• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Penggunaan Campuran Air Panas dengan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) dan Air Panas dalam Menurunkan Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus pada Pakaian Bekas pada Pasar Tradisional Perumnas Simalingkar Kota Medan tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas Penggunaan Campuran Air Panas dengan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) dan Air Panas dalam Menurunkan Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus pada Pakaian Bekas pada Pasar Tradisional Perumnas Simalingkar Kota Medan tahun 2015"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

56

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S., 2003. Pengaruh Penjualan Pakaian Bekas terhadap Tingkat Pendapatan Pedagang Pakaian Bekas di Kota Madya Tanjung Balai (Studi Kasus Pajak TPO Tanjung Balai). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ariyanti, N. K., 2012. Daya Hambat Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya (Aloe Barbadensis Miller) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922. Jurnal, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran.

Butcher, W. & Ulaeto, D., 2010. Contact Inactivation of Orthopoxviruses by Household Disinfectants. Philadelphia: Department of Biomedical Sciences, Dstl Porton Down.

Depkes RI, 1996. Pedoman Teknis Pengelolaan Limbah Klinis dan Desinfeksi dan Sterilisasi Di Rumah Sakit. Jakarta: Ditjen PPM dan PPL.

Devi, N. M. W. R., 2013. Pasar Umum Gubug Di Kabupaten Grobogan Dengan Pengolahan Tata Ruang Luar Dan Tata Ruang Dalam Melalui Pendekatan Ideologi Fungsionalisme Utilitarian. Tugas Akhir, Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Fitriana, I. N., 2013. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Adas (Foeniculum vulgare Mill.) Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan Escherichia coli ATCC 11229 Secara In Vitro. Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Hasyimi, M., 2010. Mikrobiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: CV Trans Info Media.

Hendriani, N., 2014. Perbedaan Efek Daya Hambat Jus Kulit Buah Manggis Dengan Air Rebusan Kulit Buah Manggis Sebagai Antibakteri Terhadap Bakteri Gram-Positif (Staphylococcus aureus dan Escherichia coli) Secara In Vitro. Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.

Isro’i, A. D., 2007. Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas Staphylococcus aureus Dari Pus Pasien Di Rumah Sakit Kasih Ibu Dan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Terhadap Beberapa Antibiotik. Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2015. Pakaian Bekas Mengandung Ribuan Bakteri, Kemendag Intensifkan Publikasi Kepada Konsumen.

(4)

mengandung-ribuan-bakteri-kemendag-intensifkan-publikasi-kepada-53

konsumen-id0-1423186603.pdf. Diakses pada Tanggal 16 Juni 2015 (19.00).

Peraturan Menteri Kesehatan. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI : Dirjen PPM dan PL.

Kusuma, S. A. F., 2009. Staphylococcus aureus. Makalah, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Nasution, M., 2014. Pengantar Mikrobiologi. Medan: USU Press.

Nurkalimah, C., 2011. Daya Antibakteri Air Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang di Uji Secara In Vitro. Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pradani, N. R., 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia, Swingle) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Jember, Jember.

Peraturan Presiden. 2007. Peraturan Presiden Nomor 112 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Razak, A., 2013. Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro. Jurnal, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.

Rizky, M. S. P., 2012. Pakaian Sebagai Komunikasi (Pemakaian Baju Bekas Impor Sebagai Media untuk Mengkomunikasikan Identitas Sosial). Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Sari, I. P., 2013. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Lingkungan 11 Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar A Medan (1986-2000). Skripsi, Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sarwono, 2002. Khasiat dan Manfaat Jeruk Nipis. Agro Medika Pustaka : Jakarta. Setiadi, P., 2004. Budi Daya Jeruk Asam Di Kebun dan Di Pot. Penebar Swadaya :

Jakarta. Cetakan I.

(5)

Sudjana. 2001. Metode Statistika. Tarsito : Bandung. Edisi 6.

Suhartini, E., 2003. Analisa Kandungan Bakteri pada Daging Sapi yang Telah Dibekukan di Pusat Pasar Medan. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tamher, S., 2008. Mikrobiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: CV Trans Info Media.

Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2003. Bakteriologi Medik. Malang: Bayumedia Publishing.

Tjay, T. H. & Rahardja, K., 2002. Obat-obat Penting: Khasiat Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo. Edisi Kelima.

Usman, H. & Akbar, P. S., 2006. Pengantar Statistika. PT Bumi Aksara : Jakarta. Edisi 2.

(6)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian Quasi Eksperiment. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan pre test dan post test yaitu pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan.

Dalam penelitian ini sampel dilakukan perhitungan jumlah bakteri sebelum dan sesudah perendaman pada campuran air panas dengan jeruk nipis dan air panas dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Pemilihan waktu perendaman yaitu 10 menit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1204/Menkes/SK/X/2004. Penelitian ini melakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di pasar tradisional Perumnas Simalingkar Kota Medan. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut sebagai tempat penelitian adalah karena pasar tradasional Perumnas Simalingkar termasuk salah satu pusat pakaian bekas di Kota Medan dan belum pernah dilakukan penelitian sejenis di tempat tersebut. Preparasi sampel dan pengujian jumlah bakteri pada pakaian bekas akan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU.

3.2.2 Waktu Penelitian

(7)

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pakaian bekas yang dijual di pasar tradisional Perumnas Simalingkar.

3.4 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah pakaian bekas yang diambil sebanyak 1 buah dengan pengambilan sampel berdasarkan atas metode purposive sampling dengan pertimbangan jenis pakaian yang paling banyak dibeli yaitu baju.

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Data Primer

Data diperoleh dari hasil pemeriksaan sampel di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU terhadap penurunan jumlah bakteri pada pakaian bekas.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari buku, jurnal serta literatur-literatur yang mendukung sebagai bahan kepustakaan.

(8)

30

8. Syringe

9. Termometer Air 10. Mikroskop

3.5.4 Bahan Penelitian 1. Nutrient Agar (NA) 2. Nutrient Broth 3. Akuades 4. Air Panas

5. Air Rendaman Pakaian bekas 6. Jeruk Nipis

3.5.5 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif sampling. Metode pengamblan sampel ini ditentukan atas karakteristik yang sama dari setiap yang dijual dengan sampel yang sedang diteliti (Sudjana, 2001). Sampel berupa pakaian bekas yang dijual di pasar Tradisional Perumnas Simalingkar. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam plastik agar terhindar dari cemaran.

3.5.6 Pembuatan Larutan Jeruk Nipis 1. Jeruk nipis dibelah menjadi 2 bagian

(9)

3.5.7 Cara Penyiapan Sampel Penelitian

1. Pakaian bekas dimasukkan ke dalam wadah perendaman yang berisi air sebanyak 1500 ml dan didiamkan selama 10 menit agar bakteri yang terdapat pada pakaian tersebut dapat berpindah kedalam air perendaman.

2. Kemudian setelah 10 menit, pakaian bekas tersebut diambil dan diperas airnya. 3. Wadah yang berisi 1500 ml air tersebut dibagi ke dalam 9 wadah yang berbeda yang masing-masing berisi 150 ml.

4. Untuk kontrol, wadah pertama, kedua dan ketiga tidak diberikan perlakuan apapun.

5. Untuk pemberian perlakuan air panas, wadah keempat, kelima dan keenam ditambahkan air panas dengan suhu 950C sebanyak 150 ml.

6. Untuk pemberian perlakuan campuran air panas dan larutan jeruk nipis 10%, wadah ketujuh, kedelapan, dan kesembilan ditambahkan campuran air panas dengan suhu 950C dan larutan jeruk nipis 10% sebanyak 150 ml.

3.5.8 Prosedur Pengenceran Sampel

1. Pada pengenceran pertama, diambil sampel 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi nutrient broth sebanyak 9 ml. Kemudian di homogenkan dengan alat vortex dan diberi label 10-1.

(10)

32

3. Untuk pengenceran ketiga, diambil 1 ml dari tabung yang berlabel 10-2 dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi nutrient broth sebanyak 9 ml. Kemudian di homogenkan dengan alat vortex dan diberi label 10-3.

