• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN LANGKAT

OLEH

AMELIA FAIRUZ SAPUTRA 110501060

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Persaingan antar daerah akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Tentunya ini menjadi tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekonomi daerahnya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 50 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Adapun hasil dari penelitian ini faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat adalah faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot (0,283), faktor infrastruktur (0,261), faktor perekonomian daerah (0,224), faktor sosial politik (0,124) dan faktor kelembagaan (0,107).

(3)

ABSTRACT

The economic competitiveness had been impacted to Indonesian economy. That condition make every region in Indonesia increase the economic competitiveness. Therefore this research for analyze the factors that affect and the economic competitivenessmakers at Langkat in 2014 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study used primary data with quetionaires and interviews with 50 respondent, consisting of student, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.

Results from this research that the infrastructure factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Tanjungbalai city with a weight of 0,293, followed by a factor of labor and productivity (0,258), then the regional economy factors (0,257), institutional factors (0,113), and the final is socio political factor (0,08).

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas karunia dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Berkat petunjuk-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancer. Penulisan

skripsi dengan judul “Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat” ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih

kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini

dan juga penyelesaian studi penulis, terutama kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Edi Saputra, SE dan Irmawati atas cinta, kasih,

sayang, doa dan seluruh dukungan baik moril maupun materil yang telah

diberikan kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr Azhar Maksum, SE., M.Ec., Ak. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec. selaku Ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, dan

Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

(5)

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1

Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

Utara, sekaligus dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan tenaga serta

memberi masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

5. Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

Utara sekaligus dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga,

dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution,S.E., M.Si. selaku dosen penguji yang telah

banyak memberikan dukungan dan masukan berupa saran dan kritik dalam

penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sumatera Utara, terutama Departemen Ekonomi Pembangunan

8. Kepada teman-teman seperjuangan Ekonomi pembangunan 2011 yang telah

banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini dan menginspirasi penulis.

9. Serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang

(6)

Akhir kata, penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan

skripsi ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat kekeliruan dalam

penulisan skripsi ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat kekeliruan

dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak, khususnya sebagai masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan

meningkatkan daya saing ekonomi daerahnya.

Medan, Januari 2015

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan ManfaatPenelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Daya Saing Daerah ... 6

2.2 Indikator Utama Daya Saing Daerah ... 8

2.3 Penelitian Terdahulu ... 16

(8)

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 20

3.2 Metode Pengambilan Sampel ... 20

3.3 Penentuan Populasi dan Sampel... 21

3.4 Tempat dan Lokasi Penelitian ... 21

3.5 Batasan Operasional ... 22

3.6 Defenisi Operasional ... 23

3.7 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 24

3.7.1 Jenis Data ... 23

3.7.2 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.8 Metode Analisis Data ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Langkat... 37

4.2 Demografis Wilayah Kabupaten Langkat ... 38

4.3 Perekonomian Kabupaten Langkat ... 40

4.4 Profil Responden ... 42

4.5 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi ... 43

4.5.1 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas ... 46

4.5.2 Faktor Infrastruktur Fisik ... 48

4.5.3 Faktor Perekonomian Daerah ... 50

4.5.4 Faktor Sosial Politik ... 52

(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 ... J

umlah Sampel Berdasarkan Kelompok

Masyarakat ... 21 3.2 ... M

atriks Perbandingan Berpasangan ... 31 3.3 ... S

kala Penilaian Perbandingan ... 33 3.4 ... P

embangkit Random (RI) ... 36 4.1 Agregat PDRB dan PDRB PerKapita

Kabupaten Langkat ... 40

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 ... I ndikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi

Kabupaten Langkat ... 19

4.2.1 Diagram Ketenagakerjaan Kabupaten Langkat ... 38

4.5.1 Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat ... 44

4.5.2 Persentase Faktor Penentu Daya Saing ... 45

4.5.1.1 Persentase Bobot Variabel Tenaga Kerja ... 46

4.5.2.1 Persentase Bobot Variabel Infrastruktur ... 49

4.5.3.1 Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah ... 51

4.5.4.1 Persentase Bobot Variabel Faktor Sosial Politik ... 53

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Identitas Responden ... 61

2 Kuisioner penelitian ... 64

     

(13)

ABSTRAK

Persaingan antar daerah akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Tentunya ini menjadi tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekonomi daerahnya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 50 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Adapun hasil dari penelitian ini faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat adalah faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot (0,283), faktor infrastruktur (0,261), faktor perekonomian daerah (0,224), faktor sosial politik (0,124) dan faktor kelembagaan (0,107).

(14)

ABSTRACT

The economic competitiveness had been impacted to Indonesian economy. That condition make every region in Indonesia increase the economic competitiveness. Therefore this research for analyze the factors that affect and the economic competitivenessmakers at Langkat in 2014 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study used primary data with quetionaires and interviews with 50 respondent, consisting of student, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.

Results from this research that the infrastructure factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Tanjungbalai city with a weight of 0,293, followed by a factor of labor and productivity (0,258), then the regional economy factors (0,257), institutional factors (0,113), and the final is socio political factor (0,08).

