• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN RUAS JALAN NASIONAL BIREUEN LHOKSEUMAWE - PANTONLABU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN RUAS JALAN NASIONAL BIREUEN LHOKSEUMAWE - PANTONLABU"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 50

STUDI PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN

RUAS JALAN NASIONAL

BIREUEN – LHOKSEUMAWE - PANTONLABU

Risdiansyah1, M. Isya2, Sofyan M. Saleh2

1)

Mahasiswa Magister Teknik SipilUniversitas Syiah Kuala

2) Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala

Abstract: Road segments Bireuen - Lhokseumawe - Pantonlabu is one of the national road East Aceh and constitutes as primary arterial road category. The primary road artery is designed based on the lowest design speed sixty (60) kilometers per hour with a minimum road width 11 (eleven) meters . It was found however road width of 6 – 7 meters still exist in some segments. The problem is the limited budget of governments in the construction of road infrastructure. The purpose of this study is to determine the priority in road management based on technical criteria as a basis for determining policy on Bireuen - Lhokseumawe - Pantonlabu road. Priority decision is done to 5 (five) road segments which has a geometric width 6-7 meters. The criteria used in this study are traffic volume, road capacity, road conditions and traffic accidents. Datas were grouped according to the needs into a hierarchy that describes the relationship between each components (goals, criterias and alternatives). Determination of weights criteria is done based on interviews and questionnaires to the stakeholders are analyzed by using the method of Analytical Hierarchy Process(AHP) and Multi Criteria Analisize(MCA). AHP methods used to determining influential criteria of priority road management. MCA methods used to carry out the scoring for each criterion on each road segment. Based on analysis by AHP and MCA the traffic volume factor is influent criteria with of 0.386 weights and from of 5 ( five ) alternative road segment is resulted segment roads I ( Km. 232 + 000 s / d Km . 239 + 000 ) became the first priority in the management of roads with a score of 6.472.

Keywords: priority road management, MCA and AHP, roads.

Abstrak: Ruas jalan Bireuen – Lhokseumawe – Pantonlabu merupakan salah satu ruas jalan nasional lintas timur Aceh yang termasuk kedalam katagori jalan arteri primer. Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter. Namun pada ruas jalan ini masih ada segmen - segmen jalan yang memiliki lebar jalan 6 – 7 meter. Kendala dan permasalahannya adalah masih terbatasnya kemampuan pemerintah dalam membiayai pembangunan prasarana jalan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan prioritas dalam penanganan ruas jalan berdasarkan kriteria teknis sebagai dasar menentukan kebijakan penanganan ruas jalan Bireuen – Lhokseumawe - Pantonlabu. Penentuan prioritas dilakukan pada 5 (lima) segmen ruas jalan yang memiliki geometrik jalan dengan lebar 6 – 7 meter dengan mengggunakan 4 (empat) faktor kriteria yaitu faktor volume lalu lintas, kapasitas jalan, kondisi jalan dan kecelakaan lalu lintas. Data dikumpulkan dan dikelompokkan ke dalam suatu hirarki yang menjelaskan hubungan antara komponen-komponen (tujuan, kriteria dan alternatif)

.

Penentuan bobot kriteria dilakukan berdasarkan wawancara dan penyebaran kuesioner kepada para stakeholder yang dianalisis dengan menggunakan metoda AHP dan AMK. Metode AHP digunakan untuk menentukan kriteria yang paling sedangkan metode AMK dilakukan untuk melakukan penilaian (scoring) untuk setiap kriteria pada setiap segmen ruas jalan. Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode AHP dan AMK didapat kriteria yang paling berpengaruh adalah kriteria volume lalu lintas dengan bobot 0,386 dan dari 5 (lima) alternatif segmen ruas jalan dihasilkan segmen ruas jalan I (Km. 232 + 000 s/d Km. 239 + 000) menjadi prioritas pertama dalam penanganan ruas jalan dengan bobot skor 6,472. Kata Kunci : prioritas penanganan jalan, AMK dan AHP, jalan.

(2)

51 - Volume 3, No. 2, Mei 2014 PENDAHULUAN

Prasarana transportasi jalan mempunyai peranan untuk mendorong pembangunan semua wilayah pengembangan dalam usaha untuk mencapai tingkat perkembangan antar daerah. Prasarana transportasi jalan juga merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat - pusat pertumbuhan dengan wilayah lainnya.