3.5.9 Prosedur Isolasi Mikroorganisme

1. Disiapkan media Nutrient Agar (NA) yang telah disterilkan

2. Masukkan sampel sebanyak 1 ml dari tabung yang telah diberi label kedalam cawan petri

3. Tuangkan nutrient agar ke dalam cawan petri steril

4. Kemudian cawan petri digoyang perlahan sampai sampel tersebut tersebar merata pada nutrient agar, dibiarkan hingga membeku

5. Masukkan cawan petri yang telah berisi media ke dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 370C.

6. Kemudian diamati mikroorganisme yang tumbuh pada masing-masing cawan 7. Hitung banyaknya koloni pada cawan petri

8. Perhitungan koloni yang menyebar dianggap sebagai koloni tunggal. Jumlah maksimum total koloni untuk dihitung sebanyak 300 koloni per cawan petri. Jika tidak ada yang diantara 30-300 maka diambil nilai yang terdekat dengan 30-300.

9. Dihitung dengan rumus jumlah koloni/ml = banyaknya koloni x 1/fp

(11)

3.6 Definisi Operasional

1. Bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas adalah spesies Staphylococcus aureus yang terdapat pada pakaian bekas.

2. Pengukuran Jumlah Staphylococcus aureus pada pakaian bekas adalah jumlah bakteri yang terdapat pada pakaian bekas setelah dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode TPC (Total Plate Count).

3. Campuran air panas dengan jeruk nipis adalah bahan baku yang digunakan untuk menghilangkan bakteri yang terdapat pada pakaian bekas.

4. Air panas adalah bahan baku yang digunakan untuk merendam pakaian bekas tersebut.

5. Waktu adalah lamanya proses perendaman pada pakaian bekas.

6. Suhu adalah besarnya suhu yang dibutuhkan untuk merendam pakaian bekas (0C).

7. pH adalah besarnya derajat keasaman pada campuran air panas dengan jeruk nipis.

8. Penggunaan larutan campuran air panas dengan jeruk nipis dan air panas pada pakaian bekas dengan perendaman 10 menit adalah pemberian larutan campuran air panas dengan jeruk nipis dan air panas pada pakaian bekas yang memerlukan waktu perendaman selama 10 menit.

3.7 Aspek Pengukuran

(12)

34

jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor pengenceran pada cawan yang bersangkutan.

3.8 Teknik Pengolahan Data

Data akan diolah melalui beberapa tahapan antara lain : entri data, koding, editing, dan tabulating. Entri data dilakukan dengan memasukkan data sesuai hasil uji laboratorium. Koding dilakukan dengan memberi kode untuk masing-masing tingkatan sesuai tujuan yang dikumpulkan. Editing dilakukan dengan pemeriksaan kembali data yang telah masuk pada saat melakukan penelitian. Tabulating dilakukan dengan membuat tabel dan memasukkan data tersebut ke dalam tabel berupa angka-angka.

3.9 Teknik Analisis Data

Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisa secara deskriptif. Analisa deskriptif digunakan untuk melihat jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas setelah perendaman dengan campuran

(13)

4.1 Gambaran Umum Lokasi Pengambilan Sampel

Pasar Tradisional Perumnas Simalingkar terletak di Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Pada tahun 1987 pasar tradisional di Perumnas Simalingkar didirikan. Masyarakat menamakan pasar tradisional ini dengan nama pajak Pala karena pajak ini berada di jalan Pala. Melihat kemajuan pajak Pala ini, pemerintah menyiapkan sebuah tempat untuk pajak ini agar tempatnya nyaman dan juga teratur. Kemudian pada tahun 1989, pajak Pala dipindah ke jalan Jahe yang kemudian dikenal dengan pajak jahe. Pajak Jahe ini masih terbuat dari lantai triplek, atap seng, dan dinding papan.

Dengan adanya pajak Jahe ini, lingkungan Perumnas Simalingkar semakin ramai dikunjungi oleh masyarakat luar karena pajak Jahe ini selain menjual perlengkapan rumah tangga juga menjual pakaian bekas dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang lumayan bagus. Pakaian bekas ini banyak didatangkan dari luar kota maupun luar negeri. Tidak hanya menjual pakaian bekas, pajak jahe ini juga menjual tas bekas, sendal bekas, dan sepatu bekas (Sari, 2013).

4.2 Pakaian Bekas

(14)

36

dengan diskon yang cukup besar (Sitorus, 2008). Pakaian bekas yang dijual memiliki kekhususan dalam jenis barang yang dijual, misalnya baju, sepatu, tas, jaket atau pakaian resmi. Barang-barang ini banyak diminati oleh masyarakat dari berbagai kelas ekonomi. Salah satu yang menjadi daya tarik dari pakaian bekas ini adalah harga yang relatif murah dengan kualitas barang yang tidak kalah bagusnya dengan pakaian baru di pusat perbelanjaan modern lainnya (Aisyah, 2003). Sejak tahun 1995, pakaian bekas sudah masuk melalui pelabuhan-pelabuhan Tanjung Balai. Pakaian-pakaian bekas ini masuk dari Malaysia, Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan beberapa dari Eropa.

Pakaian bekas dikapalkan melalui pelabuhan Port Klang Malaysia dan sampai ke pelabuhan Tanjung Balai. Pakaian-pakaian bekas yang dikirim ini dikemas dalam bentuk bal. Bal itu sendiri adalah suatu kemasan pakaian bekas import berbentuk segi empat yang memiliki berbagai merek dan kode tergantung jenis pakaian yang dikehendaki. Pada tahun 1997, para pedagang sudah memilah-milah bal mana yang mempunyai nilai jual tinggi, karena barang-barang yang dijual mempunyai kualitas yang baik dan diminati oleh semua lapisan masyarakat (Aisyah, 2003).

4.3 Pengukuran Suhu dan pH

(15)

4.3.1 Suhu Air Panas

Hasil pengukuran suhu air panas yang diukur menggunakan thermometer air pada setiap perlakuan dan pengulangan selama penelitian. Suhu air panas yang digunakan adalah 950C. Namun setelah 10 menit perendaman, suhu air panas tersebut menjadi 600C.

4.3.2 pH Pada Campuran Air Panas dan Jeruk Nipis 10%

Hasil pengukuran pH pada campuran air panas dengan jeruk nipis 10% diukur menggunakan kertas pH pada perlakuan dan pada setiap pengulangan selama penelitian berlangsung adalah 2.

4.4 Hasil Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus Pada Pakaian Bekas

Sampel berupa pakaian bekas dibeli di pasar tradisional Perumnas Simalingkar lalu dilakukan perlakuan perendaman sampel. Setelah 10 menit, sampel air rendaman tersebut dimasukkan kedalam botol penyimpanan sampel sebanyak 9 botol yang masing-masing botolnya berisi 25 ml sampel. Botol penyimpan sampel tersebut sudah di sterilkan terlebih dahulu menggunakan sinar UV. Kemudian sampel tersebut dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU untuk dilakukan pengujian jumlah bakteri Staphylococcus aureus. Pengujian jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada air rendaman

(16)

38

Tabel 4.1 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus Pada Rendaman Pakaian Bekas

Kisaran yang paling tepat dalam menghitung koloni pada cawan adalah 30-300 koloni. Jika tidak ada yang diantara 30-30-300 maka diambil nilai yang terdekat dengan 30-300. Dihitung dengan rumus jumlah koloni/ml = banyaknya koloni x 1/fp (faktor pengenceran).

Jumlah Koloni Bakteri S. aureus = 22 x = 220 CFU/ml

4.5 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus Pada Pakaian Bekas Setelah Perendaman Pada Campuran Air Panas dengan Jeruk Nipis 10%

Penelitian ini dilakukan dengan metode perendaman air rendaman pakaian bekas dengan campuran air panas dan larutan jeruk nipis 10% dengan lama perendaman selama 10 menit. Suhu air panas yang digunakan adalah 950C. Penelitian ini dilakukan dengan 3 kali pengulangan. Adapun hasil jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada air rendaman pakaian bekas dari setiap pengulangan

dapat dilihat pada tabel 4.2.

