Manfaat Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam
memperbaiki Model Erosi berbasis Vektor Pada DAS Kalamisu
REKO SASTRAWAN
1Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Jalan WR Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371 A, Indonesia. Tel./Fax. +62-736-21170 / +62-736-22105, email: reko99@yahoo.com
2Tuliskan nama dan alamat kantor secara lengkap 3Tuliskan nama dan alamat kantor secara lengkap
ABSTRAK
Bahaya erosi yang telah menurunkan produktivitas tanah merupakan masalah utama dari tahun ke tahun tetap harus dihadapi oleh pemerintah. Bahaya erosi yang menimpa lahan-lahan pertanian serta penduduk sering terjadi pada lahan-lahan yang memiliki kelerengan sekitar 15% keatas. Bahaya ini disebabkan selain oleh perbuatan manusia yang mementingkan pemuasan kebutuhan diri sendiri, juga dikarenakan pengelolaan tanah dan pengairannya yang keliru (Asdak, 2002).
Untuk mengidentifikasi tingkat bahaya erosi, model yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan model USLE (Universal Soil Loss Equation). Model USLE mempertimbangkan beberapa faktor dalam kajian erosi seperti faktor erosivitas hujan, faktor erodibilitas tanah, faktor panjang dan kemiringan lereng, faktor penutupan dan manajemen tanaman, dan faktor tindakan konservasi tanah (Arsyad, 2010).
Nilai erosivitas hujan yang diperoleh dari 4 stasiun curah hujan menunjukkan bahwa tingkat curah hujan tertinggi yaitu stasiun Aparang 1 dengan nilai erosivitas hujan 6128 kJ/ha dan tingkat curah hujan terendah yaitu stasiun Balakia dengan nilai eosivitas 1227 kJ/ha. Intensitas hujan yang cukup tinggi akan menimbulkan erosi. Tetesan butiran–butiran hujan yang jatuh ke atas tanah mengakibatkan pecahnya agregat–agregat tanah yang diakibatkan oleh tetesan butiran hujan yang memiliki energi kinetik yang cukup besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Suripin (2001) yang menyatakan bahwa penyebab erosi tanah adalah pengaruh pukulan hujan pada tanah. Hujan menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan yaitu pelepasan butiran tanah oleh pukulan air hujan pada permukaan tanah dan kontribusi hujan terhadap aliran.
Jumlah hujan yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat dapat menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujan hanya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi
Kata Kunci: Erosi, DAS Kalamisu.
PENDAHULUAN
Sumberdaya alam utama yaitu tanah dan air pada
dasarnya merupakan sumberdaya alam yang dapat
diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan atau
degradasi. Kerusakan tanah dapat terjadi oleh (1)
kehilangan unsur tanah dan bahan organik di daerah
perakaran, (2) terkumpulnya garam di daerah perakaran,
(3) penjenuhan tanah oleh air, dan (4) erosi. Kerusakan
tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan
tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Suripin,
2004).
Bahaya erosi yang telah menurunkan produktivitas
tanah merupakan masalah utama dari tahun ke tahun tetap
harus dihadapi oleh pemerintah. Bahaya erosi yang
menimpa lahan-lahan pertanian serta penduduk sering
terjadi pada lahan-lahan yang memiliki kelerengan sekitar
15% keatas. Bahaya ini disebabkan selain oleh perbuatan
manusia yang mementingkan pemuasan kebutuhan diri
sendiri, juga dikarenakan pengelolaan tanah dan
pengairannya yang keliru (Asdak, 2002).
Untuk mengidentifikasi tingkat bahaya erosi,
model yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan
model USLE (
Universal Soil Loss Equation)
. Model USLE
mempertimbangkan beberapa faktor dalam kajian erosi
seperti faktor erosivitas hujan, faktor erodibilitas tanah,
faktor panjang dan kemiringan lereng, faktor penutupan
dan manajemen tanaman, dan faktor tindakan konservasi
tanah (Arsyad, 2010).
Model yang banyak berkembang saat ini adalah
model yang menggunakan fasilitas Sistem Informasi
Geografis (SIG) yang merupakan suatu sistem (berbasis
komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan
memproses informasi-informasi spasial. SIG dirancang
untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis
objek-objek dan fenomena-fenomena dimana lokasi
geografis merupakan karakteristik yang penting untuk
dianalisis (Anonim, 2011
a).Berdasarkan data yang
diperoleh dari Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Jeneberang-Walanae, pada tahun 1996 luas hutan adalah
59% dari luas DAS dan pada tahun 2010 mengalami
perubahan menjadi 4.8% dari luas DAS Kalamisu. Adanya
perubahan penggunaan lahan tersebut dapat menyebabkan
erosi sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
tingkat bahaya erosi yang terjadi pada DAS Kalamisu agar
dapat menjadi pedoman/acuan dalam upaya rehabilitasi lahan
dan konservasi tanah (Departemen Kehutanan, 2010).