Seiring dengan peningkatan ekonomi masyarakat dan perkembangan industri yang cepat disertai dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi juga dapat menimbulkan permasalahan diantaranya meningkatnya jumlah kendaraan baik kendaraan niaga, kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap jaringan jalan yang akan semakin padat, mengalami penurunan kondisi yang diindikasikan dengan terjadinya kerusakan pada perkerasan jalan terutama pada lintas jalan nasional.

Ruas jalan Bireuen – Lhokseumawe – Pantonlabu merupakan bagian dari ruas jalan nasional lintas Timur Aceh dengan total panjang 141,70 km. Ruas jalan jalan ini termasuk kedalam katagori jalan arteri primer. Menurut PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan, Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter. Namun pada ruas jalan ini masih ada segmen-segmen jalan yang memiliki lebar jalan 6 – 7 meter. Kendala dan permasalahannya adalah masih terbatasnya kemampuan pemerintah dalam membiayai pembangunan prasarana jalan.

Tujuan dari penelitian adalah untuk

menganalisis dan mendapatkan kriteria yang berpengaruh dalam menentukan urutan prioritas penanganan ruas jalan Nasional Bireuen - Lhokseumawe – Pantonlabu dan untuk mendapatkan segmen ruas jalan yang menjadi prioritas dalam penanganan ruas jalan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu kerangka pendekatan pola pikir dalam rangka menyusun dan melaksanakan suatu penelitian. Yang bertujuan mengarahkan proses berpikir untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut. Lokasi Penelitian dilakukan pada ruas jalan Bireuen – Lhokseumawe – Pantonlabu yang dilakukan terhadap 5 (lima) segmen ruas jalan yaitu pada jalan yang memiliki geometrik jalan dengan lebar 6 – 7 meter.

Dalam melaksanakan penelitian ini dilakukan dengan pentahapan yang sistematis berupa pengumpulan data baik data primer maupun data sekunder, kemudian melakukan pengkajian terhadap data primer maupun data sekunder tersebut.

Data primer yang diperoleh dari observasi di lapangan mengenai kondisi jaringan jalan, kemudian pembuatan dan pengisian kuesioner untuk menggali referensi dari responden.

Data sekunder berupa data penunjang yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan yang diambil dari instansi - instansi terkait seperti Kementerian Pekerjaan Umum Kepolisian Republik Indonesia. Dalam

(3)

Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 52 penelitian ini yang menjadi data sekunder

adalah data volume lalu lintas, data kapasitas jalan, data kondisi jalan dan data kecelakaan lalu lintas. Kemudian melakukan pengolahan data terhadap ke – 4 (empat) data tersebut. Hasil pengolahan data yang dijadikan objek penelitian kemudian dijadikan dasar bagi para

responden dalam pengisian kuesioner untuk penilaian intensitas tingkat kepentingan antar kriteria maupun penilaian (scoring) terhadap kriteria pada masing - masing segmen ruas jalan.

Konsep perancangan pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan alir penelitian

Setelah data primer dan data sekunder diperoleh, kemudian dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan ke dalam suatu hirarki yang menjelaskan

hubungan antara komponen-komponen (tujuan, kriteria dan alternatif). Secara garis besar struktur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Mulai Perumusan Masalah Studi Literatur Pengumpulan Data Data Primer : - Kuesioner - Wawancara Penentuan Kriteria Data Sekunder :

- Kondisi geometrik jalan - Volume Lalu lintas - Kondisi Jalan

- Data kecelakaan lalulintas

-Pengolahan Data

Penentuan Matrik Kinerja

Pembahasan Selesai Menentukan matriks perbandingan berpasangan Menentukan bobot masing-masing kriteria Mencari vektor eigen Vektor eigen Uji konsistensi

Penentuan Skoring Alternatif Ya

Tidak

CR ≤ 0,10

(4)