No Pengenceran Koloni

1 10-1 22

2 10-2 10

(17)

Tabel 4.2 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus Pada Air Rendaman perendaman air panas dan jeruk nipis 10% menunjukkan bahwa adanya penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini terlihat bahwa jumlah bakteri Staphylococcus aureus setelah perendaman dengan air panas dan jeruk nipis 10%

sebanyak 0 CFU/ml.

4.6 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus Pada Pakaian Bekas Setelah Perendaman Pada Air Panas

Penelitian ini dilakukan dengan metode perendaman air rendaman pakaian bekas pada air panas dengan lama perendaman selama 10 menit. Suhu air panas yang digunakan adalah 950C. Penelitian ini dilakukan dengan 3 kali pengulangan. Adapun hasil jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada air rendaman pakaian bekas dari setiap pengulangan dapat dilihat pada tabel 4.3.

(18)

40

Hasil Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa pada perlakuan dengan perendaman air panas menunjukkan bahwa adanya penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini terlihat bahwa rata-rata jumlah bakteri

Staphylococcus aureus setelah perendaman dengan air panas sebanyak 23,3

CFU/ml.

4.7 Penurunan Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus Setelah Diberi Perlakuan

Jumlah bakteri Staphylococcus aureus mengalami penurunan setelah diberi perlakuan. Persentase perlakuan dihitung berdasarkan perbandingan jumlah awal dikurangi rata-rata jumlah setelah perlakuan terhadap jumlah bakteri Staphylococcus aureus awal pada air rendaman pakaian bekas. Adapun rata-rata

jumlah bakteri Staphylococcus aureus setelah perlakuan dan persentase penurunan dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Persentase Penurunan Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus Setelah Diberi Perlakuan

Tabel 4.4 di atas menunjukkan rata-rata jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada 2 perlakuan yang diberikan mengalami peningkatan seiring dengan

(19)
(20)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Suhu dan pH 5.1.1 Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Kisaran suhu bagi mikroba terbagi 3 tahap yaitu suhu minimum, suhu maksimum dan suhu optimum. Suhu pertumbuhan optimum adalah suhu inkubasi yang memungkinkan pertumbuhan tercepat selama periode waktu yang singkat (Hasyimi, 2010). Suhu optimum pertumbuhan Staphylococcus aereus adalah 350 C-370C, suhu minimum 6,70C dan suhu maksimum 45,40C. Pada suhu 660C, bakteri Staphylococcus aereus dapat mati (Nasution, 2014).

Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran suhu air panas dengan menggunakan thermometer air untuk mengetahui suhu air panas ketika percobaan dilakukan. Suhu air panas yang mendidih sekitar 950C. Namun setelah 10 menit perendaman, suhu air panas tersebut menjadi 600C. Hal ini berarti dapat dinyatakan suhu air panas dapat mempengaruhi jumlah pertumbuhan bakteri Staphylococcus aereus pada sampel penelitian.

5.1.2 pH

(21)

Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran pH pada campuran air panas dengan larutan jeruk nipis 10% dengan menggunakan kertas pH untuk mengetahui kadar pH ketika percobaan dilakukan. Kadar pH pada campuran air panas sebanyak 50 ml dengan jeruk nipis 10% adalah sebesar 2. Hal ini berarti dapat dinyatakan bahwa kadar pH dapat mempengaruhi jumlah pertumbuhan bakteri Staphylococcus aereus pada sampel penelitian. Semakin asam pH nya maka akan semakin sulit bakteri Staphylococcus aereus untuk dapat tumbuh.

5.2 Hasil Pemeriksaan Bakteri Staphylococcus aureus Pada Pakaian Bekas Hasil pemeriksaan laboratorium yang menggunakan metode dilusi (pengenceran) menunjukkan jumlah bakteri Staphylococcus aereus pada pakaian bekas sebelum dilakukan perendaman sebesar 220 CFU/ml yang artinya bahwa dalam 1 ml sampel terdapat 220 koloni bakteri Staphylococcus aereus. Hasil penelitian yang telah dilakukan menggunakan 1 kontrol dan 2 jenis perlakuan, yaitu perlakuan pada campuran air panas dengan jeruk nipis 10% dan air panas yang masing-masing dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali, didapatkan jumlah bakteri Staphylococcus aereus yang berbeda pada setiap perlakuan. Berdasarkan pengamatan setelah dilakukan perlakuan dengan campuran air panas dan jeruk nipis 10% didapatkan jumlah bakteri Staphylococcus aereus sebesar 0 CFU/ml. Hal ini berarti tidak terjadinya pertumbuhan bakteri Staphylococcus aereus pada media cawan petri.

Pada perlakuan pemberian air panas didapatkan jumlah bakteri Staphylococcus aereus sebesar 40 CFU/ml, 20 CFU/ml, dan 10 CFU/ml. Hal ini

(22)

44

setelah diberikan penambahan air panas. Air panas dapat mengambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aereus. Bakteri ini sendiri dapat bertahan pada suhu 660C.

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Suhu mempengaruhi laju pertumbuhan, mempengaruhi jumlah total pertumbuhan, merubah proses-proses metabolik tertentu serta morfologi (bentuk luar) sel. Kisaran suhu bagi mikroba terbagi 3 tahap yaitu suhu minimum, suhu maksimum dan suhu optimum. Suhu pertumbuhan optimum adalah suhu inkubasi yang memungkinkan pertumbuhan tercepat selama periode waktu yang singkat, yaitu antara 12 s/d 24 jam. Suhu optimum pertumbuhan Staphylococcus aereus adalah 350C-370C, suhu minimum 6,70C dan suhu maksimum 45,40C. Pada suhu 660C, bakteri Staphylococcus aereus dapat mati. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein (Nasution, 2014).

pH adalah suatu ukuran untuk mengetahui berapa kadar asam atau tidak berkadar asam (basa) air itu. Sifat asam mempunyai pH kurang dari 7, sifat basa mempunyai pH lebih besar dari 7, dan pH sebesar 7 disebut netral. pH dapat dipengaruhi oleh zat kimia dalam air sehingga pH (derjat keasaman) merupakan petunjuk penting untuk air yang zat kimianya berubah.

(23)

Staphylococcus aereus patogen utama bagi manusia, hampir setiap orang

akan mengalami beberapa tipe infeksi Staphylococcus aereus sepanjang hidupnya, beratnya mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan, sampai infeksi berat. Menurut Boyd (1980) dan Schlegel (1994) dalam Nasution (2014), Staphylococcus aereus mengandung lisostafin yang dapat menyebabkan lisisnya

sel darah merah. Bakteri ini juga menghasilkan enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan. Enterotoksin adalah toksin yang tahan terhadap panas, meskipun dipanaskan dengan suhu 1000C selama 1 jam, toksin ini masih aktif. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan adalah sebesar 1,0 mg/g (Kusuma, 2009). Bakteri ini juga menghasilkan toksin eksofoliatin yang menyerang kulit dengan tanda-tanda seperti kulit terkena luka bakar (Nasution, 2014)

Pada saat penelitian berlangsung dilakukan pengukuran pH (derajat keasaman) pada air panas dengan menggunakan kertas pH untuk mengetahui kadar pH ketika percobaan dilakukan. Derajat keasaman (pH) pada air panas adalah sebesar 7, yang artinya derajat keasaman (pH) pada air tersebut bersifat netral.

Hasil pemeriksaan pada perlakuan pemberian air panas didapatkan pada rata-rata jumlah bakteri Staphylococcus aereus sebesar 23,3 CFU/ml. Ini menunjukkan bahwa terjadinya penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aereus yang menggunakan perlakuan air panas masih kurang efektif. Hal ini dikarenakan masih terdapatnya bakteri Staphylococcus aereus pada media cawan petri.

