• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Determinan Daya Saing Ekonomi Di Kabupaten Labuhanbatu Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Determinan Daya Saing Ekonomi Di Kabupaten Labuhanbatu Utara"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

ANALISIS DETERMINAN DAYA SAING EKONOMI DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

OLEH

ELLA YUWINA SIREGAR 110501015

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

i ABSTRAK

Daya saing ekonomi merupakan kemampuan suatu perekonomian untuk mempertahankan perusahaan-perusahaan dengan kondisi yang stabil, diikuti dengan kemampuan untuk menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional sehingga meningkatkan standar kehidupan masyarakat yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu tingkat daya saing ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan data primer berupa kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, masyarakat umum, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Hasil dari penelitian ini yaitu faktor perekonomian daerah menjadi faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara dengan bobot sebesar 0,320, diikuti dengan faktor infrastruktur fisik (0,217), faktor tenaga kerja dan produktivitas (0,214), kemudian faktor dengan bobot yang cukup rendah yaitu faktor kelembagaan (0,132) dan yang terakhir yaitu faktor sosial politik (0,117).

(3)

ii

ABSTRACT

Economic competitiveness is the ability of an economy to maintain firms with stable conditions, followed by the ability to create income and employment opportunities are relatively high with stay open to domestic and international competition to raise the standard of sustainable living. This research aimed to analyze the factors that affect and be a determinant of economic competitiveness Labuhanbatu Utara district in 2014 by using the Analytical Hierarchy Process (AHP) method. By using purposive sampling method, this research uses primary data in the form of questionnaires and interviews with 30 respondents consisting of students, teachers, the general public, the bureaucracy, banks, non-banks and entrepreneurs.

The Results of this research are the regional economy factors become the most important factor in improving the economic competitiveness in Labuhanbatu Utara district with a weight of 0.320, followed by a factor of physical infrastructure (0,217), the factor of labor and productivity (0,214), then factor with low enough that institutional factors (0,132) and lastly, social and political factors (0,117).

(4)

iii KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul “ Analisis Determinan Daya Saing Ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Utara”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di program strata I Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan masukan dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini dan juga penyelesaian studi penulis, terutama kepada : 1. Kedua orang tua tercinta Firman Siregar dan Eka Meidya Pauliza serta kakak

dan adik penulis atas cinta, kasih, sayang, doa dan seluruh dukungan baik moril maupun materil yang telah diberikan kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr Azhar Maksum, SE., M.Ec., Ac, Ak, CA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

(5)

iv Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku dosen penguji I saya yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 5. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, S.E., M.si. selaku dosen pembimbing saya

yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam memberikan masukan, saran dan bimbingan yang baik dari awal penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si. selaku dosen penguji II saya yang telah memberikan masukan dan saran dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 7. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sumatera Utara, terutama Departemen Ekonomi Pembangunan. 8. Kepada seluruh teman-teman Ekonomi pembangunan 2011 serta kepada

seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. 9. Kepada semua sahabat-sahabat penulis yang selama ini telah memberikan

(6)

v Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, termasuk bagi penulis sendiri. Atas perhatian semuanya, penulis mengucapkan sekian dan terimakasih.

Medan, 2015

(7)

vi DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Daya Saing Global ... 7

2.2 Daya Saing Daerah... 8

2.3 Konsep dan Defenisi Daya Saing……… 11

2.3.1 Konsep dan Defenisi Daya Saing Global………... 11

2.3.2 Konsep dan Defenisi Daya Saing Daerah……….. 13

2.4 Indikator Utama Daya Saing Daerah………... 15

2.5 Penelitian Terdahulu. ... 21

2.6 Kerangka Konseptual ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 25

3.2 Tempat dan lokasi Penelitian ... 25

3.3 Batasan Operasional……… ... 25

3.4 Definisi Operasional……… 25

3.5 Penentuan Populasi dan Sampel……….. 27

3.6 Metode Pengambilan Sampel... 28

3.7 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 29

3.7.1 Jenis Data ... 29

3.7.2 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.8 Teknik Analisis Data ... 30

(8)

vii

3.8.2 Metode Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Labuhanbatu Utara... 44

4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Labuhanbatu Utara…. ... 44

4.1.2 Kondisi Demografis Kabupaten Labuhanbatu Utara ... 45

4.1.3 Kondisi Perekonomian Kabupaten Labuhanbatu Utara ... 45

4.2 Profil Responden... 48

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya saing... 49

4.3.1 Faktor Perekonomian Daerah ... 52

4.3.2 Faktor Infrastruktur Fisik ... 54

4.3.3 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas ... 57

4.3.4 Faktor Kelembagaan ... 60

4.3.5 Faktor Sosial Politik ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(9)

viii DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok

Masyarakat ... 27

3.2 Matriks Perbandingan Berpasangan ... 39

3.3 Skala Penilaian Perbandingan ... 40

3.4 Pembangkit Random (RI) ... 43

(10)

ix DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Indikator Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah di Kabupaten Labuhanbatu Utara ... 24 2.2 Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing

Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara ... 50 4.2 Persentase Faktor Penentu Daya Saing ... 51 4.3 Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian

Daerah ... 52 4.4 Persentase Bobot Variabel Faktor Infrastruktur fisik ... 55 4.5 Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja dan

(11)

x DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

(12)

i ABSTRAK

Daya saing ekonomi merupakan kemampuan suatu perekonomian untuk mempertahankan perusahaan-perusahaan dengan kondisi yang stabil, diikuti dengan kemampuan untuk menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional sehingga meningkatkan standar kehidupan masyarakat yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu tingkat daya saing ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan data primer berupa kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, masyarakat umum, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Hasil dari penelitian ini yaitu faktor perekonomian daerah menjadi faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara dengan bobot sebesar 0,320, diikuti dengan faktor infrastruktur fisik (0,217), faktor tenaga kerja dan produktivitas (0,214), kemudian faktor dengan bobot yang cukup rendah yaitu faktor kelembagaan (0,132) dan yang terakhir yaitu faktor sosial politik (0,117).

(13)

ii

ABSTRACT

Economic competitiveness is the ability of an economy to maintain firms with stable conditions, followed by the ability to create income and employment opportunities are relatively high with stay open to domestic and international competition to raise the standard of sustainable living. This research aimed to analyze the factors that affect and be a determinant of economic competitiveness Labuhanbatu Utara district in 2014 by using the Analytical Hierarchy Process (AHP) method. By using purposive sampling method, this research uses primary data in the form of questionnaires and interviews with 30 respondents consisting of students, teachers, the general public, the bureaucracy, banks, non-banks and entrepreneurs.

