• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN

6.2 Saran

Adapun saran penelitian ini ditujukan kepada: 1. Petani Sampel

Agar lebih memanfaatkan lahan yang dimiliki serta memperluas lahan produksi agar dapat meningkatkan pendapatan. Selain itu petani diharapkan dapat memperkuat kelompok tani maupun kelompok anggota lainnya guna memecahkan masalah permodalan secara bersama-sama sehingga memberikan kemudahan bagi petani dan peluang untuk petani dalam memperoleh sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi dengan jumlah yang tinggi.

2. Pemerintah

Agar pemerintah dapat mensubsidi input produksi lain seperti bibit dan juga alat mesin pertanian. Hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan petani untuk pengolahan lahan cukup besar sehingga diharapkan dengan adanya subsidi alat dan mesin pertanian dapat mengurangi beban biaya yang dikeluarkan oleh petani.

Pemerintah juga diharapkan dapat mensubsidi bibit tanaman sampingan seperti palawija dan hortikultura ke daerah-daerah pedesaan khususnya Desa Parbuluan III dikarenakan seperti yang kita ketahui tanaman palawija dan hortikultura merupakan tanaman sampingan yang dapat menunjang pendapatan para petani. Dengan adanya subsidi bibit maka petani yang tidak

71

cukup modal untuk melakukan usahataninya tidak mengalami kesulitan dalam menentukan tanaman yang akan dibudidayakan selanjutnya.

Pemerintah diharapkan dapat membentuk suatu lembaga pengawasan terhadap bantuan yang akan disalurkan kepada petani. Hal ini berguna untuk menghindari pihak-pihak yang akan mengambil keuntungan secara pribadi dalam penyaluran dana dari pemerintah. Sehingga bantuan akses modal dari pemerintah dapat dibagi secara merata.

3. Peneliti Selanjutnya

Kepada peneliti lain hendaknya melakukan pengembangan uji analisis mengenai pengaruh varibael karakteristik petani terkait dan juga menambah variabel bebas lain yang berhubungan terhadap kemampuan permodalan usahatani di Kabupaten Dairi.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1. Peranan Modal dalam Usahatani Definisi Modal

Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru. Modal merupakan salah satu faktor produksi dalam pertanian di samping tanah, tenaga kerja dan pengusaha. Modal pertanian dapat berasal dari diri milik sendiri atau pinjaman dari luar. Dan modal yang berasal dari luar usahatani ini biasanya merupakan kredit (Mubyarto, 1989).

Menurut Bambang Riyanto (1998) modal adalah hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut. Dalam perkembangannya kemudian modal ditekankan pada nilai, daya beli atau kekuasaan memakai atau menggunakan yang terkandung dalam barang-barang modal. Sedangkan menurut Yunus (1981) modal adalah salah satu faktor penting untuk meningkatkan produktifitas usaha.

Gilarso (1993) mengemukakan bahwa modal merupakan sarana atau bekal untuk melaksanakan usaha. Secara ekonomi modal adalah barang-barang yang bernilai ekonomi yang digunakan untuk menghasilkan tambahan kekayaan ataupun untuk meningkatkan produksi. Modal dalam usahatani bersamaan dengan faktor produksi lainya akan menghasilkan produk. Modal ini semakin berperan dengan berkembangnya usahatani tersebut.

8

Modal dalam usaha tani diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu secara langsung atau tak langsung dalam suatu proses produksi. Pembentukan modal bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usaha tani, serta menunjang pembentukan modal lebih lanjut (Soekartawi, 1989).

Modal pertanian dalam arti luas adalah faktor produksi modal yang disalurkan, dikelola dan dikontrol di dalam kegiatan ekonomi di sektor pertanian dan merupakan salah satu sektor ekonomi nasional. Modal pertanian dapat berbentuk uang tunai atau dalam bentuk barang yang dipakai dalam kegiatan produksi di bidang pertanian, seperti benih dan alat mesin pertaniantan. Modal usahatani memiliki makna faktor produksi modal yang disediakan, diolah dan dikontrol di dalam suatu usahatani dengan skala yang besar maupun usahatani dalam skala kecil atau masih sederhana (Kadarsan, 1992).

Pembagian Modal

Modal sebagai salah satu faktor produksi bisa dibedakan kedalam modal tetap dan modal lancar (Hanafi, 2010). Begitu juga yang dikemukakan oleh Rahim dan Hastuti (2008) bahwa modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi. Modal tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pakan, obat-obatan, dan upah yang dikeluarkan untuk tenaga kerja.