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tingginya tingkat persaingan antarnegara ini tidak hanya akan berdampak

pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan melainkan juga akan berdampak

langsung pada perekonomian daerah khususnya setelah pemberlakuan otonomi

daerah dan desentralisasi fiskal. Tantangan ini selanjutnya harus diartikan sebagai

tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya saing

daerahnya masing-masing sebagai penentu keberhasilan pembangunan di daerah

tersebut.

Tantangan utama dari pemberdayaan otonomi daerah adalah pemahaman

akan potensi daya saing daerah. Dengan pemahaman yang akurat dan lengkap

akan potensi daya saing yang dimiliki oleh daerahnya, suatu pemerintah daerah

akan dapat dengan mudah menyusun suatu kebijakan yang benar-benar baik dan

pada gilirannya akan menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha di daerah

yang bersangkutan.

Konsep daya saing dapat ditinjau dari sisi perusahaan, industri,

kelompokindustri, negara, atau daerah. Daya saing merupakan salah satu kata

kunci yang lekat dengan pembangunan ekonomi daerah (Sri Susilo, 2013).

(16)

mengembangkan iklim paling produktif bagi bisnis dan inovasi. Daya saing juga

banyak diartikan sebagai suatu potensi tunggal, sehingga dengan demikian tidak

ada upaya pemahaman bagaimana kompleksitas faktor-faktor yang membentuk

daya saing. Tanpa adanya kesatuan pemahaman yang benar-benar dapat

dipertanggungjawabkan, daya saing sering kali menyebabkan kekeliruan dalam

pengambilan kesimpulan dan kebijakan. Oleh karena itu upaya penyatuan

pemahaman akan konsep daya saing adalah sangat perlu untuk dilakukan.

Word Economic Forum (WEF), suatu lembaga yang secara rutin

menerbitkan “Global Competitiveness”, mendefenisikan daya saing nasional

secara lebih luas namun dalam kalimat yang singkat dan sederhana. WEF

mendefenisikan daya saing nasional sebagai “kemampuan perekonomian nasional

untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan”. Fokusnya

kemudian adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat, institusi-institusi yang

sesuai, serta karakteristik-karakteristik ekonomi yang lain yang mendukung

terwujudnya pertumbuhan ekonomi lain yang mendukung terwujudnya

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan tersebut.

Peringkat daya saing global Indonesia versi World Economic Forum

(WEF) tahun 2014 -2015 dinaikkan dari 38 menjadi 34 dari 144 negara. Adanya

perbaikan di beberapa sektor pendorong ekonomi, menjadi salah satu faktor

kenaikan peringkat tersebut. Setelah pada tahun 2013, peringkat Indonesia

melompat secara signifikan sampai 12 level ke peringkat 38 dalam pemeringkatan

daya saing global 2013-2014. Dengan kenaikan tersebut, Indonesia berada di

(17)

kriteria seperti infrastruktur, konektifitas, kualitas tata kelola sektor swasta dan

publik efisiensi pemerintah, dan pemberantasan korupsi.

Kemudian hasil penelitian dari Lee Kuan Yew School of Publicy (2013),

Mulya Amri, Sumatera Utara berada pada peringkat ke -10 dari 33 Provinsi di

seluruh Indonesia belum termasuk provinsi baru yaitu Kalimantan Utara.

Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten yang berada di

Dataran Tinggi Bukit Barisan, terletak di Bagian Barat Laut Provinsi Sumatera

Utara. Daya saing perekonomian daerah ditandai dengan semakin kuat dan

kompetitifnya ekonomi Kabupaten Langkat. Melihat persaingan daerah yang

semakin tajam, menuntut pemerintah untuk menyiapkan daerahnya sedemikian

rupa agar mampu menarik investasi, orang dan industri ke Kabupaten Langkat.

Kabupaten Langkat terdiri dari 23 Kecamatan, 240 desa dan 37 kelurahan dengan

Ibukota Kabupaten adalah Stabat.

Secara umum ada empat kegiatan ekonomi yang cukup dominan dalam

pembentukan total PDRB Kabupaten Langkat yaitu sektor pertanian, sektor

industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor

pertambangan dan penggalian. Sedangkan kegiatan ekonomi lain secara berurutan

sesuai dengan peranannya terhadap pembentukan total nilai PDRB adalah jasa –

jasa, pengangkutan dan komunikasi, bangunan, keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan listrik, gas dan air bersih.

Dari hasil penelitian PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE-UNPAD

(18)

ke-181 secara keseluruhan dalam daya saing daerah dari 434 neraca daya saing

daerah. Berdasarkan input perekonomian daerah, kabupaten Langkat berada di

peringkat 120. Peringkat ini masih di bawah kabupaten dan kota lainnya di

Sumatera Utara seperti kota Pematang Siantar yang berada di peringkat 117, kota

Sibolga di peringkat 131, dan kota Binjai di peringkat 141. Berdasarkan input

SDM dan ketenagakerjaan, kabupaten Langkat berada di peringkat 97.

Berdasarkan input infrastruktur, SDA, dan lingkungan, berada di peringkat 430

dan berdasarkan output tingkat kesempatan kerja, kabupaten Langkat berada di

peringkat 370.

Dari uraian diatas maka penulis tertarik melakukan analisis untuk

mengkaji faktor penentu daya saing ekonomi dengan memilih judul, “Analisis

Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka pokok masalah yang akan

diteliti adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten

Langkat.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor penentu daya saing Kabupaten Langkat.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini dilakukan

adalah :

(19)

2. Mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing daerah.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini bisa menjadi masukan oleh Kementrian Dalam Negeri

sebagai informasi perkembangan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat

yang ada selama ini.