(24)

46

5.3 Penurunan Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus pada Pakaian Bekas Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah bakteri Staphylococcus aereus pada seluruh sampel penelitian mengalami penurunan setelah diberi perlakuan dengan campuran air panas dan jeruk nipis 10% dan penambahan air panas dimana penurunan yang paling tinggi terjadi pada perlakuan campuran air panas dengan jeruk nipis 10% sebesar 100%. Hal ini disebabkan karena pH-nya bersifat asam sebesar 2 yang menyebabkan tidak terjadinya pertumbuhan bakteri Staphylococcus aereus.

Perlakuan pada campuran air panas dengan jeruk nipis 10% dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa jumlah bakteri Stapylococcus aureus setelah dilakukan perlakuan sebesar 0 CFU/ml. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium diketahui bahwa kemampuan larutan jeruk nipis dengan konsentrasi 10% yang dicampur dengan air panas lebih efektif dalam menurunkan jumlah bakteri Stapylococcus aureus dengan kata lain kandungan asam sitrat dan minyak atsiri yang terdapat dalam air jeruk nipis mampu menurunkan jumlah bakteri Stapylococcus aureus.

Jeruk nipis mengandung asam sitrat, asam amino, miyak atsiri, damar, glikosida, asam sitrun, dan vitamin C. Bangsa-bangsa dia Asia Tenggara sering menggunakan jeruk nipis sebagai salah satu bahan ramuan obat tradisional untuk menjaga kebugaran tubuh agar sehat dan awet muda.

(25)

metabolisme dalam tanaman, yaitu terbentuk karena reaksi berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air (Nurkalimah, 2012).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Widiasningrum (2004), minyak atsiri dari kulit buah jeruk nipis mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus pada konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%. Berdasarkan penelitian tersebut diperkirakan kulit buah jeruk nipis mempunyai aktivitas antibakteri. Minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Minyak atsiri dapat menghambat beberapa jenis bakteri merugikan, salah satunya adalah bakteri Staphylococcus aureus.

Penelitian yang dilakukan oleh Razak (2013) yang melakukan penelitian air perasan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang hasilnya menunjukan bahwa air perasan buah jeruk nipis memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini dikarenakan adanya peranan minyak atsiri yang terdapat pada jeruk

nipis yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Minyak atsiri merupakan suatu substansi alami yang dikenal memiliki efek sebagai antibakteri.

(26)

48

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh air jeruk nipis (Citrus aurantifolia) memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan Stapylococcus aureus.

Menurut Sarwono (2002), asam sitrat yang terkandung dalam jeruk nipis sebesar 8,7%. Asam sitrat murni berupa kristal, jernih tidak berwarna, tidak berbau tapi rasanya asam sekali. Sifatnya mudah larut dalam air. Sifat asam sitrat yang mudah larut dalam air akan bergabung dengan molekul air yang menyebabkan tingkat kelarutan asam sitrat akan menjadi lebih rendah.

Menurut Jaweth (1984), kebanyakan bakteri inaktif dan terbunuh bila terpapar pada pH 2-3, dan jeruk nipis yang dicampur dengan air panas mampu memberikan keadaan sehingga mencapai pH tersebut. Selain itu jeruk nipis relatif murah harganya dan mudah di dapat dipasaran, serta pembuatannya yang sederhana, yaitu dengan mencampur air perasan jeruk nipis dengan air panas yang kemudian digunakan untuk perendaman pada pakaian bekas. Dari hal ini diharapkan campuran air panas dengan jeruk nipis ini bisa menjadi salah satu alternatif desinfektan yang digunakan untuk menurunkan jumlah bakteri Stapylococcus aureus pada pakaian bekas.

Pakaian bekas adalah pakaian sisa penjualan dari pabrik garmen dan department store yang ditimbun selama bertahun-tahun di gudang. Pakaian yang

ditimbun inilah yang kemudian dijual kembali oleh pihak-pihak tertentu. Dengan adanya proses penimbunan selama bertahun-tahun itu tidak heran jika pakaian bekas itu mengandung sejumlah bakteri yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

(27)

sejumlah koloni bakteri pada pakaian bekas sebesar 216.000 koloni/g. Pengujian dilakukan terhadap bakteri yang dapat bertahan hidup pada pakaian yaitu Staphylococcus aureus (Kementerian Perdagangan RI, 2015). Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh Penulis untuk melihat jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas yaitu sebesar 220 CFU/ml.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang mudah ditemukan

dimana-mana dan bersifat patogen, berkoloni pada kulit dan permukaan mukosa manusia. Menurut Gibson (1996) dalam Ariyanti (2012), infeksi Staphylococcus aureus pada manusia dapat ditularkan secara langsung melalui selaput mukosa yang bertemu dengan kulit. Sesuai dengan penelitian Y. M. Muthiani dkk (2002) dan S. F. Bloomfield dkk (2013) dalam Kementerian Perdagangan RI (2015), bakteri Staphylococcus aureus dapat menyebabkan bisul, jerawat, dan infeksi luka pada

kulit manusia.

(28)

BAB VI

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

1. Jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas yang dijual di pasar tradisional Perumnas Simalingkar berdasarkan metode dilusi (pengenceran) sebesar 220 CFU/ml.

2. Penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada air rendaman pakaian bekas dengan perlakuan campuran air panas dengan jeruk nipis 10% dalam waktu 10 menit menunjukkan rata-rata 0 CFU/ml dan pada perlakuan pemberian air panas menunjukkan rata-rata sebesar 23,3 CFU/ml.

3. Penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus yang paling efektif adalah pada perlakuan campuran air panas dengan jeruk nipis 10 % dengan persentase penurunan 100 %.

6.2 Saran

1. Masyarakat disarankan sebaiknya merendam pakaian bekas terlebih dahulu sebelum memakai pakaian bekas dengan campuran air panas dan jeruk nipis 10 % selama 10 menit untuk menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas.

(29)
(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri

2.1.1 Definisi Bakteri

Bakteri pertama ditemukan oleh Anthony van Leeuwenhoek pada 1674 dengan menggunakan mikroskop buatannya sendiri (Tamher, 2008). Nama bakteri berasal dari bahasa Yunani, yaitu bacterion yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada kecualinya), berbiak dengan pembelahan diri serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop. Berbagai jenis bakteri dapat dibedakan menurut bentuknya yang kadang tercermin pada namanya (Dwidjoseputro, 1990 dan Purnawijayanti, 2001 dalam Suhartini, 2003).

2.1.2 Morfologi dan Struktur Bakteri

Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi pada umumnya penampang bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 µm dan panjangnya sekitar 1-6 µm (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, 2003). Bakteri memiliki 3 bentuk, yaitu :

1. Kokus (Coccus) adalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola dan mempunyai beberapa variasi sebagai berikut :

a.Mikrococcus, jika kecil dan tunggal. b.Diplococcus, jika bergandanya dua-dua.

(31)

e.Staphylococcus, jika bergerombol.

f. Streptococcus, jika bergandengan membentuk rantai.

2. Basil (Bacillus) adalah kelompok bakteri yang berbentuk batang atau silinder dan mempunyai variasi sebagai berikut :

a.Diplobacillus, jika bergandengan dua-dua.

b.Streptobacillus, jika bergandengan membentuk rantai.

3. Spiril (Spirilium) adalah bakteri yang berbentuk lengkung dan mempunyai variasi sebagai berikut :

a. Vibrio (bentuk koma), jika lengkung kurang dari setengah lingkaran. b. Spiral, jika lengkung lebih dari setengah lingkaran.

Bentuk tubuh/morfologi bakteri dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, medium dan usia. Oleh karena itu untuk membandingkan bentuk serta ukuran bakteri, kondisinya terus sama. Pada umumnya bakteri dan usianya lebih muda ukurannya relatif lebih besar daripada yang sudah tua (Tamher, 2008).