9

Menurut Soekartawi (1989) sumber daya modal dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Menurut Sifatnya

1. Modal lancar, yaitu modal yang hanya dapat digunakan satu kali dalam proses produksi seperti bahan baku dan bahan mentah.

2. Modal tetap, yaitu modal yang dapat digunakan lebih dari satu kali dalam proses produksi, seperti mesin-mesin atau peralatan.

b. Menurut fungsinya

1. Modal individu, yaitu modal yang digunakan oleh individu sebagai sumber pendapatan sekalipun pemiliknya tidak ikut dalam proses produksi, seperti pemilik taksi.

2. Modal masyarakat, yaitu modal yang digunakan oleh masyarakat dalam menghasilkan barang dan jasa, seperti kendaraan umum.

c. Modal menurut bentuknya

1. Uang, artinya modal berupa dana.

2. Barang, artinya modal berupa alat yang digunakan dalam proses produksi. Misalnya: mesin, gedung, dan kendaraan.

d. Modal menurut sumbernya

1. Modal sendiri, artinya modal yang berasal dari pemilik perusahaan. Misalnya, saham dan tabungan.

2. Modal pinjaman, artinya modal pinjaman dari pihak selain pemilik perusahaan. Misalnya, perbankan dan renternir.

10

Pengertian modal bisa dibedakan bedasarkan beberapa pendekatan, seperti modal berdasarkan hak milik, bedasarkan arah pemakaian, bedasarkan tujuan, bedasarkan pemakaian modal dan bedasarkan sumber modal (Kadarsan, 1992). Sedangkan Suratiyah (2006) mengemukakan modal sebagai faktor produksi mempunyai pengertian bahwa modal tersebut merupakan sub sistem produksi, sebab apabila modal ini tidak ada, maka akan mengganggu proses produksi. Modal dapat dibagi menjadi dua yaitu land saving capital dan labour saving

capital.

Lebih lanjut Suratiyah (2006) menjelaskan bahwa modal yang dikatakan sebagai

land saving capital jika dengan modal tersebut dapat menghemat penggunaan

lahan tetapi produksi dapat dilipatgandakan tanpa harus memperluas areal. Contohnya pemakaian pupuk, bibit unggul, pestisida dan intensifikasi. Sedangkan modal yang dikatakan sebagai labour saving capital jika dengan modal tersebut dapat menghemat penggunaan tenaga kerja. Contohnya pemakaian traktor untuk membajak, mesin penggiling padi (rice milling unit/RMU) untuk memproses padi menjadi beras, dan sebagainya.

Sumber Modal

Soekartawi (2002) mengemukakan bahwa menurut sumbernya modal dibedakan menjadi dua yaitu (a) modal sendiri, yaitu modal yang berasal dari pemilik modal itu sendiri dan dari hasil usahanya (cadangan, laba yang ditahan) dan (b) modal asing (modal kreditur atau hutang), yaitu modal yang berasal dari kreditur (pemberi pinjaman) yang dapat berasal dari renternir, koperasi, bank ataupun lembaga keuangan lainnya. Sedangkan menurut Rahim dan Hastuti (2007) sumber

11

modal dalam usahatani berasal dari petani itu sendiri atau dari pinjaman. Besar kecilnya modal yang dipakai ditentukan oleh besar kecilnya skala usahatani. Makin besar skala usahatani makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya.

Pemenuhan kebutuhan dana dapat berasal dari sumber intern maupun ekstern perusahaan. Sumber dana intern berasal dari keuntungan yang tidak dibagi atau keuntungan yang ditahan dalam perusahaan (retained earning). Sedangkan sumber dana ekstern yaitu sumber dana yang berasal dari tambahan penyertaan modal dari pemilik atau emisi saham baru, penjualan obligasi dan kredit dari bank, dikenal juga dengan sebutan pembelanjaan ekstern atau pendanaan ekstern (external dinancing) (Riyanto, 1995).

Hanafi (2010) menyatakan sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, kredit dari bank, kredit dari koperasi, warisan, dari usaha lain, dan kontrak sewa. Modal dari kontrak sewa diatur menurut jangka waktu tertentu sampai peminjam dapat mengembalikan, sehingga angsuran menjadi dan dikuasai pemilik modal. Sedangkan menurut jenisnya modal usahatani berasal dari modal sendiri dan modal pinjaman.

