• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN

6.2 Saran

1. Masyarakat disarankan sebaiknya merendam pakaian bekas terlebih dahulu sebelum memakai pakaian bekas dengan campuran air panas dan jeruk nipis 10 % selama 10 menit untuk menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu alternatif untuk menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan larutan jeruk nipis dalam menurunkan jumlah bakteri patogen lainnya yang terdapat pada pakaian bekas dengan menggunakan teknik swab.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri

2.1.1 Definisi Bakteri

Bakteri pertama ditemukan oleh Anthony van Leeuwenhoek pada 1674 dengan menggunakan mikroskop buatannya sendiri (Tamher, 2008). Nama bakteri berasal dari bahasa Yunani, yaitu bacterion yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada kecualinya), berbiak dengan pembelahan diri serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop. Berbagai jenis bakteri dapat dibedakan menurut bentuknya yang kadang tercermin pada namanya (Dwidjoseputro, 1990 dan Purnawijayanti, 2001 dalam Suhartini, 2003).

2.1.2 Morfologi dan Struktur Bakteri

Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi pada umumnya penampang bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 µm dan panjangnya sekitar 1-6 µm (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, 2003). Bakteri memiliki 3 bentuk, yaitu :

1. Kokus (Coccus) adalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola dan mempunyai beberapa variasi sebagai berikut :

a.Mikrococcus, jika kecil dan tunggal. b.Diplococcus, jika bergandanya dua-dua.

c.Tetracoccus, jika bergandengan empat dan membentuk bujursangkar. d.Sarcina, jika bergerombol membentuk kubus.

e.Staphylococcus, jika bergerombol.

f. Streptococcus, jika bergandengan membentuk rantai.

2. Basil (Bacillus) adalah kelompok bakteri yang berbentuk batang atau silinder dan mempunyai variasi sebagai berikut :

a.Diplobacillus, jika bergandengan dua-dua.

b.Streptobacillus, jika bergandengan membentuk rantai.

3. Spiril (Spirilium) adalah bakteri yang berbentuk lengkung dan mempunyai variasi sebagai berikut :

a. Vibrio (bentuk koma), jika lengkung kurang dari setengah lingkaran. b. Spiral, jika lengkung lebih dari setengah lingkaran.

Bentuk tubuh/morfologi bakteri dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, medium dan usia. Oleh karena itu untuk membandingkan bentuk serta ukuran bakteri, kondisinya terus sama. Pada umumnya bakteri dan usianya lebih muda ukurannya relatif lebih besar daripada yang sudah tua (Tamher, 2008).

Struktur bakteri terdiri dari beberapa bagian (Nasution, 2014), yaitu : 1. Dinding Sel

Lapisan selubung sel yang terletak antara membran sitoplasma dan kapsul disebut dinding sel. Dinding sel bakteri bisa begitu kuat karena lapisannya yang tersusun atas suatu bahan yang disebut murein, mukopeptida, atau peptidoglikan (semuanya merupakan suatu bahan yang sama). Berdasarkan perbedaan respons terhadap prosedur pewarnaan gram (klasifikasi ini dilakukan oleh ahli histology Hans Christian Gram) dan struktur dinding bakteri, bakteri diklasifikasikan menjadi bakteri gram negatif dan bakteri gram positif.

9

Bakteri Gram Positif :

a. Dinding sel mengandung peptidoglikan yang tebal serta diikuti pula dengan adanya ikatan benang-benang teichoic acid dan teichoronic acid, yang merupakan 50 % dari berat kering dinding sel dan 10% dari berat kering keseluruhan sel.

b. Pada umumnya berbentuk bulat (coccus).

c. Pada pewarnaan Gram, bakteri jenis ini berikatan dengan zat warna utama (primary Strain) yaitu Gentian Violet dan tidak luntur (decolorized) bila dicelupkan ke dalam larutan alkohol.

d. Di bawah mikroskop tampak berwarna ungu. Bakteri Gram Negatif :

a. Mengandung “sedikit sekali” ikatan peptidoglikan dan tidak terdapat ikatan

benang-benang teichoic acid dan teichoronic acid.

b. Pada umumnya berbentuk batang (basil), kecuali Bacillus anthrasis dan Bacillus sereus.

c. Pada pewarnaan Gram, bakteri jenis ini tidak mampu berikatan dengan zat warna utama yaitu Gentian Violet dan luntur bila dicelupkan ke dalam larutan alkohol.

d. Di bawah mikroskop tampak berwarna merah, apabila diberi zat warna safranin/fusin.

