• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

OLEH

TENGKU SITI FATIMAH 110501059

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRACT

The purposive of the reasearch is for analysing some elements which influence and be determinant of economic competitiveness in Serdang Bedagai in 2014. Thisresearch is using Analytical Hierarchy Process Method (AHP). This will be using purposive sampling method, this research uses primary data which it will be using quetioneres and interview over 30 respondens, it consists it students, teachers,publics,birocration,nonbanking, and businessman.

The result of the research is the element which the most influential factor determining economic competitiveness in Serdang Bedagai is Infrastructur of physical which it has value of weigth 0,225, and then regional economic (0,244), labor and productivity (0,208), institutional (0,164), and in the last position is social politic (0,128)

(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Penelitian ini menggunakan data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan daya saing ekonomi di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu faktor infrastruktur fisik yang memiliki nilai bobot sebesar 0,255.Kemudian diikuti oleh faktor perekonomian daerah (0,244), faktor tenaga kerja dan produktifitas (0,208), faktor kelembagaan (0,164), dan pada posisi terakhir adalah faktor sosial politik (0,128).

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas kasih dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi berjudul

Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai”.

Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di

Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Sumatera Utara dan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.Tentunya dalam

penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka penulis dengan

terbuka mengharapkan masukan dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih

kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini

dan penyelesaian studi penulis, terutama kepada :

1. Kedua orangtua tercinta Tengku Iskandar Zulkarnain, S.HdanYulisma atas

cinta, kasih, sayang, doa dan seluruh dukungan baik moril maupun materil

yang telah diberikan kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr Azhar Maksum, S.E., M.Ec.,Ac, Ak, CA. selaku Dekan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec.selaku Ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan dan Drs. Syahrir Hakim, M.Si sebagai Sekretaris Departemen

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

(5)

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1

Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

Utara.

5. Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1

Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

Utara dan sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan dari awal sehingga terselesaikannya

skripsi ini.

6. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si. selaku dosen penguji yang telah meluangkan

waktunya dan memberikan saran dan kritik dalam skripsi ini.

7. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution,S.E., M.Si.selaku dosen penguji saya yang

telah banyak memberikan dukungan dan masukan berupa saran dan kritik.

8. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sumatera Utara, terutama Departemen Ekonomi Pembangunan.

9. Kepada keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan moril dan

juga materil.

10. Kepada seluruh teman-teman Ekonomi pembangunan 2011 dan kepada

seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian skripsi ini dapat

bermanfaat bagi banyak pihak, termasuk bagi penulis sendiri.

(6)

DAFTAR ISI

2.2.4 Infrastruktur dan Sumber Daya Alam ... 12

2.2.5 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ... 12

2.2.6 Sumber Daya Manusia ... 13

2.2.7 Kelembagaan ... 13

2.2.8 Governance dan Kebijakan Pemerintah ... 14

(7)

3.6 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 22

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai ... 37

4.1.1 Kondisi Geografis dan Topografis ... 37

4.1.2 Kondisi Demografis ... 38

4.1.3 Kondisi Ekonomi ... 38

4.2 Profil Responden ... 40

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Daya Saing Ekonomi ... 41

4.3.1 Faktor Infrastruktur ... 43

4.3.2 Faktor Perekonomian Daerah ... 45

4.3.3 Faktor Tenaga Kerja dan Produktifitas ... 47

(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 PDRB per kapita dan PDRB lapangan usaha

Kabupaten Serdang Bedagai ... 3

3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat ... 20

3.2 Matriks Perbandingan Berpasangan ... 31

3.3 Skala Penilaian Perbandingan ... 33

3.4 Pembangkit Random (RI) ... 36

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Indikator Penentu Daya Saing di Kabupaten Serdang Bedagai ... 17 4.1 Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi

Kabupaten Serdang Bedagai ... 42 4.2 Persentase Bobot Variabel Faktor Infrastruktur

Fisik...44 4.3 Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian

Daerah ...45 4.4 Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja dan

(10)

DAFTAR LAMPIRAN No.

Lampiran Judul Halaman

(11)

ABSTRACT

The purposive of the reasearch is for analysing some elements which influence and be determinant of economic competitiveness in Serdang Bedagai in 2014. Thisresearch is using Analytical Hierarchy Process Method (AHP). This will be using purposive sampling method, this research uses primary data which it will be using quetioneres and interview over 30 respondens, it consists it students, teachers,publics,birocration,nonbanking, and businessman.

The result of the research is the element which the most influential factor determining economic competitiveness in Serdang Bedagai is Infrastructur of physical which it has value of weigth 0,225, and then regional economic (0,244), labor and productivity (0,208), institutional (0,164), and in the last position is social politic (0,128)

(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Penelitian ini menggunakan data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan daya saing ekonomi di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu faktor infrastruktur fisik yang memiliki nilai bobot sebesar 0,255.Kemudian diikuti oleh faktor perekonomian daerah (0,244), faktor tenaga kerja dan produktifitas (0,208), faktor kelembagaan (0,164), dan pada posisi terakhir adalah faktor sosial politik (0,128).

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sebagaimana tertuang dalam UU

nomor 22 dan 25 tahun 1999 telah mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari

2001. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi ini menandai dimulainya

babak baru di dalam pembangunan daerah. Terlepas dari perdebatan mengenai

ketidaksiapan pemerintah di berbagai bidang untuk melaksanakan kedua UU

tersebut, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal diyakini merupakan jalan

terbaik dalam rangka mendorong pembangunan daerah, menggantikan konsep

pembangunan terpusat yang oleh beberapa pihak dianggap sebagai penyebab

lambannya pembangunan di daerah dan semakin membesarnya ketimpangan

antardaerah. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yang berarti adanya

keleluasaan bagi daerah untuk mengembangkan potensi penerimaan daerah pada

satu sisi, dan keleluasaan untuk menyusun daftar prioritas pembangunan di sisi

lainnya akan dapat mendorong percepatan pembangunan daerah.

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang semakin dinamis di

daerah maka diperlukan upaya pembinaan, pengembangan dan inovasi secara

lebih terarah dan terpadu sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk

meningkatkan kemajuan pembangunan daerah. Proses menuju kemandirian suatu

daerah dalam era globalisasi saat ini tidaklah terlepas dari, perlu adanya daya

(14)

seperti ini mungkin menjadi salah satu penyebab mengapa daya saing lebih sering

di terjemahkan sebagai persaingan atau rivalitas yang berkonotasi negatif.