Study area
(10 pt)
Figure 1. DAS kalamisu terletak antara 119° 58' 03" sampai dengan 120° 19' 15" BT dan 5° 07' 58" sampai dengan 5° 19' 04" LS
Prosedur penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1. PengumpulanAcuan Peta Dasar :
Peta administrasi DAS Kalamisu, peta jenis tanah untuk pembuatan peta erodibilitas tanah, Peta penggunaan lahan sebagai acuan dalam pembuatan peta faktor pengelolaan tanaman dan faktor konservasi, DEM yang digunakan untuk pembuatan peta kelerengan dan peta panjang dan kemiringan lereng.
2. Pengumpulan data :
a. Pengumpulan informasi/data biofisik DAS Kalamisu. Pada tahap pengumpulan data dilakukan observasi langsung dan informasi dari Badan Pengelolaan DAS Jeneberang-Walanae terhadap kondisi biofisik DAS Kalamisu yang meliputi letak dan luas DAS, jenis tanah, topografi dan penggunaan lahan.
b. Jenis Data :
1. Data Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data fisik tanah.
2. Data Sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Data letak dan luas DAS, jenis tanah, topografi dan penggunaan lahan.
Data Curah Hujan Harian Stasiun Balakia (Tahun 2001-2010).
Data Curah Hujan Harian Stasiun Tekolampe (Tahun 2001-2010).
Data Curah Hujan Harian Stasiun Aparang I (Tahun 2001-2010).
Data Curah Hujan Harian Stasiun Aparang III (Tahun 2001-2010). Data SRTM.
3. Survei Lapangan DAS Kalamisu
Pengambilan sampel tanah untuk penentuan data fisik tanah nilai K.
4. Analisis Sampel Tanah di Laboratorium
Nilai erodibilitas tanah dianalisis di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin untuk menghitung nilai tekstur, struktur, kadar bahan organik dan permeabilitas tanah.
5. Pemetaan :
1) Pembuatan Peta Wilayah Hujan (Nilai R) Nilai erosivitas hujan pada penelitian ini menggunakan rumus Bols (1978) pada persamaan 2.2 dengan menggunakan data curah hujan selama 10 tahun (2001-2010).
2) Pembuatan Peta Erodibilitas Tanah (Nilai K)
Besarnya nilai K ditentukan oleh tekstur, struktur, kadar bahan organik dan permeabilitas tanah yang diperoleh dari pengujian sampel tanah di Laboratorium. Penentuan nilai erodibilitas tanah dilakukan dengan menggunakan nomograf pada Lampiran 6j.
3) Pembuatan Peta Panjang dan Kemiringan Lereng (Nilai LS).
Untuk menghitung faktor panjang dan kemiringan lereng digunakan data DEM (Digital Elevation Modelling) dan menggunakan Persamaan 2.4. Pengolahan data DEM untuk mendapatkan nilai LS didalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3 dan Global Mapper. Langkah-langkah dalam pembuatan peta LS sebagai berikut :
SETYAWAN et al. – Running title is about five words
2. Penggunaan program Arcview untuk mengisi pixel yang kosong pada DEM dengan fill sink dengan bantuan extension hydrologic modeling. Setelah itu menurunkan slope dari DEM dengan menu Surface
lalu Derive Slope.
3. Slope diturunkan menjadi Flow accumulation dan
flow direction melalui menu hydrologic modeling. 4. Analisis nilai LS menggunakan Map Calculator.
a. Asumsi panjang lereng adalah 270m dari DEM yang beresolusi 90 meter sehingga nilai pixel yang digunakan = 3.
b. Penggunaan Map calculator dalam pembuatan
theme yang memiliki informasi nilai 0 artinya
flow accumulation yang nilainya kurang atau sama dengan 3, dan nilai 1 berisi flow accumulation yang nilainya lebih besar daripada 3 dengan rumus“Flow accumulation > 3” yang akan menghasilkan Map calculation
1.