Struktur bakteri terdiri dari beberapa bagian (Nasution, 2014), yaitu : 1. Dinding Sel

(32)

9

Bakteri Gram Positif :

a. Dinding sel mengandung peptidoglikan yang tebal serta diikuti pula dengan adanya ikatan benang-benang teichoic acid dan teichoronic acid, yang merupakan 50 % dari berat kering dinding sel dan 10% dari berat kering keseluruhan sel.

b. Pada umumnya berbentuk bulat (coccus).

c. Pada pewarnaan Gram, bakteri jenis ini berikatan dengan zat warna utama (primary Strain) yaitu Gentian Violet dan tidak luntur (decolorized) bila dicelupkan ke dalam larutan alkohol.

d. Di bawah mikroskop tampak berwarna ungu. Bakteri Gram Negatif :

a. Mengandung “sedikit sekali” ikatan peptidoglikan dan tidak terdapat ikatan benang-benang teichoic acid dan teichoronic acid.

b. Pada umumnya berbentuk batang (basil), kecuali Bacillus anthrasis dan Bacillus sereus.

c. Pada pewarnaan Gram, bakteri jenis ini tidak mampu berikatan dengan zat warna utama yaitu Gentian Violet dan luntur bila dicelupkan ke dalam larutan alkohol.

d. Di bawah mikroskop tampak berwarna merah, apabila diberi zat warna safranin/fusin.

Komponen-komponen dinding sel bakteri gram negatif (yang terletak di luar lapisan peptidoglikan) :

(33)

b. Membran luar yaitu struktur berlapis ganda; lapisan sebelah dalamnya memiliki komposisi yang serupa dengan membran sitoplasma, sedangkan fosfolipid pada lapisan sebelah luar digantikan oleh molekul lipopolisakarida.

c. Lipopolisakarida. 2. Membran sitoplasma 3. Flagel

a. Monotrik yaitu flagela pada satu ujung. b. Lopotrik yaitu flagel pada banyak ujung.

c. Peritrik yaitu flagel pada seluruh permukaan sel. 4. Kapsul dan Glikokaliks

(34)

11

5. Fili (Fimbria)

Berdasarkan fungsinya, fili dibedakan menjadi 2:

a. Fili biasa, yang berperan dalam pelekatan bakteri simbiotik atau pathogen ke sel host.

b. Fili seksual, yang berperan dalam perlekatan sel donor (sel yang memberikan kromosom) ke resipien (sel yang menerima kromosom dari sel donor) pada proses konyugasi bakteri.

2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri

Bakteri yang sedang tumbuh, jumlah selnya akan meningkat dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat dan akibat pertumbuhan tersebut akan terbentuk koloni, serta pertumbuhan bakteri tersebut dapat diukur atau dihitung. Berbagai faktor sangat menentukan apakah suatu kelompok mikroba yang terdapat di dalam suatu lingkungan dapat tumbuh subur, tetap dorman atau mati (Hasyimi, 2010). Untuk pertumbuhannya, bakteri memerlukan unsur kimiawi serta kondisi fisik tertentu (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri (Hasyimi, 2010) yaitu :

1. Suhu

(35)

inkubasi bakteri ini, bakteri terkelompok ke dalam: Psikrofil (suhu 00-300C), Mesofil (suhu 250-400C), Termofil fakultatif (250-550C) dan Termofil obligat (450-750C).

2. pH

pH optimum bagi pertumbuhan bakteri berkisar antara 6,5-7,5. Beberapa spesies bakteri ada yang mempunyai pH minimum 0,5 dan pH maksimumnya 9,5. Pergeseran pH dalam suatu medium dapat terjadi sedemikian besar, karena akibat adanya senyawa-senyawa asam atau basa selama pertumbuhan. Pergeseran ini dapat dicegah dengan menggunakan larutan penyangga yang disebut Buffer (kombinasi garam-garam KH2PO4 dan K2HPO4). Garam-garam

anorganik diperlukan oleh mikroba untuk keperluan mempertahankan keadaan koloidal, mempertahankan tekanan osmose di dalam sel, memelihara keseimbangan pH serta sebagai aktivator enzim.

3. Pencahayaan

Bakteri biasanya tumbuh dalam gelap, walaupun ini bukan suatu keharusan. Tetapi sinar ultraviolet mematikan mereka dan ini dapat digunakan untuk prosedur sterilisasi (Depkes RI, 1997 dan Purnawijayanti, 2001 dalam Suhartini, 2003). Beberapa bakteri memerlukan persyaratan yang khusus. Diantaranya, bakteri Fotoautotrofik (fotosintetik), yaitu bakteri dalam pertumbuhannya harus ada pencahayaan.

4. Waktu

(36)

13

seterusnya. Dalam lingkungan dan suhu yang cocok, bakteri membelah diri setiap 20-30 menit. Dalam kondisi yang mereka sukai itu, maka dalam 8 jam satu sel bakteri telah berkembang menjadi 17 juta sel dan menjadi satu milyar dalam 10 jam (Suhartini, 2003).

5. Oksigen

Berdasarkan akan kebutuhan terhadap oksigen, bakteri dapat digolongkan menjadi bakteri aerob mutlak (bakteri yang untuk pertumbuhannya memerlukan adanya oksigen, misalnya M. tuberculosis), bakteri anaerob fakultatif (bakteri yang dapat tumbuh, baik ada oksigen maupun tanpa adanya oksigen), bakteri anaerob aerotoleran (bakteri yang tidak mati dengan adanya oksigen), bakteri anaerob mutlak (bakteri yang hidup bila tidak ada oksigen, misalnya Clostridium tetani) dan bakteri mikroaerofilik (bakteri yang dapat hidup bila

tekanan oksigennya rendah, misalnya Neisseria gonorrhoeae). 6. Air

Air atau H2O merupakan bahan yang amat penting bagi pertumbuhan bakteri

(37)

yang sangat tinggi. Keadaan demikian disebut sebagai extreme halophiles, misalnya dijumpai pada mikroba yang berada di laut mati di mana mikroba tersebut dapat hidup dan tumbuh pada lingkungan yang berkadar garam sekitar 30%. Beberapa spesies bakteri ada yang dapat tumbuh pada lingkungan yang berkadar garam 10-15% dan disebut facultative halophiles, misalnya dijumpai pada Vibrio parahaemolyticus. Pada umumnya, bakteri untuk pertumbuhannya memerlukan kadar garam hanya 1%-2%.

7. Karbon

Unsur karbon sangat penting bagi pertumbuhan bakteri. Sumber karbon atau carbon source antara bakteri yang satu dengan bakteri yang lain tidaklah sama,

dan unsur karbon tersebut diperlukan oleh semua makhluk hidup mulai bakteri sampai dengan manusia. Telah diketahui bahwa berat unsur karbon merupakan setengah dari berat kering bakteri. Menurut keperluan kuman akan sumber karbon, maka kuman dibagi menjadi 2 golongan yakni kuman autotrof yang memenuhi unsur karbonnya dari sumber anorganik. Sebaliknya kuman heterotrof memenuhi keperluan karbonnya dari sumber organik seperti karbohidrat (glukosa) (Tamher, 2008).

8. Nitrogen, sulfur dan fosfor

(38)

15

nitrogen adalah 15% dari berat kering sel tersebut. Sumber sulfur di alam bisa dalam bentuk ion sulfat atau berasal dari H2S maupun sulfur yang terdapat

dalam asam amino, sedangkan fosfor diperoleh dari senyawa fosfat. Nitrogen oleh bakteri terutama diperlukan untuk menyintesis asam amino yang selanjutnya digunakan untuk menyintesis protein, DNA, serta RNA. Nitrogen tersebut diperoleh bakteri, misalnya dari proses dekomposisi bahan organik atau berasal dari ion ammonium serta dari senyawa nitrat dan nitrogen yang berada di udara melalui proses fiksasi nitrogen tergantung dari jenis bakterinya. Bakteri yang dapat menggunakan nitrogen yang berasal dari udara melalui proses fiksasi nitrogen adalah cyanobacteria (blue green algae).