53 - Volume 3, No. 2, Mei 2014

Gambar 2. Bentuk Struktur Hirarki Penelitian

Setelah penyusunan struktur hirarki dibentuk maka kemudian dilakukan analisis metode AHP dan AMK dengan langkah - langkah sebagai berikut yaitu melakukan perhitungan matrik antar kriteria yang diperoleh berdasarkan data kuesioner responden. Hasil akhir dari perhitungan ini adalah bobot kriteria. Kemudian melakukanperhitungan nilai eigen unsur kriteria terhadap masing-masing matrik perbandingan berpasangan dengan menggunakan Persamaan 3, bobot vector prioritas dihitung dengan menggunakan Persamaan 4, nilai eigen maksimum (λ maks) dihitung dengan menggunakan Persamaan 5 dan perhitungan rasio konsistensi (CR) dengan menggunakan Persamaan 7. Nilai rasio konsistensi (CR) ≤ 0,1, apabila nilai rasio konsistensi (CR) ≥ 0,1 maka dilakukan pembuatan kuesioner yang baru. Setelah mendapatkan bobot kriteria dari matrik perbandingan antar kriteria, maka dilakukan proses skoring untuk setiap kriteria pada segmen ruas jalan. Penilaian kinerja atau

skoring terhadap variabel kriteria dilakukan dalam skala penilaian antara 1 – 10. Menentukan prioritas untuk setiap alternatif berdasarkan besarnya nilai kinerja alternatif (Pi)

yang dilakukan dengan menggunakan matrik kinerja (performance matrix) dimana alternatif yang menunjukkan nilai Pi yang lebih besar

akan lebih diprioritaskan dalam penanganan ruas jalan.

KAJIAN PUSTAKA

Dalam kajian pustaka ini diuraikan beberapa teori yang mendukung penelitian yang dikutip dari beberapa referensi yang ada kaitan dengan penelitian.

Volume Lalu Lintas

Menurut Alamsyah (2005), volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melintasi suatu titik di suatu ruas jalan pada interval waktu tertentu. Pada umumnya kendaraan pada suatu ruas jalan terdiri dari berbagai komposisi kendaraan sehingga volume lalu lintas menjadi lebih praktis

(5)

Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 54 jika dinyatakan dalam jenis kendaraan standar yaitu

satuan mobil penumpang (smp). Untuk mendapatkan volume dalam satuan mobil penumpang (smp), maka diperlukan faktor konversi

dari berbagai macam kendaraan menjadi kendaraan penumpang yaitu faktor ekivalen mobil penumpang (emp). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ekivalen Kendaraan Penumpang (emp) untuk jalan 2/2 UD

Sumber : Bina Marga 1997

Kapasitas jalan

Menurut Alamsyah (2005), kapasitas jalan diartikan sebagai arus lalu lintas maksimum yang dapat melintas dengan stabil pada suatu potongan melintang jalan pada keadaan geometrik, pemisah arah, komposisi lalu lintas dan lingkungan tertentu.

Menurut Bina Marga (1997), besarnya kapasitas jalan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 1.

C = Co x FCW x FCSP x FCSF ... (1)

Kondisi jalan

Dalam perencanaan program perbaikan dan pemeliharaan suatu perkerasan, evaluasi kondisi jalan baik secara geometrik maupun

struktural adalah merupakan langkah pertama yang penting. Tujuannya untuk memberikan data inventaris secara kontinyu sehingga masalah yang terdapat pada perkerasan jalan dapat dideteksi dan aksi perbaikan akibat kerusakan jalan dapat dilakukan secara efektif dan efesien.

Umumnya kerusakan - kerusakan yang timbul tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi dapat merupakan gabungan penyebab yang saling berkaitan. Hardiayatmo (2007) menyatakan bahwa jenis-jenis kerusakan perkerasan jalan lentur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

- Deformasi; - Retak (Crack);

- Kerusakan di pinggir perkerasan;

< 6 m 6 - 8 m > 8 m 0 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4 800 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6 1350 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5 ≥ 1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4 0 1,8 1,6 5,2 0,7 0,5 0,3 650 2,4 2,5 5,0 1,0 0,8 0,5 1100 2,0 2,0 4,0 0,8 0,6 0,4 ≥ 1600 1,7 1,7 3,2 0,5 0,4 0,3 0 3,5 2,5 6,0 0,6 0,4 0,2 450 3,0 3,2 5,5 0,9 0,7 0,4 900 2,5 2,5 5,0 0,7 0,5 0,3 ≥ 1350 1,9 2,2 4,0 0,5 0,4 0,3 MHV LB LT Datar Bukit Gunung emp MC

