km 328) - Peureulak 0.05138 5.14% 7
012 Batas Kota Langsa - Batas Prov. SUMUT 0.03547 3.55% 8
0.99921 99.92%
Sumber : Hasil Analisa
Dengan memasukkan 3 kriteria yaitu kriteria kondisi ruas jalan, arus ruas
jalan dan biaya penanganan jalan terhadap penentuan prioritas penanganan jalan
di daerah penelitian diperoleh bahwa ruas jalan A.M.Ibrahim (Langsa) adalah
prioritas pertama, diikuti ruas jalan Agus Salim (Langsa) dan seterusnya.
128
4.6 Penentuan Prioritas Penanganan Jalan Dengan Metode Bina Marga 4.6.1 Analisis Penghematan Biaya Operasi Kendaraan (BOK)
Karena yang diperhitungkan sebagai manfaat proyek adalah selisih dalam
BOK, maka yang perlu dihitung adalah biaya tidak tetap saja baik untuk kondisi
dengan proyek (with project) maupun untuk kondisi tanpa proyek (without project). (Pedoman studi kelayakan proyek jalan dan jembatan Pd.T-18-2005-B).
4.6.1.1Biaya Konsumsi Bahan Bakar (BiBBMj)
Biaya konsumsi bahan bakar dihitung dengan persamaan 2.12, yaitu :
BiBBMj= KBBMi x HBBMj
Dimana : BiBBMj = Biaya konsumsi bahan bakar (Rp/km)
KBBMi = Konsumsi bahan bakar minyak (liter/km)
HBBMj = Harga bahan bakar (Rp/liter)
Dalam analisis ekonomi digunakan harga ekonomi sebagai harga satuan
bahan bakar (Pd.T-15-2005-B). Adapun harga bahan bakar dapat dilihat pada
tabel 4.27 berikut :
Tabel 4.27 Harga bahan bakar tahun 2015
Jenis Bahan Bakar Harga Finansial (Rp/liter)
Harga Ekonomi (Rp/liter)
Bensin Premium Rp 7,300.00 Rp 6,570.00
Solar Rp 6,900.00 Rp 6,210.00
Harga Ekonomi = Harga Finansial - PPN (10%)
Sumber : Kementerian ESDM RI, 2015
Sementara untuk menghitung konsumsi bahan bakar minyak masing –
masing kendaraan digunakan persamaan 2.13.
129
Kecepatan rata – rata (VR) lalu lintas
Dengan menggunakan persamaan 2.14 s.d 2.17 dan berdasarkan pada tabel
2.24 s.d 2.32 serta tabel 4.12 dihitung kecepatan arus bebas kendaraan pada
masing – masing ruas jalan dimana hasil perhitungannya ditunjukkan pada tabel
4.28 di bawah. Adapun perhitungan kecepatan arus bebas kendaraan pada setiap
ruas jalan dilampirkan pada lampiran 10.
Contoh perhitungan
Dihitung kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan pada ruas jalan
Panton Labu/Simpang (km 328) – Peureulak dengan data sebagai berikut :
Jalan arteri 2/2 UD dengan tipe medan datar ;
FV0 = 65 km/jam (tabel 2.29)
Lebar bahu efektif 1,0 m; Hambatan samping rendah :
FFVSF = 0,97 (tabel 2.30)
Pengembangan samping jalan 25 %;
FFVRC = 0,98 (tabel 2.31)
Lebar jalur lalu lintas efektif 7,0 m;
FVw = 0 (tabel 2.31)
Sehingga,
FV = (FVO + FVW) × FFVSF × FFVRC
= (65 + 0) x 0,97 x 0,98
= 61,789 km/jam
130
Tabel 4.28 Kecepatan Arus (VR) Bebas Kendaraan Pada Setiap Ruas Jalan
Sedan Utiliti Bus
Ruas 010 61.789 61.789 54.184 65.591 54.184 54.184 52.283 51.332
Ruas 011 58.604 58.604 51.391 62.210 51.391 51.391 49.588 48.686
Ruas 01111 55.899 55.899 49.019 59.339 49.019 49.019 47.299 45.982
Ruas 01112 44.501 44.501 39.036 39.036 39.036 39.036 39.036 36.410
Ruas 012 62.330 62.330 53.598 62.220 53.598 53.598 52.056 51.629
Ruas 01211 58.604 58.604 51.391 62.210 51.391 51.391 49.588 48.686
Ruas 047 57.376 57.376 50.314 60.906 50.314 50.314 48.549 47.666
Ruas 04711 58.637 58.637 51.420 62.245 51.420 51.420 49.616 48.713
Ruas Jalan
Kecepatan Arus Bebas (km/jam) Setiap Jenis Kendaraan
Sumber : Hasil Analisa
Percepatan rata – rata (AR)
Data volume lalu lintas dan kapasitas ruas jalan yang tersedia masih dalam
bentuk LHRT (kend/hari) maka terlebih dahulu harus diubah menjadi smp/jam
atau dalam volume lalu lintas arus jam sibuk. Perhitungan volume lalu lintas arus
jam sibuk (smp/jam) dilampirkan pada lampiran 11.