9. Senyawa logam

Senyawa logam untuk pertumbuhan makhluk hidup diperlukan dalam jumlah sedikit. Oleh karena itu, disebut trace element. Termasuk di antaranya yang diperlukan untuk kehidupan bakteri adalah Fe, Cu dan Zn. Di alam, trace element terdapat pada air (tap water) atau bahan-bahan lain (Tim Mikrobiologi

FK Universitas Brawijaya, 2003).

2.2 Staphylococcus aureus 2.2.1 Taksonomi

Taksonomi Staphylococcus aereus menurut Berget dalam Nasution (2014) adalah :

(39)

Order : Bacillales

Genus : Stafilokokaseseae Spesies : Staphylococcus aereus

Gambar 2.1. Bentuk mikroskopis S. aureus

2.2.2 Ciri-ciri

Staphylococcus aereus merupakan bakteri koagulase positif dan katalase

(40)

17

Suhu optimum pertumbuhan Staphylococcus aereus adalah 350C-370C, suhu minimum 6,70C dan suhu maksimum 45,40C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0-9,8 dan pH optimum 7,0-7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 bila substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerob, bakteri membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin, dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein (Nasution, 2014).

Gambar 2.2. Koloni bakteri S. aureus

2.2.3 Epidemiologi

Staphylococcus aereus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran

(41)

2.2.4 Penyakit Yang Ditimbulkan

Staphylococcus aereus patogen utama bagi manusia, hampir setiap orang

akan mengalami beberapa tipe infeksi Staphylococcus aereus sepanjang hidupnya, beratnya mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan, sampai infeksi berat yang mengancam jiwa. Menurut Boyd (1980) dan Schlegel (1994) dalam Nasution (2014), Staphylococcus aereus mengandung lisostafin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah. Toksin yang dihasilkan adalah leukosidin, enterotoksin yang terdapat dalam makanan terutama yang mempengaruhi saluran pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh akan menurun. Eksofoliatin merupakan toksin yang mnyerang kulit dengan tanda-tanda seperti kulit terkena luka bakar. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, Staphylococcus aereus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti

jerawat, bisul, meningitis, oteomielitis, pneumonia, dan mastitis pada manusia (Nasution, 2014).

Gambar 2.3. Penyakit kulit yang disebabkan oleh S. aereus

(42)

19

pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena, trombosis, bahkan bakterimia. Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru (Warsa, 1994 dan Jawetz et al., 1995 dalam Kusuma, 2009).

2.3 Pasar Tradisional 2.3.1 Pengertian Pasar

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007, pasar merupakan area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.

2.3.2 Jenis-jenis Pasar 1. Pasar Tradisional

(43)

2. Pasar Modern

Merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli dan ditandai dengan adanya transaksi jual beli secara tidak langsung. Pembeli melayani kebutuhannya sendiri dengan mengambil di rak-rak yang sudah ditata sebelumnya. Harga barang sudah tercantum pada rak-rak tempat barang tersebut diletakkan dan merupakan harga pasti yang tidak dapat ditawar (Devi, 2013).

Dari uraian diatas Pasar Monza Perumnas Simalingkar tergolong jenis pasar tradisional karena di dalam bangunan pasar ini terdapat kios-kios, dan los. Selain itu, dalam sistem transaksinya pedagang yang melayani pembeli kemudian terjadi tawar menawar dalam menentukan harga jual yang disepakati oleh kedua pihak.

2.3.3 Ciri-Ciri Pasar Tradisional

Berdasarkan Peraturan Menteri No. 20 Tahun 2012, ciri-ciri pasar tradisional adalah sebagai berikut:

1. Pasar tradisional dimiliki, dibangun dan atau dikelola oleh pemerintah daerah. 2. Adanya sistem tawar menawar antara penjual dan pembeli. Tawar menawar ini adalah salah satu budaya yang terbentuk di dalam pasar. Hal ini yang dapat menjalin hubungan sosial antara pedagang dan pembeli yang lebih dekat.

3. Tempat usaha beragam dan menyatu dalam lokasi yang sama. Meskipun semua berada pada lokasi yang sama, barang dagangan setiap penjual berbeda-beda. Selain itu juga terdapat pengelompokan dagangan sesuai dengan jenis

(44)

21

2.4 Desinfektan

2.4.1 Pengertian Desinfektan

Desinfektan adalah substansi kimia yang dipakai untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan menghalangi/merusak dan biasanya digunakan pada benda-benda mati (Depkes RI, 1996). Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur, dan kelembaban, tidak toksik pada hewan dan manusia, tidak bersifat korosif, bersifat biodegradable, memiliki kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap, mudah digunakan, dan ekonomis (Butcher and Ulaeto, 2010).

2.4.2 Faktor Yang Berpengaruh Pada Aktifitas Desinfektan

Menurut Depkes RI (1996), faktor-faktor yang berpengaruh pada aktifitas desinfektan adalah sebagai berikut :

1. Sifat bahan yang akan didesinfeksi

Permukaan benda yang paling mudah di desinfeksi adalah permukaan benda yang sifatnya licin tanpa pori-pori dan mudah di bersihkan.

2. Jumlah mikroorganisme yang terdapat pada benda yang akan didesinfeksi Makin banyak jumlah mikroorganisme pada permukaan benda yang akan didesinfeksi, makin panjang waktu pemaparan dengan desinfektan yang dibutuhkan sebelum seluruh mikroorganisme dapat dibunuh.

3. Sifat mikroorganisme itu sendiri

(45)

4. Jumlah bahan organik yang mencemari alat yang akan didesinfeksi

Darah, lendir atau feses yang mencemari bahan/alat yang akan di desinfeksi memegang peranan penting dalam keberhasilan tindakan desinfeksi, karena dengan adanya bahan organik tersebut, mikroorganisme terlindung dari aktifitas desinfektan

5. Jenis dan konsentrasi desinfektan yang digunakan

Bila konsentrasi desinfektan dinaikkan, waktu pemaparan semakin pendek. 6. Lama dan suhu pemaparan

Semakin lama waktu pemaparan terhadap desinfektan, semakin besar daya bunuh kuman yang terjadi. Semakin tinggi suhu, semakin tinggi daya bunuh kuman dari desinfektan tersebut.

2.4.3 Mekanisme Kerja Desinfektan

Menurut Tjay dan Rahardja (2002), cara kerja desinfektan adalah sebagai berikut :

1. Kerusakan pada dinding sel

Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya.

2. Perubahan permeabilitas sel

(46)

23

3. Perubahan molekul protein dan asam nukleat

Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul protein dan asam nukleat. Suatu kondisi atau substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasikan protein dan asam nukleat dapat merusak sel tanpa diperbaiki kembali.

4. Penghambatan kerja enzim

Zat kimia dapat menggangu reaksi biokimia. Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel.

5. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein

DNA, RNA dan protein memegang peranan penting dalam proses kehidupan sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel.

2.5 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) 2.5.1 Taksonomi

Jeruk nipis merupakan salah satu jenis citrus (jeruk) yang asal usulnya adalah dari India dan Asia Tenggara. Adapun sistematika jeruk nipis adalah sebagai berikut (Setiadi, 2004) :

(47)

Marga : Citrus

Jenis : Citrus aurantifolia 2.5.2 Morfologi Tanaman

Tanaman jeruk nipis merupakan pohon yang berukuran kecil. Buahnya berbentuk agak bulat dengan ujungnya sedikit menguncup dan berdiameter 3-6 cm dengan kulit yang cukup tebal. Tangkai daun sedikit bersayap, beringgit, melekuk kedalam, dan panjangnya 0,5-2,5 cm. Rasa buahnya asam segar. Bijinya berbentuk bulat telur, pipih, dan berwarna putih kehijauan. (Astarini et al, 2010 dalam Nurkalimah, 2011).