Lebar jalur lalu lintas (m) Tipe Alinyemen Arus Total

(6)

55 - Volume 3, No. 2, Mei 2014 - Kerusakan tektur permukaan; - Lubang (Potholes);

- Tambalan dan tambalan galian utilitas (patching and utility cut patching); Penentuan jenis penanganan jalan ditentukan sesuai dengan kondisi jalan, jenis dan tingkat kerusakan dinilai dari masing-masing kerusakan. Penilaian kondisi segmen jalan diperoleh dari hasil masing-masing jenis kerusakan dengan melihat besaran nilai Surface Distress Index (SDI) berdasarkan kondisi jalan dan juga tipe permukaan jalan berdasarkan nilai

International Roughness Index (IRI) .

Berdasarkan Bina Marga (2011b), hasil penilaian kondisi kerusakan jalan yang diperoleh untuk menentukan jenis penanganan jalan sebagai berikut:

a. Pemeliharaan Rutin (nilai IRI < 8 / SDI < 100);

b. Pemeliharaan Berkala (nilai IRI 8-12 / SDI 100-250);

c. Peningkatan/Rekonstruksi (nilai IRI > 12 / SDI > 250).

Penentuan jenis penanganan jalan dari hasil penilaian kondisi kerusakan jalan dan penilaian kondisi permukaan jalan dapat dilihat dalam Tabel 2 dan Tabel 3 berikut ini.

Tabel 2. Tipe permukaan dan International Roughness Index ( IRI)

No. IRI Type permukaan Keterangan

1 <4 Aspal Very Good

2 4 - 8 Aspal Good - Fair

3 8 - 12 Aspal Fair - Poor 4 12 - 16 Aspal Poor - Bad

5 16 - 20 Aspal Bad

6 ≥ 20 Aspal Very bad

7 Any Unsealed Unsealed

Sumber : Bina Marga (2011b)

Tabel 3. Penentuan kondisi segmen jalan IRI

(m/km)

SDI

< 50 50 – 100 100 – 150 > 150 < 4 Baik Sedang Sedang Rusak Ringan

4 – 8 Sedang Sedang Rusak Ringan Rusak Ringan 8 – 12 Rusak Ringan Rusak Ringan Rusak Berat Rusak Berat > 12 Rusak Berat Rusak Berat Rusak Berat Rusak Berat Sumber : Bina Marga (2011b)

Kecelakaan Lalu Lintas

Peraturan pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan menyatakan kecelakaan lalu lintas adalah peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak sengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya yang mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Adapun kriteria kecelakaan menurut PP Nomor 43 tahun 1993 adalah sebagai berikut :

- Korban mati; - Korban luka berat; - Korban luka ringan;

Menurut Pd. T-02-2005-B tentang Pedoman perhitungan besaran biaya kecelakaan lalu lintas, biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas (BSKOj) adalah biaya yang diperlukan

untuk perawatan korban kecelakaan lalu lintas untuk setiap tingkat katagori korban, dengan tahun dasar perhitungan biaya (To) yaitu tahun

(7)

Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 56 2003. Besar biaya satuan korban kecelakaan

lalu lintas pada tahun 2003, BSKOj (To), dapat

diambil dari Tabel 4.

Tabel 4. Biaya satuan korban kecelakaan lalu lintas BSKOj (To)

No Katagori Korban Biaya Satuan Korban (Rp/Korban) 1 Korban mati 119.016.000 2 Korban luka berat 5.826.000 3 Korban luka

ringan 1.045.000

Sumber : Anonim (2005)

Biaya satuan korban kecelakaan Lalu Lintas untuk tahun tertentu (Tn) dapat dihitungmenggunakan Persamaan 2 berikut :

BSKOj (Tn) = BSKOj (To) x (1 + g)t ... (2)

Analytical Hierarchy Process(AHP)

AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

Menurut Mulyono (2007), AHP didasarkan atas 4 prinsip dasar yaitu:

1. Dekomposisi masalah

Dekomposisi adalah memecahkan atau membagi masalah yang utuh menjadi unsur-unsur ke bentuk hirarki proses pengambilan

keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan.