Konsekuensi lebih lanjut adalah kecenderungan pengambilan kebijakan yang over

protective dan keengganan untuk bekerja sama. Selain dari pada itu daya saing

juga lebih banyak diartikan sebagai suatu potensi yang bersifat tunggal, sehingga

dengan demikian tidak ada upaya pemahaman bagimana kompleksitas

faktor-faktor yang membentuk daya saing.Daya saing tidaklah hanya berorientasi pada

indikator ekonomi saja, tetapi lebih jauh lagi yaitu daya saing tersebut diartikan

sebagai kemampuan daerah untuk menghadapi tantangan dan persaingan global

untuk peningkatan kesejahteraan hidup rakyat yang nyata dan berkelanjutan serta

secara politis, sosial dan budaya dapat diterima oleh seluruh masyarakat.

Menurut World Economic Forum (WEF) 2014-2015 tingkat daya saing

Indonesia telah menempati peringkat ke-34 dari 144 negara atau naik 4 tingkat

dari sebelumnya 38 (2013-2014) dan peringkat ke-50 (2013-2012). Menurut

WEF, kenaikan ranking indeks daya saing Indonesia pada periode ini dikarenakan

perbaikan di beberapa kriteria seperti infrastruktur, konektifitas, kualitas tata

kelola sektor swasta dan publik efisiensi pemerintah, dan pemberantasan korupsi.

WEF sendiri mengelompokkan Indonesia sebagai lima besar ekonomi ASEAN

bersama Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam yang terus memperbaiki

peringkat daya saing mereka sejak tahun 2009.

Tingginya tingkat persaingan antarnegara ini tidak hanya akan berdampak

pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan, tetapi juga akan berdampak

(15)

daerah dan desentralisasi fiskal. Tantangan ini selanjutnya harus diartikan sebagai

tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya saing

masing-masing daerah. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal akan berimplikasi pada

kemampuan daerah dalam meningkatkan daya saing daerahnya masing-masing

sebagai penentu keberhasilan pembangunan di daerah tersebut.

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan pemekaran dari kabupaten Deli

Serdang sesuai dengan UU nomor 36 tahun 2003.Kabupaten Serdang Bedagai

memiliki daerah seluas 1.900,22 km², yang terdiri dari 17 kecamatan dan 237

desa.Jumlah penduduknya mencapai 594.383 juta jiwa.

Tabel 1.1

PDRB per kapita dan PDRB lapangan usaha Kab. Serdang Bedagai

Tahun PDRB

2011 18.177,76 10.905,56

2012 20.385,14 12.313,15

Sumber : Badan Pusat Statistik

Dalam tabel diatas dapat dilihat bahwa PDRB Kabupaten Serdang Bedagai

dari tahun 2009-2012 mengalami kenaikan yang cukup baik.Sektor pertanian

merupakan kontributor utama yang paling memberikan peran dalam peningkatan

PDRB di Kabupaten Serdang Bedagai.Selanjutnya, diikuti oleh sektor

perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor bangunan.Pada tahun 2011 Kabupaten

Serdang Bedagai mendapat peringkat 5 derah pemekaran terbaik di Indonesia

(16)

1999 sampai tahun 2009. Kriteria penilainnya meliputi kesejahteraan masyarakat,

good governance, pelayanan publik dan daya saing daerah.

Dari hasil penelitian PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE-UNPAD (2008)

dalam neraca daya saing daerah, kabupaten Serdang Bedagai berada di peringkat

ke-200 secara keseluruhan dalam daya saing daerah dari 434 neraca daya saing

daerah. Berdasarkan input perekonomian daerah, kabupaten Serdang Bedagai

berada di peringkat 232. Peringkat ini masih di bawah kabupaten dan kota lainnya

di Sumatera Utara seperti kota Pematang Siantar yang berada di peringkat 117,

kota Sibolga di peringkat 131, dan kota Binjai di peringkat 141. Berdasarkan input

SDM dan ketenagakerjaan, kabupaten Serdang Bedagai berada di peringkat 160.

Berdasarkan input infrastruktur, SDA, dan lingkungan, berada di peringkat 161

dan berdasarkan output tingkat kesempatan kerja, kabupaten Serdang Bedagai

berada di peringkat 163.

Hal ini disebabkan oleh Infrastruktur jalan yang kurang memadai, sektor

pariwisata yang tidak terawat, tingkat pendidikan yang masih belum memenuhi

kebutuhan pasar tenaga kerja serta ketidakstabilan politik yang menyebabkan

investor ragu untuk berinvestasi di Kabupaten Serdang Bedagai.Maka, inilah yang

menjadi tugas para pemerintah daerah untuk menyelesaikan masalah yang

menghambat peningkatan daya saing di Kabupaten Serdang Bedagai. Supaya

tingkat daya saing ekonomi daerah di Kabupaten Serdang Bedagai mampu

menyaingi daerah lainnya, seperti Kota Sibolga, Kota Binjai, dan Kota Pematang

Siantar yang saat ini peringkatnya jauh diatas Kabupaten Serdang Bedagai.

(17)

Setiapa karya ilmiah pasti memiliki permasalahan yang akan di tinjau,

pembahasannya akan di mulai dan berlanjut pada penarikan kesimpulan maupun

pemberian saran-saran. Demikian juga halnya dengan penulisan skripsi ini, sesuai

latar belakang diatas, telah di tentukan permasalahan – permasalahan yang akan di

bahas pada skripsi ini yaitu sebagai berikut :

Faktor apa yang paling memiliki pengaruh dalam menentukan tingkat daya saing

ekonomi di Kabupaten Serdang Bedagai ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktorapa yang paling memiliki pengaruh dalam menentukan

tingkat daya saing ekonomi di Kabupaten Serdang Bedagai.

1.3.2 Manfaat Penelitian

a. Sebagai tambahan pengetahuan untuk penulis agar lebih mengetahui

tentang daya saing.

b. Sebagai bahan referensi untuk para peneliti lainnya yang akan membahas

tentang daya saing ekonomi suatu daerah.

c. Sebagai salah satu pedoman bagi pemerintah untuk menentukan dan

(18)

Setiapa karya ilmiah pasti memiliki permasalahan yang akan di tinjau,

pembahasannya akan di mulai dan berlanjut pada penarikan kesimpulan maupun

pemberian saran-saran. Demikian juga halnya dengan penulisan skripsi ini, sesuai

latar belakang diatas, telah di tentukan permasalahan – permasalahan yang akan di

bahas pada skripsi ini yaitu sebagai berikut :

Faktor apa yang paling memiliki pengaruh dalam menentukan tingkat daya saing

ekonomi di Kabupaten Serdang Bedagai ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktorapa yang paling memiliki pengaruh dalam menentukan

tingkat daya saing ekonomi di Kabupaten Serdang Bedagai.