Komponen-komponen dinding sel bakteri gram negatif (yang terletak di luar lapisan peptidoglikan) :

a. Lipoprotein yang berfungsi untuk menstabilkan membran luar dan merekatkannya ke lapisan peptidoglikan.

b. Membran luar yaitu struktur berlapis ganda; lapisan sebelah dalamnya memiliki komposisi yang serupa dengan membran sitoplasma, sedangkan fosfolipid pada lapisan sebelah luar digantikan oleh molekul lipopolisakarida.

c. Lipopolisakarida. 2. Membran sitoplasma 3. Flagel

a. Monotrik yaitu flagela pada satu ujung. b. Lopotrik yaitu flagel pada banyak ujung.

c. Peritrik yaitu flagel pada seluruh permukaan sel. 4. Kapsul dan Glikokaliks

Kapsul adalah polimer yang membentuk selubung padat menyelimuti sel. Glikokaliks adalah polimer membentuk jaringan longgar berupa fibril-fibril yang meluas ke arah luar sel. Pada beberapa kasus, sejumlah masa polimer yang terbentuk tampak seluruhnya terlepas dari sel dan mengurung sel tersebut. Polimer ekstraselular seperti itu biasa disebut “selubung lender” (slime layer).

Kapsul berperan dalam tingkat keinvasifan bakteri patogenik (sel yang berkapsul terlindung dari fagositosis kecuali jika mereka diselubungi oleh antibodi antikapsuler). Glikokaliks berperan dalam proses melekatnya sel bakteri ke lingkungannya, termasuk ke permukaan sel pejamu hewan dan tumbuhan.

11

5. Fili (Fimbria)

Berdasarkan fungsinya, fili dibedakan menjadi 2:

a. Fili biasa, yang berperan dalam pelekatan bakteri simbiotik atau pathogen ke sel host.

b. Fili seksual, yang berperan dalam perlekatan sel donor (sel yang memberikan kromosom) ke resipien (sel yang menerima kromosom dari sel donor) pada proses konyugasi bakteri.

2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri

Bakteri yang sedang tumbuh, jumlah selnya akan meningkat dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat dan akibat pertumbuhan tersebut akan terbentuk koloni, serta pertumbuhan bakteri tersebut dapat diukur atau dihitung. Berbagai faktor sangat menentukan apakah suatu kelompok mikroba yang terdapat di dalam suatu lingkungan dapat tumbuh subur, tetap dorman atau mati (Hasyimi, 2010). Untuk pertumbuhannya, bakteri memerlukan unsur kimiawi serta kondisi fisik tertentu (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri (Hasyimi, 2010) yaitu :

1. Suhu

Suhu mempengaruhi laju pertumbuhan, mempengaruhi jumlah total pertumbuhan, merubah proses-proses metabolik tertentu serta morfologi (bentuk luar) sel. Kisaran suhu bagi mikroba terbagi 3 tahap yaitu suhu minimum, suhu maksimum dan suhu optimum. Suhu pertumbuhan optimum adalah suhu inkubasi yang memungkinkan pertumbuhan tercepat selama periode waktu yang singkat, yaitu antara 12 s/d 24 jam. Berdasarkan suhu

inkubasi bakteri ini, bakteri terkelompok ke dalam: Psikrofil (suhu 00-300C), Mesofil (suhu 250-400C), Termofil fakultatif (250-550C) dan Termofil obligat (450-750C).

2. pH

pH optimum bagi pertumbuhan bakteri berkisar antara 6,5-7,5. Beberapa spesies bakteri ada yang mempunyai pH minimum 0,5 dan pH maksimumnya 9,5. Pergeseran pH dalam suatu medium dapat terjadi sedemikian besar, karena akibat adanya senyawa-senyawa asam atau basa selama pertumbuhan. Pergeseran ini dapat dicegah dengan menggunakan larutan penyangga yang disebut Buffer (kombinasi garam-garam KH2PO4 dan K2HPO4). Garam-garam anorganik diperlukan oleh mikroba untuk keperluan mempertahankan keadaan koloidal, mempertahankan tekanan osmose di dalam sel, memelihara keseimbangan pH serta sebagai aktivator enzim.

