Lampiran 1 Instrumen Penelitian
Wilayah :
______________
Kuisoner Penelitian
Analisis Daya Saing Ekonomi Kab/Kota di Propinsi
Sumatera Utara
A.
Identitas Responden
1. Nama Responden :
4. Alamat Usaha/Kantor/Rumah : Kecamatan :
5. Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 6. Berapa usia B/I/S saat ini : ___________ tahun
7. Pendidikan terakhir yang ditamatkan :
1. Tamat SMP atau sederajat 3. Sarjana Muda/D3 atau lebih tinggi
2. Tamat SMA atau sederajat 4. Lainnya,
B. Indikator Pembobotan Faktor Daya Saing Ekonomi
Bapak/Ibu/Saudara diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan dari masing-masing kriteria untuk indikator pembobotan faktor daya saing ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dengan cara memberi tanda silang (X) pada kolom yang telah disediakan di bawah ini dengan menggunakan Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan : 2,4,6,8 = nilai tengah
Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria
Kelembagaan Sosial Politik
Kelembagaan Ekonomi
Daerah
Kelembagaan Tenaga Kerja
Kelembagaan Infrastruktur
Sosial Politik Ekonomi
Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting
Dengan menggunakanSkala Penilaian Perbandingan Berpasangan di atas, variabel manakah yang menurut Bapak/Ibu/Saudara lebih penting dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
1. Faktor Kelembagaan
Untuk faktor kelembagaan, terdapat 4 variabel yang mempengaruhi faktor kelembagaan, yakni :
a) Variabel kepastian hukum
b) Variabel pembiayaan pembangunan c) Variabel aparatur
Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting 2. Faktor Sosial Politik
Untuk faktor sosial politik, terdapat 3 variabel yang mempengaruhi faktor sosial politik, yakni :
a) Variabel stabilitas politik b) Variabel keamanan
a) Variabel budaya
Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting 3. Faktor Perekonomian Daerah
Untuk faktor perekonomian daerah, terdapat 2 variabel yang mempengaruhi faktor perekonomian daerah, yakni :
a) Variabel potensi ekonomi b) Variabel struktur ekonomi
Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria
Potensi ekonomi
Struktur ekonomi
4. Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas
Untuk faktor tenaga kerja dan produktivitas, terdapat 3 variabel yang mempengaruhi faktor tenaga kerja dan produktivitas, yakni :
a) Variabel biaya tenaga kerja
b) Variabel ketersediaan tenaga kerja c) Variabel produktivitas tenaga kerja
Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting 5. Faktor Infrastruktur Fisik
Untuk faktor infrastruktur fisik, terdapat 2 variabel yang mempengaruhi faktor infrastruktur fisik, yakni :
a) Variabel ketersediaan infrastruktur fisik b) Variabel kualitas infrastruktur fisik
Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting
C. Persepsi Masyarakat
Keterangan :
1 = Sangat Tidak Setuju ; 2 = Tidak Setuju ; 3 = Kurang Setuju ; 4 = Setuju ; 5 = Sangat Setuju
No
Item-Item Pertanyaan
Skala Likert
1 2 3 4 5
Kelembagaan A. Variabel Kepastian Hukum
1 Menurut B/I/S, konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha
2 Menurut B/I/S, penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia
usaha sudah baik. 1 2 3 4 5
3 Menurut B/I/S, pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha
semakin berkurang. 1 2 3 4 5
B. Variabel Keuangan Daerah
4 Menurut B/I/S, jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai
dengan kebutuhan. 1 2 3 4 5
5 Menurut B/I/S, realisasi APBD sesuai dengan rencana program dan
anggaran. 1 2 3 4 5
6 Menurut B/I/S, tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD
relatif rendah. 1 2 3 4 5
C. Variabel Aparatur dan Pelayanan
7 Menurut B/I/S, birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin
baik. 1 2 3 4 5
8 Menurut B/I/S, penyalagunaan wewenang oleh aparatur semakin
berkurang. 1 2 3 4 5
9 Menurut B/I/S, struktur pungutan oleh pemerintah daerah terhadap
dunia usaha sudah sesuai. 1 2 3 4 5
D. Variabel Peraturan Daerah
10 Menurut B/I/S, peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan
retribusi sudah mendukung kegiatan dunia usaha. 1 2 3 4 5
11 Menurut B/I/S, implementasi Perda sudah sesuai dengan yang
ditetapkan. 1 2 3 4 5
Sosial Politik A. Variabel Stabilitas Politik
12 Menurut B/I/S, potensi konflik di masyarakat semakin menurun dan
dapat dideteksi. 1 2 3 4 5
13 Menurut B/I/S, intensitas unjuk rasa yang ada diwilayah ini semakin
menurun. 1 2 3 4 5
14 Menurut B/I/S, hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin
baik. 1 2 3 4 5
B. Variabel Keamanan
15 Menurut B/I/S, gangguan keamanan terhadap aktivitas dunia usaha
semakin menurun. 1 2 3 4 5
16 Menurut B/I/S, gangguan keamanan terhadap masyarakat
dilingkungan sekitar tempat kegiatan usaha semakin menurun. 1 2 3 4 5
17 Menurut B/I/S, kecepatan aparat dalam menanggulangi gangguan
keamanan semakin baik. 1 2 3 4 5
C. Variabel Budaya Masyarakat
18 Menurut B/I/S, Partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam
perumusan kebijakan pemerintah daerah semakin meningkat. 1 2 3 4 5
19 Menurut B/I/S, keterbukaan masyarakat terhadap dunia usaha
semakin baik. 1 2 3 4 5
20 Menurut B/I/S, perilaku masyarakat terhadap diskriminasi semakin
21 Menurut B/I/S, adat istiadat masyarakat daerah semakin mendukung
kegiatan dunia usaha. 1 2 3 4 5
22 Menurut B/I/S, etos kerja masyarakat daerah semakin meningkat 1 2 3 4 5
Perekonomian Daerah A. Variabel Potensi Ekonomi
23 Menurut B/I/S, tingkat daya beli masyarakat cenderung semakin
meningkat. 1 2 3 4 5
24 Menurut B/I/S, perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. 1 2 3 4 5
25 Menurut B/I/S, kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan
terjangkau. 1 2 3 4 5
26 Menurut B/I/S, tingkat kesejahteraan masyarakat cenderung semakin
membaik. 1 2 3 4 5
B. Variabel Struktur Ekonomi
27 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin
meningkat. 1 2 3 4 5
28 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder semakin
meningkat. 1 2 3 4 5
29 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin
meningkat. 1 2 3 4 5
Tenaga Kerja dan Produktivitas A. Variabel Biaya Tenaga Kerja
30 Menurut B/I/S, besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan ketentuan
UMK. 1 2 3 4 5
31 Menurut B/I/S, besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan
hidup masyarakat. 1 2 3 4 5
B. Variabel Ketersediaan Tenaga Kerja
32 Menurut B/I/S, jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar
tenaga kerja. 1 2 3 4 5
33 Menurut B/I/S, tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan
kebutuhan pasar tenaga kerja. 1 2 3 4 5
C. Variabel Produktivitas Tenaga Kerja
34 Menurut B/I/S, tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif
tinggi. 1 2 3 4 5
35 Menurut B/I/S, tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan
besarnya upah yang ada. 1 2 3 4 5
Infrastruktur Fisik A. Variabel Ketersediaan Infrastruktur Fisik
36 Menurut B/I/S, ketersediaan jalan sudah memadai. 1 2 3 4 5
37 Menurut B/I/S, ketersediaan pelabuhan laut sudah memadai. 1 2 3 4 5
38 Menurut B/I/S, ketersediaan pelabuhan udara sudah memadai. 1 2 3 4 5
39 Menurut B/I/S, ketersediaan saluran telepon sudah memadai. 1 2 3 4 5
40 Menurut B/I/S, kualitas jalan sudah baik. 1 2 3 4 5
41 Menurut B/I/S, akses dan kualitas pelabuhan laut sudah baik. 1 2 3 4 5
42 Menurut B/I/S, akses dan kualitas pelabuhan udara sudah baik. 1 2 3 4 5
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, P., Alisjahbana, Armida, S., Effendi, N., Boediono, 2002. Daya Saing
Daerah, Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, Edisi 1, BPFE,
Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhanbatu, dalam Angka tahun, 2014.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhanbatu, dalam Angka tahun, 2015.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, dalam Angka tahun, 2014.