1.3.2 Manfaat Penelitian

a. Sebagai tambahan pengetahuan untuk penulis agar lebih mengetahui

tentang daya saing.

b. Sebagai bahan referensi untuk para peneliti lainnya yang akan membahas

tentang daya saing ekonomi suatu daerah.

c. Sebagai salah satu pedoman bagi pemerintah untuk menentukan dan

memutuskan kebijakan yang tepat untuk Kabupaten Serdang Bedagai.

(19)

2.1 Konsep Daya Saing Daerah

Daya saing merupakan kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa

yang memenuhi pengujian internasional dan saat kemampuan daerah

menghasilkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap

terbuka terhadap persaingan eksternal (European Commission, 1999).Daya saing

daerah kini merupakan salah satu isu sentral, terutama dalam rangka

mengamankan stabilitas ketenagakerjaan, dan memanfaatkan integrasi eksternal

(kecendrungan global), serta keberlanjutan pertumbuhan kesejahteraan dan

kemakmuran.(Camagni, 2002).Sementara itu Center for Urban and Regional

Studies (CURDS) mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor

bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang

tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.Selanjutnya,

daya saing daerah merupakan kemampuan ekonomi dan masyarakat lokal untuk

memberikan peningkatan standart hidup bagi warga (Malecki, 1999).

Sedangkan definisi daya saing nasional menurut para ahli lainnya yaitu,

menurut Institute Of Management Development (IMD) suatu lemabaga yang

menerbitkan “World Competitiveness Yearbook” secara rutin mendefinisikan

daya saing nasional sebagai kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai

tambah dalam rangka menambah kekayan nasional dengan cara mengelola aset

dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality, dan proximity serta dengan

(20)

kondusif kepada perusahaan-perusahaan dalam mempertahankan daya saing

domestic dan global. Menurut WEF daya saing nasional adalah kemampuan

perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

berkelanjutan. Menurut Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang

dapat diterapkan pada level nasional tak lain adalah “produktivitas” yang

didefinisikannya sebagai nilai ouput yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja.

Bank Dunia menyatakan hal yang relatif sama dimana “daya saing mengacu

kepada besaran serta laju perubahan nilai tambah perunit input yang dicapai oleh

perusahaan”. Akan tetapi baik Bank Dunia ataupun Porter serta literatur-literatur

lainnya mengenai daya saing nasional memandang bahwa daya saing tidak secara

sempit mencakup hanya sebatas tingkat efisiensi suatu perusahaan. Daya saing

mencakup aspek yang lebih luas, tidak berkutat hanya pada level mikro

perusahaan, tetapi juga mencakup aspek diluar perusahaan seperti iklim berusaha

(business environment) yang jelas-jelas diluar kendali suatu perusahaan.

Aspek-aspek tersebut dapat bersifat firm-specific, region-specific, dan bahkan

country-specific.Secara umum, ketika membandingkan kedua definisi daya saing daerah

diatas dengan definisi daya saing nasional yang dibahas sebelumnya, terdapat

kesamaan yang essensial.Dapat dikatakan bahwa perbedaan konsep daya saing

hanya terpusat pada cakupan wilayah, dimana yang pertama adalah daerah (bagian

suatu negara), sementara yang kedua adalah negara.Dalam berbagai pembahasan

tentang daya saing nasional pun, baik secara eksplisit maupun implisit terangkum

relevansi pengandopsian konsep daya saing nasional ke dalam konsep daya saing

(21)

Dari pembahasan tentang berbagai konsep dan definisi tentang daya saing

suatu negara atau daerah sebagimana diuraikan diatas, dapat diambil suatu

kesimpulan dalam mendefinisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa hal

sebagai berikut :

a. Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau

efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih

mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian”

daripada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”.

b. Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan akan tetapi juga

rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadu dalam suatu

sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta

perusahaan dalam perekonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja.

Hal ini diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.

c. Tujuan dari hasil akhir meningkatkan daya saing suatu perekonomian tak lain

adalah meningkatkan tingkat kesejahteraan penduduk dalan perekonomian

tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang sangat luas yang

pasti tidah hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti

pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari

pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standart kehidupan

masyarakat.

d. Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran

(22)

Kata “daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian

yang tertutup.

Berdasarkan keterangan-keterangan yang telah di jelaskan diatas, daya saing

daerah yang menjadi acuan dalam penelitian ini di definisikan sebagai

“kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat

kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan

domestik dan internasional“ (Abdullah, 2002).

2.2 Indikator Utama Daya Saing Daerah

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Paidi Hidayat (2012) yang mengukur daya

saing ekonomi kota Medan, dengan menggunakan 5 faktor pembentuk yang di

gunakan adalah perekonomian daerah, infrastruktur, sistem keuangan,

kelembagaan dan sosial politik. Selain itu, menurut penelitian KPPOD, 2005 yang

tentang daya tarik investasi kabupaten / kota di Indonesia dengan menggunakan

indicator-indikator seperti : kelembagaan, sosial politik, ekonomi daerah, tenaga

kerja dan produktivitas serta infrastruktur fisik. Penelitian yang dilakukan oleh Ira

irawati dkk (2005) yang mengukur tingkat daya saing di wilayah provinsi

Sulawesi Tenggara dengan menggunakan indikator perekonomian daerah,

infrastruktur, sumber daya manusia dan sumber daya alam. Penelitian yang

dilakukan Abdullah, dkk (2002 : 15) menyebutkan indikator-indikator utama yang

dianggap menentukan daya saing daerah adalah (1) Perekonomian daerah, (2)

Keterbukaan, (3) Sistem Keuangan, (4) Infrastruktur dan sumber daya alam, (5)

(23)

Governance dan Kebijakan pemerintah, dan (9) Manajemen dan ekonomi mikro.

Masing-masing indikator tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Perekonomian Daerah

Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari

perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi

kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya

hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui

prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam

jangka pendek.

2) Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing

dalam jangka panjang.

3) Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.

4) Kompetisi yang di dorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja

ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian

daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan

bersaing secara internasional maupun domestik.

b. Keterbukaan

Indikator keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian

suatu daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan

daerah tersebut dengan daerah lain dalam cakupan nasional dan internasional.

(24)

1) Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangan internasional merefleksikan

daya saing perekonomian daerah tersebut.

2) Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun

internasional meningkatkan kinerja perekonomiannnya.

3) Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien

ke seluruh penjuru dunia

4) Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi

pertumbuhan perekonomian daerah.

5) Memepertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi

dengan ekonomi internasional.

c. Sistem Keuangan

Indikator sistem keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial

perbankan dan non-perbankan di daerah untuk memfasilitasi aktivitas

perekonomian yang memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah

akan mempengaruhi alokasi faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah

tersebut. Indikator sisitem keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui

prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi

aktivitas perekonomian daerah.

2) Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional

(25)

d. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam

Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator seberapa besar sumber

daya seperti modal fisik, geografis, dan sumber daya alam dapat mendukung

aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung

daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya

mendukung aktivitas ekonomi daerah.

2) Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian

daerah.

3) Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung

berjalannya aktivitas bisnis di daerah yang berdaya saing.

e. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu

pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang

meningkatkan nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah

melalui beberapa prinsip di bawah ini:

1) Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang

sudah ada secara efisien dan inovatif.

2) Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang

menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui

(26)

f. Sumber Daya Manusia

Indikator sumber daya manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengukur

ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia. Faktor SDM ini mempengaruhi

daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1) Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan

daya saing suatu daerah.

2) Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam

meningktakan tenaga kerja yang berkualitas.

3) Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing

suatu daerah.

4) Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah

tersebut begitu juga sebaliknya.

g. Kelembagaan

Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim

sosial, politik, hukum, dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif

aktivitas perekonomian di daerah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya

saing daerah didasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut:

1) Stabilitas sosial dan politik melalui sistem demokrasi yang berfungsi

dengan baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas

ekonomi daerah yang berdaya saing.

2) Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai

(27)

3) Aktivitas perekonomian suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara

optimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.

h. Governance dan Kebijakan Pemerintah

Indikator Governance dan kebijakan pemerintah dimaksudkan sebagai

ukuran dari kualitas administrasi pemerintah daerah, khususnya dalam rangka

menyediakan infrastruktur fisik dan peraturan-peraturan daerah. Secara umum

pengaruh faktor Governance dan kebijakan pemerintah bagi daya saing daerah

dapat didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Dengan tujuan menciptakan ilkim persaingan yang sehat intervensi

pemerintah dalam perekonomian sebaiknya diminimalkan.

2) Pemerintah daerah berperan dalam menciptakan kondisi sosial yang

terprediksi serta berperan pula dalam meminimalkan resiko bisnis.

3) Efektivitas administrasi pemerintahan daerah dalam menyediakan

infrastruktur dan aturan-aturan berpengaruh terhadap daya saing ekonomi

suatu daerah.

4) Efektivitas pemerintah daerah dalam melakukan koordinasi dan

menyediakan informasi tertentu pada sektor swasta mendukung daya

saing ekonomi suatu daerah.

5) Fleksibilitas pemerintah daerah dalam menyesuaikan kebijakan ekonomi

merupakan faktor yang kondusif dalam mendukung daya saing daerah.

i. Manajemen dan Ekonomi Mikro

(28)

cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab. Prinsip-prinsip yang

relevan terhadap daya saing daerah di antaranya adalah:

1) Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan

kemampuan manajerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu

daerah.

2) Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya

saing daerah dimana perusahaan tersebut berada.

3) Efisiensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan

menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan

yang kompetitif.

4) Kewirausahaan sangat krusial bagi aktivitas ekonomi pada masa-masa

awal.

5) Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perusahaan memerlukan

keahlian dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan

usaha.

2.3 Penelitian Terdahulu

Paidi Hidayat (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya

Saing Ekonomi Kota Medan”.Dengan menggunakan metode AHP dapat diambil

kesimpulan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam meningkatkan daya

saing adalah faktor infrastruktur dengan nilai bobot (0,252), diikuti faktor

perekonomian daerah dan selanjutnya faktor sistem keuangan yang

masing-masing bobot nilainya (0,243) dan (0,219). Skala prioritas untuk faktor

(29)

pelabuhan laut dan udara serta kualitas jalan. Selain itu, skala prioritas

perekonomian daerah adalah tingkat daya beli maasyarakat.Sementara, untuk

skala prioritas sistem keuangan dalah kinerja lembaga keuangan.

Millah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing

Daerah di Jawa Tengah” memberikan hasil penelitian yaitu hasil tingkat daya

saing daerah kota di Jawa Tengah antara lain Kota Semarang menduduki

peringkat pertama pada tingkat daya saing daerah kota di Jawa Tengah dari tahun

2009 sampai tahun 2011. Sedangkan Kota Tegal menduduki peringkat terendah

pada tahun 2009 dan tahun 2011, dan Kota Magelang menduduki peringkat

terendah pada tahun 2010. Potensi Kota Semarang unggul pada hampir seluruh

indikator daya saing. Semakin unggul potensi yang dimiliki suatu daerah maka

semakin tinggi pula tingkat daya saing daerah kota tersebut.

KKPOD (2005) dengan judul penelitiannya “Analisis daya tarik investasi 214

kabupaten/kota di Indonesia” dalam penelitian ini KPPOD menyatakan bahwa

beberapa kabupaten/kota di Indonesia hanya mengedepankan upaya-upaya

meningkatkan PAD dan relatif mengabaikan aspek-aspek yang mampu menarik

investasi.

Ira Irawati, dkk (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengukuran

Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah,

Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam serta Variabel Sumber Daya

Manusia di Wilayah provinsi Sulawesi Tenggara” dengan menggunakan metode

(30)

manusia pada kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara turut mendukung

kabupaten/kota tersebut menjadi peringkat terbaik secara umum.

Kuncoro (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Tarik Investasi dan

Pungli di DIY” menyebutkan bahwa menurut persepsi pelaku usaha di DIY,

faktor kelembagaan memiliki bobot terbesar dalam menentukan daya tarik

investasi/ kegiatan berusaha di DIY.Kemudian diikuti oleh faktor infrastruktur

fisik, yang ketiga adalah faktor sosial politik.

2.4 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

Indikator Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai

Kerangka konseptual diatas merupakan indikator penentuan daya saing

Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah

(31)

daya saing ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai harus sesuai dengan tujuan dari

penelitian ini. Adapun variabel-variabel yang menjadi indikator utama dalam

penelitian ini berdasarkan perbandingan dari beberapa penelitian terdahulu

tentang daya saing yaitu, KPPOD (2005), Paidi Hidayat (2012), Ira Irawati

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor penentu daya

saing ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2014

dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).