Gambar 2.4. Jeruk Nipis

2.5.3 Kandungan dan Kegunaan Jeruk Nipis

Buah jeruk nipis memiliki rasa pahit, asam, dan bersifat sedikit dingin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jeruk nipis di antaranya adalah asam sitrat sebanyak 7-7,6%, damar lemak, mineral, vitamin B1, sitral limonene, fellandren, lemon kamfer, geranil asetat, cadinen, linalin asetat. Selain itu, jeruk

(48)

25

40mg/100 g jeruk, dan P sebanyak 22 mg (Hariana, 2006 dalam Nurkalimah, 2011).

Bangsa-bangsa di Asia Tenggara sering menggunakan jeruk nipis sebagai salah satu bahan ramuan obat tradisional untuk menjaga kebugaran tubuh agar sehat dan awet muda. Pemakaian jeruk nipis untuk obat, menjaga kesehatan dan perawatan kecantikan diantaranya adalah untuk obat batuk, anti mabuk, menghindari kegemukan, perawatan kulit, menghilangkan jerawat, mencegah rambut rontok dan ketombe, diare, nafsu makan dan cegukan (Sarwono, 2002).

Dalam Sarwono (2002), asam sitrat yang terkandung dalam jeruk nipis sebesar 8,7%. Asam murni berupa kristal, jernih tidak berwarna, tidak berbau tapi rasanya asam sekali. Sifatnya mudah larut dalam air tetapi sedikit larut dalam alkohol. Asam sitrat digunakan sebagai pencegah timbulnya bakteri, pengawet, dan antiseptik.

Jeruk nipis memiliki fungsi serbaguna dalam rumah tangga. Selain dimanfaatkan untuk bumbu, juga digunakan untuk membersihkan alat-alat dapur dan sarana rumah tangga, diantaranya adalah untuk menghilangkan bau amis, pengganti cuka, noda cangkir, karat dan lunturan pada baju, noda setrika, pelarut sakarin, mencegah cokelat pada apel (Sarwono, 2002).

(49)

Minyak atsiri yang baru diekstrak (masih segar) biasanya tidak berwarna, atau berwarna kekuningan jika dibiarkan lama di udara dan kena cahaya matahari pada suhu kamar maka minyak tersebut akan mengabsorbsi oksigen di udara, sehingga minyak tersebut menghasilkan warna yang lebih gelap. Minyak atsiri larut dalam alkohol dan pelarut organik lainnya (Pradani, 2012).

Minyak atsiri mengandung empat kelompok besar yang dominan menentukan sifat minyak atsirinya. Salah satu substansi penyusun minyak atsiri yang diduga mempunyai pengaruh paling besar sebagai penghambat pertumbuhan bakteri adalah senyawa flavonoid. Flavonoid mempunyai beragam sifat biologis, seperti antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, antivirus, dan antikanker. Mekanisme antibakteri senyawa flavonoid diduga dengan mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi (Pelezar dan Chan, 1998 dalam Pradani, 2012).

(50)
(51)

1.1 Latar Belakang

Lingkungan kehidupan manusia dipenuhi dengan mikroorganisme di sekelilingnya (Suharto, 1994 dalam Isro’i, 2007). Di dalam tubuh manusia, mikroorganisme terdapat pada permukaan tubuh, di dalam mulut, hidung dan rongga-rongga tubuh lainnya. Mikroorganisme dapat menyebabkan banyak penyakit yang telah melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 1986 dalam Isro’i, 2007).

(52)

2

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang mudah ditemukan

dimana-mana dan bersifat patogen oportunistik, berkoloni pada kulit dan permukaan mukosa manusia. Staphylococcus aureus merupakan salah satu penyebab utama infeksi pada masyarakat umumnya. Lebih dari 30 tipe yang berbeda dari Staphylococcus dapat menginfeksi manusia, namun kebanyakan disebabkan oleh

Staphylococcus aureus. Menurut Gibson (1996) dalam Ariyanti (2012), infeksi

Staphylococcus aureus pada manusia dapat ditularkan secara langsung melalui

selaput mukosa yang bertemu dengan kulit. Bakteri ini dapat menyebabkan endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis, ataupun infeksi paru-paru. Bakteri S. aureus juga bisa menyebabkan keracunan makanan, sindrom syok toksik, serta kontaminasi langsung pada luka (Jawetz, 2007 dalam Hendriani, 2014).

Staphylococcus aureus dapat bertahan hidup pada pakaian. Peneliti

Departement Microbiology and Immunology Universitas New York melakukan uji

bakteri pada 14 potong pakaian baru, mulai dari atasan, celana, dan pakaian dalam. Hasilnya mereka menemukan jejak partikel ragi, feses, bekas ludah, bakteri kulit, dan bakteri vagina melekat pada baju-baju baru (Rizky, 2012).

(53)

parameter pengujian Angka Lempeng Total (ALT). Meskipun berdasarkan hasil pengujian tidak secara spesifik ditemukan bakteri tersebut, pengujian ini memastikan adanya cemaran bakteri patogen lain yang dapat menimbulkan penyakit (Kementerian Perdagangan RI, 2015).

Suhu optimum pertumbuhan Staphylococcus aereus adalah 350C-370C. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit untuk Pengelolaan Tempat Pencucian Linen (Laundry), suhu air panas yang diperlukan untuk pencucian selama 10 menit adalah 950C.

Pakaian bekas adalah pakaian sisa penjualan dari pabrik garmen dan department store yang ditimbun selama bertahun-tahun di gudang. Pakaian yang

(54)

4

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) merupakan salah satu tanaman buah yang banyak digunakan oleh masyarakat. Jeruk nipis sering digunakan sebagai pengawet, pengasaman, dan penambah cita rasa makanan. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dapat di gunakan untuk meredakan batuk, pilek, pusing, mual,

ketombe, serta jerawat (Astarini, 2010). Jeruk nipis mengandung minyak atsiri yang merupakan substansi alami yang dikenal dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri merugikan, salah satunya yakni Staphylococcus aureus (Agusta, 2000 dalam Pradani, 2012).

Widiasningrum (2004) pernah melakukan penelitian ekstrak dari kulit buah jeruk nipis yang ternyata mampu menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus pada konsentrasi 5%; 10%; 15%; 20%. Razak (2013) juga melakukan penelitian air perasan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang hasilnya menunjukan bahwa air perasan buah jeruk nipis memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan berbagai konsentrasi yaitu 25%, 50%, 75%, dan 100% dan terdapat

pengaruh lama kontak terhadap pertumbuhan bakteri dimana bakteri tidak tumbuh setelah kontak 5 menit pertama.

(55)

1.2 Perumusan Masalah

Berbagai macam spesies bakteri mungkin terdapat pada pakaian bekas. Jika terdapat spesies bakteri patogen pada pakaian bekas, maka pakaian bekas tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan alternatif mengurangi jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas dengan cara merendam pakaian bekas tersebut pada campuran air panas dengan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan air panas.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui ada atau tidaknya penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas pada penggunaan campuran air panas

dengan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan air panas. 1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas sebelum perendaman pada campuran air panas dengan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan air panas.

2. Untuk mengetahui penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas dengan perendaman pada campuran air panas dengan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan air panas selama 10 menit.

(56)

6

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat dapat dijadikan sebagai pengayaan literatur tentang Efektifitas Penggunaan Campuran Air Panas dengan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) dan Air Panas dalam Menurunkan Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus pada Pakaian Bekas Pada Pasar Tradisional Perumnas Simalingkar Kota Medan tahun 2015.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat Kota Medan khususnya masyarakat di Perumnas Simalingkar sebagai bahan untuk meningkatkan pengetahuan dan informasi tentang bahaya kesehatan pada pakaian bekas. 3. Sebagai bahan masukan dan informasi yang penting bagi peneliti lainnya

mengenai efektifitas penggunaan campuran air panas dengan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan air panas dalam menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas di pasar tradisional Perumnas

Simalingkar Kota Medan tahun 2015.

4. Dapat menambah wawasan dan memecahkan permasalahan tentang efektifitas penggunaan campuran air panas dengan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan air panas dalam menurunkan jumlah bakteri

(57)

spesies bakteri merupakan patogen penyebab penyakit pada manusia, seperti infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat hidup pada pakaian bekas impor.