c. Pembuatan Map calculation 2 dengan mengalikan “Map Calculation 1*3” dimana nilai 1 berisi nilai flow accumulation 0 sampai 3 dan nilai 3 yang memiliki flow accumulation
lebih besar daripada 3. “Map calculation 2*Flow accumulation” agar tidak ada flow accumulation yang bernilai 0.
f. Flow accumulation baru akan dihasilkan dari penambahan Map calculation 3 + Map calculation 4.
g. Penghitungan nilai LS menggunakan Map calculator dengan rumus sebagai berikut : ((((( [newflowaccumulation] * 3 / 22.13).Pow( 0.4 )) * [Slope of Filled Elevation] * 3.14 / 180).Sin) / 0.0896).Pow( 1.3 )
4) Pembuatan Peta Faktor Pengelolaan Tanaman (Nilai C) Faktor pengelolaan tanaman dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan nilai yang dikemukakan dalam RTL-RLKT Departemen Kehutanan pada Tabel 2.3. 5) Pembuatan Peta Faktor Konservasi (Nilai P)
Faktor tindakan konservasi disesuaikan dengan faktor P menurut RTL-RLKT Departemen Kehutanan.
6. Pengolahan dan Analisa Data (USLE)
Pengolahan dan analisa data pada penelitian ini menggunakan rumus USLE
Membuat peta/tabel tingkat bahaya erosi DAS Kalamisu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Prediksi Erosi Metode USLE (Universal Soil Loss Equation)
IV.1.1 Faktor Erosivitas Hujan (R)
Nilai erosivitas hujan yang diperoleh dari 4
stasiun curah hujan menunjukkan bahwa tingkat curah
hujan tertinggi yaitu stasiun Aparang 1 dengan nilai
erosivitas hujan 6128 kJ/ha dan tingkat curah hujan
terendah yaitu stasiun Balakia dengan nilai eosivitas
1227 kJ/ha. Intensitas hujan yang cukup tinggi akan
menimbulkan erosi. Tetesan butiran–butiran hujan
yang jatuh ke atas tanah mengakibatkan pecahnya
agregat–agregat tanah yang diakibatkan oleh tetesan
butiran hujan yang memiliki energi kinetik yang
cukup besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Suripin
(2001) yang menyatakan bahwa penyebab erosi tanah
adalah pengaruh pukulan hujan pada tanah. Hujan
menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan yaitu
pelepasan butiran tanah oleh pukulan air hujan pada
permukaan tanah dan kontribusi hujan terhadap aliran.
Jumlah hujan yang besar tidak selalu
menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah,
dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat dapat
menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujan hanya
sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya
tinggi, maka erosi tanah yang terjadi cenderung
tinggi.
Nilai erosivitas hujan yang terdapat pada DAS
Kalamisu dapat dilihat pada tabel 4.1 dan gambar 2,
sebagai berikut :
Tabel 4.1 Nilai Erosivitas DAS Kalamisu
No Stasiun Longtitude Lokasi Latitude Nilai R (kJ/ha) Luas (ha)
1 Balakia 832596,7575 9421056,1 6128 3649,13
2 Biringere 860842,3102 9432528,6 2243 1377,33
3 Aparang 1 849354,8784 9418151,4 3090 2433,80
4 Aparang 3 856907,8616 9422916,3 1227 7606,10
Total 15066,35
Sumber : Data Sekunder setelah diolah dan Hasil Analisa SIG. 2012.
3
IV.1.1 Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Nilai erodibilitas yang terdapat pada DAS kalamisu dapat dilihat pada tabel 4.2 dan gambar 3 sebagai berikut :
Tabel 4.2 Nilai Erodibilitas DAS Kalamisu
No Jenis tanah %(debu+pasir sangathalus) Pasir(%) B.O(%) S P K Luas (Ha)
1 Latosol Coklat 48 20 1,8 2 2 0,38 6926,076
Latosol Coklat 32 35 2,5 2 2 0,54
2 Latosol Merah 50 20 2,3 2 2 0,36 8140,273
Latosol Merah 40 27 3 3 3 0,53
Total 15066,35
Sumber : Data Primer setelah diolah dan Hasil Analisa SIG. 2012.