The Results of this research are the regional economy factors become the most important factor in improving the economic competitiveness in Labuhanbatu Utara district with a weight of 0.320, followed by a factor of physical infrastructure (0,217), the factor of labor and productivity (0,214), then factor with low enough that institutional factors (0,132) and lastly, social and political factors (0,117).

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada era otonomi daerah ini pemerintah kabupaten/kota di Indonesia menghadapi persoalan dalam membangun ekonomi daerahnya. Dalam menghadapi persoalan pembangunan ekonomi maka suatu daerah harus membangun perekonomian yang memiliki daya saing dan efisien. Pada era otonomi daerah ini maka program pembangunan ekonominya harus desentralistis dan memiliki daya saing, sehingga cakupannya lebih luas dan tidak hanya sekedar pembangunan ekonomi daerah (Subandi : 140).

Dalam era otonomi daerah ini, suatu daerah dituntut harus mampu mengembangkan kemampuannya sendiri untuk mandiri. Untuk itu pertimbangan ekonomi dijadikan pijakan dalam sistem birokrasi karena tujuan ekonomi sangat mewarnai dalam aspek organisasi dalam otonomi daerah yang kemudian berkaitan dengan peran birokrasi. Disini birokrasi dituntut untuk dapat menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi serta pemberdayaan otonomi dan ekonomi, khususnya ekonomi rakyat. Dengan demikian birokrasi harus lebih efektif dan efisien sehingga mampu membawa daerahnya memiliki daya saing yang tinggi (Subandi : 141).

(15)

2 keseluruhan, tetapi juga akan berdampak langsung pada perekonomian daerah terlebih lagi setelah era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Daya saing ekonomi daerah tidak dapat dilihat dalam ukuran nasional yang berupa daya saing antar ekonomi daerah, tetapi harus bersaing dalam ukuran internasional (Halwani, 2002 : 422). Maka dari itu, untuk meningkatkan daya saing ekonomi daerah perlu dikembangkan sentra-sentra ekonomi daerah yang didesain dengan standar internasional. Kesiapan pemerintah daerah secara sungguh-sungguh dalam menata pengembangan kelembagaan, mempertajam kebijakan pemerintah daerah, memperkuat sumber daya manusia aparatur (birokrasi) dan masyarakat daerah, hingga pemberdayaan ekonomi daerah secara menyeluruh merupakan kunci dalam pembangunan ekonomi daerah yang memiliki daya saing yang tinggi pada era globalisasi ekonomi ini (Subandi : 142)

Menurut World Economic Forum (WEF) 2014-2015, tingkat daya saing Indonesia telah menempati peringkat ke-34 dari 144 negara atau naik dari peringkat tahun sebelumnya (2013-2014) yaitu peringkat ke-38. Menurut WEF, kenaikan ranking indeks daya saing Indonesia pada periode ini dikarenakan perbaikan di beberapa kriteria seperti infrastruktur, konektifitas, kualitas tata kelola sektor swasta dan publik efisiensi pemerintah, dan pemberantasan korupsi. Tingginya tingkat persaingan antarnegara ini tidak hanya akan berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan, tetapi juga akan berdampak langsung pada perekonomian daerah.

(16)

3 ekonomi di suatu daerah. Faktor ekonomi tersebut meliputi faktor ekonomi daerah dan faktor tenaga kerja. Sedangkan faktor nonekonomi meliputi faktor kelembagaan, faktor infrastruktur fisik dan faktor sosial politik. Dari sisi faktor ekonomi dapat dijelaskan menurut Abdullah dkk (2002 : 15) bahwa daya saing daerah merupakan kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Didukung oleh pendapat Eko Budi Santoso (2010) yang mengatakan jika pengembangan daya saing wilayah dapat dilihat dari sisi kemampuan keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif daerah tersebut. Miftakhul Huda (2014) dalam penelitiannya menjelaskan jika sektor SDM dan Ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor yang paling mendominasi kemampuan daya saing ekonomi di wilayah perkotaan. Dan didukung dengan pernyataan dari PPSK BI dan LP3E FE-UNPAD bahwa jika tingginya tingkat pendidikan, kualitas hidup masyarakat serta angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing suatu daerah.

(17)

4 yang paling menentukan tingkat daya saing ekonomi di Kota Medan sebab ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik sangat mempengaruhi kelancaran kegiatan usaha yang terjadi di daerah . Didukung oleh pernyataan dari PPSK BI dan LP3E FE-UNPAD yang menyebutkan bahwa aktivitas perekonomian daerah yang berdaya saing akan terwujud jika adanya modal fisik, modal alamiah serta terdapat teknologi informasi yang maju di daerah tersebut . Dan hasil studi KPPOD (2005) menjelaskan jika faktor sosial politik memiliki pengaruh paling besar dalam menentukan daya tarik suatu daerah terhadap investasi daerah. Tingginya tingkat pengendalian stabilitas politik, keamanan dan semakin baiknya budaya masyarakat akan mendukung berjalannya kegiatan usaha di daerah yang berdaya saing.

(18)

5 pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat (Yusuf, 2011)

Persaingan yang semakin tajam dalam era globalisasi ini menuntut pemerintah daerah untuk menyiapkan daerahnya sedemikian rupa agar dapat berdaya saing tinggi. Pentingnya meningkatkan kemampuan daerah Kabupaten Labuahanbatu Utara sebagai daerah pemekaran yang saat ini masih belum ditinjau bagaimana tingkat daya saing daerahnya jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. Maka itu, kemampuan suatu daerah dalam mengidentifikasi faktor-faktor penentu daya saing daerahnya, baik dari aspek keunggulan maupun keterbatasan dianggap penting dalam meningkatkan daya saing daerahnya sebagai penentu keberhasilan pembangunan di daerah tersebut. Dengan teridentifikasinya faktor-faktor penentu daya saing daerah ini, diharapkan pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara dapat menetapkan suatu kebijakan yang dapat meningkatkan daya saing daerahnya yang bertujuan untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat ke dalam taraf hidup yang lebih baik.