3. Pencahayaan

Bakteri biasanya tumbuh dalam gelap, walaupun ini bukan suatu keharusan. Tetapi sinar ultraviolet mematikan mereka dan ini dapat digunakan untuk prosedur sterilisasi (Depkes RI, 1997 dan Purnawijayanti, 2001 dalam Suhartini, 2003). Beberapa bakteri memerlukan persyaratan yang khusus. Diantaranya, bakteri Fotoautotrofik (fotosintetik), yaitu bakteri dalam pertumbuhannya harus ada pencahayaan.

4. Waktu

Jika bakteri menemukan kondisi yang cocok, pertumbuhan dan reproduksi terlaksana. Bakteri berkembang biak dengan membelah diri. Dari satu sel tunggal menjadi dua, dua menjadi empat, empat menjadi delapan dan

13

seterusnya. Dalam lingkungan dan suhu yang cocok, bakteri membelah diri setiap 20-30 menit. Dalam kondisi yang mereka sukai itu, maka dalam 8 jam satu sel bakteri telah berkembang menjadi 17 juta sel dan menjadi satu milyar dalam 10 jam (Suhartini, 2003).

5. Oksigen

Berdasarkan akan kebutuhan terhadap oksigen, bakteri dapat digolongkan menjadi bakteri aerob mutlak (bakteri yang untuk pertumbuhannya memerlukan adanya oksigen, misalnya M. tuberculosis), bakteri anaerob fakultatif (bakteri yang dapat tumbuh, baik ada oksigen maupun tanpa adanya oksigen), bakteri anaerob aerotoleran (bakteri yang tidak mati dengan adanya oksigen), bakteri anaerob mutlak (bakteri yang hidup bila tidak ada oksigen, misalnya Clostridium tetani) dan bakteri mikroaerofilik (bakteri yang dapat hidup bila tekanan oksigennya rendah, misalnya Neisseria gonorrhoeae).

6. Air

Air atau H2O merupakan bahan yang amat penting bagi pertumbuhan bakteri karena 80%-90% bakteri tersusun atas air. Tetapi bakteri tidak dapat menggunakan air yang mengandung zat-zat terlarut dalam konsentrasi tinggi, seperti gula dan garam. Larutan pekat, misalnya larutan garam 200 mg/liter tidak menunjang pertumbuhan bakteri. Tekanan osmose juga sangat diperlukan untuk mempertahankan bakteri agar tetap hidup, suatu misal apabila bakteri berada dalam larutan yang konsentrasinya lebih tinggi daripada konsentrasi yang ada dalam sel bakteri, maka akan terjadi keluarnya cairan dari sel bakteri melalui membran sitoplasma yang disebut plasmolisis. Namun ada beberapa bakteri yang mempunyai toleransi terhadap lingkungan dengan kadar garam

yang sangat tinggi. Keadaan demikian disebut sebagai extreme halophiles, misalnya dijumpai pada mikroba yang berada di laut mati di mana mikroba tersebut dapat hidup dan tumbuh pada lingkungan yang berkadar garam sekitar 30%. Beberapa spesies bakteri ada yang dapat tumbuh pada lingkungan yang berkadar garam 10-15% dan disebut facultative halophiles, misalnya dijumpai pada Vibrio parahaemolyticus. Pada umumnya, bakteri untuk pertumbuhannya memerlukan kadar garam hanya 1%-2%.

7. Karbon

Unsur karbon sangat penting bagi pertumbuhan bakteri. Sumber karbon atau carbon source antara bakteri yang satu dengan bakteri yang lain tidaklah sama, dan unsur karbon tersebut diperlukan oleh semua makhluk hidup mulai bakteri sampai dengan manusia. Telah diketahui bahwa berat unsur karbon merupakan setengah dari berat kering bakteri. Menurut keperluan kuman akan sumber karbon, maka kuman dibagi menjadi 2 golongan yakni kuman autotrof yang memenuhi unsur karbonnya dari sumber anorganik. Sebaliknya kuman heterotrof memenuhi keperluan karbonnya dari sumber organik seperti karbohidrat (glukosa) (Tamher, 2008).