3.2 Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang tinggal dan

bermukim di Kabupaten Serdang Bedagai. Berdasarkan data BPS (2014), jumlah

penduduk di Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 594.383 juta jiwa. Namun,

dalam penelitian ini ditetapkan jumlah sampel yang sudah cukup representatif

yaitu 150 responden yang mewakili seluruh komponen masyarakat yang terdapat

di 17 kecamatan dan 237 desa Kabupaten Serdang Bedagai. Adapun jumlah

sampel berdasarkan kelompok masyarakat adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1.

Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat

No Kelompok Masyarakat Responden

1 Mahasiswa/Pelajar 3

2 Staf Pengajar/Dosen/Guru 3

3 Masyarakat Umum 4

4 Birokrasi 4

5 Perbankan 3

6 Non Perbankan 3

7 Pengusaha 10

(33)

3.3 Metode Pengambilan Sampel

Prosedur pengambilan sampel atau responden dilakukan secara purposive

sampling, yakni dengan menentukan sampel atau responden yang dianggap dapat

mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengaruh atau

merasakan dampak besar terkait daya saing ekonomi daerah.

3.4 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang di gunakan adalah metode deskriptif

kualitatif. Muhammad Idrus dalam bukunya Metode Penelitian Ilmu Sosial (Edisi

kedua, 2009:25) mengungkapkan salah satu ciri penelitian kualitatif adalah data

penelitian yang bersifat deskriptif yaitu data penelitian kualitatif berupa narasi

cerita, penuturan informan, dokumen-dokumen pribadi seperti foto, catatan

pribadi/diary (buku harian), perilaku, gerak tubuh, mimik, dan banyak hal lain

yang tidak didominasi angka-angka sebagaimana peneitian kuantitatif. Bogdan

dan Taylor (1992:21-22) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan

dan perilaku orang-orang yang diamati. Selain itu, penelitian kualitatif juga

bersifat dinamis dan berkembang, yaitu terkait dengan situs alamiahnya, maka

fenomanya yang dilihat peneliti bersifat dinamis dan berkembang.Untuk itu,

seorang peneliti kualitatif harus terus mengikuti subjek yang diteliti dalam kurun

waktu yang “cukup lama” agar dapat melihat perubahan atau perkembangannya

(34)

3.5 Tempat dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kabupaten Serdang Bedagai provinsi Sumatera

Utara, Indonesia.Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu satu bulan.

3.6 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3.6.1 Jenis Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka jenis

data yang digunakan adalah :

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama

yang menjadi objek penelitian.Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari

wawancara dan juga pengisian kuisioner terhadap kelompok masyarakat yang

dijadikan sampel.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait

dengan melakukan studi kepustakaan terhadap bahan-bahan publikasi secara

resmi, buku-buku, majalah-majalah serta laporan lain yang berhubungan dengan

penelitian.

3.6.2 Metode Pengumpulan Data

Sedangkan metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah :

1. Kuisioner

Para penduduk yang menjadi responden atau sampel dalam penelitian ini

(35)

kelompok masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian daya saing ekonomi

Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan kepada kelompok masyarakat yang menjadi

sampel adalah untuk menggali informasi yang lebih mendalam mengenai saran

atau keluhan masyarakat secara langsung terhadap faktor-faktor penentu daya

saing ekonomi kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2014.

3.7 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam menganalisis daya saing ekonomi

Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2014 meliputi analisis deskriptif dan

Analytical Hierarchy Process (AHP). Secara jelasnya, metode yang digunakan

antara lain sebagai berikut:

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini memberikan gambaran tentang karakteristik tertentu dari data

yang telah dikumpulkan. Data tersebut akan dianalisis sehingga menghasilkan

gambaran mengenai persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor penentu daya

saing ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2014.

Analisis data disajikan dalam bentuk tabulasi, gambar (chart) dan

diagram.Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan

rangking yang dicari dalam Analytical Hierarchy Process(AHP) ini.Dalam

menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process(AHP) ada

(36)

2. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor dan

variabel dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2014. Proses pemberian

bobot indikator dan sub-indikator (variabel) dilakukan dengan menggunakan

Analitical Hierarchy Process (AHP) melalui kuisioner untuk kelompok

masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya dari berbagai latar belakang

disiplin ilmu.

Metode Analytical Hierrchy Process(AHP) awalnya dikembangkan oleh Prof.

Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekitar tahun 1970.Metode ini

digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif

dalam pemecahan suatu permasalahan.Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang

senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif.Disini

diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang

telah dilakukan.Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak

dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai

jenjang maupun kepentingan.

Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang

digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan

yang diskrit maupun kontinu.Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari

ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan

preferensi relatif. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan

(37)

pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam

bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi

nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan

mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana

yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil

pada situasi tersebut.

Analytical Hierarchy Process(AHP) dapat menyederhanakan masalah yang

kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta

menjadikan variabel dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks

dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak

(multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari

pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta

ketidakakuratan data yang tersedia.

Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan

menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan dengan hasil yang

menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau

prioritas.Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang

bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan

yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif

sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.Selain itu

AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi,

(38)

Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang

terdiri dari:

1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan

berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan.Misalnya, jika A

adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting

dari A.

2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan

perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan

bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan

dalam hal berat.

3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete

hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna

(incomplete hierarchy).

4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan

preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data

kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada

langkah-langkah berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan

dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di

(39)

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan

atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan

pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat

tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam

matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak

konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen

vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh

dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.

6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vectordari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai

eigen vectormerupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis

pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hirarki

terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,15 maka

penilaian harus diulang kembali.

Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency)

yang ditetapkan Saaty.Rasio Konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan

indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan

(40)

- Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang

lainnya

- Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya

- Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya

- Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan

Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan

rangking yang dicari dalam Analytical Hierarchy Process (AHP) ini. Dalam

menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ada

beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain sebagai berikut (Saaty,

1990) :

a. Decomposition

Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut

dipecah menjadi berbagai elemen pokok, kemudian elemen-elemen tersebut

disusun secara hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses

pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang

terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan

karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu

sistem dengan suatu struktur tertentu.

Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang

dicari solusi masalahnya.Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan

tersebut.Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang

tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa

(41)

elemen-elemen yang berada di bawahnya.Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat

suatu pedoman tertentu yang harus diikuti.Hirarki tersebut tergantung pada

kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus

bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.

Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan

tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat

berikut:

1. Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis.

2. Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan

pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

3. Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan.

4. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun

kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

b. Comparative Judgment

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen

pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan criteria di atasnya. Penilaian

ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan

(42)

Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks

pairwise comparison.

Yang pertama dilakukan dalam menentapkan prioritas elemen-elemen dalam

suatu pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan,

yaitu membandingkan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk

berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki.Dalam perbandingan

berpasangan ini, bentuk yang lebih disukai adalah matriks, karena matriks

merupakan alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta memberi kerangka untuk

menguji konsistensi.Rancangan matrik ini mencerminkan dua segi prioritas yaitu,

mendominasi dan didominasi.

Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n

alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub

sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n × n, seperti pada tabel 2

dibawah ini:

a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C

(43)

b. Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A1 (kolom) atau

c. Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A1 (baris) dibandingkan dengan A1

(kolom).

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari

skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 4. Apabila bobot kriteria Ai

adalah Wi dan bobot elemen Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty

mewakili perbandingan (Wi/Wj)/1. Angka-angka absolute pada skala tersebut

merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Ai

(44)

Tabel 3.3

Skala penilaian perbandingan Skala tingkat

kepentingan Definisi Keterangan

1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama

3 Sedikit lebih penting

Pengalaman dan penilaian sedikit memihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

7 Sangat penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya

9 Mutlak lebih penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai tengah

Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

Kebalikan Aij = 1/Aji

Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i

(45)

Thomas L. Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian

berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kualitatif, yaitu melalui

ungkapan sama, lemah, amat kuat, dan absolute atau ekstrim. Penilaian yang

dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu

sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan.

Jadi semua jawaban dari partisipan harus dirata-ratakan.Dalam hal ini Saaty

memberikan metode perataan dengan rata-rata geometric atau geometric mean.

Rata-rata geometric dipakai karena bilangan yang dirata-ratakan adalah deret

bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurangi gangguan yang ditimbulkan

salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil.

Teori rata-rata geometric menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang

melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai

numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai

tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil

perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. Secara sistematis dituliskan sebagai

berikut :

aij = (z1. z2. z3. …. zn)1/n

dengan:

aij= Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria Ai dengan Aj untuk n partisipan.

Zi= Nilai perbandingan antara A1 dengan Ai untuk partisipan i, dengan nilai i = 1, 2, 3, …, n

n = Jumlah partisipan

c. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari eigenvector dari

(46)

priority.Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki.Pengurutan

elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan

priority setting.

d. Logical Consistency

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model -

model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak.

Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka

ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam

menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan

banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan

persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas

eigenvalue maksimum.Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa

dihasilkan matriks perbandingan dapat diminumkan.

Rumus dari indeks konsistensi adalah:

CI = (λmaks – n) ( n – 1)

Dengan:

CI = indeks konsistensi (λmaks = eigenvalue maksimum

n = orde maktrik

denganλ merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks. Eigenvalue maksimum

suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai

CI negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin

konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut

(47)

biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus (2.2) di atas memang lebih cocok

untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.

Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio

inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks

random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1

sampai 10 yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National

Laboratory dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School.

Tabel 3.4

Pembangkit Random (RI)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

CR = CI/RI

CR = Rasio konsistensi RI =Indeks random

Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner

diukur.Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidak

konsistensinan respon yang diberikan responden. Sato dalam Chow and Luk

(2005) telah menyusun nilai CR (Consistency Ration) yang diizinkan adalah CR <

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai 4.1.1 Kondisi Geografis dan Topografis

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang berada di

kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Serdang

Bedagai terletak pada posisi 3˚01’2,5” lintang Utara - 3˚46’33” Lintang Utara dan

98˚44’22” Bujur Timur - 99˚19’01” Bujur Timur dengan ketinggian berkisar 0 –

500 meter diatas permukaan laut. Luas wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

sebesar 1.900,22 km², Kabupaten Serdang Bedagai terdiri dari 17 Kecamatan dan

243 Desa. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Serdang Bedagai sebagai

berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Simalungun

c. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten

Simalungun

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Serdang Bedagai memiliki iklim tropis dimana kondidinya hampir

sama dengan Kabupaten Deli Serdang sebagai kabupaten induk. Rata-rata

temperatur udara perbulan minimum 23,8˚C dan maksimum 32, 1˚C dengan rata

(49)

4.1.2 Kondisi Demografis

Jumlah penduduk di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2013 berjumlah

605.583 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki 303.963 jiwa dan

perempuan 301.620 jiwa. Kepadatan penduduk Kabupaten Serdang Bedagai pada

tahun 2013 adalah sebesar 319 jiwa/km². kepadatan penduduk terbesar adalah di

Kecamatan Perbaungan yaitu sebesar 913 jiwa/km², disusul Kecamatan Teluk

Mengkudu 625 jiwa/km², Sei bamban 602 jiwa/km². Sedangkan kecamatan

dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Kotarih 104 jiwa/km²,

dan Kecamatan Bintang Bayu 113 jiwa/km².

4.1.3 Kondisi Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2013 yang diukur

berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga

konstan 2000 meningkat 5,97 persen terhadap tahun 2012.

Pertumbuhan tersebut terjadi pada semua sektor ekonomi, dengan

pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan 7,73 persen, disusul oleh sektor bangunan 7,63 persen, sektor jasa-jasa

7,51 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 6,84 persen, sektor

pertambangan dan penggalian 6,67 persen, sektor listrik, gas dan air bersih 6,59

persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 6,25 persen dan sektor pertanian

(50)

2013meningkat dari tahun 2012 yang sebelumnya sebesar Rp. 12.313,15 milyar

menjadi Rp14.041,79 milyar.

Pada tahun 2013 angka PDRB per kapita Serdang Bedagai mencapai Rp.

23,25 juta dengan laju peningkatan sebesar 13,53 persen dibandingkan dengan

PDRB per kapita tahun 2012 sebesar Rp. 20,48 juta. Meningkatnya pendapatan

perkapita bisa disebabkan oleh dua hal, yang pertama adalah peningkatan PDRB

atas dasar harga berlaku atau menurunnya jumlah penduduk pertengahan tahun.