(19)

6 1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka perlu dibuat rumusan masalah agar pelaksanaan penelitian ini dapat terlaksana secara terarah. Adapun yang menjadi perumusan masalah yang dimaksud adalah “ Faktor-faktor apa saja yang menentukan tingkat daya saing ekonomi di kabupaten Labuhanbatu Utara?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan tingkat daya saing ekonomi di kabupaten Labuhanbatu Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini berguna sebagai penambah wawasan bagi penulis dalam

kaitannya dengan disiplin ilmu yang ditekuni.

2. Penelitian ini berguna untuk Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara, termasuk untuk dijadikan bahan masukan bagi para pengambil keputusan yang berkaitan dengan keunggulan atau potensi daerah agar daerah tersebut dapat berdaya saing tinggi.

(20)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daya Saing Global

World Economic Forum (WEF) dan International Institute for Management Development(IMD) merupakan dua institusi yang sering dijadikan referensi untuk daya saing global. Walaupun mereka menerbitkan kajian daya saing global secara terpisah, tetapi kedua lembaga tersebut menggunakan variabel yang hampir sama untuk mengukur daya saing. Namun demikian, terdeapat ketidakcocokan yang cukup signifikan dalam urutan negara antar kedua laporan tersebut. Hal ini kemungkinan karena mereka menggunakan metodologi yang berbeda sehingga bobot dari masing-masing variabel juga berbeda.

World Economic Forum (WEF) mempublikasikan laporan daya saing untuk level negara yang bertajuk “Global Competitiveness Report” sejak tahun 1979. Selama lima tahun sebelum laporan tahun 2006-2007, WEF menggunakan

(21)

8 Untuk melihat daya saing antar negara secara lebih detail dari sisi mikroekonomi, WEF juga mengembangakan suatu indeks yang disebut Business Competitiveness Index. Business Competitiveness Index meranking negara-negara berdasarkan pemeringkatan daya saing mikroekonominya (Microeconomics Competitiveness) dan mengidentifikasi keunggulan serta keterbatasan dari daya saing suatu negara dalam hal kondisi lingkungan usaha dan kegiatan dan streategi perusahaan.

2.2 Daya Saing Daerah

(22)

9 menghasilkan aglomerasi atau klaster dari perusahaan-perusahaan jasa dan industri.

Sementara itu, metodologi yang dikembangkan dalam European Competitiveness Index adalah Model Tiga Faktor (Three Factor Model). Model tersebut merupakan kerangka kerja liniear untuk menganalisis daya saing berdasarkan faktor: (1) input; (2) output; dan (3) outcome. Variabel-variabel yang digunakan sebagai dasar pemeringkatan daya saing mencakup variabel-variabel yang mewakili indikator-indikator sebagai berikut: (1) kreativitas; (2) kinerja ekonomi; (3) infrastrukur dan aksesibilitas; (4) tenaga kerja terdidik; (5) pendidikan. Variabel-variabel dari kelima indikator ini tersebar ke dalam faktor input, outout dan outcome.

Pemeringkatan daya saing daerah juga dilakukan oleh UK dalam UK Competitiveness Index yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 2000. Laporan ini didesain sebagai ukuran daya saing terintegrasi yang difokuskan pada perkembangan dan sustainabilitas dunia usaha serta kesejahteraan ekonomi masyarakat. Sejak pertama kali diperkenalkan, jumlah indikator dan variabel indeks daya saing daerah telah banyak mengalami perluasan. Namun demikian, metodologi yang dikembangkan kurang lebih sama. Sama halnya dengan

(23)

10 yang sama, dengan alasan adanya hipotesis yang menyatakan bahwa satu sama lain saling berkaitan dan secara ekonomi yang satu dibatasi oleh yang lainnya.

Untuk Indonesia, studi daya saing daerah juga pernah dilakukan oleh Bank Indonesia dan FE UNPAD tahun 2001. Studi tersebut mencakup tingkat provinsi. Daya saing daerah dalam studi tersebut didefinisikan sebagai “:kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional”. Temuan yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah daerah-daerah yang pada tahun 2001 mengalami konflik dan gangguan keamanan mempunyai peringkat yang tidak baik. Provinsi Aceh, Maluku, dan Provinsi Irian Jaya merupakan daerah-daerah yang mempunyai daya saing daerah yang terburuk. Secara berturut-berturut peringkat provinsi untuk Provinsi Aceh dan Irian Jaya adalah 26 dan 24. Jumlah provinsi yang diteliti mencapai 26 provinsi.

Studi mengenai daya saing daerah di Indonesia juga dilakukan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Studi KPPOD ini lebih fokus pada daya saing investasi untuk tingkat kabupaten/kota. Pada tahun 2005, studi yang dilakukan oleh KPPOD mencakup 228 kabupaten/kota seluruh Indonesia. KPPOD (2005) menyatakan bahwa investasi yang akan masuk ke suatu daerah akan bergantung kepada daya saing investasi yang dimiliki oleh suatu daerah yang bersangkutan.

(24)

11 fisik. Masing-masing faktor tersebut dijabarkan dalam variabel-variabel yang secara keseluruhan berjumlah 14 variabel, jumlah ini secara konsisten dijaga oleh KPPOD dalam studinya. Selanjutnya, masing-masing variabel tersebut dijabarkan lagi dalam indikator-indiaktor yang secara keseluruhan, untuk tahun 2005, berjumlah 47 indikator. Masing-masing factor, variabel dan indicator yang telah di identifikasi selanjutnya akan dilakukan pembobotan. KPPOD menggunakan metode Analytical Hierarchy Process(AHP) untuk melakukan pembobotannyaa.

Hasil temuan KPPOD menyebutkan bahwa ada dua karakteristik yang umumnya dimiliki oleh daerah-daerah yang mempunyai daya saing tinggi. Pertama, daerah-daerah tersebut memiliki kondisi perekonomian yang baik. Kedua, daerah yang mempunyai daya saing tinggi adalah daerah yang memiliki kondisi keamanan, politik, sosial budaya, dan birokrasi yang yang ramah terhadap kegiatan usaha. Kombinasi antara kedua faktor dan ketersediaan tenaga kerja yang cukup dengan kualitas yang baik dan infrastrukur fisik yang memadai akan mendukung perkembangan usaha.

2.3 Konsep dan Defenisi Daya Saing

2.3.1 Konsep dan Defenisi Daya Saing Global (Global Competitiveness)

(25)

12 daya saing nasional memandang bahwa daya saing tidak secara sempit mencakup hanya sebatas tingkat efisiensi suatu perusahaan. Daya saing mencakup aspek yang lebih luas, tidak berkutat hanya pada level mikro perusahaan, tetapi juga mencakup aspek diluar perusahaan seperti iklim berusaha (business environment)

yang jelas-jelas diluar kendali suatu perusahaan. Aspek-aspek tersebut dapat bersifat firm-specific, region-specific, dan bahkan country-specific.