2. Sebagai manfaat akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

mengembangkan pengetahuan dan memberikan informasi serta menjadi

alternatif literatur bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian yang sama.

3. Dapat memberikan manfaat bagi pemerintah Kabupaten Langkat sebagai

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daya Saing Daerah

Setiap daerah ditantang untuk berbenah diri menghadapai era persaingan

yang tidak hanya bersifat lokal tetapi juga bersifat global. Persaingan ini menuntut

setiap bangsa, negara dan daerah untuk berbenah diri dengan memberi lingkungan

paling kondusif bagi pelaku bisnis dalam berusaha. Hal ini memerlukan strategi

yang dirumuskan oleh segenap komponen pembangunan daerah (pemerintah,

swasta, dan masyarakat sipil) untuk dapat untuk unggul tingkat regional maupun

internasional guna menunjukkan usaha yang paling kompetitif, yang dikenal

dengan istilah daya saing daerah.

Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat Departemen Perdagangan

dan Industri Inggeris (UK-DTI) adalah kemampuan suatu daerah dalam

menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka

terhadap persaingan domestic maupun internasional. Sementara itu Centre for

Urban and Regional Studies (CURDS) mendefinisikan daya saing daerah sebagai

kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan

pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk

(21)

Menurut Boltho (1996) dalam Tirtosuharto (2009), konsep daya saing

dalam tingkatan makro adalah kemampuan nasional atau daerah untuk

memproduksi dan mendistribusi barang dan jasa dalam ekonomi internasional,

mencapai level pertumbuhan produktivitas tertinggi, dalam meningkatkan

pendapatan perkapita, menaikkan standar kehidupan. Sedangkan perspektif mikro,

Conti and Giaccaria (2001) mengatakan bahwa konsep daya saing mengarah pada

kedinamisan tuntutan pasar global dan aspek kritis dari restrukturisasi

perusahaan-perusahaan dan industri. Dalam mendefinisikan daya saing perlu diperhatikan

beberapa hal sebagai berikut:

 Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau

efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih

mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian”

daripada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”.

 Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga

rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya terpadu dalamsuatu sistem

ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta

perusahaan dalam perkonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal

ini diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.

 Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak

lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam 15

perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang

maha luas pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel

(22)

pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan

masyarakat.

 Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran

keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata

“daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang

tertutup.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa daya saing

daerah adalah “Kemampuan perkonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan

tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada

persaingan domestik dan internasional”(Piter Abdullah,2002).

Secara makro, potensi ekonomi daerah biasanya juga menjadi salah satu

indikator daya saing daerah tersebut. Hal itu karena potensi ekonomi suatu daerah

akan ikut membentuk kompleksitas daya saing daerah. Daya saing daerah sendiri

mempunyai pengertian yang lebih luas daripada sekedar potensi ekonomi, karena

dalam konsep daya saing daerah juga termasuk aspek kelembagaan, iklim sosial,

iklim politik, kebijakan pemerintah, manajemen dan sebagainya (Balitbang

Kabupaten Riau,2011).

2.2. Indikator Utama Daya Saing Ekonomi

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Pitter Abdullah, 2002 dengan judul

Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Indikator penentu

daya saing daerah adalah Perekonomian Daerah, Keterbukaan, Sistem Keuangan,

Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Sumber

(23)

Manajemen dan EkonomiMakro. Masing-masing indikator tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut :

2.2.1. Perekonomian Daerah

Dalam menciptakan daya saing daerah pemerintah daerah tentu tidak

terlepas dari hubungannya dengan dunia usaha.Oleh karena itu, pemerintah daerah

juga mendukung bagi kelangsungan dunia perekonomian baik sektor umkm

daerah seperti kelangsungan dunia usaha dengan melakukan beberapa upaya,

yaitu dengan menyediakan lahan untuk produksi, mudah, dan murah,

menyediakan suplai bahan kebutuhan konsumsi sehari-hari dengan cukup dan

relatif murah serta mudah diperoleh. Selain itu, pemerintah daerah juga

menciptakan daerah yang aman, tenang, dan dinamis dengan tingkat inflasi yang

rendah.

Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari

perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi

kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya

hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui

prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya

dalam jangka pendek.

b) Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing

dalam jangka panjang.

c) Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa

(24)

d) Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja

ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu

perekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif

perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara internasional maupun domestik.

2.2.2. Infrastruktur Fisik

Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator seberapa besar sumber

daya seperti modal fisik, geografi, dan sumber daya alam dapat mendukung

aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung

daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya

mendukung aktivitas ekonomi daerah.

b) Modal alamiah baik berupa kondisi geografi maupun kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah.

c) Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung

berjalannya aktivitas bisnis di daerah yang berdaya saing.

2.2.3. Kelembagaan

Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim

sosial, politik, hukum, dan aspek keamanan maupun mempengaruhi secara positif

aktivitas perekonomian daerah. Daerah-daerah yang dilanda konflik yang sangat

berat adalah juga daerah-daerah dengan sub indikator hukum dan keamanan dan

sub indikator sosial, politik dan budaya yang sangat rendah. Pengaruh faktor

kelembagaan terhadap daya saing daerah didasarkan pada beberapa prinsip

(25)

a) Stabilitas sosial dan politik melalui sistem demokrasi yang berfungsi

dengan baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas

ekonomi daerah yang berdaya saing.

b) Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai

tanpa adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang

independen.

c) Aktivitas perekonomian ssuatu daerah tidak akan dapat berjalan secara

optimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.