2. Perbandingan penilaian / pertimbangan ( comparative judgments )

Setelah masalah terdekomposisi, maka ada dua tahap penilaian atau membandingkan antar elemen yaitu perbandingan antar kriteria dan perbandingan antar pilihan untuk setiap kriteria. Perbandingan antar kriteria dimaksudkan untuk menentukan bobot untuk masing - masing kriteria. Di sisi lain, perbandingan antar pilihan untuk setiap kriteria dimaksudkan untuk melihat bobot suatu pilihan untuk suatu kriteria. Dengan perkataan lain, penilaian ini dimaksudkan untuk melihat seberapa penting suatu pilihan dilihat dari kriteria tertentu.

3. Sintesa prioritas

Prinsip sintesis hasil penilaian adalah mengambil setiap turunan skala rasio prioritas-prioritas lokal dalam berbagai level dari suatu hierarki dan menyusun suatu komposisi global dari kumpulan prioritas untuk elemen-elemen dalam hierarki terbawah. Penilaian ini dilakukan untuk setiap sel dalam matriks perbandingan maka akan didapatkan suatu matriks perbandingan baru yang merupakan matriks perbandingan gabungan semua responden sehingga didapatkan eigenvektor

untuk masing - masing kriteria dengan menggunakan Persamaan 3.

(8)

57 - Volume 3, No. 2, Mei 2014

wi = 𝑛 (ai1 x ai2 x … x aij) ... (3)

Matriks yang diperoleh tersebut merupakan eigenvectoryang juga merupakan bobot kriteria. Bobot kriteria (λi) atau

Eigenvektor tersebut ditentukan berdasarkan Persamaan 4.

λi = (wi / Σ wi) ... 4)

Nilai eigenvalue yang terbesar (λmaks) diperoleh dari Persamaan (4) ke dalam Persamaan (5).

λmaks= Σ (aijij) ... (5)

4. Konsistensi logis (logical consistency) Konsistensi logis menilai intensitas hubungan diantara elemen-elemen yang didasarkan pada suatu kriteria khusus yang telah menjustifikasi satu sama lain dalam cara-cara yang logis. Pengukuran konsistensi dari suatu matriks didasarkan atas suatu eigenvalue

maksimum, sehingga inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimalkan yang dihitung dengan Persamaan 6.

CI = 𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 ,−𝑛

𝑛−1 ... (6)

Indeks konsistensi kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dan membaginya dengan suatu random index (RI). Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai consistency ratio

(CR) yang ditunjukkan dalam Persamaan 7.

CR = 𝐶𝐼

𝑅𝐼 ≤ 0,1 ... (7)

Analisis Multi Kriteria (AMK)

Analisis Multi Kriteria (AMK) adalah suatu perangkat pengambilan keputusan yang dikembangkan untuk masalah - masalah kompleks multi kriteria yang mencakup aspek kualitatif atau aspek kuantitatif dalam proses pengambilan keputusan. Tingkat kepentingan setiap kriteria diperoleh dari proses wawancara dengan menggunakan kuesioner untuk mencari persepsi dari berbagai stakesholder.

Penilaian Kinerja Alternatif

Menurut Tamin (2008), Proses penilaian kinerja suatu usulan terhadap kriteria pengembangan jaringan jalan dilakukan dengan memberikan skor yang dilakukan oleh pakar (expert judgement) yang berkompeten. Dalam hal ini skor diberikan dengan skala antara 0 s/d 10, di mana angka 10 diberikan untuk alternatif atau usulan pengembangan yang mampu memenuhi syarat kriteria yang tertinggi, dan sebaliknya angka 0 diberikan untuk penilaian terendah (tidak ada kaitannya sama sekali dengan kriteria).

Matrik Kinerja Alternatif

Menurut Saaty (1998), matrik kinerja alternatif (alternative performance matrix) merupakan representasi dari tingkat pemenuhan kriteria dari suatu alternatif yang merupakan hasil perkalian dari skor alternatif terhadap variabel

(9)

Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 58 kriteria dengan besarnya bobot kinerja. Matrik kinerja alternatif dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Tabel Matrik Kinerja Alternatif

Prioritas untuk setiap alternatif ditentukan oleh besarnya nilai kinerja alternatif yang menunjukkan nilai Pi yang terbesar akan

diprioritaskan yang lebih utama.