World Economic Forum (WEF), suatu lembaga yang secara rutin

menerbitkan “Global Competitiveness Report”, mendefenisikan daya saing nasional secara lebih luas namun dalam kalimat yang singkat dan sederhana. WEF mendefenisikan daya saing nasional sebagai “kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan”. Fokusnya kemudian adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat, institusi-institusi yang sesuai, serta karakteristik-karakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan tersebut.

Lembaga lain yang dikenal luas dalam literatur daya saing nasional adalah

Institute of Management Development (IMD) dengan publikasinya “World Competitiveness Yearbook”. Secara lengkap dan relative lebih formal IMD mendefenisikan daya saing nasional sebagai “kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan nasional dengan cara mengelola asset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality dan

(26)

13 baik suatu negara dalam menyediakan suatu iklim tertentu yang kondusif untuk mempertahankan daya saing domestic maupun global kepada perusahaan-perusahaan yang berada di wilayahnya.

2.3.2 Konsep dan Defenisi Daya Saing Daerah (Regional Competitiveness)

Literatur yang secara eksplisit dan spesifik melakukan studi tentang daya saing daerah, yaitu daya saing suatu wilayah di dalam suatu negara (regions atau sub-nations), lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan publikasi mengenai daya saing negara. Dua diantaranya dilakukan oleh Departemen Perdagangan dan Industri Inggris (UK-DTI) yang menerbitkan “Regional Competitiveness Indicators”, serta Centre for Urban and Regional Studies (CURDS), Inggris, dengan publikasinya “The Competitiveness Project: 1998 Regional Bench Marking Report”.

Daya saing daerah menurut defenisi yang dibuat UK-DTI adalah kemempuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu CURDS mendefenisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sector bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.

(27)

14 pembahasan tentang daya saing nasional pun, baik secara eksplisit maupun implicit, terangkum relevansi pengadopsian konsep daya saing nasional kedalam konsep daya saing daerah. Bank dunia misalnya, secara eksplisit menyebutkan betapa aspek penentu daya saing dapat bersifat region-specific.

Walaupun diliat dari substansinya pengadopsian konsep daya saing nasional ke dalam konsep daya saing daerah adalah relevan, namun dalam prakteknya beberapa penyesuaian perlu untuk dilakukan. Kompetisi ekonomi antar negara yang berdaulat tentu tidak mutlak sama dengan kompetisi antar daerah dalam suatu negara. Beberapa prinsip perlu disesuaikan. Contohnya adalah bagaimana kita mendefenisikan keterbukaan ekonomi, atau bagaimana memperlakukan aspek-aspek yang variasinya hanya ada kalau diperbandingkan antar negara.

Dari pembahasan tentang berbagai konsep dan defenisi tentang daya saing suatu negara atau daerah sebagaimana diuraikan diatas, dapat diambil satu kesimpulan bahwa dalam mendefenisikan satu kesimpulan bahwa dalam mendefenisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

• Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktifitas atau

efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih mendefenisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian” daripada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”.

• Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan akan tetapi juga

(28)

15 Hal ini diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.

• Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak

lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang maha luas yang pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan masyarakat.

• Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran

keterbukaan terhadap kompetisi dengan para competitor menjadi relevan. Kata “daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang tertutup.

2.4 Indikator Utama Daya Saing Daerah

Dari berbagai literatur, teori ekonomi, serta berbagai diskusi, indikator-indikator utama yang dianggap menentukan daya saing daerah yaitu: (Abdullah dkk : 17)

A. Perekonomian Daerah

(29)

16 1. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam

jangka pendek.

2. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam jangka panjang.

3. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.

4. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara internasional maupun domestik.

B. Keterbukaan

Indikator keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan daerah tersebut dengan daerah lain dalam cakupan nasional maupun internasional, indicator ini menentukan daya saing melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangan internasional merefleksikan daya saing perekonomian daerah tersebut.

2. Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestic maupun internasional meningkatkan kinerja perekonomiannya.

3. Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien ke seluruh penjuru dunia.

(30)

17 5. Mempertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi dengan

ekonomi internasional.

C. Sistem Keuangan

Indikator system keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan dan non-perbankan di daerah untuk memfasilitasi aktivitas perekonomian yang memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan mempengaruhi alokasi faktor-faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah tersebut. Indicator system keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas perekonomian daerah.

2. Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung daya saing daerah.

D. Infrastruktur dan Sumber Daya

Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator seberapa besar sumber daya seperti modal fisik, geografis, dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya mendukung aktivitas ekonomi daerah.

(31)

18 3. Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung

berjalannya aktifitas bisnis di daerah yang berdaya saing.

E. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktifitas ekonomi yang meningkatkan nilai tambah. Indicator ini mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa prinsip dibawah ini:

1. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif.

2. Investasi pada penelitian dasar dan aktifitas yang inovatif yang menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju.

3. Investasi jangka pendek berupa R&D akan meningkatkan daya saing sector bisnis.

F. Sumber Daya Manusia

Indikator sumber daya manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengukur ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia. Factor SDM ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1. Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing suatu daerah.

(32)

19 3. Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing

suatu daerah.

4. Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah tersebut begitu juga sebaliknya.

G. Kelembagaan

Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim social, politik, hukum dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif aktivitas perekonomian di daerah. Pengaruh factor kelembagaan terhadap daya saing daerah didasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut:

1. Stabilitas social dan politik melalui system demokrasi yang berfungsi dengan baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi daerah yang berdaya saing.

2. Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen. 3. Aktifitas perekonomian suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara optimal

tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.

H. Govermance dan Kabijakan Pemerintah

(33)

20 1. Dengan tujuan menciptakan iklim persaingan yang sehat intervensi

pemerintah dalam perekonomian sebaiknya diminimalkan.

2. Pemerintah daerah berperan dalam menciptakan kondisi social yang terprediksi serta berperan pula dalam meminimalkan resiko bisnis.

3. Efektifitas administrasi pemerintahan daerah dalam menyediakan infrastruktur dan aturan-aturan berpengaruh terhadap daya saing ekonomi suatu daerah. 4. Efektifitas pemerintah daerah dalam melakukan koordinasi dan menyediakan

informasi tertentu pada sector swasta mendukung daya saing ekonomi suatu daerah.

