• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikuti:

1. Kepada Romo dan segenap Dewan Pastoral Paroki Keluarga Kudus Banteng agar mengembangkan spiritualitas di kalangan keluarga Katolik yang ditempuh pertama kali dengan menginternalisasikannya kepada seluruh umat,

terutama kepada pasangan yang hendak menikah. Dengan demikian, kehidupan keluarga Katolik akan semakin mencerminkan kehadiran gereja mini di tengah masyarakat.

2. Bagi keluarga Katolik umumnya agar terus menghidupkan semangat hidup doa, persaudaraan, berbagi, kepedulian, saling menghargai dan mengasihi dalam keluarga, lingkungan, masyarakat dan Gereja. Dengan demikian, penghayatan spiritualitas keluarga Kudus akan semakin konkrit dalam tindakan nyata setiap hari.

3. Bagi umat dan keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan terus berupaya untuk membangun komunikasi dalam keluarga dengan cara menghidupkan kembali tradisi kebersamaan dalam keluarga, sehingga sosialisasi nilai-nilai spiritualitas keluarga Kudus menjadi semakin mudah dilakukan oleh orangtua. Dengan demikian, keluarga katolik yang ideal seturut yang dicontohkan oleh Santu Yosef dan Bunda Maria dapat diwujudkan menjadi kenyataan.

DAFTAR PUSTAKA

Alfonsus Sutarno. (2013). Catholic Parenting. Yogyakarta: Kanisius

Albertus Purnomo. (2014). Inspirasi Alkitabiah dalam menyikapi problema kelurga, Yogyakarta: Kanisius

Banawiratma, J.B., SJ (ed). (1990). Spiritualitas Transformatif Suatu Pergumulan Ekumenis. Yogyakarta: Kanisius

Burhan Bungin. (2012). Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana

Bogdan, Robert C. (1982). Qualitative Research For Education: An Introduction to Theory and Methods. USA: Sari Knop Biklen

Darminta, J. (2007). Spiritualitas Dasar Kristiani. Yogyakarta: IPPAK Universitas Sanata Dharma

Deddy Mulyana. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung: Rosdakarya

Eminyan, Maurice, SJ. (2005). Teologi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius Hardawiryana. R.,1993, Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor

Heuken, A., SJ. (1995). Ensiklopedi Gereja I-V. Jakarta: Yayasan Cipta Lola Caraka

Hardiwiratno J. (1996). ROHANI Majalah Religius. Yogyakarta: Basis

Hommes, Anne. (2009). Perubahan Peran Pria & Wanita Dalam Gereja & Masyarakat. Jakarta: BPK Gunung Mulia bekerja sama dengan Kanisius Jeannetta L. Suhendro. (2014). Membangun Bangsa Melalui Keluarga. Jakarta:

Grasindo

KWI. (1996). Iman Katolik. Yogyakarta : Kanisius

_____. (1999). Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-19991 dari Rerum Novarum sampai Centesimus Annus (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI _____. (2003). Kitab Hukum Kanonik. Jakarta: Obor

KGK. (1995). Katekismus Gereja Katolik (Herman Embuiru, penerjemah). Ende: Arnoldus

Komisi Kerasulan Kitab Suci KAS. (2016). Keluarga Bersaksi dan Mewartakan Sabda Allah. Yogyakarta: Kanisius

Leks, Stefan. (2011). Menghormati Santa Maria Sepanjang Bulan.Yogyakarta: Kanisius

Lembaga Alkitab Indonesia. 2002. Kitab Suci Perjanjian Baru. Jakarta: LAI Martasudjita, E. (2006). Spiritualitas Liturgi. Yogyakarta: Kanisius

Minolyo, B. (2007). Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga. Yogyakarta:Kanisius Mangunhardjana, A.M. (1985). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius Purwa Hadiwardoyo, Al. (2016). Intisari Ajaran Fransiskus: Laudato si’ &