Faktor-faktor yang membentuk disadvantase daerah, pada umumnya

terkonsentrasi pada lemahnya sistem peradilan dengan berbagai aspeknya,

permasalahan korupsi dan suap, dan kompetensi aparat Pemda. Dengan demikian

faktor-faktor yang perlu mendapatkan prioritas pembenahan terkait dengan

kelembagaan, khususnya: masalah keadilan dan ketidakberpihakan, kejujuran,

proses peradilan, penegakan keputusan peradilan serta permasalahan pada aparat

pemerintah daerah yang dianggap sebagai factor disadvantage Propinsi Sumatra

Utara.

2.2.4. Sosial Politik

Kondisi sosial politik dapat mempengaruhi kondisi permintaan secara

tidak langsung melalui kebijakan moneter dan keuangan. Kondisi ini juga dapat

mempengaruhi sumber daya melalui kebijakan yang dibuat pemerintah yang

menyangkut tenaga kerja, pendidikan, pembentukan modal, sumber daya alam,

dan standar produk. Melalui pemerintah, dapat memperbaiki atau menurunkan

(26)

keunggulan bersaing tersebut. Walaupun demikian, di Negara maju peran

pemerintah sangat diperlukan, bahkan di Negara maju peran pemerintah tetap

dibutuhkan walaupun sistem ekonomi dan sosial sangat berorientasi pasar. Di

Negara berkembang, peran pemerintah dalam pembangunan termasuk di sektor

industri sangat mempengaruhi lingkungan, dimana dapat berakibat pada

meningkat atau menurunnya keunggulan daya saing suatu industri, Walaupun

secara bertahap campur tangan pemerintah secara langsung diharapkan dapat

dikurangi. Dengan arti kata dalam proses pertumbuhan ekonomi, tugas utama

pemerintah adalah menciptakan lingkungan usaha yang kondusif (Syahresmita,

2000:99).

2.2.5. Tenaga Kerja dan Produktivitas

Indikator sumber daya manusia dapat didekomposisikan ke dalam

beberapa sub-indikator, yaitu: karakteristik penduduk, ketenagakerjaan,

pendidikan, kualitas hidup, perilaku dan nilai sosial. Sub indikator karakteristik

penduduk dan ketenagakerjaan mencerminkan aspek kuantitas dari sumber daya

manusia, sedangkan sub-indikator pendidikan, kualitas hidup, perilaku dan nilai

sosial merupakan sisi kualitas dari semua sumber daya manusia.

Keunggulan daya saing daerah penting karena dua alasan. Pertama, untuk

menyadarkan bahwa keunggulan kompetitif suatu organisasi tidak sepenuhnya

tergantung pada kemampuan internal masing-masing organisasi. Ada

tempat-tempat dimana orang atau organisasi lebih mudah menciptakan usaha yang

kompetitif dibidang tempat lain. Hal ini tidak hanya berlaku untuk negara, tetapi

(27)

kompetitif yang harus dikenali, yaitu keunggulan kompetitif statis dan keunggulan

kompetitif dinamis. Keunggulan kompetitif statis merujuk pada faktor lokasi

geografis, sedangkan keunggulan kompetitif dinamis merujuk pada permasalahan

tenaga kerja (seperti upah, kualitas, kedisiplinan, dan produktivitas), iklim usaha,

dan faktor lain yang berpengaruh terhadap industri didaerah itu. Lokasi geografis

merupakan faktor daya saing yang sangat penting, tetapi hal tersebut juga dimiliki

banyak daerah lain.

Di samping itu ke depan kemajuan teknologi dan globalisasi lambat laun

akan mengurangi signifikan faktor lokasi. Dalam kondisi demikian, faktor-faktor

lain seperti kualitas tenaga kerja dan iklim usaha akan menjadi keunggulan

kompetitif yang penting terutama ketika didaerah lain hal itu merupakan masalah

(Bappenas, 2004).

2.2.6. Keterbukaan

Indikator keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian

suatu daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan

daerah tersebut dengan daerah lain dalam cakupan nasional dan internasional.

Indikator ini menentukan daya saing melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangan internasional merefleksikan

daya saing perekonomian daerah tersebut.

2) Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun

internasional meningkatkan kinerja perekonomiannnya.

3) Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien

(28)

4) Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi

pertumbuhan perekonomian daerah.

5) Memepertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi

dengan ekonomi internasional.

2.2.7. Manajemen dan Ekonomi Mikro

Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang

dilakukan dengan pernyataan seberapa jauh perusahaan di daerah dikelola dengan

cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab. Prinsip-prinsip yang

relevan terhadap daya saing daerah di antaranya adalah:

1) Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan

kemampuan manajerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu

daerah.

2) Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya

saing daerah dimana perusahaan tersebut berada.

3) Efisiensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan

menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan

yang kompetitif.

4) Kewirausahaan sangat krusial bagi aktivitas ekonomi pada masa-masa

awal.

5) Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perusahaan memerlukan

keahlian dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan

(29)

2.2.8. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu

pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang

meningkatkan nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah

melalui beberapa prinsip di bawah ini:

1) Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang

sudah ada secara efisien dan inovatif.

2) Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang

menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui

tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju.

3) Investasi jangka panjang akan meningkatkan daya saing sektor bisnis.

2.2.9. Sumber Daya Manusia

Indikator sumber daya manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengukur

ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia. Faktor SDM ini mempengaruhi

daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1) Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan

daya saing suatu daerah.

2) Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam

meningktakan tenaga kerja yang berkualitas.

3) Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing

suatu daerah.

4) Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah

(30)

2.3. Penelitian Terdahulu

Untuk memperkaya penelitian ini, maka penting untuk mengetahui dan

membandingkan dengan penelitian-penelitian serupa sebelumnya.Tinjauan

pustaka yang diambil diharapakan dapat memberikan suatu perspektif umum bagi

rencana penelitian ini, baik dari segi teori maupun dari hasil penelitiannya.Adapun

tinjauan pustakan yang disajikan adalah penelitian yang berkaitan dengan Daya

Saing Ekonomi Daerah.

Tinjauan pustaka pertama adalah jurnal penelitian yang berjudul “Analisis

Daya Saing Ekonomi Kota Medan” karya Paidi Hidayat pada tahun 2012.Tujuan

peneliti adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu daya saing

ekonomi.Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Hasil

analisis dengan menggunakan metode AHP (Analitical Hierarcy Process)

menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap faktor penentu daya saing

ekonomi di Kota Medan tahun 2012 dipengaruhi oleh 3 faktor dengan nilai bobot

terbesar yakni faktor infrastruktur, faktor ekonomi daerah dan faktor sistem

keuangan.

Dede Indrawati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis

Elemen-Elemen Prakondisi Pembentukan Daerah Otonom Baru Dan Daya Saing

Investasi Daerah Otonom Baru” memberikan hasil penelitian yaitu daya saing

investasi di daerah Kabupaten Bandung Barat sudah tinggi dilihat dari

peningkatan jumlah investasi.Adapun identifikasi yang menciptakan

meningkatnya daya saing investasi di daerah Kabupaten Bandung Barat yakni

(31)

Millah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing

Daerah di Jawa Tengah” memberikan hasil penelitian yaitu hasil tingkat daya

saing daerah kota di Jawa Tengah antara lain Kota Semarang menduduki

peringkat pertama pada tingkat daya saing daerah kota di Jawa Tengah dari tahun

2009 sampai tahun 2011. Sedangkan Kota Tegal menduduki peringkat terendah

pada tahun 2009 dan tahun 2011, dan Kota Magelang menduduki peringkat

terendah pada tahun 2010. Potensi Kota Semarang unggul pada hampir seluruh

indikator daya saing. Semakin unggul potensi yang dimiliki suatu daerah maka

semakin tinggi pula tingkat daya saing daerah kota tersebut.

Ira Irawati, dkk (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengukuran

Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah,

Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam serta Variabel Sumber Daya

Manusia di Wilayah provinsi Sulawesi Tenggara” dengan menggunakan metode

AHP , maka dapat diambil kesimpulan peringkat daya saing terbaik berdasarkan

variabel perekonomian daerah, infrastruktur, sumber daya alam dan sumber daya

manusia pada kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara turut mendukung

kabupaten/kota tersebut menjadi peringkat terbaik secara umum.

Tinjauan pustaka terakhir adalah penelitian yang berjudul “Daya Tarik

Investasi dan Pungli di DIY” karya Mudrajad Kuncoro dan Anggi Rahajeng.

Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi sejauh mana rejim saat ini telah

mengubah daya tarik investasi dan pungutan liar dalam melakukan bisnis di

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif.

(32)

qount terhadap pengusaha/pelaku usaha. Dan alat analisis yang digunakan alah

AHP (Analytical Hierarchy Proccess). Berdasarkan hasil temuan penelitian

diperoleh kesimpulan bahwa menurut pelaku usaha di DIY, faktor Kelembagaan

memiliki bobot terbesar dalam menentukan daya tarik investasi di DIT. Kemudian

diikuti faktor infrastruktur dan faktor sosial politik. Persamaan terhadap penelitian

ini adalah metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu metode purposive

sampling yaitu dengan menentukan sampel atau responden yang dianggap dapat

mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengetahuan,

pemahaman, pengaruh dan merasakan dampak terkait. Serta persamaannya

terdapat pada metode analisis yang digunakan yaitu AHP. Sedangkan perbedaan

(33)

2.4.Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

Indikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi

Kerangka konseptual diatas merupakan indikator penentuan daya saing

ekonomi Kabupaten Langkat (Gambar 2.1). Penentuan variabel-variabel daya

saing ekonomi Kabupaten Langkat harus sesuai dengan tujuan dari penelitian ini.

Adapun variabel-variabel yang menjadi indikator utama dalam penelitian ini

berdasarkan perbandingan dari beberapa penelitian terdahulu tentang daya saing

yaitu, Ira Irawati (2008), Millah (2013), Dede Indrawati (2012), Paidi Hidayat

(2012) dan Mudrajat Kuncoro (2005).

Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah

(34)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Langkat

Sejak maraknya aura pemekaran kabupaten/kota di Sumut, Kabupaten

Langkat merupakan kabupaten tersisa yang belum tersentuh dan menjadi salah

satu kabupaten dengan luasan areal yang terbesar di Sumut. Langkat merupakan

kabupaten yang potensi ekonominya cukup tinggi dan posisinya strategis. Pada

masa jayanya, Langkat merupakan daerah produksi dan penghasil migas terbesar

di Sumut. Instalasi permigasan dapat disaksikan di wilayah ini yang juga

mencakup sebagian wilayah NAD.

Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten yang berada di

Dataran Tinggi Bukit Barisan, terletak di Bagian Barat Laut Provinsi Sumatera

Utara, secara geografis berada pada koordinat 3º14´ - 4º13´ LU dan 97º52´ -

98º45´ BT.

Secara administrasi Kabupaten Langkat mempunyai batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Tamiang (Provinsi NAD) dan

Selat Malaka

b. Sebelah Selatan : Kabupaten Karo

(35)

d. Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Tenggara/Tanah Alas (Provinsi

NAD)

Luas wilayah Kabupaten Langkat adalah 626.329 Ha. Kabupaten Langkat

terdiri dari 23 kecamatan, 240 desa dan 37 kelurahan dengan Ibukota

Kabupatennya adalah Stabat. Dengan Kecamatan yang memiliki luas terbesar

yaitu Kecamatan Bahorok 95 – 510 ha, dan Kecamatan Binjai menjadi kecamatan

terkecil dengan luas 4,955 ha.

4.2 Demografis Wilayah Kabupaten Langkat

Jumlah penduduk Kabupaten Langkat pada pertengahan tahun 2013

sebesar 978.734 jiwa dengan penduduk laki-laki sebesar 492.783 jiwa dan

penduduk perempuan sebesar 485.951 jiwa.

Komposisi penduduk berdasarkan diagram ketenagakerjaan dibagi dalam :

 Kelompok penduduk usia kerja sebanyak 668.904 jiwa.

 Kelompok penduduk bukan usia kerja sebanyak 309.830 jiwa.

Gambar 4.2.1

(36)

Pada struktur tenaga kerja, penduduk dibagi 2 (dua), yaitu :

1. Penduduk Usia Kerja

Penduduk usia kerja di Kabupaten Langkat sebanyak 668.904 jiwa dengan

penduduk laki-laki sebesar 333.965 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak

334.939 jiwa.

Kelompok ini juga dibedakan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :

a. Angkatan Kerja

Jumlah penduduk yang termasuk angkatan kerja sebanyak 505.164 jiwa

dengan rincian penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar

292.367 jiwa dan 212.797 jiwa.

b. Bukan Angkatan Kerja

Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja sebanyak 163.740 jiwa

dengan rincian penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar

41.596 jiwa dan 122.142 jiwa.

2. Penduduk Bukan Usia Kerja

Penduduk bukan usia kerja di Kabupaten Langkat sebanyak 309.830 jiwa

dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 158.818 jiwa dan penduduk

(37)

4.3 Perekonomian Kabupaten Langkat

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Langkat selama 5 tahun terakhir

mengalami kenaikan berfluktuasi, sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah

ini. Hal ini terjadi karena kondisi perekonomian, baik di tingkat nasional, regional

maupun domestik belum menunjukkan adanya stabilitas perekonomian agregat.

Tabel 4.3.1

Agregat PDRB dan PDRB Perkapita Kabupaten Langkat

No. Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013

1. Pertanian 3.742.778.48 3.941.301,79 4.157.064,51 4.378.099,67 4.608.280,78

2. Pertambangan &

Penggalian

394.263,81 412.028,76 432.164,06 437.469,58 452.977,18

3. Industri Pengolahan

744.704,13 784.137,99 827.543,41 868.055,31 918.648,77

4. Listrik, Gas & Air Bersih

23.856,82 25.449,42 27.209,15 28.849,40 29.984,54

5. Bangunan 163.402,99 174.458,41 188.002,94 218.155,36 252.325,74

6. Perdagangan, Hotel, Restoran

1.099.716,26 1.176.729,74 1.246.376,48 1.311.127,62 1.371.969,16

7. Pengangkutan dan

Komunikasi

152.781,49 162.387,28 171.877,01 182.252,68 194.856,76

8. Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan

120.220,11 131.133,18 144.226,35 164.766,08 180.625,08

9. Jasa-Jasa 377.509,57 402.935,64 432.533,42 469.870,26 517.676,21

PDRB Dengan Migas

6.819.233,67 7.210.562,21 7.626.997,33 8.058.645,95 8.527.344,25

PDRB Tanpa Migas

6.352.739,98 6.722.626,48 7.114.973,11 7.545.541,68 7.996.191,71

Sumber : Badan Pusat Statistik

Dalam tabel diatas dapat dilihat bahwa PDRB Kabupaten Langkat dari tahun

2009-2013 mengalami kenaikan yang cukup baik. Dapat dilihat bahwa Pertanian

menjadi penyumbang PDRB terbesar di setiap tahunnya yang pada tahun 2013

menyumbang Rp 4.608.280,78. Kemudian disusul oleh perdagangan, hotel dan

(38)

Dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Langkat pada

tahun 2012 mengalami peningkatan pertumbuhan dibanding dengan tahun

sebelumnya. Pada tahun 2013 laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Langkat

sebesar 5,82 persen (dengan minyak bumi). Demikian juga tanpa minyak bumi

laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Langkat sebesar 5,97 persen pada tahun

2013 mengalami perlambatan sedikit dibandingkan dengan tahun sebesar 5,97

persen.