8. Nitrogen, sulfur dan fosfor

Nitrogen, sulfur dan fosfor diperlukan untuk menyusun bagian-bagian sel misalnya untuk menyintesis protein diperlukan nitrogen dan sulfur. Untuk mensintesis DNA dan RNA, diperlukan nitrogen dan fosfor. Demikian pula, untuk menyintesis ATP. Seperti diketahui bahwa ATP adalah suatu bahan yang penting dalam sel, yang berguna untuk persediaan dan transfer energi dalam sel. Nitrogen, sulfur dan fosfor merupakan 18% berat kering dari sel di mana

15

nitrogen adalah 15% dari berat kering sel tersebut. Sumber sulfur di alam bisa dalam bentuk ion sulfat atau berasal dari H2S maupun sulfur yang terdapat dalam asam amino, sedangkan fosfor diperoleh dari senyawa fosfat. Nitrogen oleh bakteri terutama diperlukan untuk menyintesis asam amino yang selanjutnya digunakan untuk menyintesis protein, DNA, serta RNA. Nitrogen tersebut diperoleh bakteri, misalnya dari proses dekomposisi bahan organik atau berasal dari ion ammonium serta dari senyawa nitrat dan nitrogen yang berada di udara melalui proses fiksasi nitrogen tergantung dari jenis bakterinya. Bakteri yang dapat menggunakan nitrogen yang berasal dari udara melalui proses fiksasi nitrogen adalah cyanobacteria (blue green algae).

9. Senyawa logam

Senyawa logam untuk pertumbuhan makhluk hidup diperlukan dalam jumlah sedikit. Oleh karena itu, disebut trace element. Termasuk di antaranya yang diperlukan untuk kehidupan bakteri adalah Fe, Cu dan Zn. Di alam, trace element terdapat pada air (tap water) atau bahan-bahan lain (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, 2003).

2.2 Staphylococcus aureus 2.2.1 Taksonomi

Taksonomi Staphylococcus aereus menurut Berget dalam Nasution (2014) adalah :

Kingdom : Monera Divisio : Firmicutes Class : Bacilli

Order : Bacillales

Genus : Stafilokokaseseae Spesies : Staphylococcus aereus

Gambar 2.1. Bentuk mikroskopis S. aureus

2.2.2 Ciri-ciri

Staphylococcus aereus merupakan bakteri koagulase positif dan katalase positif, bersifat aerob dan anaerob fakultatif hal ini membedakannya dari spesies lain. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus, dan tersusun seperti buah anggur. Ukuran Staphylococcus aereus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus aereus memiliki diameter 0,5-1 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin. Menurut Boyd (1980) dan Schlegel (1994) dalam Nasution (2014), Staphylococcus aereus adalah bakteri aerob, tetapi bila sudah berpindah ke tempat lain dapat bersifat anaerob fakultatif, mampu memfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase,

17

Suhu optimum pertumbuhan Staphylococcus aereus adalah 350C-370C, suhu minimum 6,70C dan suhu maksimum 45,40C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0-9,8 dan pH optimum 7,0-7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 bila substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerob, bakteri membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin, dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein (Nasution, 2014).

Gambar 2.2. Koloni bakteri S. aureus

2.2.3 Epidemiologi

Staphylococcus aereus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dari permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus (Nasution, 2014).

2.2.4 Penyakit Yang Ditimbulkan

Staphylococcus aereus patogen utama bagi manusia, hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi Staphylococcus aereus sepanjang hidupnya, beratnya mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan, sampai infeksi berat yang mengancam jiwa. Menurut Boyd (1980) dan Schlegel (1994) dalam Nasution (2014), Staphylococcus aereus mengandung lisostafin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah. Toksin yang dihasilkan adalah leukosidin, enterotoksin yang terdapat dalam makanan terutama yang mempengaruhi saluran pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh akan menurun. Eksofoliatin merupakan toksin yang mnyerang kulit dengan tanda-tanda seperti kulit terkena luka bakar. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, Staphylococcus aereus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, oteomielitis, pneumonia, dan mastitis pada manusia (Nasution, 2014).