Tujuan Penelitan ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas pada penggunaan campuran air panas dengan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan air panas di pasar tradisional Perumnas Simalingkar.

Jenis penelitian ini bersifat Quasi Eksperiment dengan rancangan yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan pre test dan post test yaitu pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Penelitian dilakukan bulan September sampai dengan Januari 2016. Sampel dalam penelitian ini adalah pakaian bekas yang dijual di pasar tradisional Perumnas Simalingkar. Data dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada perlakuan dengan kontrol, campuran air panas dan jeruk nipis 10 %, dan air panas selama 10 menit adalah 220 CFU/ml, 0 CFU/ml, dan 23,3 CFU/ml. Penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus yang paling efektif adalah pada perlakuan campuran air panas dengan jeruk nipis 10 % dengan persentase penurunan 100 %.

Masyarakat disarankan agar melakukan perendaman pakaian bekas terlebih dahulu sebelum memakai pakaian bekas dengan campuran air panas dan jeruk nipis 10 % selama 10 menit untuk menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu alternatif untuk menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas, dan perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan larutan jeruk nipis dalam menurunkan jumlah bakteri patogen lainnya yang terdapat pada pakaian bekas.

(58)

ABSTRACT

Bacteria is one of the microorganisms that cause infection. Some species of bacteria are pathogens that cause disease in humans, such as infections caused by Staphylococcus aureus. These bacteria can live on imported used clothing.

This research goal is to determine whether or not a decrease in the number of bacteria Staphylococcus aureus in second-hand clothes on the use of a mixture of hot water with lime (Citrus aurantifolia) and the hot water in traditional markets Perumnas Simalingkar.

This research is quasi experimental with the design used in this study was conducted with the approach of pre-test and post test which measurements were performed before and after treatment. The study was conducted in September to January 2016. The sample in this study is used clothing sold in traditional markets Perumnas Simalingkar. Data were analyzed descriptively.

The results showed that the decrease in the number of Staphylococcus aureus in the control treatment, a mixture of hot water and lime 10%, and the hot water for 10 minutes was 220 CFU / ml, 0 CFU / ml, and 23.3 CFU / ml. Decreasing in the number of bacteria Staphylococcus aureus is most effective in the treatment of mixtures of hot water with lime with a percentage decrease of 100%.

Community is suggested that perform the immersion of used clothing before wearing old clothes with a mixture of hot water and lime 10% for 10 minutes to reduce the number of bacteria Staphylococcus aureus in used clothing, the results of this study are expected to be an alternative to reduce the amount of bacteria Staphylococcus aureus in used clothing, and further research needs to be done using a solution of lime juice in decreasing the number of other pathogenic bacteria found in used clothing.

(59)

PASAR TRADISIONALPERUMNAS SIMALINGKAR KOTA MEDAN

TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh :

RIRIN CHRISTINE NAINGGOLAN NIM. 111000266

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(60)

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN CAMPURAN AIR PANAS DENGAN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) DAN AIR PANAS DALAM

MENURUNKAN JUMLAH BAKTERI Staphylococcus aureus YANG TERDAPAT PADA PAKAIAN BEKAS PADA

PASAR TRADISIONAL PERUMNAS SIMALINGKAR KOTA MEDAN

TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

RIRIN CHRISTINE NAINGGOLAN NIM. 111000266

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(61)
(62)

ABSTRAK

Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme penyebab infeksi. Beberapa spesies bakteri merupakan patogen penyebab penyakit pada manusia, seperti infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat hidup pada pakaian bekas impor.

Tujuan Penelitan ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas pada penggunaan campuran air panas dengan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan air panas di pasar tradisional Perumnas Simalingkar.

Jenis penelitian ini bersifat Quasi Eksperiment dengan rancangan yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan pre test dan post test yaitu pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Penelitian dilakukan bulan September sampai dengan Januari 2016. Sampel dalam penelitian ini adalah pakaian bekas yang dijual di pasar tradisional Perumnas Simalingkar. Data dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada perlakuan dengan kontrol, campuran air panas dan jeruk nipis 10 %, dan air panas selama 10 menit adalah 220 CFU/ml, 0 CFU/ml, dan 23,3 CFU/ml. Penurunan jumlah bakteri Staphylococcus aureus yang paling efektif adalah pada perlakuan campuran air panas dengan jeruk nipis 10 % dengan persentase penurunan 100 %.

Masyarakat disarankan agar melakukan perendaman pakaian bekas terlebih dahulu sebelum memakai pakaian bekas dengan campuran air panas dan jeruk nipis 10 % selama 10 menit untuk menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu alternatif untuk menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada pakaian bekas, dan perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan larutan jeruk nipis dalam menurunkan jumlah bakteri patogen lainnya yang terdapat pada pakaian bekas.

(63)

of bacteria are pathogens that cause disease in humans, such as infections caused by Staphylococcus aureus. These bacteria can live on imported used clothing.

This research goal is to determine whether or not a decrease in the number of bacteria Staphylococcus aureus in second-hand clothes on the use of a mixture of hot water with lime (Citrus aurantifolia) and the hot water in traditional markets Perumnas Simalingkar.

This research is quasi experimental with the design used in this study was conducted with the approach of pre-test and post test which measurements were performed before and after treatment. The study was conducted in September to January 2016. The sample in this study is used clothing sold in traditional markets Perumnas Simalingkar. Data were analyzed descriptively.

The results showed that the decrease in the number of Staphylococcus aureus in the control treatment, a mixture of hot water and lime 10%, and the hot water for 10 minutes was 220 CFU / ml, 0 CFU / ml, and 23.3 CFU / ml. Decreasing in the number of bacteria Staphylococcus aureus is most effective in the treatment of mixtures of hot water with lime with a percentage decrease of 100%.

Community is suggested that perform the immersion of used clothing before wearing old clothes with a mixture of hot water and lime 10% for 10 minutes to reduce the number of bacteria Staphylococcus aureus in used clothing, the results of this study are expected to be an alternative to reduce the amount of bacteria Staphylococcus aureus in used clothing, and further research needs to be done using a solution of lime juice in decreasing the number of other pathogenic bacteria found in used clothing.

(64)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ririn Christine Nainggolan Tempat Lahir : Bireuen

Tanggal Lahir : 10 Nopember 1993 Suku Bangsa : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan Nama Ayah : Soritua Nainggolan Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : Erintan Rajagukguk Suku Bangsa Ibu : Batak Toba

Pendidikan Normal

Gambar

Tabel 4.1 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus                           Pakaian Bekas Pada Rendaman
Tabel 4.2 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus Pada Air Rendaman                   Pakaian Bekas Dengan Penambahan Air Panas dan Jeruk Nipis
Tabel 4.4 Persentase Penurunan Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus                   Setelah Diberi Perlakuan
Gambar 2.1. Bentuk mikroskopis S. aureus
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa variabel kompetensi sumber daya manusia, sistem informasi, regulasi, kompensasi dan asas – asas good corporate governance

To summarise, the reduced pressure on the one hand increases the residence time of biogas fuel that increases the laminar burning velocity, but on the other hand the inhibitors in

PENGARUH JUS LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH DAN MALONDIALDEHID (MDA) PADA TIKUS WISTAR DIABETES YANG DIINDUKSI

Tiga orang lainnya tidak ingin menjadi perawat karena masuk jurusan Ilmu Keperawatan atas dasar keinginan orang tua bukan dari keinginan sendiri.Tujuan penelitian

Astiko (2015) menyebutkan bahwa unsur hara P memiliki hubungn dengan laju fotosintesis, meningkatnya unsur hara P dapat meningkatkan laju fotosintesis pada tanaman

[r]

Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasaranya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang

Oleh itu, perkhidmatan sosial dilihat sebagai satu sistem atau program yang dirancang oleh kerajaan untuk memperbaiki kesejahteraan individu dengan menjamin tahap kesejahteraan dan