Potensi Ekonomi wilayah Kabupaten Serdang Bedagai semakin hari semakin

berkembang sesuai dengan meningkatnya permintaan konsumen terhadap

produk-produk yang dihasilkan terutama sektor pertanian, industri, perdagangan dan jasa,

pariwisata dan sebagainya.Potensi-potensi ekonomi yang ada mempunyai

jenjang/klas pemasaran yang berbeda-beda, mulai dari tingkat desa sampai

regional.Pusat ekonomi dengan lingkup pelayanan lokal (desa/kecamatan) antara

lain :

1. Kawasan Industri dan Perdagangan makanan Pasar Bengkel di Kecamatan

Perbaungan.

2. Kawasan Perdagangan di Kecamatan Perbaungan.

3. Kawasan Pariwisata Theme Park di Kecamatan Pantai Cermin, Perbaungan,

Teluk Mengkudu, Tanjung Beringin dan Bandar Khalipah.

4. Wisata Kuliner pada daerah-daerah pesisir pantai.

(51)

Pusat perbelanjaan tradisional di Kabupaten Serdang Bedagai lebih sering

disebut sebagai pekan. Berikut nama-nama pekan yang terdapat di Kabupaten

Serdang Bedagai :

a. Pekan Tanjung Beringin

b. Pekan Dolok Masihul

c. Pekan Perbaungan

d. Pekan Sei Rampah

Sarana transportasi di Kabupaten Serdang Bedagai terutama adalah mobil

angkutan umum, untuk tranportasi keluar kota ada juga mobil angkutan antar kota

dalam provinsi, seperti KUPJ, Prima Jaya, Rajawali dan lain-lain. Selain itu,

kereta api juga bisa menjadi transportasi yang dapat menghubungkan Kabupaten

serdang Bedagai dengan Kota Medan, Tebing Tinggi, Asahan dan Tanjung Balai.

Panjang jalan di seluruh Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2013

mencapai 1.434,750 km, setiap tahunnya baik prasarana jalan atau jembatan selalu

mendapatkan prioritas untuk mendapatkan perbaikan dengan anggaran yang telah

ditetapkan.

4.2 Profil Responden

Berdasarkan hasil tabulasi terhadap 30 responden yang menjadi sampel dalam

peneltian ini didapat informasi bahwa responden berjenis kelamin pria lebih

banyak dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin wanita dengan

bobot masing-masing 67% dan 33%. Sedangkan responden yang paling banyak

(52)

masing-Serta yang berusia diatas 50 tahun hanya sebesar 3%.Sementara itu untuk tingkat

pendidikan, pada umumnya responden tamatan D3/S1/S2 sebesar 56% dan

selebihnya tamatan SMA/Sederajat sebesar 37%.Dan hanya 7% responden yang

tamatan SMP/Sederajat.Untuk lebih jelasnya, karakteristik responden dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1.

Karakteristik Responden

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Pria 20 67

2 Wanita 10 33

Usia (Tahun) Jumlah Persentase (%)

1 20 – 30 8 27

2 31 – 40 9 30

3 41 – 50 9 30

4 >50 4 13

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1 SMP/Sederajat 2 7

2 SMA/Sederajat 11 37

3 D3/S1/S2 17 56

Sumber : Data Primer Diolah

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi

Daya saing ekonomi daerah merupakan representasi dari dari kinerja

indikator-indikator pembentuknya. Semakin baik kinerja indikator-indikator

pembentuknya, maka akan semakin tinggi daya saing ekonomi suatu daerah.

Sebaliknya, apabila kinerja indikator-indikator pembentuk daya saing ekonomi

tersebut rendah, maka daya saing ekonomi daerah tersebut juga rendah.Untuk

(53)

bobot dari masing-masing faktor tersebut.Pembobotan ini diperoleh dengan

menggunakan metode Analytic Hierarchy Proccess (AHP) dengan bantuan

Software yaitu Expert Choice.

Pembobotan ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor-faktor

yang menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai tahun

2014.Bobot yang lebih besar dari suatu faktor menunjukkan bahwa faktor tersebut

lebih penting dibandingkan dengan faktor lainnya dalam menentukan daya saing

ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai.Berikut ini hasil pembobotan dari

faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai seperti yang

(54)

Gambar 4.1

Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan hasil dari penelitian diatas menunjukkan bahwa faktor penentu

daya saing ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai adalah faktor infrastruktur yang

memiliki bobot paling besar yakni sebesar 0,255.Kemudian diikuti oleh faktor

perekonomian daerah sebesar 0,244 dan faktor tenaga kerja dan produktifitas

dengan nilai bobot 0,208. Sedangkan faktor kelembagaan dengan bobot sebesar

0,168 dan faktor sosial politik sebesar 0,128, kedua faktor penentu ini lah yang

menempati posisi keempat dan kelima untuk faktor penentu daya saing ekonomi

(55)

Melihat hasil pembobotan tersebut menunjukkan bahwa tanggapan responden

terhadap faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai tahun

2014 dipengaruhi oleh 3 faktor dengan nilai bobot terbesar, yakni faktor

infrastruktur, faktor perekonomian daerah, dan faktor tenaga kerja dan

produktifitas. Pentingnya faktor infrastruktur dikarenakan faktor tersebut menjadi

alat ukur bagi berkembangannya kegiatan ekonomi disuatu daerah.Oleh Karena

itu, hasil pembobotan ini memperlihatkan bahwa faktor non ekonomi, yakni

infrastruktur menjadi faktor penentu utama daya saing ekonomi Kabupaten

Serdang Bedagai.Sedangkan faktor ekonomi sendiri, yaitu perekonomian daerah

yang menempati posisi kedua dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten

Serdang Bedagai.Berikut ini penjelasan faktor-faktor penentu daya saing

Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan hasil pembobotan dan pemeringkatan

tahun 2014.

4.3.1 Faktor Infrastruktur Fisik

Infrastruktur fisik merupakan faktor pendukung dalam kegiatan ekonomi.Jika

kegiatan ekonomi semakin meningkat maka kebutuhan terhadap ketersediaan

infrastruktur semakin meningkat sehingga dibutuhkan kesinambungan untuk terus

menjaga ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik. Dari hasil pembobotan fakor

infrastruktur fisik yang terdiri dari variabel ketersediaan infrastruktur dengan

bobot 0,446 atau 45% dan variabel kualitas infrastruktur dengan bobot 0,554 atau

55%. menurut tanggapan responden bahwa variabel kualitas infrastruktur yang

(56)

Gambar 4.2

Persentase bobot variabel faktor infrastruktur fisik

Hasil dari pembobotan dan pemeringkatan ini didukung oleh hasil wawancara

terhadap responden yang menunjukkan bahwa 53% responden mengatakan

kualitas jalan di Kabupaten Serdang Bedagai sudah membaik, sedangkan sekitar

37% masih kurang setuju dengan kualitas jalan yang semakin membaik. Selain

itu, akses dan kualitas pelabuhan (Pelabuhan Pantai Cermin), dimana sebagiaan

besar (53%) responden kurang setuju, dan hanya sekitar 20% responden setuju.