Darwanto, Herry, 2011.Analisis Peringkat Daya Saing Indonesia 2008-2011,
Bappenas, Jakarta
Garbuz, Veronica., Bercu, Ana Maria, 2012. The Labour And Economic
Competitiveness Of Republic Of Moldova In The European Context,
Volume VII, Issue 2A
Huggins, Robert., Izush, Hiro., Prokop, Daniel., Thompson Piers, 2014. Journal
Regional Competitiveness, Economic Growth and Stages Of Development,
Vol 32. sv 2. 255-28
Hidayat, Paidi, 2012. “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan”, Jurnal
Keuangan dan Bisnis,
Irawati, Ira., Zulfadly Urufi, Renato Everardo Isaias Rezza Resobeoen, Agus Setiawan, Aryanto, 2008. “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Serta Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah
Provinsi Sulawesi Tenggara”, Prosiding INSAHP5, Semarang.
Volume 4 Nomor 3, hal 228-238.
Indrawati, Dede, 2012. “Analisis Elemen-Elemen Prakondisi Pembentukan
Daerah Otonom Baru dan Daya Saing Investasi Daerah Otonom Baru (Studi di Kabupaten Bandung Barat)”.Skripsi.Depok.
KPPOD, 2005. “Daya Tarik Investasi 214 Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2004”, KPPOD, Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad dan Anggi Rahajeng, 2005.“Daya Tarik Investasi dan Pungli
di DIY”, Jurnal Ekonomi Pembangunan
Millah, Anita Nur, 2013 “Analisis Daya Saing Daerah di Jawa”, Skripsi,
Semarang.
PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD, 2008.Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Rajawali Pers, Jakarta.
Porter, Michael E, 1990. The Competitive Advantage of Nation,The Free Press.
Saaty, Thomas L, 1990. Decision Making For Leader :The Analytic Hierarchy
Process For Decision in A Complex World, University of Pittsburgh,
Pittsburgh.
Sugiyono, Fx, 2004. “Peningkatan Daya Saing Ekonomi Indonesia”, Jurnal
Dinamika Ekonomi dan Bisnis
Taniredja, Tukiran., Hidayati Mustafidah, 2011. Penelitian Kuantitatif, Alfabeta,
Bandung
, Vol. 1 No. 1, hal 14-27.
Undang Undang Otonomi Daerah Terbaru, 2005. Pustaka Pelajar, Jakarta
World Economic Forum, 2014.The Global Competitiveness Report, Oxford
University Press, New York
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian adalah langkah langkah sistematik atau prosedur yang
akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memcahkan
permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Adapun metodologi penelitian
yang digunakan adalah sebagai berikut :
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera
Utara.Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu satu bulan.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor penentu daya
saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara pada tahun
2015 dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).
3.3 Batasan Operasional
Adapun batasan operasional dalam penelitian ini antara lain :
1. Kelembagaan
2. Sosial politik
3. Ekonomi daerah
4. Tenaga kerja dan produktivitas
3.4 Definisi Operasional
1. Kelembagaan yaitu suatu pola hubungan antara anggota masyarakat yang
saling mengikat, diwadahi dalam suatu jaringan atau organisasi dengan
ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode
etik aturan formal dan nonformal untuk bekerjasama demi mencapai
tujuan yang diinginkan.
2. Sosial Politik, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan
kekuasaan dan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan sistem politik, yang
banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial budaya.
3. Ekonomi Daerah, yaitu ukuran kinerja secara umum dari perekonomian
makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital,
tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya
hidup.
4. Tenaga Kerja, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.
5. Infrastruktur fisik, yaitu sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian
sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan
sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar
perekonomian dapat berfungsi dengan baik
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berada dalam
Berdasarkan data BPS (2013), jumlah penduduk yang berada dalam usia angkatan
kerja berjumlah 190.589 jiwa dari total penduduk Kabupaten Labuhanbatu yang
berjumlah 430.178 jiwa. Namun dalam penelitian ini ditetapkan jumlah sampel
yang cukup representatif berdasarkan rumus Slovin:
N
n=
1+Ne2
n = besaran sampel
N = besaran populasi
E = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaranketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel)
3.6 Metode Pengambilan Sampel
Prosedur pengambilan sampel atau responden dilakukan secara purposive
sampling, yaitu dengan menentukan sampel atau responden yang dianggap dapat
mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengaruh atau
merasakan dampak besar terkait daya saing ekonomi daerah.
Purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan
didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan
tertentu. Teknikini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya
alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil
sampel yang besar dan jauh.
Sesuai dengan penelitian sosial menurut Roscoe (1982:253) dalam
Taniredja dan Mustafidah (2011:38) memberikan saran-saran untuk penelitian
sebagai berikut :
1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan
2. Bila sampel dibagi dalam kategori maka jumlah anggota sampel setiap
kategori minimal 30.
3. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi
atau regresi ganda misalnya). Maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali
dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitiannya ada 5
(independent + dependent) maka jumlah anggota sampel = 10 x 5 = 50
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok
eksperimen dan kelompok control, jumlah anggota sampel masing – masing
antara 10 sampai dengan 20.
Dalam penelitian ini sampel yang di ambil sebanyak 30 responden yang
terdapat di 9 kecamatan yang terdiri dari 98 kelurahan/desa di Kabupaten
Labuhanbatu. Adapun jumlah sampel berdasarkan kelompok masyarakat adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.1.
Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat
No Kelompok Masyarakat Responden
1 DPRD 3
3.7 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka jenis
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama
yang menjadi objek penelitian.Data primer dalam penelitian ini diperoleh
dari wawancara dan juga pengisian kuisioner terhadap kelompok
masyarakat yang dijadikan sampel.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait
dengan melakukan studi kepustakaan terhadap bahan-bahan publikasi secara
resmi, buku-buku, majalah-majalah serta laporan lain yang berhubungan
dengan penelitian.
Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah :
1. Kuisioner
Para penduduk yang menjadi responden atau sampel dalam penelitian
ini diberikan lembaran kuisioner. Hal ini dilakukan untuk memperoleh
informasi dari kelompok masyarakat yang menjadi sampel dalam
penelitian daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu.
2. Wawancara
Teknik wawancara dilakukan kepada kelompok masyarakat yang
menjadi sampel adalah untuk menggali informasi yang lebih mendalam
mengenai saran atau keluhan masyarakat secara langsung terhadap
faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu
3.8 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam menganalisis daya saing
ekonomi Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2015 meliputi analisis deskriptif dan
Analytical Hierarchy Proses (AHP). Untuk lebih jelasnya lagi, metode yang
digunakan antara lain sebagai berikut:
1. Analisis Deskriptif
Analisis ini memberikan gambaran tentang karakteristik tertentu dari data
yang telah dikumpulkan. Data tersebut akan dianalisis sehingga menghasilkan
gambaran mengenai persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor penentu daya
saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2015. Analisis data
disajikan dalam bentuk tabulasi, gambar (chart) dan diagram.
2. Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor dan
variabel dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi
Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2015. Proses pemberian bobot indikator
dan sub-indikator (variabel) dilakukan dengan menggunakan Analitical
Hierarchy Process (AHP) melalui kuisioner untuk kelompok masyarakat yang
sudah ditentukan sebelumnya dari berbagai latar belakang disiplin ilmu.
Dalam pembobotan suatu faktor atau variabel dapat dilakukan sesuai dengan
persepsi manusia sehingga diharapkan mampu menggambarkan kondisi yang
sebenarnya. Selain itu, AHP juga mampu memberikan prioritas alternatif dan
melacak ketidakkonsistenan dalam pertimbangan dan preferensi seorang
Metode Analytical Hierarcy Process (AHP) awalnya dikembangkan oleh
Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekitar tahun
1970.Metode ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari
berbagai alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan.Dalam kehidupan
sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari
berbagai alternatif.Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi
terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks,
pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu factor saja melainkan
multifactor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.
Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang
digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan
yang diskrit maupun kontinu.Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari
ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan
preferensi relatif.
Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan secara
efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses
pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam
bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi
nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan
mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana
yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil
Analytical Hierarchy Process(AHP) dapat menyederhanakan masalah
yang kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya,
serta menjadikan variabel dalam suatu hirarki (tingkatan).Masalah yang kompleks
dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak
(multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari
pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta
ketidakakuratan data yang tersedia.
Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks
dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan
dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau
prioritas.Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang
bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan
yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif
sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.Selain itu
AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi,
pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen
strukturnya.
Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik
yang terdiri dari :
1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan
berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A
adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting
2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan
perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan
bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam
hal berat.
3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy)
walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete
hierarchy).
4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan
preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data
kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.
Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada
langkah-langkah berikut :
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di rangking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan
kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan
atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan
pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat
kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak
konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen
vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh
dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.
6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung eigen vectordari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai
eigen vectormerupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis
pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hirarki
terendah sampai pencapaian tujuan.
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,15 maka
penilaian harus diulang kembali.
Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency)
yang ditetapkan Saaty.Rasio Konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan
indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan
adalah skala 1 sampai 9, dimana :
Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang
lainnya
Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya
Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya
Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan
Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan
rangking yang dicari dalam Analytical Hierarchy Process (AHP) ini. Dalam
beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain sebagai berikut (Saaty,
1990) :
a. Decomposition
Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut
dipecah menjadi berbagai elemen pokok, kemudian elemen-elemen tersebut
disusun secara hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses
pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang
terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan
karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu
sistem dengan suatu struktur tertentu.
Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang
dicari solusi masalahnya.Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan
tersebut.Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang
tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa
elemen homogen.Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi
elemen-elemen yang berada di bawahnya.Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat
suatu pedoman tertentu yang harus diikuti.Hirarki tersebut tergantung pada
kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus
bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.
Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan
permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut :
1) Minimum
2) Independen
Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan
pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.
3) Lengkap
Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan.
4) Operasional
Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif dan dapat dikomunikasikan.
b. Comparative Judgment
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua
elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan criteria di atasnya.
Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam
menentukan prioritas dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan
keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang
dinamakan matriks pairwise comparison.
Yang pertama dilakukan dalam menentapkan prioritas elemen-elemen
dalam suatu pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan
berpasangan, yaitu membandingkan berpasangan, yaitu membandingkan dalam
bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki.Dalam
perbandingan berpasangan ini, bentuk yang lebih disukai adalah matriks, karena
matriks merupakan alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta memberi
kerangka untuk menguji konsistensi.Rancangan matrik ini mencerminkan dua segi
Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah
n alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub
sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n × n, seperti pada tabel 4 di
bawah ini :
Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1 (kolom)
yang menyatakan hubungan :
a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C dibandingkan
dengan A1 (kolom) atau
b. Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A1 (kolom) atau
c. Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A1 (baris) dibandingkan dengan A1
(kolom).
Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari
skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 5. Apabila bobot kriteria Ai
adalah Wi dan bobot elemen Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty
mewakili perbandingan (Wi/Wj)/1. Angka-angka absolute pada skala tersebut
merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Ai
Tabel 3.3.
Skala penilaian perbandingan
Skala tingkat
kepentingan Definisi Keterangan
1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang
sama
3 Sedikit lebih penting
Pengalaman dan penilaian sedikit memihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya
5 Lebih penting
Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya
7 Sangat penting
Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya
9 Mutlak lebih penting
Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi
2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian
antara dua penilaian yang berdekatan
Kebalikan Aij = 1/Aji
Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i
Sumber: Thomas L. Saaty (1991)
Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian
berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kualitatif, yaitu melalui
ungkapan sama, lemah, amat kuat, dan absolute atau ekstrim.
Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat
yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks
perbandingan.
Jadi semua jawaban dari partisipan harus dirata-ratakan.Dalam hal ini
Saaty memberikan metode perataan dengan rata-rata geometric atau geometric
mean. Rata-rata geometric dipakai karena bilangan yang dirata-ratakan adalah
deret bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurangi gangguan yang
Teori rata-rata geometric menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan
yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai
numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai
tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil
perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. Secara sistematis dituliskan sebagai
berikut:
aij = (z1. z2. z3. …. zn)1/n
dengan :
aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria Ai dengan Aj untuk n partisipan
Zi = Nilai perbandingan antara A1 dengan Ai untuk partisipan i, dengan nilai i = 1, 2, 3, …, n
n = Jumlah partisipan
c. Synthesis of Priority
Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari Eigenvector dari
setiap matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority.Karena
matriks Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk
mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local
priority.Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki.Pengurutan
elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan
priority setting.
d. Logical Consistency
Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan
model-model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak.
Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka
ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam
banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan
persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas
eigenvalue maksimum.Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa
dihasilkan matriks perbandingan dapat diminumkan.