Amoris Laetitia. Yogyakarta: Kanisius

Program Studi IPAK. (2012). Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta: FKIP Universitas Sanata Dharma

Paus Yohanes Paulus II. (2011). Familiaris Consortio (Keluarga). Jakarta: Seri Dokumen Gereja No.30. Departemen Dokumen dan Penerangan KWI ______. (2007). Keluarga dan Hak-Hak Asasi. Jakarta: Seri Dokumen Gereja

No.72. Departemen Dokumen dan Penerangan KWI

______. (1994; 2011). Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern. Yogyakarta:Kanisius

St. Darmawijaya. 1994. Mengarungi Hidup Berkeluarga. Yogyakarta:Kanisius Sukandarrumdi. (2004). Metode Penelitian, Petunjuk Praktis Untuk Peneliti

Pemula. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Sutrisnaatmaka. (1999). Keluarga Kudus Menimba Spiritualitas Allah Tritunggal, dalam Majalah Rohani 5 Mei 1999, 240-246. Yogyakarta: Basis

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

_____. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Saifudin Azwar . (2005). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Stanislaus Nugroho. (2012). KANA Majalah Keluarga 01 Tahun VII: Keluarga Kudus Sebagai Idola Keluarga. Yogyakarta: Sinyal Utama

Stefanus P. Ellu. (2015). Sinode Uskup: Pastoral Kasih Keluarga Masa Kini. Majalah Hidup. Jakarta: Gramedia

Winkel, W.S. (1987). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia Yan Olla. (2010). Teologi Spiritual. Yogyakarta: Kanisius

Yusti H. Wuarmanuk. (2015). Penutupan Sionode Keluarga. Majalah Hidup No. 44, Tahun ke-69 1 Nopember 2015. Hlm. 28. Jakarta: Gramedia Yoseph Kristianto. 2013. Teologi Moral Katolik (B.A. Rukiyanto; Ignatia Esti

Sumarah, editor). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Yosef M.L. Hello. (2016). Santo Yosef Pelindung Keluarga Kristiani (Komisi Teologi Pusat Pastoral Keuskupan Atambua). Yogyakarta: Bajawa Press Yohanes Subagyo. Buku Pegangan Pokok dan Lengkap tentang Maria.

Jakarta:Obor

Stef & Ingrid Tay. Keluarga Kudus: Pola Ilahi Bagi Keluarga Kita. Dalam

https://www.katolisitas.org/keluarga-kudus-pola-ilahi-bagi-keluarga-kita,

diakses 7/12/ 2016

Dedi Dismas. Membangun Spiritualitas Keluarga Kudus. Dalam http://

dedismas.blogspot.co.id/membangun-spiritualitas-keluarga-kudus.html,

diakses 7/12/ 2016

Anton Satu S.S. Keluarga Kudus Nazareth Cermin Pelayan Kreatif, Dalam

(1) Lampiran 1: Panduan Wawancara

Berdasarkan kisi-kisi di atas, maka penulis menyusun pedoman wawancara yang digunakan untuk mewawancara informan sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan keluarga terhadap spiritualitas Keluarga Kudus? 2. Apakah keluarga memahami semangat Keluarga Kudus?

3. Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model dalam keluarga? 4. Bagaimana keluarga menghayati semangat keluarga Kudus dalam hidup

berkeluarga?

5. Apa prinsip-prinsip yang membantu dalam menata kehidupan keluarga? 6. Semangat hidup apa yang menjadi dasar/prinsip dalam hidup keluarga? 1. Bagaimana keluarga menata kehidupan ekonomi: pendapatan dan

pengeluaran? Bagaimana keluarga memperoleh pendapatan dan bagaimana mengatur pengeluaran? ( Sakramen: yang bertanggung jawab ekonomi: suami-istri)

2. Bagaimana pembagian peran dalam pengaturan keuangan dalam kehidupan keluarga?

3. Bagaimana keluarga menggunakan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang pokok dan kebutuhan tambahan?

4. Apakah barang-barang yang dimiliki sangat bermanfaat dalam kehidupan keluarga?

(2)

usaha yang dilakukan oleh keluarga dalam menghadapi kesulitan itu?

1. Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan iman anak? 2. Bagaimana tanggung jawab orangtua terhadap perkembangan iman anak? 3. Apakah orangtua merasa puas ketika menyekolahkan anak di sekolah

katolik?

4. Apakah keluarga mempunyai pandangan lain terhadap sekolah negeri? 5. Bagaimana keluarga menentukan sekolah untuk anak-anak? Apa harapan

orangtua terhadap sekolah yang menjadi pilihan orangtua dan anak?

6. Bagaimana orangtua memberi perhatian kepada anak dalam mengembangkan pendidikan iman anak?

1. Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa dan sebaliknya?

2. Apa yang dilakukan oleh Ibu ketika Bapa mengalami permasalahan, sebaiknya apa yang dilakukan oleh Bapa ketika Ibu mengalami permasalahan?

3. Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi kesulitan-kesulitan itu? 4. Dukungan apa yang dilakukan oleh Ibu kepada Bapa dan anak dan

sebaliknya?

5. Bagaimana caranya untuk menjalin komunikasi yang baik antara orangtua dan anak?

(3)

7. Tantangan apa yang dialami oleh keluarga dalam menjalin komunikasi dengan keluarga besar? Apa solusinya dalam menghadapi tantangan itu? 8. Mengapa melakukan komunikasi dalam keluarga?

1. Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki cita-cita yang berbeda dengan keinginan orangtua?

2. Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak yang berbeda pendapat dengan orangtua?

3. Tantangan-tantangan apa yang dialami oleh orangtua ketika berhadapan dengan anak yang berbeda pendapat/cita-cita dengan orangtua?

1. Bagaimana menjalankan doa dalam keluarga? Kapan melakukan doa bersama dalam keluarga?

2. Kapan saja ke Gereja? Mengapa harus ke Gereja?

3. Tantangan-tantangan apa yang dialami oleh keluarga dalam hidup doa dalam keluarga, lingkungan dan gereja? Apa usaha keluarga untuk mengatasi tantangan-tantangan itu?

4. Apakah yang menjadi prinsip keluarga dalam menjalankan kehidupan doa dalam keluarga, lingkungan dan gereja?

1. Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat?

2. Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup bermasyarakat? 3. Apa yang menjadi dasar dalam keluarga untuk menjalin relasi yang baik

dalam kehidupan bermasyarakat?

4. Tantangan-tantangan apa yang dialami keluarga dalam menjalin komunikasi dengan masyarakat? Bagaimana usaha untuk mengatasi tantangan-tantangan

(4) itu?

Lampiran 2 : Data Wawancara Asli

Informan 1

a.

Identitas

Nama : Bapa Yohanes Suripto ( 60 tahun) Ibu M. Margaretta Sudiarni (58) Hari / Tanggal : Selasa, 6 September 2016 Waktu : Pukul 17.15-17.45.

b.

Hasil Wawancara

Penulis : Bagaimana pandangan keluarga terhadap Spiritualitas Keluarga Kudus ?

Responden : Keluarga Kudus adalah keluarga yang sederhana, penuh kasih, keluarga yang sungguh dikasihi Tuhan. Maka, kita sebagai umatnya berusaha untuk meneladani Ibu Maria yang menyimpan segala perkara di dalam hatinya, St. Yusuf yang setia pada keluarganya, mengatur segala keluarganya dan putra-Nya Yesus. Penulis : Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi

keluarga Bapa da Ibu?

Responden : Ya, sebagai umat-Nya, keluarga berusaha untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh Keluarga Kudus.

Penulis : Bagaimana Bapa dan Ibu menata pendapatan dan pengeluaran dalam keluarga?