Modal sendiri adalah modal yang dikeluarkan petani itu sendiri yang berasal dari tabungan atau sisa dari hasil usahatani sebelumnya. Modal pinjaman adalah modal yang didapat petani di luar pendapatan usahatani. Pinjaman usahatani yaitu berupa kredit formal dan kredit non formal dan kemitrausahaan (Manurung, 1998).

Kredit dapat dibedakan menjadi kredit formal dan kredit informal (kredit komersial). Kredit formal umumnya bersifat sektoral untuk mencapai sasaran

12

yang diinginkan. Contoh kelembagaan kredit formal adalah bank, koperasi, dan pegadaian. Kelembagaan kredit informal pada umumnya tidak memerlukan persyaratan yang rumit seperti agunan dan persyaratan lain. Hubungan antara peminjam dengan pihak yang meminjamkan hanya didasarkan sikap yang saling mempercayai satu sama lain. Contoh sumber kredit non formal, seseorang mempunyai kenalan pedagang, pelepas uang, dan lain-lain. Di dalam pasar kredit pedesaan terjadi segmentasi pasar, karena kedua kredit menjadi sumber modal masyarakat pedesaan tersebut masing-masing mempunyai karakteristik yang khas (Manurung, 1998).

Peran Modal

Dalam pengembangan pertanian, kesediaan modal dalam jumlah cukup dan tepat waktu merupakan unsur penting dan strategis. Modal dalam bentuk uang tunai sangat diperlukan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi lebih dari itu untuk membeli sarana produksi pertanian seperti bibit, pupuk dan lain-lain yang memungkinkan petani melakukan proses produksi yang selanjutnya dapat memperoleh uang dari hasil penjualan produk usahataniny (Hanafie, 2010). Mudiak (1988) mengemukakan bahwa perkembangan sektor pertanian tidak mungkin terjadi tanpa akumulasi modal perubahan teknologi pertanian sebagai pemacu pertumbuhan sektor pertanian dalam arti luas akan diikuti oleh perkembangan kebutuhan modal. Modal adalah salah satu faktor penting untuk meningkatkan produktifitas usaha. Bahkan pemerataan pada akses modal (kredit) bagi semua golongan masyarakat diyakini sebagai salah satu alternatif untuk pemerataan pendapatan (Yunus, 1981).

13

Menurut Gilarso (1993), modal merupakan sarana atau bekal untuk melaksanakan usaha. Faktor modal memegang peranan penting yang dipertimbangkan petani sebelum melakukan usahatani (Hermanto, 1992). Modal diperlukan terutama untuk pengadaan sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida), yang dirasakan petani semakin tinggi harganya.

2.1.2. Palawija

Palawija dapat diartikan sebagai tanaman kedua atau sekunder, maksud dari tanaman kedua atau sekunder ini adalah tanaman palawija merupakan tanaman hasil pertanian selain tanaman padi. Akan tetapi seiring perkembangan waktu, tanaman palawija sekarang dapat diartikan sebagai semua tanaman pertanian semusim yang dibudidayakan pada lahan kering. Misalnya kacang tanah, jagung, ketela pohon, kedelai, dan ubi jalar (Pracaya, 1990).

Danarti dan Sri (1999) menjelaskan bahwa istilah palawija sebetulnya diperuntukkan bagi tanaman pangan yang biasa ditanam di sawah pada saat musim kemarau. Pada saat itu, tanaman padi sawah tidak dapat tumbuh dengan baik karena airnya tidak mencukupi.

Tanaman palawija adalah sejenis umbi-umbian, seperti singkong, jagung, kacang- kacanganan dan lain-lain. Palawija merupakan tanaman kedua yang tahan terhadap kekeringan (Mashudi, 2007). Dalam pengertian sekarang, palawija berarti semua tanaman pertanian semusim yang ditanam pada lahan kering. Yang termasuk tanaman palawija yaitu kacang tanah, jagung, ketela pohon, kedelai, dan ubi jalar. Pada saat ini para petani biasanya memanfaatkan lahan pertanian mereka

14

untuk menanam tanaman palawija untuk mendapatkan hasil tambahan (Djaenudin, 2003).