Rumus dari indeks konsistensi adalah:
CI = (λmaks – n) ( n – 1)
Dengan :
CI = Indeks konsistensi (λmaks = Eigenvalue maksimum
n = Orde maktrik
Dengan λ merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks.Eigenvalue
maksimum suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak
mungkin ada nilai CI negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan
besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya
maka matriks tersebut konsisten 100% atau inkonsistensi 0%. Dalam pemakaian
sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus (2.2) di
atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.
Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio
inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks
random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran
1 sampai 10 yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National
Tabel 3.4.
Pembangkit Random (RI)
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49
CR = CI/RI
CR = Rasio konsistensi RI = Indeks random
Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner
diukur.Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidak
konsistensinan respon yang diberikan responden. Sato dalam Chow and Luk
(2005) telah menyusun nilai CR (Consistency Ration) yang diizinkan adalah CR <
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Labuhanbatu 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Labuhanbatu
Kabupaten Labuhanbatu merupakan salah satu kabupaten yang berada di
Sumatera Utara dengan beribukotakan Rantauprapat.Pada mulanya luas kabupaten
Labuhanbatu adalah 9.223,18 km². Dengan dibentuknya Kabupaten Labuhanbatu
Utara dan Labuhanbatu Selatan maka luas Kabupaten Labuhanbatu menjadi
2.562,01 km²yang terdiri dari 9 kecamatan yaitu, Bilah Barat, Bilah Hilir, Bilah
Hulu, Panai Hilir, Panai Hulu, Panai Tengah, Pangkatan, Rantau Selatan dan
Rantau Utara.
Kabupaten Labuhanbatu di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten
Labuhanbatu Utara dan Selat Malaka, di sebelah Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Labuhanbatu Selatan, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten
Padang Lawas Utara dan disebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau.
4.1.2 Kondisi Demografis Kabupaten Labuhanbatu
Jumlah penduduk Kabupaten Labuhanbatu berdasarkan data dari BPS pada
tahun 2013 berjumlah 430.178 jiwa, yang terdiri dari 213.137 jiwa penduduk
perempuandan 217.581 jiwa penduduk laki-laki dengan kepadatan penduduk
sebesar 168,16 jiwa/km². Berikut data jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Dan Kepadatan penduduk Kab. Labuhanbatu Tahun 2013
Sumber: BPS Kabupaten Labuhanbatu
Jumlah penduduk tertinggi adalah Kecamatan Rantau Utara sebesar 86.125
jiwa dan Kecamatan Rantau Selatan dengan 61.492 jiwa. Kedua kecamatan ini
mempunyai jumlah penduduk lebih besar dari kecamatan lainnya, disebabkan
karena kecamatan ini berada di pusat kota/ wilayah perkotaan, dan jumlah
penduduk terendah adalah kecamatan Pangkatan sebesar 32.487 jiwa.
Kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Rantau Selatan sebesar
956,03 jiwa/km²dan kepadatan penduduk yang paling rendah adalah Kecamatan
Panai Tengahsebesar 72,40 jiwa/km².
4.1.3 Kondisi Perekonomian Kabupaten Labuhanbatu
Kondisi ekonomi daerah Kabupaten Labuhanbatu dapat dilihat dari potensi
unggulan daerah serta kondisi pertumbuhan ekonomi daerah atau PDRB.Dimana
pada tahun 2003 Labuhanbatu menjadi salah satu daerah kabupaten/kota dengan
Suatu perekonomian suatu kota/kabupaten dapat diukur dari PDRB
kota/kabupaten tersebut. Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2013 sebesar 6,13 persen. PDRB Kabupaten
Labuhanbatu Tahun 2012 atas dasar harga berlaku sebesar Rp 9.602,61 Miliar dan
atas dasar harga konstan sebesar Rp 3.659,46 Miliar. Jika dilihat menurut
lapangan usahanya maka sektor industri pengolahan memberikan kontribusi
terbesar terhadap PDRB yaitu Rp 4.771,12 Miliar rupiah, dan diikuti sektor
pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai kontributor terbesar
ketiga, sedangkan sisanya disumbangkan oleh enam sektor lainnya, dimana sektor
penyumbang terkecil adalah sektor listrik, gas dan air bersih.
Tabel 4.2
Nilai PDRB Harga Berlaku, Nilai PDRB Harga Konstan, dan Sumber Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2013
Sektor Usaha Nilai PDRB Harga Berlaku
Nilai PDRB Harga Konstan
Sumber Pertumbuhan (%)
Pertanian 2.154,.581,66 711.872,36 1,05
Pertambangan &
Penggalian 178.343,33 63.327,55 0,10
Industri Pengolahan 4.771.117,51 1.688.092,01 2,52
Listrik, Gas & Air
Bersih 39.595,13 16.180,36 0,02
Konstruksi 262.040,90 123.230,96 0,22
Perdagangan, Hotel &
Restoran 1.802.915,13 678.768,48 1,02
Pengangkutan &
Komunikasi 458.528,10 166.999,84 0,27
Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan 153.809,96 64.112,42 0,12
Jasa-jasa 1.073.929,41 366.421,59 0,68
Pertumbuhan PDRB Labuhanbatu 6,00
4.2 Profil Responden
Berdasarkan hasil tabulasi terhadap 30 responden yang dijadikan sebagai
objek penelitian bahwa responden yang berjenis laki-laki lebih banyak yaitu
sebesar 63% dan perempuan sebesar 37%. Kemudian dari segi usia yang telah di
wawancarai yang berumur 21-30 sebesar 23%, yang berumur 31-40 sebesar 27%.
Kemudian yang berumur 41-50 juga sebanyak 27%.Dan responden yang >50
sebanyak 23%.Sementara itu untuk tingkat pendidikan, responden yang tamatan
D3/S1/S2 sebesar 80%.Kemudian tingkat pendidikan SMA/ Sederajat sebesar
20%.
Tabel 4.3
Karakteristik Responden
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki-laki 19 63%
2 Perempuan 11 37%
Usia (Tahun) Jumlah Persentase (%)
1 21-30 7 23%
2 31-40 8 27%
3 41-50 8 27%
4 >50 7 23%
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 SMA/Sederajat 6 20%
2 D3/S1/S2 24 80%
Sumber : Data Primer Diolah
4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi
Daya saing ekonomi daerah merupakan representasi dari kinerja
indikator-indikator pembentuknya. Semakin baik kinerja indikator-indikator-indikator-indikator pembentuknya,
maka akan semakin tinggi daya saing ekonomi suatu daerah. Sebaliknya, apabila
daya saing ekonomi daerah tersebut juga rendah.Untuk melihat daya saing
ekonomi Kabupaten Labuhanbatu, maka terlebih dahulu ditentukan faktor-faktor
penentu daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing
faktor tersebut.
Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy
Proccess (AHP) dengan bantuan Software yaitu Expert Choice.Pembobotan ini
digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor-faktor yang menentukan daya
saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu tahun 2015.Bobot yang lebih besar dari
suatu faktor menunjukkan bahwa faktor tersebut lebih penting dibandingkan
dengan faktor lainnya dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten
Labuhanbatu.Berikut ini hasil pembobotan dari faktor-faktor penentu daya saing
ekonomi Kabupaten Labuhanbatu seperti yang dapat dilihat pada gambar di
Gambar 4.1
Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu
Berdasarkan hasil nilai bobot dari beberapa faktor-faktor penentu daya saing
Kabupaten Labuhanbatu 2015, diketahui bahwa bobot tertinggi adalah faktor
infrastruktur fisik sebesar 0,289 kemudian diikuti oleh faktor perekonomian
daerah sebesar 0,231.Lalu, disusul faktor tenaga kerja dan produktivitas sebesar
0,216.Kemudian faktor kelembagaan sebesar 0,143 dan faktor sosial politik
sebesar 0,122.
Secara persentase, bobot faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten
Gambar 4.2
Persentase Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu
Pada hasil pembobotan gambar diatas, faktor Penentu daya saing ekonomi
Kabupaten Labuhanbatu menurut responden dipengaruhi tiga faktor dengan nilai
bobot terbesar yaitu faktor infrastruktur fisik, perekonomian daerah, dan faktor
tenaga kerja dan produktivitas.
Selanjutnya akan dijelaskan faktor penetu daya saing ekonomi Kabupaten
Labuhanbatu berdasarkan pemeringkatan dan variabelnya
4.3.1 Faktor Infrastruktur Fisik
Infrastruktur fisik merupakan faktor utama yang penting bagi perkembangan
perekonomian baik secara regional maupun nasional dalam pembobotan ini
dengan pembobotan sebesar 0,289.Ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik
yang baik dan memadai sangat mempengaruhi kelancaran perekonomian di suatu
daerah. Semakin berkembang perekonomian, maka kebutuhan masyarakat akan
Dimana untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang dinamis dan stabil
tentu harus diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang efektif dan efisien.
Salah satuinfrastruktur yang strategis yang perlu ditingkatkan kualitasnya
untuk menunjang perekonomian yang berdaya saing tinggi adalah kualitas kondisi
jalan.Kualitas jalan yang baik sangat mendukung mobilitas perekonomian yang
menghubungkan antar kecamatan di Kabupaten Labuhanbatu maupun dengan
kabupaten/kota lainnya di Provinsi Sumatera Utara.Berikut penulis lampirkan data
kondisi jalan dalam tabel 4.4.
Tabel 4.4
Kondisi Jalan Kabupaten Labuhanbatu tahun 2014 No Kondisi Jalan Panjang Jalan
1 Baik 423,28 km
2 Sedang 266,64 km
3 Rusak 283,89 km
4 Rusak Berat 134,35 km
Total 1.108,17 km
Sumber : Labuhanbatu dalam angka 2015
Faktor infrastruktur fisik didukung oleh dua variabel yaitu variabel
ketersediaan infrastruktur fisik dan variabel kualitas infrastruktur.Variabel
ketersediaan infrastruktur fisikmemiliki nilai bobot sebesar 0,507atau 51%.Dan
variabel kualitas infrastruktur fisik memiliki nilai bobot sebesar 0,493 atau 49%.
Persentase bobot dari masing-masing variabel faktor infrastruktur fisik dapat
Gambar 4.3
Persentase Bobot Variabel Faktor Infrastruktur Fisik
Menurut tanggapan responden menunjukkan bahwa ketersediaan dan kualitas
infrastruktur fisik sama-sama menjadi prioritas dalam faktor infrastruktur fisik.
Berdasarkan hasil wawancara persepsi masyarakat Kabupaten Labuhanbatu dalam
variabel ketersediaan infrastruktur fisik, sebesar 3% responden menyatakan sangat
setuju dan 43% responden menyatakan setuju terhadap ketersediaan jalan di
Kabupaten Labuhanbatu yang sudah memadai. Sekitar 43% responden yang
menyatakan kurang setuju, dan 10% responden menyatakan tidak setuju jika
ketersediaan jalan di Kabupaten Labuhanbatu sudah memadai.
Sementara itu, dalam ketersedian pelabuhan laut, sebesar 30% responden
yang menyatakan setuju jika ketersediaan pelabuhan laut di Kabupaten
Labuhanbatu sudah memadai. Sekitar 23% responden menyatakan kurang setuju,
23% responden menyatakan tidak setuju dan 23% responden menyatakan sangat
tidak setuju dengan pernyataan ini . Sedangkan untuk ketersediaan pelabuhan
udara, sekitar 37% responden menyatakan setuju, 17% responden menyatakan
kurang setuju, 30% responden menyatakan tidak setuju dan 17% responden 51%
49%
menyatakan sangat tidak setuju jika ketersediaan pelabuhan udara di Kabupaten
Labuhanbatu sudah memadai. Untuk ketersediaan pelabuhan udara sendiri,
Kabupaten Labuhanbatu tidak memiliki pelabuhan udara.Oleh karena itu, semua
responden yang telah diwawancarai menyatakan kurang setuju dan
ketidaksetujuannya terhadap penyataan tersebut. Dan dalam ketersediaan saluran
telepon, sebesar 3% responden menyatakan sangat setuju dan 80% menyatakan
setuju jika ketersedian saluran telepon di Kabupaten Labuhanbatu sudah
memadai. Hanya sekitar 17% responden yang menyatakan kurang setuju terhadap
ketersediaan saluran telepon di Labuhanbatu.
Dalam variabel kualitas infrastruktur fisik, sebesar 3% menyatakan sangat
setuju jika kualitas jalan di Kabupaten Labuhanbatu sudah baik dengan data di
Bps Labuhanbatu tahun 2014 bahwa 423,28 km panjang jalan di Labuhanbatu
memiliki kondisi baik. Sekitar 47% responden menyatakan setuju jika kualitas
jalan di Labuhanbatu sudah baik dengan data BPS Labuhanbatu tahun 2014
bahwa 266,64 km panjang jalan di Labuhanbatu memiliki kondisi sedang, 37%
menyatakan tidak setujujika kualitas jalan di Kabupaten Labuhanbatu sudah baik
dengan data di Bps Labuhanbatu tahun 2014 bahwa 283,89 km panjang jalan di
Labuhanbatu memiliki kondisi rusak dan 13% menyatakan sangat tidak setuju jika
kualitas jalan di Kabupaten Labuhanbatu sudah baik dengan data BPS
Labuhanbatu tahun 2014 bahwa 134,5 km panjang jalan di Labuhanbatu memiliki
kondisi rusak berat.
Kemudian untuk akses dan kualitas pelabuhan laut di Kabupaten
pelabuhan laut di daerah ini sudah baik.Sekitar 27% responden menyatakan
kurang setuju, 23% responden menyatakan tidak setuju jika akses dan kualitas
pelabuhan laut di Kabupaten Labuhanbatu sudah baik. Sedangkan untuk akses dan
kualitas pelabuhan udara, sekitar 40% responden yang menyatakan setuju, 17%
responden menyatakan kurang setuju, 27% responden menyatakan tidak setuju
dan 17% responden menyatakan sangat tidak setuju jika akses dan kualitas
pelabuhan laut di Kabupaten Labuhanbatu sudah baik. Dan untuk kualitas saluran
dan sambungan telepon di Kabupaten Labuhanbatu, 7% responden menyatakan
sangat setuju dan 63% responden menyatakan setuju jika kualitas saluran dan
sambungan telepon di daerah ini sudah baik dan sebesar 30% responden yang
menyatakan kurang setuju dengan pernyataan ini.