Responden : Pendapatan dalam keluarga dari uang kost. Kami bersyukur karena kos-kos ini adalah titipan Tuhan untuk kami pelihara dan rawat. Uang yang kami peroleh digunakan untuk biaya sekolah anak-anak dan untuk kebutuhan sehari. Sebelum berbelanja Bapa dan Ibu berunding dan membuat nota belanja mengenai kebutuhan apa yang perlu dibeli, kami sebagai orangtua bertanya kepada anak-anak mengenai kebutuhan mereka. Kami belanja untuk persediaan satu bulan, kecuali kebutuhan tambahan dan sayur-sayuran kadang seminggu dua kali.

Penulis : Hambatan-hambatan apa yang pernah dialami dalam pengelolaan keuangan? Usaha usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatan itu?

(5)

Responden : Sejauh pengalaman kami selama ini, belum pernah mengalami kesulitan. Karena kami mengutamakan kebutuhan yang lebih penting, misalnya; makan-minum, uang kuliah dan listrik, kemudian kami menunda kebutuhan yang tidak terlalu penting, sehingga semuanya lancar.

Penulis : Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan termasuk pendidikan iman anak? Bagaimana tanggung jawab orangtua terhadap perkembangan iman anak?

Responden : Waktu anak-anak masih kecil TK dan SD orangtua terlibat lansung mendampingi saat belajar. Mengajak untuk mengikuti sekolah minggu. Setelah menginjak masa SMP sampai perkuliahan, orangtua hanya memantau, membangunkan, menemani belajar dan melihat dari nilai raport atau IP yang diperoleh anak dan memberi saran, karena orangtua sendiri tidak mampu untuk memahami pelajaran anak. Orangtua bersyukur kepada Tuhan, karena anak-anak sekolahnya lancar dan nilai-nilainya tidak jelek sekali. Orangtua percaya kepada anak bahwa anak mampu mengatur waktu belajarnya dengan baik. Orangtua memberi kesempatan kepada anak untuk memilih sekolah swasta dengan harapan untuk mendapatkan pendidikan agama Katolik. Setelah besar, anak-anak sudah memiliki prinsip sendiri, orang tua tetap mengingatkan untuk ke Gereja. Orangtua memberi kepercayaan kepada anak bahwa anak selalu percaya kepada Tuhan, memiliki semangat untuk ziarah. Dalam point ini orangtua merasa masih kurang perhatian, maka berusaha meningkatkan perhatian kepada anak. Penulis : Bagaimana pandangan Bapa dan Ibu terhadap sekolah yang dipilih

baik swasta maupun negeri?

Responden : Awalnya kami bingung untuk memilih sekolah swasta atau negeri, tetapi kami berunding bersama dan memutuskan swasta dengan harapan akan mendapat perhatian untuk pendidikan iman katolik juga. Sekolah negeri juga baik tetapi tergantung kehidupan anak, apakah mampu untuk menyesuaikan diri dengan baik, atau akan terpengaruh kearah yang kurang baik, yang tidak diharapkan oleh orangtua

Penulis : Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa dan anak-anak dan sebaliknya?

Responden : Saling mengingatkan dan memberi perhatian terlebih ketika sakit, baik terhadap Ibu, Bapa dan anak. Ibu selalu bertanya menu yang dimasak. Ibu memasak sesuai permintaan Bapa dan anak-anak. Masakan Ibu selalu enak. Memberi saran kepada anak untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat. Anak-anak selalu pamit kepada orangtua ketika ada kegiatan di luar rumah. Ibu selalu memberi berkat kepada anak-anak sebelum berangkat ke sekolah atau ke kantor. Kalau ada tenggang waktu, saling bertukar

(6)

pikiran, ngobrol antara orangtua dan anak-anak. Komunikasi dengan keluarga besar melalui telepon karena rumah saudara semua jauh. Kadang dua atau tiga bulan sekali mengadakan kunjungan keluarga besar sekaligus mengunjungi makam para leluhur. Tujuan menjalin komunikasi dalam keluarga dengan keluarga besar agar hubungan kekeluargaan semakin dekat dan tetap bersatu.