5. Fleksibilitas pemerintah daerah dalam menyesuaikan kebijakan ekonomi merupakan factor yang kondusif dalam mendukung peningkatan daya saing daerah.

I. Manajemen dan Ekonomi Mikro

Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang dilakukan dikaitkan dengan pertanyaan seberapa jauh perusahaan di daerah dikelola dengan cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab. Prinsip-prinsip yang relevan terhadap daya saing daerah diantaranya:

1. Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan kemampuan managerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu daerah. 2. Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya

(34)

21 3. Efisiensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan

menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan yang kompetitif.

4. Kewirausahaan sangat krusial bagi aktifitas ekonomi pada masa-masa awal. 5. Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perushaan memerlukan keahlian

dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dijelaskan secara sistematis mengenai hasil-hasil penelitian yang didapat dan berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Beberapa penelitian mengenai daya saing daerah telah dipublikasikan diberbagai jurnal ekonomi dan kajian ilmiah.

(35)

22 kedua faktor dan ketersediaan tenaga kerja yang cukup dengan kualitas yang baik dan infrastruktur fisik yang memadai akan mendukung perkembangan dunia usaha.

Penelitian kedua dilakukan oleh Mudarajad Kuncoro (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Tarik Investasi dan Pungli DIY”. Hasil dari penelitiannya menyatakan bahwa menurut persepsi pelaku usaha di DIY, faktor Kelembagaan memiliki bobot terbesar dalam menentukan daya tarik investasi/kegiatan berusaha di DIY. Kemudian diikuti oleh faktor Infrastruktur Fisik, yang ketiga adalah factor Sosial Politik. Berikutnya adalah faktor Ekonomi Daerah dan yang terakhir adalah faktor Tenaga Kerja.

Penelitian ketiga dilakukan oleh Ira Irawati (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, serta Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara”. Hasil dari penelitiannya menyatakan bahwa peringkat daya saing terbaik berdasarkan variabel perekonomian daerah, infrastruktur dan sumber daya alam, serta sumber daya alam manusia pada kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara, turut mendukung kabupaten/kota tersebut untuk menjadi peringkat terbaik secara umum.

(36)

23 daerah dan faktor sistem keuangan. Sedangkan faktor berikutnya dengan nilai bobot cukup rendah adalah faktor kelembagaan dan faktor sosial politik.

Penelitian Kelima dilakukan oleh Miftakhul Huda dan Eko Budi Santoso (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya”. Hasil dari penelitiannya menyatakan bahwa setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur memiliki kemampuan daya saing. Hal tersebut bisa dilihat dari munculnya hasil skor daya saing setiap kabupaten/kota. Tetapi adanya perbedaan kemampuan daya saing antara wilayah perkotaan dan kabupaten. Untuk wilayah perkotaan mendominasi sektor SDM dan Ketenagakerjaan, Infrastruktur dan Sarana-Prasarana, serta sektor yang tidak berasal dari alam, seperti sector produktivitas sekunder dan tersier. Untuk wilayah kabupaten, memiliki keunggulan di sektor yang berhubungan dengan alam, seperti sector produktivitas primer dan sumber daya air perkapita.

2.6 Kerangka Konseptual

(37)
[image:37.595.114.514.98.550.2]

24 Gambar 2.1.

Indikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara INFRASTRUKTUR FISIK (Physical Infrastructure) TENAGA KERJA & PRODUKTIVITAS (Labor& productivity) EKONOMI DAERAH (Regional Economic Dynamism) SOSIAL POLITIK (Socio-Political Factors) Ketersediaan Infrastruktur Fisik (Availability of Physical) Infrastructure) Biaya Tenaga Kerja (Labor Cost) Potensi Ekonomi (Economic Potential) Stabilitas Politik (Political Stability) Kepastian Hukum (Legal Certainty) Ketersediaan Tenaga Kerja (Availability of Manpower) Keuangan Daerah (Regional Finance) Keamanan (security) Struktur Ekonomi (Economic Structure) Kualitas Infrastruktur Fisik (Quality of Physical Infrastructure) Produktivitas Tenaga Kerja (Productivity of Labor) Budaya (Cultural) Aparatur (Quality Of Civil Service) Perda / Indikator Perda (Region Policy / Regulation) KELEMBAGAAN (Regulation & Government service)

(38)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor penentu daya saing ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2014 dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).

3.2 Tempat dan Lokasi Penelitian

Pada penulisan skripsi ini penulis memilih tempat penelitian di wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan selesai.

3.3 Batasan Operasional

Adapun batasan operasional yang terdapat dalan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kelembagaan b. Sosial Politik

c. Perekonomian Daerah

d. Tenaga Kerja & Produktivitas,dan e. Infrastruktur Fisik.

3.4 Definisi Operasional

(39)

26 a. Kelembagaan adalah suatu pola hubungan antara anggota masyarakat yang saling mengikat, diwadahi dalam suatu jaringan atau organisasi yang berkaitan dengan iklim sosial, politik, hukum dan aspek keamanaan yang mampu mempengaruhi secara positif aktivitas perekonomian di suatu daerah. b. Sosial Politik adalah sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan

kekuasaan dan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan sistem politik yang mengandung nilai-nilai budaya dalam masyarakat dan dipengaruhi oleh berbagai variabel lain seperti stabilitas poltik dan keamanan.

c. Perekonomian Daerah meupakan ukuran kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, produktivitas sekoral, kemampuan keuangan daerah dari sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran, investasi, laju inflasi serta keterbukaan daerah terhadap arus barang dan jasa antar daerah maupun dengan luar negeri.

d. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu meningkatkan produktivitas barang dan jasanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat.

Sedangkan Produktivitas merupakan istilah dalam kegiatan produksi sebagai perbandingan antara luaran (output) dengan masukan (input).

(40)

27 3.5 Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk pada usia produktif (15-64) tahun yang tinggal dan bermukim di Kabupaten Labuhanbatu Utara. Berdasarkan data hasil penduduk dari BPS, Total jumlah penduduk pada usia produktif (15-64) tahun di Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2013 sebesar 209.088 jiwa. Namun, dalam penelitian ini hanya ditetapkan jumlah sampel yang sudah cukup representatif yaitu 30 responden yang memiliki kriteria tertentu dan mewakili seluruh komponen masyarakat yang terdapat di Kabupaten Labuhanbatu Utara. Sesuai dengan penelitian sosial menurut Roscoe (1982:253) dalam buku Taniredja dan Mustafidah (2011:38) memberikan penjelasan jika untuk suatu penelitian, ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.