HASIL DANPEMBAHASAN Penilaian Bobot Antar Kriteria

Penelitian ini diawali dengan memberikan kuesioner kepada pihak yang terkait (stakesholder) kepada 15 responden secara langsung. Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang sebelumnya telah diberi petunjuk cara melakukan pengisian.

Setelah nilai masing-masing kriteria diperoleh berdasarkan hasil penilaian dari responden, maka selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan metode AHP dengan menggunakan persamaan 3 sampai 5. Analisis yang dilakukan adalah dengan melakukan perbandingan berpasangan antar kriteria yang ditampilkan dalam bentuk matrik. Pada matrik ini akan diperoleh nilai eigen (λi), nilai vektor prioritas (Wi) dan nilai eigen

maksimum (λmaks) seperti dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Matrik Perbandingan Antar Kriteria

Gambar 3 berikut ini menerangkan besaran nilai bobot vektor prioritas dari ke – 4 kriteria yang ditinjau.

Gambar 3. Besaran nilai bobot vektor prioritas berdasarkan perhitungan matrik perbandingan berpasangan

Kriteria I Kriteria II ….. Kriteria j Kinerja Alternatif 1 S11 * W1 S12 * W2 ….. S1j * Wj P1 Alternatif 2 S21 * W1 S22 * W2 ….. S2j * Wj P2 ... ….. ….. ….. ….. ….. Alternatif i Si1 * W1 Si2 * W2 ….. Sij * Wj Pi λ Maks 1,602 1,418 0,860 0,308 4,189 1,853 Wi (Eigen vektor) Kriteria 1 2 3 4 1,000 5,211 0,950 0,386 2 0,722 1,000 2,552 4,049 1,653 0,344 1 1,000 1,386 2,504 3,398 λi (Bobot eigen vektor) 0,198 4 0,294 0,247 0,192 1,000 0,344 0,072 3 0,399 0,392 JUMLAH 4,799 1,000 0.386 0.344 0.198 0.072 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 0.450 Volum e La lu Linta s

Ka pa sita s Ja la n Kondisi Ja la n Kecela ka a n La lu Linta s Bo bo t V ek tor Pr ior ita s (λ i) Faktor Kriteria

(10)

59 - Volume 3, No. 2, Mei 2014

Matrik pada Tabel 6 kemudian dihitung konsistensinya (CI) dengan menggunakan persamaan 6, Setelah nilai (CI) didapat kemudian menghitung nilai rasio konsistensi (CR) seperti yang ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Perhitungan Nilai CI dan CR untuk Matrik Kriteria

Dari Tabel. 7 di atas dapat disimpulkan bahwa nilai rasio konsistensi (CR= 0,07) < 0,1 Untuk model AHP, matriks perbandingan berpasangan ini dapat diterima.

Penilaian (Skoring) Terhadap Kriteria Pada Level Alternatif Pilihan

Penilaian kinerja suatu usulan terhadap kriteria penangananruas jalandilakukan dengan memberikan skor oleh pakar (expert judgement) yang berkompeten. Dalam hal ini skor diberikan dengan skala antara 0 s/d 10, di mana angka10 diberikan untuk alternatif atau usulan

penanganan yang mampu memenuhi syarat kriteria yang tertinggi, dan sebaliknya angka 0 diberikan untuk penilaian terendah (tidakada kaitannya sama sekali dengan kriteria). Bobot Skor (S) diperoleh dengan melakukan penjumlahan nilai dari responden 1 sampai dengan responden 15 dibagi dengan banyaknya jumlah responden seperti dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai (scoring) Terhadap Kriteria Pada Level Alternatif Pilihan

Analisis Matrik Kinerja (Performance Matrix)

Dalam menentukan prioritas untuk alternatif pilihan didasarkan pada besarnya nilai kinerja alternatif (Pi). Matrik kinerja (performance matrix)

merupakan penjumlahan dari perkalian nilai bobot vektor prioritas (λi) dengan nilai bobot skor (S)

seperti yang ditampilkan pada Tabel berikut ini.