Penulis : Kesulitan-kesulitan apa yang dialami oleh keluarga dalam menjalin komunikasi? Apa solusi keluarga dalam mengatasi kesulitan-kesulitan itu?

Responden : Tidak mengalami kesulitan

Penulis : Bagaimana sikap orangtua menghadapi anak yang memiliki cita- cita yang berbeda dengan keinginan orangtua? Usaha-usaha apa yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak yang berbeda pendapat dengan orangtua?

Responden : Semenjak kecil orangtua kurang memperhatikan. Orangtua punya keinginan untuk anak bisa berolah raga (sepak bola) maka dikursuskan, tetapi anak lebih tertarik dengan menggambar. Orangtua selalu mendukung mengantarkan ke tempat lomba, walaupun sering kalah dengan sanggar-sanggar, tetapi anak selalu memiliki keinginan yang besar. Sampai kuliah dan kerja anak memilih untuk desain grafis. Sedangkan anak yang kecil selalu belajar secara otodidak (elektronik, mesin). Usaha yang dilakukan oleh orangtua, mendukung membelikan perlengkapan yang dibutuhkan oleh anak untuk mengembangkan keterampilannya. Penulis : Bagaimana kehidupan doa dalam keluarga dan kehidupan

menggereja?

Responden : Bagi keluarga masih sangat sulit untuk mengadakan doa bersama dalam keluarga. Terkadang untuk makan bersama saja susah, karena kesibukan masing-masing. Doa bersama hanya Malaikat Tuhan (Anjelus). Doa makan dan doa malam dilakukan sendiri-sendiri. Berangkat ke Gereja kalau tidak ada kesibukan maka bersama-sama, tetapi terkadang anak ingin mencari suasana yang baru maka ke Gereja di tempat lain. Orangtua memiliki kerinduan dan harapan untuk meningkatkan kehidupan doa bersama. Bapa dan Ibu yang selalu bersama-sama.Keluarga ke Gereja pada hari minggu dan hari raya. Tujuan ke Gereja untuk bertemu Tuhan, karena dalam hidup ini banyak kebutuhan, memohon pada Tuhan. Bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan

Penulis : Hambatan-hambatan yang dialami keluarga dalam hidup menjalankan hudup doa bersama keluarga, hidup menggereja? Responden : Masing-masing memiliki kesibukan dan waktu yang berbeda,

sehingga susah untuk berdoa bersama. Terkadang juga mengalami kesulitan untuk bisa doa bersama ketika makan. Orangtua selalu mengingatkan untuk berdoa. Bapa dan Ibu akan berusaha untuk

(7)

mengajak anak-anak untuk berdoa bersama, terlebih ketika berziarah ke tempat-tempat suci.

Penulis : Bagaimana keluarga menjalin komunikasi dengan masyarakat? Mengapa keluarga perlu menjalin komunikasi dalam hidup bermasyarakat?

Responden : Komunikasi dengan masyarakat lancar, saling menyapa dan menghargai. Keluarga terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang ada di masyarakat. Tujuan menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakat semakin meningkat hubungan relasi sebagai saudara, semakin menyatukan.

(8)

Hasil Wawancara Responden 2

a.

Identitas

Nama : Bapa Albertus Armajaya ( 40 tahun)

Ibu Margaretta Wahyuni Widarti (39 tahun) Hari / Tanggal : Sabtu, 10 September 2016

Waktu : Pukul 19.00-18.00

b.

Hasil Wawancara

Penulis : Bagaimana pandangan keluarga terhadap Spiritualitas Keluarga Kudus ?