[image:40.595.164.462.483.731.2]

Adapun jumlah sampel berdasarkan kelompok masyarakat adalah sebegai berikut :

Tabel 3.1.

Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat

No. Kelompok Masyarakat Responden

1 Mahasiswa/Pelajar 3

2 Staf Pengajar/Dosen/Guru 3

3 Masyarakat Umum 4

4 Birokrasi 4

5 Perbankan 3

6 Non Perbankan 3

7 Pengusaha 10

(41)

28 Setiap elemen masyarakat yang dipilih menjadi sampel dalam penelitian ini dianggap sebagai orang-orang yang memiliki “Information Rich” serta merupakan kelompok masyarakat yang dalam setiap profesi dan pekerjaannya telah terlibat langsung atau merasakan dampak dari setiap variabel-variabel ekonomi yang menentukan tingkat daya saing ekonomi di daerah tersebut. Menentukan besarnya responden dari setiap elemen masyarakat merupakan bentuk dari keputusan peneliti sendiri. Peneliti berhak menetapkan siapa saja yang menurutnya layak menjadi responden sesuai dengan teknik purposive sampling yang diambil.

3.6 Metode Pengambilan Sampel

(42)

29 3.7 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

3.7.1 Jenis Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka jenis data yang digunakan adalah :

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama yang biasanya disebut dengan responden. Data atau informasi diperoleh melalui pertanyaan tertulis dengan menggunakan kuesioner atau lisan dengan metode wawancara.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh bukan dari sumber pertama melainkan dari instansi-instansi yang terkait dengan melakukan studi kepustakaan terhadap bahan-bahan publikasi secara resmi, buku-buku, majalah-majalah serta laporan lain yang berhubungan dengan penelitian. Data ini biasanya digunakan oleh para peneliti yang menganut paham pendekatan kualitatif.

3.7.2 Metode Pengumpulan Data

Sedangkan metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Kuisioner

(43)

30 masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara.

2. Wawancara

Wawancara dapat dilakukan secara (1) Terbuka (open-ended), yaitu peneliti bertanya kepada responden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa dan opini mereka mengenai peristiwa yang ada, (2) Terfokus, yaitu respoden diwawancarai dalam waktu yang pendek, dan (3) Terstruktur, yaitu dengan menggunakan pertanyaan yang terstruktur. Teknik wawancara dilakukan kepada kelompok masyarakat yang menjadi sampel untuk menggali informasi yang lebih mendalam mengenai saran atau keluhan masyarakat secara langsung terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2014.

3.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2014 meliputi analisis deskriptif dan

Analytical Hierarchy Process (AHP) serta Expert Choice sebagai alat analisis data yang membantu memecahkan masalah berdasarkan AHP, . Secara jelasnya, teknik yang digunakan antara lain sebagai berikut:

3.8.1 Alat Analisis Data

(44)

31 lebih efisien, analitis dan yang dapat dibenarkan. Expert Choice menawarkan beberapa fasilitas mulai dari input data-data kriteria, dan beberapa alternatif pilihan, sampai dengan penentuan tujuan. Expert Choice mudah dioperasionalkan dengan interface yang sederhana. Kemampuan lain yang disediakan adalah mampu melakukan analisis secara kuantitatif dan kualitatif sehingga hasilnya rasional. Aplikasi area Expert Choice meliputi :

a) Resource Allocation (Alokasi Sumber Daya) b) Vendor Selection (Vendor Seleksi)

c) Strategic Planning (Perencanaan Strategis) d) HR Management (Manajement SDM) e) Risk Assessment

f) Project Management (Manajemen Proyek) g) Benefit/Cost Analysis (Manfaat/Biaya Analisis)

Software Expert Choice dapat menyediakan berbagai point dalam proses pengambilan keputusan, meliputi :

1) Struktur untuk seluruh proses pengambilan keputusan

2) Sebuah tool yang memfasilitasi kerjasama antara beberapa pihak yang berkepentingan

3) Analisis pengambil keputusan 4) Meningkatkan komunikasi

(45)

32 8) Keputusan akhir yang lebih baik dan dapat dibenarkan

3.8.2 Metode Analisis Data 1. Analisis Deskriptif

Analisis ini memberikan gambaran tentang karakteristik tertentu dari data yang telah dikumpulkan. Data tersebut akan dianalisis sehingga menghasilkan gambaran mengenai persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2014. Analisis data disajikan dalam bentuk tabulasi, gambar (chart) dan diagram. Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan rangking yang dicari dalam

Analytical Hierarchy Process (AHP) ini. Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami.

2. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor dan variabel dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2014. Proses pemberian bobot indikator dan sub-indikator (variabel) dilakukan dengan menggunakan Analitical Hierarchy Process

(AHP) melalui kuisioner untuk kelompok masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya dari berbagai latar belakang disiplin ilmu.

(46)

33 seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif. Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.

Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan secara efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

(47)

34 pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia.

Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan dengan hasil yang menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya.

Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari :

1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.

2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan

(48)

35 3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).

4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut :

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di rangking. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.

(49)

36 7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai

eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,15 maka penilaian harus diulang kembali.

Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang ditetapkan Saaty. Rasio Konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana :

- Skala 1 = Setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lainnya.

- Skala 3 = Kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya. - Skala 7 = Kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya. - Skala 9 = Kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan lainnya.

Adapun Prinsip-prinsip dasar metode AHP adalah sebagai berikut (Saaty, 1990):

a. Decomposition

(50)

37 karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu. Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen homogen. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.

Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut : 1) Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. 2) Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

3) Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan. 4) Operasional

(51)

38

b. Comparative Judgment

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan criteria di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan prioritas dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks

pairwise comparison.

Yang pertama dilakukan dalam menentapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Dalam perbandingan berpasangan ini, bentuk yang lebih disukai adalah matriks, karena matriks merupakan alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta memberi kerangka untuk menguji konsistensi. Rancangan matrik ini mencerminkan dua segi prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi.

Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub

sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n × n, seperti pada tabel 3.2

(52)

39 Tabel 3.2

Matriks perbandingan berpasangan

C A1 A2 A3 ….. An

A1 A2 A3 ….. An a11 a21 a31 ….. an1 a12 a22 a32 ….. an2 a13 a23 a33 ….. an3 … … … … … a1n a2n a3n ….. ann

Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1 (kolom)

yang menyatakan hubungan :

a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C dibandingkan

dengan A1 (kolom) atau

b. Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A1 (kolom) atau

c. Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A1 (baris) dibandingkan dengan A1

(kolom).

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 4. Apabila bobot kriteria Ai

adalah Wi dan bobot elemen Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty mewakili perbandingan (Wi/Wj)/1. Angka-angka absolute pada skala tersebut merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Ai

[image:52.595.145.481.155.244.2]
(53)
[image:53.595.111.503.154.514.2]

40 Tabel 3.3

Skala penilaian perbandingan Skala tingkat

kepentingan Definisi Keterangan

1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama

3 Sedikit lebih penting

Pengalaman dan penilaian sedikit memihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

7 Sangat penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya

9 Mutlak lebih penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai tengah

Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

Kebalikan Aij = 1/Aji

Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i Sumber: Thomas L. Saaty (1991

Thomas L. Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kualitatif, yaitu melalui ungkapan sama, lemah, amat kuat, dan absolute atau ekstrim. Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan.

(54)

41 bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil.

Teori rata-rata geometric menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. Secara sistematis dituliskan sebagai berikut :

aij = (z1. z2. z3. …. zn)1/n

dengan :

aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria Ai dengan Aj untuk n partisipan.

Zi = Nilai perbandingan antara A1 dengan Ai untuk partisipan i, dengan nilai i = 1, 2, 3, …, n

n = Jumlah partisipan

c. Synthesis of Priority

(55)

42

d. Logical Consistency

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model - model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminumkan.

Rumus dari indeks konsistensi adalah:

CI = (λmaks – n)/( n – 1)

Dengan :

CI = indeks konsistensi

(λmaks = eigenvalue maksimum

n = orde maktrik

Dengan λ merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks. Eigenvalue maksimum

(56)

43 biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.

Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10 yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory

dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School.

Tabel 3.4

Pembangkit Random (RI)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

CR = CI/RI

CR = Rasio konsistensi

RI = Indeks random

(57)

44 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Labuhanbatu Utara 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Labuhanbatu Utara

Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan daerah otonom yang berada pada jalur lintas timur pulau Sumatera dengan jarak 225 km dari Medan, Ibukota Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah wilayah pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2008 tanggal 21 Juli 2008 tentang pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Labuhanbatu Utara berada pada ketinggian 0-700 m diatas permukaan laut.

(58)

45 4.1.2 Kondisi Demografi Kabupaten Labuhanbatu Utara

Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Labuhanbatu Utara, jumlah penduduk Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2013 berjumlah 337.404 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 4,25 jiwa/km2. Jumlah penduduk perempuan sebesar 167.088 jiwa dan jumlah penduduk laki-laki sebesar 170.316 jiwa. Penduduk terbanyak terdapat pada Kecamatan Kualuh Hulu yaitu sebesar 66.005 Jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 4,23 jiwa/ km2. Sedangkan penduduk paling sedikit berada di kecamatan Kualuh Leidong sebesar 28.875 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 4,24 jiwa/ km2. Penduduk terpadat berada pada kecamatan NA X-XI yaitu sebesar 4,41 jiwa/ km2 dan kecamatan Marbau merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu sebesar 4,10 jiwa/ km2.

4.1.3 Kondisi Perekonomian Kabupaten Labuhanbatu Utara

(59)

46 Labuhanbatu Utara pada tahun 2013 yaitu produksi jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar.

Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan salah satu daerah yang memiliki sektor perkebunan yang potensial di Sumatera Utara. Komoditi unggulan yang dihasilkan dari perkebunan tersebut adalah kelapa sawit dan karet. Tanaman kelapa sawit ditanam diseluruh kecamatan di Kabupaten Labuhanbatu Utara. Kecamatan penghasil kelapa sawit dan karet terbesar adalah Kecamatan Aek Natas, Kualuh Hulu dan Aek Kuo. Selain kedua komoditi unggulan tersebut, daerah ini juga penghasil kakao, kelapa dan pinang. Dengan didukung oleh luasnya lahan perkebunan di Kabupaten Labuhanbatu Utara, maka sektor peternakan sangat potensial untuk dikembangkan di daerah ini. Lahan peternakan memberikan kontribusi yang sangat besar sebagai sumber kebutuhan protein hewani bagi masyarakat.

Kabupaten Labuhanbatu Utara memilik garis pantai sepanjang 75 km yang menghasilkan produksi perikanan yang berasal dari perairan umum. Kabupaten Labuhanbatu Utara memiliki wilayah pantai yang terhubung langsung dengan laut yaitu Kecamatan Kualuh Leidong. Potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatakan perekonomian masyarakat dapat dilihat dari sektor perikanan dan wisata pantai.

(60)

47 sebanyak 65 perusahaan. Perusahaan industri besar/sedang yang terbanyak terdapat di Kecamatan Kualuh Hulu sebanyak 15 perusahaan. Sedangkan jumlah industri kecil dan kerajinan rumah tangga di Labuhanbatu Utara sebanyak 5.064 perusahaan. Beberapa perusahaan industri diantaranya dapat diandalkan dan cukup layak untuk dijadikan komoditi eksport sehingga bisa menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Tingkat keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan di suatu daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Kinerja perekonomian Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2013 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan oleh PDRB atas dasar harga konstan 2000, sebesar 6,33% dengan pencapaian sebesar Rp. 3.80 triliun. Kinerja riil tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp. 3,57 triliun. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 9,64% , disusul oleh sektor bangunan sebesar 7,83%, sektor jasa-jasa sebesar 7,13%, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 7,00%, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 6,93%, sektor industri pengolahan sebesar 6,33% , sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 5,87% dan sektor pertanian sebesar 5,67%. Sementara itu, pertumbuhan terendah berasal dari sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 5,35%.

(61)

48 menggambarkan bahwa daerah Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan daerah sentra pertanian.

Sementara itu, PDRB perkapita Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun

2013 sebesar Rp. 30.54 juta atau naik sebesar 13,26% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan taraf hidup penduduk di Kabupaten

Labuhanbatu Utara pada tahun 2013 relatif lebih cepat dengan daerah-daerah lain di Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari perubahan laju pertumbuhan PDRB perkapita atas harga konstan pada tahun 2013 naik sebesar 5,16% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 5,15%.