Gambar 2.3. Penyakit kulit yang disebabkan oleh S. aereus

Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi kulit di daerah folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat. Mula-mula terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan

19

pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena, trombosis, bahkan bakterimia. Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru (Warsa, 1994 dan Jawetz et al., 1995 dalam Kusuma, 2009).

2.3 Pasar Tradisional 2.3.1 Pengertian Pasar

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007, pasar merupakan area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.

2.3.2 Jenis-jenis Pasar 1. Pasar Tradisional

Merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung, bangunannya terdiri dari kios-kios, los dan dasaran terbuka yang dibuka penjual maupun suatu pengelola pasar. Pada pasar tradisional ini sebagian besar menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, barang elektronik, jasa, dan lain-lain (Devi, 2013).

2. Pasar Modern

Merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli dan ditandai dengan adanya transaksi jual beli secara tidak langsung. Pembeli melayani kebutuhannya sendiri dengan mengambil di rak-rak yang sudah ditata sebelumnya. Harga barang sudah tercantum pada rak-rak tempat barang tersebut diletakkan dan merupakan harga pasti yang tidak dapat ditawar (Devi, 2013).

Dari uraian diatas Pasar Monza Perumnas Simalingkar tergolong jenis pasar tradisional karena di dalam bangunan pasar ini terdapat kios-kios, dan los. Selain itu, dalam sistem transaksinya pedagang yang melayani pembeli kemudian terjadi tawar menawar dalam menentukan harga jual yang disepakati oleh kedua pihak.

2.3.3 Ciri-Ciri Pasar Tradisional

Berdasarkan Peraturan Menteri No. 20 Tahun 2012, ciri-ciri pasar tradisional adalah sebagai berikut:

1. Pasar tradisional dimiliki, dibangun dan atau dikelola oleh pemerintah daerah. 2. Adanya sistem tawar menawar antara penjual dan pembeli. Tawar menawar ini adalah salah satu budaya yang terbentuk di dalam pasar. Hal ini yang dapat menjalin hubungan sosial antara pedagang dan pembeli yang lebih dekat.

3. Tempat usaha beragam dan menyatu dalam lokasi yang sama. Meskipun semua berada pada lokasi yang sama, barang dagangan setiap penjual berbeda-beda. Selain itu juga terdapat pengelompokan dagangan sesuai dengan jenis

dagangannya seperti kelompok pedagang ikan, sayur, buah, bumbu, dan daging. 4. Sebagian besar barang dan jasa yang ditawarkan berbahan lokal.

21

2.4 Desinfektan

2.4.1 Pengertian Desinfektan

Desinfektan adalah substansi kimia yang dipakai untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan menghalangi/merusak dan biasanya digunakan pada benda-benda mati (Depkes RI, 1996). Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur, dan kelembaban, tidak toksik pada hewan dan manusia, tidak bersifat korosif, bersifat biodegradable, memiliki kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap, mudah digunakan, dan ekonomis (Butcher and Ulaeto, 2010).

2.4.2 Faktor Yang Berpengaruh Pada Aktifitas Desinfektan

Menurut Depkes RI (1996), faktor-faktor yang berpengaruh pada aktifitas desinfektan adalah sebagai berikut :

1. Sifat bahan yang akan didesinfeksi

Permukaan benda yang paling mudah di desinfeksi adalah permukaan benda yang sifatnya licin tanpa pori-pori dan mudah di bersihkan.

2. Jumlah mikroorganisme yang terdapat pada benda yang akan didesinfeksi Makin banyak jumlah mikroorganisme pada permukaan benda yang akan didesinfeksi, makin panjang waktu pemaparan dengan desinfektan yang dibutuhkan sebelum seluruh mikroorganisme dapat dibunuh.