Responden : Keluarga baru pindah dua tahun dari Bandung ke Yogyakarta khususnya di Paroki Keluarga Kudus Banteng. Pengalaman pribadi waktu masih di Bandung, kami diajak untuk belajar hidup dari Keluarga Kudus. Dari awal sudah punya rencana antara Bapa dan Ibu untuk memberi nama kepada anak-anaknya Maria, Yosef dan Yesus/Kristo dengan harapan untuk semakin mencontoh kehidupan Keluarga Kudus. Tuhan menunjukkan jalan akhirnya pindah ke Paroki yang nama pelindungnya Keluarga Kudus. Kagum dengan kehidupan Keluarga Kudus, dengan memberi nama kepada anak-anak. Kita berusaha untuk meneladani Bunda Maria yang sabar, karena Bapa menyadari sikapnya yang egois, sombong dan mudah marah. Belajar dari Ibu (istri) yang membantu mengubah hidup saya (Bapa). Pernyataan Bapa ini disetujui oleh Ibu, karena sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Penulis : Apakah semangat hidup Keluarga Kudus menjadi model bagi

keluarga Bapa da Ibu?

Responden : Ya, Pasti. Ingin meneladani Keluarga Kudus. Semangat hidup yang menjadi dasar dan yang perlu diteladani dari Keluarga Kudus yaitu kesederhanaan, kerendahan hati dan pengendalian diri. Belajar dari Bunda Maria, seandainya Bunda Maria tidak mengatakan “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku, menurut kehendak Tuhan” maka tidak akan terbentuk Keluarga Kudus. Karena mungkin yang dipilih adalah perempuan yang lain. Bunda Maria taat kepada kehendak Allah.

Penulis : Bagaimana Bapa dan Ibu menata pendapatan dan pengeluaran dalam keluarga?

Responden : Pendapatan yang diperoleh dari Ibu bekerja di toko dan penghasilan dari Bapa mengelola usaha keluarga besar. Penghasilan tidak menentu, tetapi masih bisa dikelola. Bapa yang memegang keuangan, tetapi untuk perencanaan pembelanjaan adalah Bapa dan Ibu, selalu memprioritaskan kebutuhan pokok. Bapa dan Ibu memiliki prinsip “lebih baik menabung dan menunda kebutuhan yang tidak mendesak daripada kredit atau pinjam uang kepada orang lain”

(9)

Penulis : Hambatan-hambatan apa yang pernah dialami dalam pengelolaan keuangan? Usaha usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatan itu?

Responden : Sejauh pengalaman kami selama ini, belum pernah mengalami kesulitan. Bagi keluarga tidak pernah berpikir untuk punya yang lain-lain, yang penting kebutuhan sehari-hari itu cukup. Memberikan gizi untuk anak-anak dengan menyediakan nasi, sayur dan lauk yang sederhana tetapi bergizi. Sesekali anak-anak diajak menikmati makanan di luar rumah, tetapi cukup di rumah makan sederhana. Bagi keluarga yang penting adalah suasana kekeluargaan dan kebersamaan yang menciptakaan kebahagiaan bagi orangtua dan anak-anak. Orangtua dan anak menikmati suasana keluarga yang terjadi setiap hari

Penulis : Apakah yang menjadi fokus orangtua terhadap pendidikan termasuk pendidikan iman anak? Bagaimana tanggung jawab orangtua terhadap perkembangan iman anak?