4.2 Profil Responden

(62)
[image:62.595.144.488.149.347.2]

49 Tabel 4.2

Karakteristik Responden

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase(%)

1 Pria 14 47

2 Wanita 16 53

Usia (Tahun) Jumlah Persentase(%)

1 15 – 24 8 27

2 25 – 34 16 53

3 35 – 44 5 17

4 >45 1 3

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase(%)

1 SMA/Sederajat 16 53

2 D3/S1/S2 14 47

Sumber : Data Primer Diolah

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi

Daya saing ekonomi daerah merupakan representasi dari dari kinerja indikator-indikator pembentuknya. Semakin baik kinerja indikator-indikator pembentuknya, maka akan semakin tinggi daya saing ekonomi suatu daerah. Sebaliknya, apabila kinerja indikator-indikator pembentuk daya saing ekonomi tersebut rendah, maka daya saing ekonomi daerah tersebut juga rendah. Untuk melihat daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara, maka terlebih dahulu ditentukan faktor-faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing faktor tersebut. Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Proccess (AHP) dengan bantuan

Software yaitu Expert Choice.

(63)
[image:63.595.134.494.251.540.2]

50 penting dibandingkan dengan faktor lainnya dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara. Berikut ini hasil pembobotan dari faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.1

Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Utara

(64)

51 dengan bobot sebesar 0,132 dan kemudian faktor sosial politik yang memiliki bobot terendah sebesar 0,080.

[image:64.595.136.477.239.446.2]

Secara persentase, bobot faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.2

Persentase Faktor Penentu Daya Saing

(65)

52 4. 3. 1 Faktor Perekonomian Daerah

Faktor perekonomian daerah didukung oleh 2 variabel yaitu variabel potensi ekonomi dan variabel struktur ekonomi yang memberikan kontribusi penting dalam mendukung daya saing ekonomi suatu daerah. Semakin baik tingkat perekonomian suatu daerah, maka daya saing daerah tersebut juga akan semakin tinggi. Variabel potensi ekonomi memiliki bobot tertinggi sebesar 0,632 atau 63% dari keseluruhan bobot faktor pendukung perekonomian daerah. Sedangkan variabel stuktur ekonomi memiliki bobot sebesar 0,368 atau 37%. Persentase dari masing-masing variabel indikator perekonomian daerah dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.5

Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah

(66)

53 dalam variabel potensi ekonomi, 3% responden menyatakan sangat setuju dan 73% responden menyatakan setuju jika tingkat daya beli masyarakat di Kabupaten Labuhantu Utara cenderung meningkat. Tetapi, 20% responden menyatakan kurang setuju dan 3% responden menyatakan tidak setuju jika tingkat daya beli masyarakat Kabupaten Labuhanbatu Utara cenderung semakin meningkat. Selanjutnya dalam mengukur tingkat perkembangan ekonomi, 7% responden mengatakan sangat setuju dan 63% mengatakan setuju jika perkembangan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Utara semakin membaik. Hanya 30% responden yang mengatakan kurang setuju dengan pernyataan ini. Pada kondisi harga-harga barang dan jasa, hanya sebesar 20% responden yang menyatakan setuju jika kondisi harga-harga barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu Utara relatif stabil dan terjangkau. Sekitar 57% responden menyatakan kurang setuju, 20% responden menyatakan tidak setuju dan 3% responden menyatakan sangat tidak setuju jika kondisi harga-harga barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu Utara relatif stabil dan terjangkau. Selanjutnya untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat, sebesar 60% responden mengatakan setuju jika tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Labuhanbatu Utara cenderung semakin membaik. Sekitar 33% responden mengatakan kurang setuju dan 7% responden mengatakan tidak setuju dengan pernyataan ini.

(67)

54 setuju, 3% responden menyatakan tidak setuju dan 3% responden menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan ini. Sementara itu pada nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder, sebesar 57% responden mengatakan setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder pada Kabupaten Labuhanbatu Utara semakin meningkat. Sekitar 33% responden mengatakan kurang setuju dan 10% responden mengatakan tidak setuju dengan pernyataan ini. Dan untuk nilai tambah atau kontribusi sektor tersier, sebesar 73% responden menyatakan setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor tersier di Kabupaten Labuhanbatu Utara semakin meningkat. Sekitar 20% responden menyatakan kurang setuju, 3% responden menyatakan tidak setuju dan 3% menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan ini.

4. 3. 2 Faktor Infrastruktur Fisik

Infrastruktur fisik merupakan faktor pendukung yang penting bagi perkembangan kegiatan usaha masyarakat di suatu daerah. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik yang baik dan memadai sangat mempengaruhi kelancaran dunia usaha di suatu daerah. Semakin berkembang suatu usaha, maka kebutuhan masyarakat akan ketersediaan infrastruktur fisik di daerah tersebut juga akan semakin besar.

(68)
[image:68.595.230.405.173.384.2]

55 Persentase bobot dari masing-mas

Gambar

Gambar 2.1.
Tabel 3.1.
      Tabel 3.2   Matriks perbandingan berpasangan
Tabel 3.3 Skala penilaian perbandingan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Disk cache adalah suatu teknik yang menggunakan memory utama sebagai buffer untuk memyimpan data secara temporer yang akan dikirim ke disk5. Memory

Performance assessment and in-flight calibration for the satellite RS-2, carrying multiple cameras with widely varying look angles and resolutions, is realized with the inclusion of

Melalui penjelasan guru dalam diskusi kelas siswa mampu mengidentifikasi kebiasaan- kebiasaan di siang hari yang sesuai dengan aturan di rumah dengan tepat.. Melalui

The change in the coefficient of variation of WSA over the year (Figure 4) indicates that all sites are stable in summer but Algeria-2 and Algeria-3 have the highest

Laporan Keuangan Konsolidasian Perseroan dan Entitas Anak untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2016 telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Satrio Bing

Fisheye lens is widely used in such fields as robot navigation, target detection and so on. Fisheye lens calibration is the first step of image processing. This paper focuses on

Seluruh dana yang diperoleh dalam rangka Penambahan Modal dengan HMETD setelah dikurangi dengan biaya-biaya terkait akan dipergunakan untuk modal kerja, sedangkan

Untuk Semua dan Sukan Prestasi Tinggi hendaklah dikendalikan oleh mereka yang berkelayakan. dalam bidang berkaitan dengan sukan Institusi Pengajian Tinggi