Selanjutnya dengan menggunakan persamaan 2.18 yaitu :
AR = 0,0128 x (V/C)
Maka diperoleh percepatan rata – rata (AR) pada setiap ruas jalan seperti
pada tabel 4.29 berikut :
131
1 Ruas 010 644 2755 0.00299
2 Ruas 011 612 2639 0.00297
3 Ruas 01111 333 2295.93 0.00186
4 Ruas 01112 2820 5018.112 0.00719
5 Ruas 012 790 4977.299 0.00203
6 Ruas 01211 911 2639 0.00442
7 Ruas 047 932 2245.76 0.00531
8 Ruas 04711 558 2424.4 0.00295
Sumber : Hasil Analisa
Simpangan baku percepatan (SA)
Simpangan baku percepatan dihitung dengan persamaan 2.19, yaitu :
SA = SA max (1,04 / (1 + e (a0 + a1)*V/C)).
Adapun hasil perhitungan simpangan baku percepatan dapat dilihat pada
tabel 4.30 di bawah ini :
Tabel 4.30 Simpangan Baku Percepatan (SA) Pada Ruas Jalan
Ruas Jalan Volume
Ruas 010 644 2755 0.75 5.140 -8.264 0.5264
Ruas 011 612 2639 0.75 5.140 -8.264 0.5254
Ruas 01111 333 2295.93 0.75 5.140 -8.264 0.4769
Ruas 01112 2820 5018.112 0.75 5.140 -8.264 0.6651
Ruas 012 790 4977.299 0.75 5.140 -8.264 0.4847
Ruas 01211 911 2639 0.75 5.140 -8.264 0.5820
Ruas 047 932 2245.76 0.75 5.140 -8.264 0.6125
Ruas 04711 558 2424.4 0.75 5.140 -8.264 0.5245
Sumber : Hasil Analisa
132
Tanjakan (RR) dan turunan rata – rata (FR) serta derajat tikungan rata – rata
(DTR)
Karena data tanjakan, turunan dan derajat tikungan rata – rata tidak
tersedia maka nilai tipikal (default) seperti pada tabel 2.35 dan tabel 2.36 dapat digunakan dalam menghitung biaya pemakai jalan (Pd. T-15-2005-B). Nilai
tipikal tanjakan, turunan dan derajat tikungan rata – rata setiap ruas jalan
ditampilkan pada tabel 4.31 berikut :
Tabel 4.31 Tanjakan (RR) dan Turunan Rata – Rata (FR) Serta Derajat Tikungan
Rata – Rata (DTR)
Ruas Jalan Tanjakan (m/km) Turunan (m/km) Derajat Tikungan
(◦/km)
Berat setiap jenis kendaraan yang digunakan dalam analisa ini adalah berat
kendaraan maksimum masing – masing jenis kendaraan seperti dalam pedoman
perhitungan biaya operasi kendaraan bagian I : biaya tidak tetap (running cost). Hal ini karena dalam menghitung biaya pemakai jalan diasumsikan bahwa
kendaraan yang melewati suatu ruas jalan memiliki berat maksimum yang sesuai
pada tabel 2.37. Berat sepeda motor (MC) adalah 500 kg. Data berat kendaraan
masing – masing jenis kendaraan dapat dilihat pada tabel 4.32 berikut :
133
Tabel 4.32 Berat Kendaraan (BK) Setiap Jenis Kendaraan
No Jenis Kendaraan Berat Kendaraan (ton)
1 Sedan 1.5
2 Utiliti 2.0
3 Bus Kecil 4.0
4 Bus Besar 12.0
5 Truk Ringan 6.0
6 Truk Sedang 15.0
7 Truk Berat 25.0
Sumber : Pd T-15-2005-B, Departemen PU
Berdasarkan nilai – nilai yang diperoleh di atas selanjutnya dihitung biaya
konsumsi bahan bakar (BiBBMj ) setiap jenis kendaraan pada masing – masing
ruas jalan. Adapun perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 12.