Tabel 9. Matrik Kinerja Alternatif Rasio Konsistensi (CR) 6 = 4 / 5 0,070 Keterangan : Nilai CR < OK 1 2 3 4 = (1-2) / (3) Ordo Matrik (n) (n - 1) Nilai Pembangkit Random (RI) λ Maks 0,900 4,189 4 3 0,063 Indeks Konsistensi (CI) 5 0,10 Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4 Segmen I 7,33 5,93 5,73 6,47 Segmen II 7,27 5,87 5,40 5,27 Segmen III 7,00 5,80 5,67 5,47 Segmen IV 6,07 5,93 5,80 0,00 Segmen V 2,13 5,07 8,47 0,00

Nilai Bobot Kriteria Segmen Ruas Jalan 0,391 4,244 Segmen Ruas Jalan IV 2,342 2,043 1,148 0,000 5,534 Segmen Ruas Jalan V 0,824 1,745 1,676 0,000 6,213 Segmen

Ruas Jalan III 2,703

6,472 Segmen Ruas Jalan II 2,806 2,020 1,069 0,377 6,272 Segmen Ruas Jalan I 2,831 2,043 1,135 0,463 1,997

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3

1,122 Kriteria 4 Kinerja Alternatif (P) Kriteria Segmen

(11)

Volume 3, No. 2, Mei 2014 - 60 Dari hasil perhitungan matrik kinerja

alternatif dalam memilih urutan prioritas berdasarkan nilai tertinggi dapat disimpulkan

bahwa skor tertinggi terdapat pada Segmen I dengan nilai 6,472 seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Bobot Prioritas Penanganan Segmen Ruas Jalan

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kriteria yang menjadi bahan

pertimbangan dalam melakukan penanganan ruas jalan adalah kriteria volume lalu lintas, kapasitas jalan, kondisi jalan dan kecelakaan lalu lintas. 2. Berdasarkan hasil survey persepsi

responden (stakesholders) menunjukkan bahwa, kriteria volume lalu lintas dianggap paling berpengaruh dalam pengambilan keputusan penanganan ruas jalan Bireuen – Lhokseumawe – Panton labu karena memiliki bobot terbesar. Besarnya bobot kriteria volume lalu lintas adalah 0,386 atau 38,60 %, kemudian diikuti kapasitas jalan sebesar 0,344 atau 34,40 %, kriteria kondisi jalan

sebesar 0,198 atau 19,80 % dan kriteria kecelakaan lalu lintas sebesar 0,072 atau 7,20 %.

3. Dari 5 (lima) alternatif segmen ruas jalan dihasilkan segmen ruas jalan I (Km. 232 + 000 s/d Km. 239 + 000) menjadi prioritas pertama dalam penanganan ruas jalan dengan bobot skor 6,472, diikuti segmen ruas jalan II (Km. 247 + 500 s/d Km. 252 + 500) dengan bobot skor 6,272, segmen ruas jalan III (Km. 271 + 500 s/d Km. 279 + 500) dengan bobot skor 6,213, segmen ruas jalan IV (Km. 257 + 200 s/d Km. 258 + 900) dengan bobot skor 5,534 dan segmen ruas jalan V (Km. 257 + 550 s/d Km. 262 + 550) dengan bobot skor 4,244.

Saran

1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih detail dalam penentuan skala prioritas penanganan ruas jalan perlu adanya

6.472 6.272 6.213 5.534 4.244 0 1 2 3 4 5 6 7 Segm en Rua s Ja la n I Segm en Rua s Ja la n II Segm en Rua s Ja la n III Segm en Rua s Ja la n IV Segm en Rua s Ja la n V B ob ot S ko r (S )

(12)

61 - Volume 3, No. 2, Mei 2014

penambahan kriteria-kriteria yang berhubungan dengan penanganan ruas jalan.

2. Wawancara dan pengisian kuesioner tidak hanya kepada key infomant,

dirasakan perlu perluasan kuesioner kepada masyarakat pengguna jalan yang terlibat langsung serta kepada instansi lainnya yang berhubungan dengan permasalahan jalan.

3. Diperlukan kebijaksanaan dan kearifan dari pemerintah dalam hal ini Balai Besar Pelaksananaan Jalan Nasional I dalam penanganan ruas jalan agar benar-benar memilih ruas jalan yang layak untuk ditangani. perlu penanganan khusus seperti peningkatan/rekonstruksi.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A.A, 2005, Rekayasa Lalulintas,

Penerbitan Universitas Muhammadyah Malang, Malang.