4. 3. 2 Faktor Perekonomian Daerah
Perekonomian daerah sebagai faktor ekonomi yang utama dalam
meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Labuhanbatu.Walaupun dalam
pembobotan ini merupakan prioritas kedua setelah infrastruktur fisik dengan nilai
bobot sebesar 0,289. Hal ini memang tidak terlepas dari peran perekonomian
daerah yang mutlak harus didukung adanya infrastruktur yang mendukung.
Namun demikian, kondisi perekonomian daerah berpengaruh secara langsung
terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah. Dimana, kondisi
perekonomian daerah yang baik akan mewujudkan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Begitupun sebaliknya, jika
pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut juga akan terhambat yang berimbas pada
perekonomian secara regional maupun nasional.
Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan
sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa, struktur yang
terbentuk dari nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing sektor
menggambarkan ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi
di masing-masing sektor.
Secara umum ada tiga sektor yang cukup dominan dalam pembentukan total
PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Labuhanbatu tahun 2013 yaitu sektor
industri pengolahan 43,79%, pertanian 19,78, sektor perdagangan 16,55%, dan
sektor jasa-jasa sebesar 9,86%, sedangkan sektor-sektor yang lain memberikan
kontribusi dibawah 5% adalah sektor pengangkutan dan komunikasi 4,21%,
sektor bangunan2,41%, sektor pertambangan 1,64%, sektor keuangan 1,41%, dan
sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,36%.
Secara keseluruhan struktur perekonomian daerah Kabupaten Labuhanbatu
Tabel 4.5
Nilai PDRB Kabupaten Labuhanbatu tahun 2009-2013 Atas Dasar Harga Berlaku
Sektor Usaha Tahun 2009
Pertanian 1.293,81 1.469,44 1.633,17 1.873,23 2.154,58
Pertambangan & Penggalian 114,03 131,32 146,92 159,98 178,34
Industri 2.963,10 3.362,13 3.789,89 4.208,61 4.771,11
Listrik, Gas & Air Bersih 29,99 32,76 35,171 36,72 39,59
Bangunan 172,70 191,17 211,66 232,40 262,04
Perdagangan, Hotel &
Restoran 1.142,09 1.313,49 1.464,00 1.620,56 1.802,91
Pengangkutan & Komunikasi 295,97 337,20 373,46 413,03 458,52
Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan 92,29 104,42 116,98 134,18 153,80
Jasa-jasa 554,76 668,62 779,04 923,86 1.073,92
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhanbatu
Tabel 4.6
Struktur PDRB Kabupaten Labuhanbatu Menurut Lapangan Usaha/ Sektor Tahun 2011– 2013
No Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (%) 2011 2012 2013
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 17,12 16,88 16,55
7 Pengangkutan & Komunikasi 4,37 4,30 4,21
8 Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan 1,37 1,40 1,41
9 Jasa-jasa 9,11 9,62 9,86
PDRB 100,00 100,00 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhanbatu
Faktor perekonomian daerah didukung oleh 2 variabel yaitu variabel potensi
ekonomi dan variabel struktur ekonomi yang memberikan kontribusi penting
dalam mendukung daya saing ekonomi suatu daerah. Variabel potensi ekonomi
pendukung perekonomian daerah. Sedangkan variabel stuktur ekonomi memiliki
bobot sebesar 0,406 atau 41%. Persentase dari masing-masing variabel indikator
perekonomian daerah dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.4
Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah
Berdasarkan persepsi masyarakat Labuhanbatu dapat dilihat bahwa variabel
potensi ekonomi dianggap lebih penting dan menjadi prioritas dalam faktor
perekonomian daerah dalam menentukan tingkat daya saing ekonomi di
Kabupaten Labuhanbatu. Berdasarkan hasil wawancara persepsi masyarakat
Kabupaten Labuhanbatu bahwa sebanyak 60% responden menyatakan setuju
terhadap peningkatan daya beli masyarakat yang cenderung semakin meningkat,
bahkan 3% menyatakan sangat setuju. Hanya sekitar 33% masyarakat yang
menyatakan kurang setuju dan 3% menyatakan tidak setuju.Kemudian untuk
perkembangan kondisi ekonomi yang semakin membaik, 57% responden
menyatakan setuju, 33% responden menyatakan kurang setuju, 7% responden
menyatakan tidak setuju dan 3% responden menyatakan sangat tidak setuju bahwa
perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. Pada kondisi harga-harga Potensi
Ekonomi 59% Struktur
barang dan jasa relative stabil dan terjangkau, 50% responden menyatakan kurang
setuju, 3% tidak setuju, 10% sangat tidak setuju dan 37% responden menyatakan
setuju. Selanjutnya untuk tingkat kesejahteraan masyarakat yang cenderung
semakin membaik, 27% responden kurang setuju, 63% responden setuju bahwa
tingkat kesejahteraan masyarakat cenderung semakin membaik, 7% tidak setuju
dan 3% responden tidak setuju.
Kemudian pada variabel struktur ekonomi, 67% responden menyatakan
setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin meningkat.3%
menyatakan sangat setuju.27% responden menyatakan kurang setuju nilai tambah
atau kontribusi sektor primer semakin meningkat.Dan 7% tidak setuju bahwa nilai
tambah kontribusi sektor primer semakin meningkat.Selanjutnya, 53% responden
menyatakan setuju nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder semakin
meningkat.43% menyatakan kurang setuju, dan 3% menyatakan tidak setuju
bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder semakin meningkat.Kemudian
47% menyatakan setuju nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin
meningkat.47% menyatakan kurang setuju, dan 7% menyatakan tidak setuju nilai
tambah atau kontribusi sektor tersier semakin meningkat.
Berdasarkan hasil analisis dan wawancara persepsi para responden, variabel
struktur ekonomi dapat dikatakan semakin membaik, dan nilai tambah atau
kontribusi sektor primer, sekunder, dan tersier cenderung semakin
meningkat.Namun potensi ekonomi diharapkan dapat menjadi lebih baik lagi
4. 3. 3 Faktor Tenaga kerja dan Produktivitas
Tenaga kerja merupakan salah satu indikator yang penting dalam
memberikan kontribusi terhadap peningkatan daya saing ekonomi di suatu
daerah.Meskipun faktor tenaga kerja dan produktivitas merupakan prioritas ketiga
setelah infrastruktur fisik dan perekonomian daerah dengan memiliki bobot
penilaian sebesar 0,216.Tenaga kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan
meningkatkan daya saing ekonomi suatu daerah.
Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun
yang sudah yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja
dan pengangguran. Di Kabupaten Labuhanbatu penduduk kelompok umur 30-34
tahun merupakan angkatan kerja dengan populasi tertinggi.Sedangkan penduduk
kelompok umur 55-59 tahun merupakan angkatan kerja dengan populasi yang
terendah. Kemudian sebagian besar penduduk usia angkatan kerja di Kabupaten
Labuhanbatu bekerja di sektor pertanian. Sementara pertambangan dan penggalian
menjadi sektor penyumbang angkatan kerja yang paling rendah. Tabel 4.7
dibawah ini menjelaskan secara detail angkatan kerja berdasarkan kelompok umur
dan tabel 4.8 menunjukkan persentase penduduk 15 tahun keatas menurut
Tabel 4.7
Jumlah Angkatan Kerja di Kabupaten Labuhanbatu tahun 2013
No Kelompok Umur Laki –Laki Perempuan Jumlah
1 15 – 19 14.416 1.818 16.234
Sumber : Bps Kabupaten Labuhanbatu
Tabel 4.8
Persentase Penduduk 15 Tahun Keatas Menurut Lapangan Pekerjaan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2014
No Lapangan Usaha Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Pertanian 64.57 23.064 87.221
2 Pertambangan & Penggalian 680 - 680
3 Industri Pengolahan 5.542 1.743 7.285
4 Listrik, Gas & Air Bersih 680 387 1.067
5 Bangunan 3.656 - 3.656
6 Perdagangan,Hotel & Restoran 14.749 19.661 34.410
7 Angkutan & Komunikasi 10.650 266 10.916
8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 1.954 - 1.954
9 Jasa - jasa 14.654 13.664 28.318
Jumlah 116.722 58.785 175.507
Sumber : Labuhanbatu Dalam angka 2014
Faktor tenaga kerja dan produktivitas didukung oleh 3 variabel, yaitu variabel
biaya tenaga kerja, variabel ketersediaan tenaga kerja dan variabel produktivitas
tenaga kerja. Variabel biaya tenaga kerja memiliki bobot terendah sebesar 0,294
atau 30%, Variabel ketersediaan tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,349 atau
34% dan variabel produktivitas tenaga kerja memiliki bobot tertinggi sebesar
0,357 atau 36% dari keseluruhan bobot faktor pendukung tenaga kerja dan
produktivitas. Persentase bobot dari masing-masing variabel dapat dilihat pada
Gambar 4.5
Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas
Menurut tanggapan responden, variabel produktivitas tenaga kerja dan
ketersediaan tenaga kerja dianggap sangat penting dalam memberikan kontribusi
pada faktor tenaga kerja dan produktivitas untuk menentukan tingkat daya saing
ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu.
Table 4.9
Data UMP Provinsi Sumatera Utara dan UMK Labuhanbatu tahun 2012-2016
Tahun UMP Sumatera Utara UMK Labuhanbatu
2012 1.035.500,00 -
2013 1.200.000,00 -
2014 1.375.000,00 1.827.000,00
2015 1.625.000,00 1.870.000,00
2016 1.811.875,00 -
Sumber :Disnakertrans Labuhanbatu
Tabel 4.10
PDRB Harga Berlaku, Jumlah Tenaga Kerja, dan Produktivitas Tenaga Kerja pada tahun 2011-2014
Tahun PDRB Tenaga Kerja Produktivitas Tenaga Kerja
2011 16.378.786 201.273 8.137.971
2012 18.004.423 165.376 10.886.962
2013 20.070.836 190.589 10.530.951
2014 22.130.048 190.189 11.635.819
Sumber :Labuhanbatu dalam angka 2015
Dari tabel di atas menunjukan setiap tahunnya pada tahun 2011 hingga tahun
2014 produktivitas tenaga kerja Labuhanbatu terus meningkat, ini dikarenakan
adanya peningkatakan PDRB harga berlaku dan jumlah tenaga kerja di
Labuhanbatu.
Dari hasil wawancara persepsi masyarakat Kabupaten Labuhanbatu dalam
variabel biaya tenaga kerja, 37% responden menyatakan setuju terhadap besarnya
upah tenaga kerja di Kabupaten Labuhanbatu sudah sesuai dengan ketentuan
UMK. Sekitar 50% responden menyatakan kurang setuju, 10% responden
menyatakan tidak setuju dan 3% responden menyatakan sangat tidak setuju jika
besarnya upah tenaga kerja di Kabupaten Labuhanbatu sudah sesuai dengan
ketentuan UMK. Sedangkan untuk melihat besarnya upah tenaga kerja apakah
sudah sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat di daerah ini, 27% responden
menyatakan setuju bahwa besarnya upah tenaga kerja di Kabupaten Labuhanbatu
sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat. Sekitar 60% responden menyatakan
kurang setuju, 3% responden menyatakan tidak setuju dan 10% menyatakan
sangat tidak setuju jika besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup
masyarakat di Kabupaten Labuhanbatu.
Dalam variabel ketersediaan tenaga kerja, sebesar 30% responden
menyatakan setuju jika jumlah angkatan kerja di Kabupaten Labuhanbatu sudah
sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Sekitar 50% responden menyatakan
kurang setuju, 10% responden menyatakan tidak setuju dan 10% menyatakan
sangat tidak setuju jika jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar
angkatan kerja apakah sudah sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, 23%
responden menyatakan setuju dengan pernyataan ini. Sekitar 60% responden yang
menyatakan kurang setuju, 13% responden menyatakan tidak setuju dan 3%
menyatakan sangat tidak setuju jika tingkat pendidikan angkatan kerja di
Kabupaten Labuhanbatu sudah sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Dalam variabel produktivitas tenaga kerja, untuk melihat tingkat
produktivitas tenaga kerja yang ada di Kabupaten Labuhanbatu, sebesar 50%
responden menyatakan setuju dan 50% menyatakan kurang setuju jika tingkat
produktivitas tenaga kerja yang ada di Kabupaten Labuhanbatu relatif tinggi. Dan
untuk melihat apakah tingkat produktivitas tenaga kerja di Kabupaten
Labuhanbatu sudah sesuai dengan besarnya upah yang ada, sebesar 37%
responden menyatakan setuju dengan pernyataan ini. Sekitar 43% responden
menyatakan kurang setuju, dan 20% menyatakan tidak setuju jika tingkat
produktivitas tenaga kerja di Kabupaten Labuhanbatu sudah sesuai dengan
besarnya upah yang ada.
4. 3. 4 Faktor Kelembagaan
Faktor kelembagaan menjadi indikator yang penting untung mengukur
seberapa jauh iklim sosial politik, peraturan daerah, sistem keuangan daerah dan
aspek keamanan dalam menggerakkan dan mendorong aktivitas perekonomian
agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.Pada tahun 2013,
kabupaten Labuhanbatu secara wilayah administrasi terdiri dari 9
kecamatan.Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) daerah di Labuhanbatu 2013
sebanyak 1.308 orang, golongan III sebanyak 3.257 orang, sedangkan untuk
golongan IV ada sebanyak 1.544 orang dan masih terdapat 103 orang golongan I.
Tabel 4.9 dibawah ini menjelaskan secara detail jumlah PNS dan golongannya di
Labuhanbatu.