Salah satu hasil tanaman palawija yang dapat menggantikan konsumsi pangan ialah ubi jalar dan kentang. Danarti dan Sri (1999) menjelaskan bahwa Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) ini tidak sepopuler komoditi palawija lainnya. Namun, sangat penting bagi petani, karena beberapa keunggulannya. Keunggulan itu dikarenakan tanaman ini sangat mudah dan murah untuk dibudidayakan, tidak mudah terserang penyakit dan hama, penghasil karbohidrat dan daunnya dapat dimanfaatkan sebagai sayuran yang kaya vitamin A dan zat besi.

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman umbi-umbian yang tergolong berumur pendek dan termasuk tanaman semusim dengan umur tanaman 90-180 hari. Kentang juga merupakan salah satu tanaman pengganti pangan setelah padi, gandum dan jagung. Tanaman kentang dapat berproduksi dengan baik apabila ditanam di dataran tinggi dengan ketinggian 1.000 – 1.300 m dpl serta menghendaki suhu optimal 18 – 21oC (Rukmana, 1997).

Bagi petani, membudidayakan tanaman palawija memiliki tiga keuntungan. Ketiganya adalah dari segi ekonomis, teknis, dan sosial. Keuntungan ekonomis diperoleh petani dari hasil usahataninya. Keuntungan teknis diperoleh karena dengan pembudidayaan palawija, maka siklus beberapa hama dan penyakit akan terputus. Sementara itu, beberapa tanaman palawija seperti kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau dapat meningkatkan kesuburan tanah. Hal ini dikarenakan kemampuan tanaman tersebut untuk meningkat unsur N dari udara. Sedangkan

15

keuntungan sosial dinikmati petani terutama pada saat musim kemarau panjang. Pada saat ini tanaman palawija dapat dijadikan makanan pengganti beras (Danarti dan Sri, 1999).

2.1.3. Hortikultura

Hortikultura berasal dari bahasa latin, yaitu hortus (kebun) dan colere (menumbuhkan). Secara harfiah, hortikultura berarti ilmu yang mempelajari pembudidayaan kebun. Hortikultura adalah pertanian berbasis tanaman untuk tanaman selain tanaman agronomi (pangan dan pakan) dan tanaman kehutanan. Hortikultura merupakan cabang pertanian yang berurusan dengan budidaya intensif tanaman yang diajukan untuk bahan pangan manusia obat-obatan dan pemenuhan kepuasan (Zulkarnain, 2010).

Menurut Zulkarnain (2010) hortikultura adalah gabungan ilmu, seni, dan teknologi dalam mengelola tanaman sayuran,buah,ornamen, bumbu-bumbu dan tanaman obat obatan. Oleh karena itu, pengertian hortikultura yang dianut kini lebih luas cakupannya, yakni mencakup budidaya tanaman sayuran, buah- buahan,dan berbagai tanaman hias.

Hortikultura saat ini menjadi komoditas yang menguntungkan karena pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat saat ini turut memicu peningkatan konsumsi hortikultura, karena pendapatan masyarakat yang juga meningkat. Peningkatan konsumsi hortikultura disebabkan karena struktur konsumsi bahan pangan cenderung bergeser pada bahan non pangan demi menghindari kandungan karbohidrat yang tinggi (Ashari, 1995).

16

Tanaman cabai, kubis dan jeruk merupakan tanaman yang tergolong dalam tanaman hortikultura. Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman musiman yang dapat tumbuh dan berkembang biak di dataran tinggi maupun dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 1400 m dpl. Adapun suhu yang cocok untuk pertumbuhannya adalah 21 – 28 0C pada siang hari dan 13 – 16 0C pada malam hari. Kelembapan yang diperlukan tanaman cabai adalah 80% serta mendapatkan penerangan dari sinar matahari yang cukup (Sugiarti, 2003).

Tanaman kubis

tergolong pada hortikultura sayuran. Tanaman kubis banyak ditanam di dataran tinngi 1000-2000 meter di atas permukaan laut (dpl). Keadaan iklim yang cocok untuk tanaman kubis adalah daerah yang relatif lembab dan dingin. Kelembaban yang diperlukan tanaman kubis adalah 80% - 90%, dengan suhu berkisar antara 15 0C – 20 0C, serta cukup mendapatkan sinar matahar (Pracaya, 2001).