Contoh perhitungan
Dihitung biaya konsumsi bahan bakar minyak untuk jenis kendaraan sedan
pada ruas jalan (010) Panton Labu/Simpang (km 328) – Peureulak dengan data
seperti pada tabel 4.33 adalah :
Tabel 4.33 Data Komponen Konsumsi Bahan Bakar Jenis Kendaraan Sedan
α 1 2 3 4 5 6 7 8
23.78 1181.2 0.0037 1.2650 0.634 0.00 0.00 -0.638 36.21
9 10 11 VR RR FR DTR AR SA BK
0.00 0.00 0.00 61.789 2.5 -2.5 15 0.00299 0.5264 1.5
Jenis Bahan Bakar Bensin HBBMj Rp 6,570.00
Sumber : Hasil Analisa
Maka,
KBBMsedan= (α + 1/VR+ 2 x VR2+ 3 x RR+ 4 x FR+ 5 x FR2+ 6 x DTR+ 7
x AR+ 8x SA + 9x BK + 10 x BK x AR + 11 x BK x SA)/1000
134 KBBMsedan = (23.78 + (1181.2/(61.789)) + (0.0037 x (61.7892)) + (1.265 x 2.5) +
(0.634 x -2.5) + (0.0 x -2.52) + (0.0 x 15) + (-0.638 x 0.00299) + (36.21 x 0.5264) + (0.0 x 1.5) + (0.0 x 1.5 x 0.00299) + (0.0 x 1.5 x
0.5264)) / 1000
KBBMsedan = 0.07766 liter/km
Maka ;
BsedanBBMbensin = KBBMsedan x HBBMbensin
BsedanBBMbensin = (0.07766 liter/km) x (Rp 6,570.00 /liter)
BsedanBBMbensin = Rp 510.22 /km
Maka biaya konsumsi bahan bakar minyak (BiBBMj) untuk jenis
kendaraan sedan pada ruas jalan Panton Labu/Simpang (km 328) – Peureulak
adalah Rp 510.22 /km. Adapun rekapitulasi konsumsi bahan bakar (KBBMi) dan
biaya konsumsi bahan bakar minyak (BiBBMj) setiap jenis kendaraan pada
masing – masing ruas jalan dapat dilihat pada tabel 4.34 dan tabel 4.35 berikut :
135
135
Tabel 4.34 Rekapitulasi Konsumsi Bahan Bakar (KBBMi) Setiap Jenis Kendaraan Pada Masing – Masing Ruas Jalan
Ruas Jalan Sedan Utiliti Bus Kecil Bus Besar Truk Ringan Truk Sedang Truk Berat MC
Ruas 010 0.07766 0.09684 0.16838 0.21753 0.24588 0.36185 0.47996 0.07718
Ruas 011 0.07724 0.09564 0.16662 0.21512 0.24551 0.35760 0.47829 0.07741
Ruas 01111 0.07532 0.09263 0.16279 0.21243 0.23083 0.34121 0.46412 0.07614
Ruas 01112 0.08331 0.10040 0.17027 0.21484 0.28896 0.38104 0.52017 0.08678
Ruas 012 0.07623 0.09515 0.16578 0.21431 0.23322 0.34967 0.46816 0.07565
Ruas 01211 0.07929 0.09826 0.16967 0.21629 0.26268 0.37307 0.49415 0.07946
Ruas 047 0.08030 0.09930 0.17074 0.21613 0.27194 0.37998 0.50239 0.08072
Ruas 04711 0.07721 0.09561 0.16659 0.21512 0.24524 0.35740 0.47804 0.07738
Konsumsi Bahan Bakar (KBBMi) (liter/km)
Sumber : Hasil Analisa