Erodibilitas yang terdapat pada DAS Kalamisu memiliki nilai yang berbeda-beda dan memiliki kelas erodibilitas tinggi dan agak tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tanah tersebut memiliki sifat yang kurang baik yaitu memiliki persen liat yang kecil sehingga kemampuan mengikat air sangat rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Asdak (2002) bahwa peranan tekstur terhadap besar kecilnya erodibilitas tanah adalah besar. Partikel yang kurang tahan adalah debu dan pasir halus. Tanah dengan kandungan debu tinggi merupakan tanah yang mudah tererosi. Tekstur pasir mempunyai daya ikat antar partikel tanah yang kurang mantap sehingga kemantapan agregat tanahnya
rendah dibandingkan dengan tekstur liat yang mempunyai daya ikat antar partikel tanah yang sangat kuat sehingga agregat tanahnya sangat sulit dihancurkan oleh butiran hujan.
Bahan organik sangat berperan pada proses pembentukan dan pengikatan, serta penstabilan agregat tanah. Pengaruh utama bahan organik adalah memperlambat aliran permukaan, meningkatkan infiltrasi, dan memantapkan agregat tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Asdak (2002) bahwa unsur organik cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas tampung air tanah, dan kesuburan
tanah. Kumpulan unsur organik di atas permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air larian. Dan dengan demikian, menurunkan potensi terjadinya erosi.
Struktur tanah merupakan susunan partikel-partikel tanah yang membentuk agregat. Struktur tanah pada DAS Kalamisu adalah granuler halus dan granuler sedang dimana struktur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap air tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Asdak (2002) bahwa Struktur tanah granuler dan lepas mempunyai kemampuan besar dalam meloloskan air larian, dan dengan demikian, menurunkan laju air larian dan memacu
pertumbuhan tanaman.
Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Permeabilitas yang terdapat pada tanah di DAS Kalamisu umumnya lambat sampai sedang. Cepat atau lambatnya perembesan air ini ditentukan oleh tekstur tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Asdak (2002) bahwa struktur dan tekstur tanah serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam menentukan permeabilitas tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi sehingga akan menurunkan laju air larian.
IV.1.2 Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Tabel 4.3 Keadaan Topografi DAS Kalamisu
No Lereng (%) Topografi Luas (Ha) Luas(%)
1 0-8 Datar 5765,80 38,2
2 9-15 Landai 1287,62 8,4
3 16-25 Agak Curam 1201,28 8
4 26-40 Curam 2821,63 19
5 >40 Sangat Curam 3990,01 26,4
Total 15066,35 100
Sumber : Hasil Analisa SIG. 2012.
Tabel 4.4. Nilai LS DAS Kalamisu
No Nilai LS Luas (ha) Luas (%)
1 0-10,4 13060,54 86,7
2 10,5-20,8 1915,59 12,7
3 20,9-31,3 82,78 0,6
4 31,4-41,7 7,50 0,05
15066,35 100
Kemiringan merupakan faktor yang sangat perlu di perhatikan sejak penyiapan lahan pertanian, karena lahan yang mempunyai kemiringan curam dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak. Kemiringan lereng sangat mempengaruhi tingkat erosi, karena semakin tinggi kemiringan lereng maka tingkat erosi sangat besar. Curamnya lereng akan memperbesar energi angkut air. Selain itu dengan makin miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang dipercik kebawah oleh tumbukan air semakin banyak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasapoetra (1988) bahwa semakin panjang lereng dan kemiringan lereng maka kerusakan dan penghancuran atau berlangsungnya erosi akan lebih besar. Dimana semakin panjang lereng pada tanah akan semakin besar pula kecepatan aliran air di permukaannya sehingga pengikisan terhadap bagian-bagian tanah makin besar.
IV.1.3 Faktor Upaya Pengelolaan Konservasi (P)
Penggunaan lahan dan praktek konservasi yang diterapkan yang terdapat pada DAS Kalamisu dapat dilihat pada tabel 4.6 dan gambar 7, sebagai berikut :
Tabel 4.6 Penggunaan lahan DAS Kalamisu dan Nilai P
No Penggunaan Lahan Nilai P Luas (Ha) Luas (%)
1 Semak Belukar 0,021 12681,03 84,2
2 Sawah 0,15 981,30 6,5
3 Hutan 1,00 709,90 4,7
4 Tegalan 0,421 358,12 2,4
5 Kebun Campuran 0,40 173,76 1,1
6 Ladang 0,421 101,20 0,7
7 Tambak 1,00 60,04 0,4
8 Padang Rumput 0,04 1,11 0,01
Total 15066,35 100
Nilai P diperoleh berdasarkan jenis-jenis teknik konservasi yang ada pada DAS Kalamisu. Nilai P merujuk pada penggunaan lahan dan jenis konservasi DAS Kalamisu yang dikeluarkan oleh Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS). Tindakan konservasi yang terdapat pada DAS kalamisu beragam, ada beberapa yang menerapkan teknik konservasi seperti teras bangku, padang rumput, dan alang-alang. Namun adapula yang belum menerapkan tindakan teknik konservasi seperti hutan yang luasnya 709,8901 ha atau 4,7% dari luas DAS dengan nilai P (1.00). Faktor penglolaan tanaman dengan beberapa jenis penutupan lahan dapat mengurangi pengaruh hujan maupun topografi terhadap erosi. Vegetasi dapat memperkecil kekuatan pengikisan tanah oleh aliran permukaan.