Tanaman jeruk dikenal dengan nama latin Citrus sinensis L. yang tergolong tanaman hortikultura buah. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis dan subtropis. Jeruk manis dapat beradaptasi dengan baik di daerah tropis dengan ketinggian 900 – 1.200 meter dpl dan udara yang senantiasa lembab. Tanaman jeruk merupakan tanaman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena mengandung nilai gizi yang cukup tinggi serta banyak vitamin C yang bermanfaat bagi tubuh (Pracaya, 2000).

2.1.4 Kebutuhan Permodalan Usahatani Palawija dan Hortikultura

Bedasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (BPS Sumut) tahun 2015,

17

Rp 12,3 juta. Komponen biaya produksi terbesar adalah pengeluaran untuk upah pekerja dam jasa pertanian, yakni mencapai 67,43% dari total biaya atau sebesar Rp 8,3 juta. Selain itu sisanya yakni biaya produksi pupuk dan lahan masing- masing 10,88% dan 10,16% dari total biaya produksi atau sebesar Rp 1,3 juta dan Rp 1,2 juta. Nilai produksi per hektar per musim tanam sebesar Rp 18,1 juta. Total biaya per musim tanam untuk satu hektar luas panen cabai sebesar Rp 52,1 juta. Komponen biaya produksi usaha tanaman cabai yang terbesar adalah pengeluaran untuk upah pekerja dan jasa pertanian, yakni mencapai 47,74% dari total biaya atau sebesar Rp 24,9 juta. Selain itu, biaya produksi yang juga relatif besar adalah pengeluaran untuk pupuk dan lahan, yakni masing-masing sebesar 17,15% (Rp 8,9 juta) dan 9,66% (Rp 5 juta) Nilai produksi per hektar per musim tanam sebesar Rp 77,1 juta.

Total biaya tanaman jeruk per 100 pohon selama setahun sebesar Rp 45,9 juta. Komponen biaya produksi usaha tanaman jeruk terbesar adalah pengeluaran untuk upah pekerja yakni mencapai 27,45% dari total biaya atau sebesar Rp 12,6 juta. Selain itu, biaya produksi juga relatif besar adalah pengeluaran untuk lahan dan

pupuk, yakni masing-masing sebesar 25,44% (Rp 11,7 juta) dan 17,93% (Rp 8,2 juta). Nilai produksi per 100 pohon setahun sebesar Rp 70,7 juta.

Total biaya yang dibutuhkan tanaman kubis per 0,57 ha per musim tanam adalah sebesar Rp 5,4 juta. Baya terbesar dikeluarkan untuk biaya pupuk yakni 37,03% dari seluruh total biaya atau sebesar Rp 2 juta. Selanjutnya pengeluaran untuk upah tenaga kerja dan lahan, yakni masing-masing sebesar 24,72% (Rp 1,3 juta)

18

dan 11,13% (Rp 601 ribu). Nilai produksi tanaman kubis per 0,57 ha per musim tanam adalah sebesar Rp 11,6 juta (Rini Utami, dkk., 2013).

2.2 Landasan Teori

Ilmu usaha tani merupakan proses menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi pertanian untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan yang maksimal (Suratiyah, 2006).

Dalam proses produksi usahatani untuk menghasilkan suatu produk dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor produksi yang digunakan ialah modal, tanah, tenaga kerja, bibit dan pupuk. Faktor-faktor ini yang dapat mempengaruhi biaya dan pendapatan petani (Prawirokusumo, 1990).

Salah satu faktor produksi yang diperlukan adalah faktor modal. Tanpa modal sudah pasti usaha tidak bisa dilakukan, paling tidak modal dibutuhkan untuk pengadaan bibit dan upah tenaga kerja. Kekurangan modal menyebabkan kurang masukan yang diberikan sehingga menimbulkan resiko kegagalan atau rendahnya hasil pendapatan yang akan diterima (Daniel, 2002).

Rahim dan Hastuti (2007) menyatakan bahawa modal usahatani merupakan salah satu pengorbanan yang dilakukan oleh produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan dalam mengelolah usahanya dalam mendapatkan hasil maksimal.

Modal diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan yaitu modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang dihasilkan.

19

Sedangkan modal lancar merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan (Soekartawi, 1995).

Suratiyah (2006) menyatakan pendapatan usahatani merupakan gambaran keberhasilan petani dalam mengusahakan sumberdaya yang ada. Usahatani yang telah dilakukan akan memperhitungkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh tersebut merupakan pendapatan dari suatu usahatani yang dijalankan. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran dalam suatu proses produksi.