Pada tahun 2012 banyaknya perusahaan industri besar dan sedang yang

bergerak di sektor pengolahan di Kabupaten Langkat adalah 60 perusahaan yang

terkonsentrasi di 3 (tiga) daerah kecamatan yaitu Selesai, Besitang, dan Stabat.

Kecamatan Selesai merupakan daerah dengan jumlah industri besar dan sedang

terbanyak yaitu mencapai 12 perusahaan atau 19,67 dari total perusahaan

seluruhnya, diikuti Kecamatan Besitang sebanyak 6 perusahaan atau sebesar 9,84

persen dan Kecamatan Stabat dengan 5 perusahaan atau sebesar 8,20 persen dari

total perusahaan di Kabupaten Langkat.

Daerah yang paling sedikit jumlah perusahaannya adalah Kecamatan

Serapit, Kecamatan Kuala, Kecamatan Sei Bingai, dan Kecamatan Padang

Tualang dengan jumlah industri masing-masing sebanyak 1 (satu) perusahaan.

Kecamatan yang sama sekali tidak mempunyai kegiatan industri pengolahan skala

besar dan sedang adalah Kecamatan Kutambaru, Secanggang, Tanjung Pura,

(39)

4.4 Profil Responden

Berdasarkan hasil tabulasi terhadap 50 responden yang menjadi sampel

dalam penelitian ini didapat informasi bahwa responden berjenis kelamin pria

lebih banyak daripada responden wanita, yaitu responden pria 58% dan responden

wanita 42%. Sedangkan responden yang paling banyak diwawancarai berusia

21-30 tahun berkisar 40%. Kemudian diikuti oleh usia lebih dari 50 tahun berkisar

sebesar 26%. Kemudian usia 41-50 berkisar 22%. Lalu usia 31-40 tahun berkisar

8%. Serta yang terendah di usia dibawah 20 tahun yaitu 4%. Sementara itu untuk

tingkat pendidikan, pada umumnya responden tamatan D3/S1/S2 sebesar 54% dan

selebihnya tamatan SMA/Sederajat sebesar 42%. Dan hanya 4% responden yang

tamatan SMP/Sederajat. Untuk lebih jelasnya, karakteristik responden dapat

(40)

Tabel 4.2

Karakteristik Responden

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Pria 29 58%

2 Wanita 21 42%

Usia (Tahun) Jumlah Persentase

1 <20 2 4%

2 21 – 30 20 40%

3 31 – 40 4 8%

4 41 – 50 11 22%

5 >50 13 26%

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1 SMP/Sederajat 2 4%

2 SMA/Sederajat 21 42%

3 D3/S1/S2 27 54%

(41)

4.5 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi

Peringkat daya saing yang dimiliki suatu daerah merupakan wujud hasil

kerja dari usaha pemerintah setempat dan masyarakat yang bermukim di daerah

tersebut atas kebijakan yang dirancang dan diberlakukan pada daerah tersebut.

Peringkat daya saing tersebut dihitung dari indikator-indikator yang membentuk

pembobotan daya saing ekonomi daerah tersebut. Apabila faktor pembentuk daya

saing tersebut memiliki kinerja yang baik, tentu akan mendukung daerah tersebut

memiliki daya saing yang dapat dibandingkan dengan daerah lain. Jadi, semakin

tinggi nilai faktor pembentuk daya saing suatu daerah maka semakin tinggi pula

bobot daya saing yang dimiliki daerah tersebut.

Untuk menghitung daya saing Kabupaten Langkat, maka terlebih dahulu

ditentukan faktor-faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan nilai

bobot dari masing-masing faktor tersebut. Pembobotan ini diperoleh

menggunakan AHP (Analytical Hierarcy Process) dan dengan menggunakan

bantuan software Expert Choice.

Pembobotan ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor-faktor

yang menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat tahun 2014. Bobot

yang lebih besar dari suatu faktor menunjukkan bahwa faktor tersebut lebih

penting daripada faktor yang lainnya dalam menentukan daya saing ekonomi

Kabupaten Langkat. Berikut hasil pembobotan daya saing ekonomi Kabupaten

(42)

Gambar 4.5.1

Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat

Dari hasil diatas dapat kita lihat bahwa faktor penentu daya saing ekonomi

Kabupaten Langkat tahun 2014 adalah faktor tenaga kerja dan produktivitas yang

memiliki bobot tertinggi yaitu 0,283 atau 28% dari jumlah keseluruhan faktor

pendukung. Kemudian faktor infrastruktur fisik berada di urutan kedua sebagai

penentu daya saing ekonomi yang memiliki bobot 0,261 atau 26%. Lalu faktor

(43)

bobot 0,124 atau 12%. Serta diikuti dengan faktor kelembagaan yang memiliki

nilai bobot terendah dan juga berada di peringkat kelima dari faktor penentu daya

saing ekonomi Kabupaten Langkat yaitu dengan bobot 0,107 dengan bobot 11%.

Pentingnya faktor tenaga kerja dan produktifitas dalam penentuan daya

saing ekonomi Kabupaten Langkat menjadi ukuran bagi perkembangan ekonomi

di daerah tersebut. Sedangkan faktor perekonomian daerah menjadi prioritas

ketiga dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat.