Erosi yang masih diperbolehkan adalah jumlah tanah hilang yang diperbolehkan pertahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara lestari. Nilai erosi yang diperbolehkan pada DAS Kalamisu dapat
Sumber: Data Sekunder setelah diolah dan Hasil Analisa SIG. 2012.
Tujuan penetapan batas laju erosi yang dapat dibiarkan adalah agar dapat menurunkan laju erosi yang terjadi pada suatu lahan baik pertanian maupun non pertanian terutama pada lahan-lahan yang mempunyai kemiringan yang berlereng. Secara teori dapat dikatakan bahwa laju erosi harus seimbang
dengan laju pembentukan tanah, namun dalam prakteknya sangat sulit untuk mencapai keadaan yang seimbang ini. Hammer (1981) menggunakan konsep kedalaman ekivalen dan umur guna tanah dalam menetapkan nilai T, dimana kedalaman ekivalen adalah perkalian antara nilai kedalaman efektif tanah dengan faktor kedalaman ordo tanah dan umur guna tanah merupakan jangka waktu yang cukup untuk memelihara kelestarian tanah.
Tingkat Bahaya Erosi
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Tabel 4.8 dan Gambar 8 sebagai berikut:
Tabel 4.8. Nilai Tingkat Bahaya Erosi (TBE) DAS Kalamisu
Sumber: Hasil Analisa SIG, 2012.
Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi pada DAS Kalamisu dominan masih tergolong sedang dengan
luas 7703,050 ha atau sekitar 51% dari total luas wilayah DAS Kalamisu. Hal ini menunjukkan bahwa erosi yang ditimbulkan tidak terlalu besar karena faktor penutupan dan pengelolaan
tanaman masih tergolong baik, tetapi hal tersebut tidak dapat diabaikan karena juga terdapat erosi yang tergolong
No Tingkat Bahaya Erosi Luas (ha) Luas (%)
1. Ringan 5210,276 35
2. Sedang 7703,050 51
3. Tinggi 1800,729 12
4. Sangat Tinggi 352,294 2
Total 15066,35 100
No Jenis Tanah KE FK UGT TSL(ton/ha/tahun) Luas (ha) Luas (%)
1. Latosol Merah 1000 10 400 27 6926,076 45
2. Latosol Coklat 1000 10 400 27 8140,273 64
Total 15066,35 100
No Penggunaan LahanEksisting P Teknik Konservasi Arahan P* Luas (ha)
1 Semak Belukar 0,021 Semak belukar dengan Teras BangkuSempurna 0,04 12681,03
2 Sawah 0,15 Sawah dengan Teras Bangku Sempurna 0,04 981,29
3 Hutan Tanpa tindakan konservasi 1,000 Hutan dengan tanaman penutup rapat 0,1 709,89
4 Kebun Campuran 0,40 Kebun campuran dengan Teras BangkuSempurna 0,04 173,65
5 Ladang 0,421 Ladang dengan Teras Bangku Sempurna 0,04 101,19
tinggi dan sangat tinggi dengan luas berturut turut 1800,729 ha dan 352,294 ha.