Tabel 4.11
Jumlah Pegawai Negeri Sipil Menurut Dinas/Instansi Pemerintahan dan Golongan di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2013
No Unit Kerja Golongan Jumlah
Tabel 4.12
Laporan Realisasi APBD Tahun 2013 (Jutaan Rupiah)
No Realisasi Anggaran Tahun (Rp.) 2013
1 Pendapatan 759,607
1.1 Pendapatan Asli Daerah 66,557
1.1.1 Pendapatan Pajak daerah 21,370
1.1.2 Pendapatan Retribusi Daerah 26,685
1.1.3 Pendapatan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
12,000
1.1.4 Lain -lain pendapatan daerah yang sah 6,502
1.2 Dana Perimbangan 625,051
1.2.1 Dana Bagi Hasil 54,855
1.2.2 Dana Alokasi Umum 520,458
1.2.3 Dana Alokasi Khusus 49,738
1.3 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 68,000
1.3.1 Pendapatan Hibah 1.3.2 Dana Darurat
1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi Lainnya 68,000
1.3.4 Bantuan Keuangan dari Provinsi Lainnya 1.3.5 Lain – lain
2 Belanja 797,936
2.1 Belanja Tidak Langsung 411,188
2.1.1 Belanja Pegawai 383,302
2.1.2 Belanja Bunga 77
2.1.3 Belanja Subsidi
2.1.4 Belanja Hibah 11,130
2.1.5 Belanja Bantuan Sosial 5,138
2.1.6 Belanja Bagi Hasil kpd Prov/Kab/Kota 1,500
2.1.7 Belanja Bantuan Keuangan kpd Prov/Kab 8,591
2.1.8 Belanja Tidak Terduga 1,450
2.2 Belanja Langsung 386,748
2.2.1 Belanja Pegawai 49,330
2.2.2 Belanja Barang dan Jasa 139,891
2.2.3 Belanja Modal 197,527
3 Pembiayaan Netto 38,328
3.1 Penerimaan Pembiayaan 40,118
3.1.1 SILPA TA Sebelumnya 40,118
3.1.2 Pencairan Dana Anggaran
3.1.3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 3.1.4 Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah 3.1.5 Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman
3.2 Pengeluaran Pembiayaan 1,790
3.2.1 Pembentukan Dana Cadangan
3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi) Daerah 500
3.2.3 Pembiayaan Pokok Utang 90
3.2.4 Pemberian Pinjaman Daerah 1,200
Faktor kelembagaan didukung oleh empat variabel, yaitu variabel kepastian
hukum, variabel pembiayaan pembangunan (keuangan daerah), variabel aparatur,
dan variabel peraturan daerah.Seluruh variabel-variabel dalam faktor
kelembagaan berada dibawah kendali pemerintah daerah.Variabel kepastian
hukum memiliki bobot terbesar sebesar 0,323% atau 32%, Variabel pembiayaan
pembangunan atau keuangan daerah memiliki bobot sebesar 0,218 atau 22%,
variabel aparatur memiliki bobot sebesar 0,216 atau 22% dan variabel peraturan
daerah memiliki bobot sebesar 0,243 atau 24%. Persentase dari masing-masing
variabel faktor kelembagaan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.6
Persentase Bobot Variabel faktor Kelembagaan
Berdasakan hasil wawancara dengan responden, sebanyak 53% responden
setuju dengan konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan
baik, 3% menyatakan sangat setuju, tetapi sebanyak 30% responden menyatakan
kurang setuju terhadap pernyataan tersebut. Mengenai penegakan hukum dalam 32%
22% 22%
24%
kaitannya dengan dunia usaha, sebanyak 43% responden menyatakan setuju,
bahkan 7% sangat setuju. 37% responden menyatakan kurang setuju dan 13%
tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. Kemudian mengenai pungli diluar
birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang, sebanyak 37% menyatakan
setuju, 30% menyatakan kurang setuju, 7% tidak setuju dan 27% sangat tidak
setuju dengan pernyataan tersebut. Indikasi ini menyatakan bahwa sebagian besar
responden merasa bahwa berjalannya proses penegakan hukum yang berkaitan
dengan dunia usaha masih belum konsisten untuk ditegakkan sebagimana
mestinya.
Dalam variabel keuangan daerah, sebesar 50% responden mengatakan setuju
dan 3% mengatakan setuju bahwa jumlah APBD yang ada sekarang di Kabupaten
Labuhanbatu telah sesuai dengan kebutuhan. Sekitar 17% responden mengatakan
kurang setuju, 23% mengatakan tidak setuju dan 7% responden mengatakan
sangat tidak setuju bahwa jumlah APBD yang ada sekarang telah sesuai dengan
kebutuhan di Kabupaten Labuhanbatu. Selanjutnya untuk melihat apakah realisasi
APBD di Kabupaten Labuhanbatutelah sesuai dengan rencana program dan
anggaran, sebesar 3% responden mengatakan sangat setuju dan 43% responden
mengatakan setuju dengan pernyataan tersebut. Sekitar 60% responden
mengatakan kurang setuju, 17% mengatakan tidak setuju dan 7% responden
mengatakan sangat tidak setuju jika realisasi APBD sesuai dengan rencana
program dan anggaran di Kabupaten Labuhanbatu. Dan untuk melihat tingkat
penyimpangan dalam penggunaan APBD apakah relatif rendah, sebesar 3%
dengan hal ini. Sekitar 37% responden mengatakan kurang setuju, 17% responden
mengatakan tidak setuju dan 17% responden mengatakan sangat tidak setuju
dengan pernyataan ini.
Dalam variabel aparatur dan pelayanan, untuk melihat apakah birokrasi
pelayanan di Kabupaten Labuhanbatu terhadap dunia usaha sudah semakin baik,
sebesar 3% responden mengatakan sangat setuju dan 53% responden mengatakan
setuju dengan hal ini. Dan Sekitar 40% responden mengatakan kurang setuju, dan
3% responden mengatakan sangat tidak setuju jika birokrasi pelayanan di
Kabupaten Labuhanbatu terhadap dunia usaha semakin baik. Selanjutnya untuk
melihat apakah penyalahgunaan wewenang oleh aparatur di Kabupaten
Labuhanbatu sudah semakin berkurang, sebesar 17% mengatakan setuju dengan
pernyataan tersebut.Sekitar 53% responden mengatakan kurang setuju, 20%
responden mengatakan tidak setuju dan 10% responden mengatakan sangat tidak
setuju terhadap penyalahgunaan wewenang oleh aparatur sudah semakin
berkurang di Kabupaten Labuhanbatu. Kemudian untuk melihat struktur pungutan
oleh pemerintah daerah Kabupaten Labuhanbatu terhadap dunia usaha apakah
sudah sesuai, sebesar 3% responden sangat setuju dan 30% responden mengatakan
setuju dengan hal ini. Sekitar 50% responden mengatakan kurang setuju, 10%
responden mengatakan tidak setuju dan 7% responden mengatakan sangat tidak
setuju jika struktur pungutan oleh pemerintah daerah terhadap dunia usaha di
Kabupaten Labuhanbatu sudah sesuai.
Dalam variabel peraturan daerah, untuk melihat apakah peraturan produk hukum