Responden : Saya sebagai orangtua ingin agar anak-anak saya tetap beriman katolik. Keluarga besar Bapa sebagian besar non Katolik, terkadang belum bisa menerima perbedaan keyakinan ini. Bapa mengalami perubahan dalam hidupnya, ada yang memanggil untuk mengikuti Dia, maka saya mengikuti. Hal ini yang menjadi tantangan dalam keluarga, belum bisa menerima yang berbeda keyakinan. Namun Bapa sering bertanya, apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup saya? Awalnya saya (Bapa) sering marah, kecewa dengan situasi yang terjadi namun, Ibu (istri) yang selalu mengingatkan. Dalam perjalanan waktu saya (Bapa), menyadari bahwa justru keluarga besar ini yang menjadi guru bagi saya untuk belajar sesuatu. Belajar tidak harus dari hal-hal yang baik, tetapi bisa belajar dari hal-hal yang menantang. Bapa dan Ibu mempunya pengalaman yang unik ketika hari pertama mau ke Gereja, pintu gerbang terkunci dan kuncinya tidak kelihatan. Akhirnya nekat lompat pagar bersama anak-anak demi ke Gereja.

Penulis : Bagaimana pandangan Bapa dan Ibu terhadap sekolah yang dipilih baik swasta maupun negeri?

Responden : Ibu sendiri sekolah di sekolah negeri. Pandangan Ibu waktu masih sekolah di sekolah negari adalah ternyata sekolah di sekolah negeri itu tantangannya lebih besar, miskin, dianiaya, diejek, dan selalu nomor dua. Pendidikan iman di dalam keluarga, ke Gereja dan terlibat di lingkungan. Ibu menyadari bahwa yang membentuk iman keluarga semakin kokoh dan kuat adalah pengalaman-pengalaman yang negatif, orang-orang tidak sependapat dan pengalaman hadir di tengah-tengah orang yang berbeda (sekolah negeri). Intinya menjadi orang katolik tidak mudah, tetapi selalu ingat pesan Ibu, bahwa kamu jangan takut, kamu selalu ditemani oleh Yesus sendiri. Bapa adalah orang yang

(10)

keras, tetapi Tuhan menunjukan sesuatu yang unik, ketika berhadapan dengan orang yang marah, ingin membalas, tetapi Tuhan membentuk saya untuk menjadi orang yang baik dan pemaaf bagi orang di lur keluarga saya. Saya (Bapa) lebih senang anak-anak sekolah di negeri dengan prinsip jaraknya dekat, nyaman. Perbedaan waktu sekolah di sekolah swasta di Bandung, orangtua memiliki pandangan negatif terhadap sekolah swasta, ada perbedaan antara katolik dan non katolik, antar orangtua ada persaingan. Pandangan lain, ketika anak-anak sekolah di negeri, pendidikan agama kurang diperhatikan, bahkan pernah anak-anak diminta mejawab pertanyaan yang isinya mengenai Alquran, saya sebagai orangtua hanya memeberi tanda tanya. Akhirnya gurunya sadar, tidak komentar. Perbedaan sekolah negeri di Yogya, pendidikan agama diberikan, ada guru khusus yang mendampingi, pendidikan agamanya bagus. Orangtua mendukung anak-anaknya. Bahkan anak (Maria Agnes, kelas V SD) mengatakan “bukankah dengan sekolah di negeri itu kita diutus untuk menjadi utusanNya di tengah yang berbeda, untuk apa di sekolah katolik lagi apa yang ingin kita bagikan kepada mereka”? Anak-anak selalu jalan kaki karena jaraknya dekat. Tanggungjawab orangtua terhadap iman anak saya adalah mutlak, hal yang pokok. Setiap pulang gereja, pasti ditanya bacaan, kotbah Romo anak-anak menjawab. Penulis : Komunikasi seperti apa yang dilakukan oleh Ibu terhadap Bapa

dan anak-anak dan sebaliknya?

Responden : Kami saling memberi perhatian, saling menyanyangi, saling mendukung. Bukan karena tidak ada permasalahan. Kami sudah menemukan cara untuk menyelesakan permasalahan. Ketika ada salah paham, masing-masing diam, menarik diri sejenak. Bukan berarti marah. Kami tidak membicarakan hal yang menjadi permasalahan itu. Komunikasi dengan anak-anak berjalan seperti biasa. Ketika masing-masing sudah menemukan jawaban maka

Dokumen terkait