4.4. Arahan konservasi difokuskan pada tingkat bahaya tinggi dan sangat tinggi. Estimasi nilai C dan nilai P untuk arahan konservasi yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4.9 erosivitas hujan dan erodibilitas tanah merupakan faktor yang sulit mengakibatkan erosi dapat diperkecil. Sedangkan pengendalian erosi secara vegetatif, merupakan pengendalian erosi yang didasarkan pada peranan tanaman
yang ditanam atau tumbuh
bertujuan untuk mengurangi daya pengikisan dan penghanyutan tanah oleh aliran permukaan. yang disarankan untuk diterapkan pada DAS Kalamisu yaitu hutan yang sebelumnya tanpa tindakan konservasi dijadikan hutan yang ditanami tanaman perkebunan dengan penutup tanah yang rapat, dan beberapa penggunaan lahan
yang sebelumnya memiliki konstruksi teras bangku yang kurang baik menjadi menjadi teras bangku yang lebih baik. Dengan adanya arahan konservasi diharapkan dapat memperkecil laju erosi yang ditimbulkan. Tingkat bahaya erosi yang ditimbulkan setelah membandingkan nilai erosi menggunakan nilai C dan nilai P berdasarkan arahan konservasi dengan nilai erosi yang diperbolehkan dapat dilihat pada tabel 4.11 dan gambar 9 sebagai
berikut :
Tabel 4.11.Nilai TBE DAS Kalamisu Berdasarkan Arahan Konservasi
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat bahaya wilayah-wilayah yang sebelumnya
memiliki TBE sangat tinggi dan
tinggi menjadi wilayah yang memiliki TBE rendah.
Perubahan potensi erosi DAS Kalamisu dengan tingkat bahaya erosi yang difokuskan pada tingkat bahaya erosi tinggi dan sangat tinggi
K onservasi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan
serta menurunkan atau
menghilangkan dampak negatif pengelolaan lahan seperti erosi, sedimentasi dan banjir. Perubahan yang terjadi pada laju erosi disebabkan oleh arahan konservasi yang digunakan. Penurunan tersebut konservasi ternyata masih ditemukan tingkat bahaya erosi tinggi dan sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada daerah tersebut dengan jumlah curah hujan 6131 kJ/ha dan faktor kelerengan yang terletak
ditanami tanaman hortikultura seperti srikaya ataupun nanas dan pisang. Tanaman rumput pada tepi teras disamping berfungsi sebagai penguat teras juga sebagai sumber pakan ternak (sapi atau kambing
).
No Penggunaan Lahan Eksisting C Penggunaan Lahan Arahan C* Luas(ha)
1. Ladang 0,7 Kebun Campuran 0,10 358,1231
No TBE Perubahan Potensi Erosi
Luas (ha)* Luas (%)* Luas (ha)** Luas (%)**
1. Tinggi 1800,72 12 111,75 0,7
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis peta spasial
dan uraian-uraian yang dikemukakan pada
bab-bab terdahulu, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Hasil analisa laju erosi dengan menggunakanUniversal Soil Loss Equation (USLE) menunjukkan tingkat bahaya erosi yang terjadi pada DAS Kalamisu dominan berada pada tingkat sedang.
2. Tingkat bahaya erosi tertinggi terjadi pada lahan semak belukar dengan kemiringan lereng > 40% dan nilai erosivitas yang tinggi.
3. Penurunan laju erosi dapat diusahakan dengan melaksanakan arahan konservasi yang tepat seperti penanaman tanaman penutup tanah rapat dan perbaikan konstruksi teras.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011a. Jurnal Prediksi Erosi berbasis
pixel. http://mbojo.wordpress.com 201001jurnal-prediksi-erosi-sigberbasis-pixel.pdf. Tanggal akses 2 Maret 2011.
Anonim. 2011b. Tata Cara Penyusunan Rencana
Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran Sungai. http://www.dephut.go.id/
INFORMASI/RLPS/14_167_04.pdf. Tanggal
akses 2 Maret 2011.
Arsyad, S., 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Konservasi TanahDan Air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat: Jakarta.
Budiyanto, E., 2010. Sistem Informasi Geografis dengan Arcview GIS. Andi Offset: Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan. 1995. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jeneberang-Walanae: Makassar.
Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan. 2010. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai Kalamisu Kabupaten Sinjai. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jeneberang-Walanae: Makassar.
Engel, B., 2003. Estimating Soil Erosion using Arcview. Purdue University.
http://pasture.ecn.purdue.edu/abe526/ressouces1/ gisrusle.html. Diupdate tanggal 17 Oktober 2003. Tanggal akses 2 Maret 2011.
Effendi, dan Supli R., 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Bumi Aksara: Jakarta.
Hickey, R., 2000. Slope Angel and Slope Length Solution for GIS. Cartography, vol 29. No 1. Paper 1-8.
Kartasapoetra, 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta: Jakarta.
Nursa’ban, M., 2006. Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan. Jurusan Pendidikan Geografi, FISE UNY. Geomedia, Volume 4, Nomor 2.