Tanggapan responden terhadap akses dan kualitas pelabuhan udara, 40%

responden setuju dengan hal tersebut dan sekitar 33% yang kurang setuju dengan

hal tersebut.

Berdasarkan hasil analisis dan persepsi responden bahwa masyarakat

menginginkan kualitas infrastruktur fisik yang baik.Selain itu, peningkatan

ketersediaan infrastruktur fisik juga menjadi pendorong atau penentu untuk

meningkatkan daya saing ekonomi di Kabupaten Serdang Bedagai untuk waktu

mendatang.

Ketersediaan Infrastruktur

Fisik 45% Kualitas

(57)

4.3.2 Faktor Perekonomian Daerah

Perekonomian daerah adalah indikator dari variabel potensi ekonomi dan

struktur ekonomi yang menjadi faktor penetu daya saing di suatu daerah. Faktor

perokonmian daerah memiliki nilai bobot tertinggi kedua setelah faktor

infrastruktur fisik sebesar 0, 244 yang terdiri dari 2 variabel yaitu, variabel

potensi ekonomi dan variabel struktur ekonomi yang memiliki masing-masing

nilai bobot sebesar 0,526 atau 53% dan 0,474 atau 47%. Persentase bobot dari

perekonomian daerah dapat dilihat dari diagram dibawah ini.

Gambar 4.3

Persentase bobot variabel faktor perekonomian daerah

Dari tanggapan responden, variabel potensi ekonomi dianggap lebih penting

dan menjadi prioritas dalam indikator perekonomian daerah dalam menentukan

daya saing ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai.

Dari hasil wawancara persepsi masyarakat dalam variabel potensi ekonomi,

50% responden menyatakan setuju bahwa tingkat daya beli masyarakat cenderung

Potensi Ekonomi

53% Struktur

(58)

responden menyatakan kurang setuju, bahwa tingkat daya beli masyarakat

cenderung semakin meningkat. Selanjutnya untuk perkembangan kondisi ekonomi

yang semakin membaik, 57% responden menyatakan setuju dan 10% responden

menyatakan sangat setuju, dan 33% responden menyatakan kurang setuju bahwa

perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. Kemudian, 46% responden

setuju dan bahkan 10% responden sangat setuju bahwa kondisi harga-harga

barang dan jasa relatif stabil dan terjangkau, dan ada juga sekitar 40% responden

yang kurang setuju dengan hal tersebut. Selanjutnya untuk tingkat kesejahteraan

masyarakat yang cenderung semakin membaik, 57% responden setuju bahkan

10% responden sangat setuju tetapi, 33% responden kurang setuju bahwa tingkat

kesejahteraan masyarakat cenderung semakin membaik.

Dalam variabel struktur ekonomi, 70% responden menyatakan setuju bahwa

nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin meningkat. 23% responden

menyatakan kurang setuju, dan 3% responden menyatakan sangat setuju dan 3%

untuk responden yang tidak setuju. Selanjutnya, 66% responden setuju dan 10%

responden sangat setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder

semakin meningkat, lain halnya 23% responden menyatakan kurang

setuju.Kemudian, 53% responden setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi

sektor tersier semakin meningkat. 37% responden menyatakan kurang setuju ada

juga sekitar 3% responden tidak setuju, dan 7% responden sangat setuju bahwa

nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin meningkat.

Berdasarkan hasil analisis dan wawacara persepsi para responden, variabel

(59)

kontribusi sektor primer, sekunder, dan tersier cenderung semakin

meningkat.Sama halnya dengan struktur ekonomi, potensi ekonomi juga

mengalami peningkatan.Teatapi, pemerintah juga harus tetap memperhatikan

kedua hal tersebut sebagai variabel dari indicator penentu daya saing di

Kabupaten Serdang Bedagai.

4.3.3 Faktor Tenaga Kerja dan Produktifitas

Tenaga kerja merupakan indikator yang penting dalam meningkatkan daya

saing ekonomi suatu daerah. Tenaga kerja yang berkualitas akan meningkatkan

daya saing ekonomi suatu daerah. Faktor tenaga kerja dan produktivitas terdiri

dari 3 variabel, yaitu biaya tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja, dan

produktivitas tenaga kerja.

Variabel produktifitas tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,369 atau 37%

dari keseluruhan bobot faktor tenaga kerja dan produktivitas.Variabel ketersediaan

tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,357 atau 36%.Dan variabel biaya tenaga

kerja memiliki bobot sebesar 0,274 atau 27% dari keseluruhan bobot faktor tenaga

kerja dan produktivitas.Persentase bobot dari masing-masing variabel dapat dilihat

Gambar

Tabel 1.1
Gambar 2.1 Indikator Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Serdang Bedagai
Tabel 3.1.
Tabel 3.2 Matriks perbandingan berpasangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

beton diperlihatkan pada gambar 6, 7, 8, dan 9 diperoleh berkisar antara 32,98 – 57,32 kg/cm 2 , yang dapat dikategorikan sebagai bata beton dengan tingkat mutu III

Dengan diagnosa ketiga outcomenya yaitu : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas jaringan, dengan

Adanya penyaluran pinjaman atau kredit yang dilakukan oleh bank CIMB Niaga unit Subrantas Pekanabaru kepada masyarakat tidak akan terlepas dari resiko berupa kredit

Analisis faktor Eksternal dari suatu perusahaan merupakan suatu kajian deskriptif mengenai kondisi eksternal Bank Mandiri Unit Mikro Probolinggo Kraksaan dan

vi) Memberi maklumat mengenai status permohonan yang dikemukakan oleh pelanggan.. Bagi memastikan petugas di Unit Khidmat Pelanggan dapat melaksanakan tugas dengan cekap

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya agar tercipta keseimbangan energi yang baik.Energi alternatif adalah solusi untuk meningkatkan peran energi terbarukan dalam

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah kapasitas tertinggi mesin pembubuk kopi tipe disk-mill adalah 52 kg/jam dengan bahan yang diumpankan adalah biji ukuran kecil

Makalah pada Temu Ilmiah dan Kongres Nasio nal I Divisi Administrasi Pendidikan ISPI di Bukit-. Udik Budi Hibow (Pengelolaan SD: Studi