Anonim, 1993, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 3529. Jakarta. Anonim, 2005, Pedoman perhitungan besaran biaya

kecelakaan lalu lintas, Pusat Litbang Prasarana Transportasi, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Anonim, 2006, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4655.Jakarta.

Dirjen Bina Marga, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Hardiyatmo, H.C, 2007, Pemeliharaan Jalan Raya,

Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Isya, M, 2008, Pengembangan Metode Perencanaan

Program Penanganan Sistem Jaringan Jalan Nasional dan Provinsi Di Era Otonomi Daerah (Studi Kasus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam), Desertasi, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Mendoza, G.A & Macoun, P, Prabhu, R, Sukadri, D, Purnumo, H, Hartanto, H, 1999, Panduan Untuk Menerapkan Analisis Multi Kriteria dalam Menilai Kriteria dan Indikator, ISBN 979-8764-41-2, Center for International forestry Research (CIFOR).

Mulyono, A.T, 2007, Model Monitoring Dan Evaluasi Pemberlakuan Standar Mutu Perkerasan Jalan Berbasis Pendekatan Sistemik, Desertasi, Program Pasca Sarjana Unversitas Diponegoro, Semarang.

Putri, I.D.A.NG.A, 2011, Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Di Kabupaten Bangli,

Tesis, Program Pasca Sarjana Unversitas Udayana, Denpasar.

Ramdhani, A & Suryadi, K 2002, Sistem Pendukung Keputusan, Remaja Rosdakarya, Bandung. Sembiring, I.S, 2008, Studi Penentuan Prioritas

Peningkatan Ruas Jalan (Studi Kasus: Ruas Jalan Provinsi di Kabupaten Samosir), Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sukirman, S, 1994, Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Penerbit Nova, Bandung. Sulistyorini, R, 2010, Analisis Multi Kriteria

Sebagai Metode Pemilihan Suatu Alternatif Ruas Jalan Di Propinsi Lampung, Jurnal Rekayasa Fakultas Teknik Universitas Lampung, Lampung.

Syaifullah, 2010, Pengenalan Metode AHP (Analytical Hierarchy Process), dilihat

14Januari 2013,

www.syaifullah08.wordpress.com.

Tamin, O.Z, 2008, Perencanaan, Pemodelan dan Rekayasa Transportasi, Penerbit ITB, Bandung.

Gambar

Gambar 1.  Bagan alir penelitian
Gambar 2.  Bentuk Struktur Hirarki Penelitian
Tabel 1.  Ekivalen Kendaraan Penumpang (emp) untuk jalan 2/2 UD
Tabel 2.  Tipe permukaan dan International
+4

Referensi

Dokumen terkait

1) Normal probability plot of the studentized residuals to check for normality of residuals. 2) Studentized residuals versus predicted values to check for constant error. 3)

Meskipun pemeriksaan ekokardiografi merupakan modalitas yang vital dan lebih mudah diakses diban­ ding modalitas yang lebih modern namun kualitas gambar dan perhitungan

Identifikasi senyawa hasil katalisis menggunakan instrumen GC-MS bertujuan untuk mengetahui senyawa produk hasil trans- esterifikasi berdasarkan fragmen-fragmen senyawa

telah diketahui rxy yang diperoleh 0,713 adalah lebih besar dari rt (baik dalam taraf signifikan 5 % maupun 1 %), maka hipotesa nihil (Ho) yang mengatakan bahwa “tidak ada

Juga dapat diketahui bahwa tidak ada siswa yang menganggap pembelajaran Bahasa Indonesia mendengarkan dari peneliti sulit dipahami dan membosankan sehingga

Kegiatan inti, tindakan pertama yang dilakukan guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, siswa diberikan gambar- gambar yang

Karenanya, kegiatan seren taun tidak lagi semata bersifat reflektif- evaluatif, dalam arti bermakna transendental dan berorientasi pada aspek magis-religius yang hanya

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa setting relay arus lebih (OCR) dan relay gangguan tanah (GFR) yang digunakan sebagai pengaman trafo baru dan