Menurut Soemarsono (2003), pendapatan dalam perusahaan dapat diklasifikasikan sebagai pendapatan operasi dan non operasi. Pendapatan operasi adalah pendapatan yang diperoleh dari aktivitas utama perusahaan. Sedangkan pendapatan non opearsi adalah pendapatan yang diperoleh bukan dari kegiatan utama perusahaan. Dengan kata lain, pendapatan yang diterima petani dapat bersumber dari sektor pertanian dan juga sektor non pertanian.

Hasil dari usahatani skala keluarga merupakan penerimaan keluarga yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut dan juga menyambung kembali keberlangsungan usahatani mereka (Soekartawi, 1998).

Kebutuhan keluarga sehari-hari merupakan bagian dari konsumsi. Konsumsi dapat berupa konsumsi pangan, non pangan dan juga konsumsi untuk usahatani selanjutnya yang dapat disebut modal. Dimana menurut Sudarsono (1991),

20

pengeluaran konsumsi sangat bergantung pada pendapatan yang diterima, begitu juga sebaliknya bahwa pendapatan tergantung pada pengeluaran.

Pendapatan adalah sama dengan pengeluaran. Pendapatan yang dicapai oleh jangka waktu tertentu senantiasa sama dengan pengeluaran jangka waktu tersebut. Pendapatan senantiasa harus sama dengan pengeluaran karena kedua istilah ini menunjukan hal yang sama (Winardi, 1975). Hal ini sesuai dalam ilmu ekonomi makro bahwa pendapatan sama dengan konsumsi dan tabungan.

Menurut Sudarsono (1991) konsumsi (yaitu pengeluaran untuk konsumsi) tergantung dari pendapatan tetapi kita juga harus mengetahui bahwa pendapatan sebaliknya juga tergantung pada pengeluaran. Pengeluaran konsumsi pertama- tama ditentukan oleh tingkat pendapatan, tetapi banyak lagi faktor lain yang mempangaruhi tingkat konsumsi yaitu jumlah anggota keluarga, tingkat usia mereka dan faktor-faktor lainnya seperti harga-harga nisbi berbagai jenis barang konsumsi juga sebagai penentu.

Apabila seorang petani hanya memperoleh pendapatan melalui pendapatan usahataninya saja (Y = Y1) sedangkan konsumsi akan kebutuhan sehari-hari seperti pangan dan non pangan harus terpenuhi (C = C1+C2+C3....Ci), maka dapat disimpulkan pengeluaran untuk konsumsi usahatani selanjutnya atau modal usahatani lebih rendah dibandingkan untuk konsumsi kebutuhan sehari-hari.

Setiap petani memiliki kemampuan permodalan yang berbeda-beda dalam melakukan usahataninya. Perbedaan ini didasari atas karakteristik tiap petani. Karakteristik tersebut dapat berupa karakteristik demografis, karakteristik sosial serta karakteristik ekonomi petani itu sendiri. Karakter-karakter tersebut yang

21

membedakan tipe perilaku petani pada situasi tertentu (Soekartawi, 1998). Adapun karakteristik tersebut dapat berupa jumlah tanggungan, tenure, tingkat kosmopolitan dan pendapatan petani.

Jumlah tanggungan merupakan beban yang harus dipikul atau ditanggung oleh petani dalam keluarga. Semakin banyak jumlah tanggungan (anggota keluarga) akan semakin meningkat pula beban hidup yang harus dipenuhi. (Daniel, 2002). Tenur adalah sistem penguasaan tanah yang diterjemahkan secara bebas dari istilah Inggris “land tenure system”. Tenur bukan hanya pengertian pemilikan terhadap sesuatu atau terhadap tanah melainkan mencakup hak pakai (access), hak mengawasi (control), dan hak memiliki (ownership) baik terhadap, tanaman, hewan ternak, dan air.

Menurut Wiradi (1984), tenure berpengaruh terhadap reforma agraria. Reforma agraria adalah modifikasi berbagai persyaratan yang dapat mempengaruhi sektor pertanian misalnya berupa kredit, kebijakan harga, penelitian dan penyuluhan, pengadaan input, koperasi dan lain-lain. Seluruh komponen tersebut sudah menjadi perhatian kebijakan pemerintah selama ini, namun karena tidak didahului dengan land reform atau lend tenure system, maka selain hasil yang dicapai tidak

Dokumen terkait