3. Sifat mikroorganisme itu sendiri

4. Jumlah bahan organik yang mencemari alat yang akan didesinfeksi

Darah, lendir atau feses yang mencemari bahan/alat yang akan di desinfeksi memegang peranan penting dalam keberhasilan tindakan desinfeksi, karena dengan adanya bahan organik tersebut, mikroorganisme terlindung dari aktifitas desinfektan

5. Jenis dan konsentrasi desinfektan yang digunakan

Bila konsentrasi desinfektan dinaikkan, waktu pemaparan semakin pendek. 6. Lama dan suhu pemaparan

Semakin lama waktu pemaparan terhadap desinfektan, semakin besar daya bunuh kuman yang terjadi. Semakin tinggi suhu, semakin tinggi daya bunuh kuman dari desinfektan tersebut.

2.4.3 Mekanisme Kerja Desinfektan

Menurut Tjay dan Rahardja (2002), cara kerja desinfektan adalah sebagai berikut :

1. Kerusakan pada dinding sel

Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya.

2. Perubahan permeabilitas sel

Mebran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel dan mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain. Kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan matinya sel.

23

3. Perubahan molekul protein dan asam nukleat

Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul protein dan asam nukleat. Suatu kondisi atau substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasikan protein dan asam nukleat dapat merusak sel tanpa diperbaiki kembali.

4. Penghambatan kerja enzim

Zat kimia dapat menggangu reaksi biokimia. Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel.

5. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein

DNA, RNA dan protein memegang peranan penting dalam proses kehidupan sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel.

2.5 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) 2.5.1 Taksonomi

Jeruk nipis merupakan salah satu jenis citrus (jeruk) yang asal usulnya adalah dari India dan Asia Tenggara. Adapun sistematika jeruk nipis adalah sebagai berikut (Setiadi, 2004) :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Gereniales Suku : Rutaceae

Marga : Citrus

Jenis : Citrus aurantifolia 2.5.2 Morfologi Tanaman

Tanaman jeruk nipis merupakan pohon yang berukuran kecil. Buahnya berbentuk agak bulat dengan ujungnya sedikit menguncup dan berdiameter 3-6 cm dengan kulit yang cukup tebal. Tangkai daun sedikit bersayap, beringgit, melekuk kedalam, dan panjangnya 0,5-2,5 cm. Rasa buahnya asam segar. Bijinya berbentuk bulat telur, pipih, dan berwarna putih kehijauan. (Astarini et al, 2010 dalam Nurkalimah, 2011).

Gambar 2.4. Jeruk Nipis

2.5.3 Kandungan dan Kegunaan Jeruk Nipis

Buah jeruk nipis memiliki rasa pahit, asam, dan bersifat sedikit dingin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jeruk nipis di antaranya adalah asam sitrat sebanyak 7-7,6%, damar lemak, mineral, vitamin B1, sitral limonene, fellandren, lemon kamfer, geranil asetat, cadinen, linalin asetat. Selain itu, jeruk nipis juga mengandung vitamin C sebanyak 27mg/100 g jeruk, Ca sebanyak

25

40mg/100 g jeruk, dan P sebanyak 22 mg (Hariana, 2006 dalam Nurkalimah, 2011).

Bangsa-bangsa di Asia Tenggara sering menggunakan jeruk nipis sebagai salah satu bahan ramuan obat tradisional untuk menjaga kebugaran tubuh agar sehat dan awet muda. Pemakaian jeruk nipis untuk obat, menjaga kesehatan dan perawatan kecantikan diantaranya adalah untuk obat batuk, anti mabuk, menghindari kegemukan, perawatan kulit, menghilangkan jerawat, mencegah rambut rontok dan ketombe, diare, nafsu makan dan cegukan (Sarwono, 2002).

Dalam Sarwono (2002), asam sitrat yang terkandung dalam jeruk nipis sebesar 8,7%. Asam murni berupa kristal, jernih tidak berwarna, tidak berbau tapi rasanya asam sekali. Sifatnya mudah larut dalam air tetapi sedikit larut dalam alkohol. Asam sitrat digunakan sebagai pencegah timbulnya bakteri, pengawet, dan antiseptik.

Jeruk nipis memiliki fungsi serbaguna dalam rumah tangga. Selain dimanfaatkan untuk bumbu, juga digunakan untuk membersihkan alat-alat dapur

Dokumen terkait