Bobot faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat dapat dilihat

dengan presentasenya sebagai berikut.

Gambar 4.5.2

Presentase Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kab. Langkat

Presentase pembobotan tersebut, menunjukkan bahwa tanggapan

responden terhadap penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat dipengaruhi

oleh faktor yang memiliki bobot terbesar yaitu, tenaga kerja dan produktivitas,

(44)

4.5.1 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas

Faktor tenaga kerja dan produktivitas dapat juga disebut sebagai faktor

SDM yang dimiliki suatu daerah. Faktor ini sangat berpengaruh bagi

perkembangan pembangunan suatu daerah. Apabila suatu daerah memiliki tenaga

kerja dengan produktivitas yang tinggi, maka dengan sendirinya suatu daerah akan

berkembang pesat. Karena kebijakan, peraturan, yang dirancang dan diberlakukan

di suatu daerah berasal dan nantinya akan dijalankan oleh SDM itu sendiri.

Gambar 4.5.1.1

Persentase Pembobotan Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas Kab. Langkat

Faktor tenaga kerja dan produktivitas, memiliki 3 faktor pendukung yang

dapat dijadikan tolak ukur perkiraan bobot daya saing yang dimiliki suatu daerah.

Yaitu faktor produktivitas tenaga kerja yang memiliki bobot 0,553 atau persentase

(45)

0,258 atau total persenan 26% dan faktor biaya tenaga kerja dengan bobot 0,188

atau memiliki total persenan 19%.

Dilihat dari sudut pandang biaya tenaga kerja, masyarakat sudah setuju

dengan besarnya upah tenaga kerja yang sudah sesuai dengan upah minimum

kabupaten yang berlaku. Hal ini dapat dilihat sebanyak 60% masyarakat setuju

dengan pernyataan ini. Namun, masyarakat kurang setuju dengan besarnya upah

yang mereka terima sesuai dengan kebutuhan hidup mereka. Sebanyak 44%

masyarakat menyatakan bahwa kebutuhan hidup mereka belum tercukupi oleh

besarnya upah yang mereka terima. Hal ini dikarenakan dengan latar belakang

pendidikan yang rendah, masyarakat sekitar hanya mengisi bagian sesuai dengan

latar belakang pendidikan mereka.

Dari sudut pandang ketersediaan tenaga kerja, sebanyak 50% dari jumlah

responden menyatakan kurang setuju bahwa jumlah angkatan kerja sudah sesuai

dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Fenomena bahwa jumlah pasar tenaga kerja

lebih sedikit daripada jumlah angkatan kerja juga terjadi di Kabupaten Langkat.

Masih banyaknya tenaga kerja yang berasal dari luar daerah dikarenakan latar

belakang pendidikan mereka yang memadai membuat masyarakat asli Kabupaten

Langkat kurang diberdayakan. Tentunya hal ini sesuai dengan persepsi

masyarakat bahwa tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan pasar tenaga

kerja. Sebanyak 58% responden setuju dengan pernyataan ini.

Kemudian dari sisi produktivitas tenaga kerja, jumlah responden yang

(46)

kerja yang ada relatif tinggi, adalah sama masing-masing 44%. Beda halnya

dengan persepsi bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya

upah yang ada. Responden menyadari akan kemampuan yang mereka miliki.

Sehingga 58% responden setuju dengan persepsi ini.

Dari data bps 2011, tercatat bahwa jumlah penduduk usia produktif

berjumlah 574.644 jiwa dan usia tidak produktif 407.938 jiwa. Jumlah usia

produktif berkisar 58-60% dengan setiap tahunnya. Dari data ini, menunjukkan

bahwa jumlah usia produktif menanggung jumlah yang relative sama dengan

jumlah penduduk yang tidak produktif.

4.5.2 Faktor Infrastruktur Fisik

Infrastruktur fisik merupakan salah satu faktor pendukung yang utama

bagi penentuan daya saing suatu daerah. Dimana jika suatu daerah memiliki

infrastrukturnya memadai, tentu akan sangat mendukung aktivitas keseharian bagi

penduduk serta meningkatkan tingkat perekonomian daerah tersebut.

Faktor infrastruktur fisik yang terdiri dari dua variabel yaitu ketersediaan

infrastruktur fisik dan kualitas infrastruktur. Variabel ketersediaan infrastruktur

fisik memiliki bobot sebesar 0,364 atau 36% dari keseluruhan bobot faktor

infrastruktur fisik. Variabel kualitas infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar

0,636 atau 64% dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur fisik. Persentase bobot

dari masing-masing variabel faktor infrastruktur fisik dapat dilihat pada gambar di

(47)

Gambar 4.5.2.1

Presentase Pembobotan Faktor Infrastruktur Fisik Kab. Langkat

Dari hasil wawancara yang diperoleh, 54% dari keseluruhan jumlah

responden menyatakan setuju dengan ketersediaan jalan yang sudah memadai.

32% kurang setuju, 2% tidak setuju dan 12% sangat setuju dengan kondisi jalan

yang sudah memadai. 32% masyarakat kurang setuju dengan kondisi jalan yang

sudah memadai dikarenakan belum meratanya pembangunan jalan yang memadai

sampai ke daerah pedalaman Kabupaten Langkat. Namun untuk daerah perkotaan

seperti Stabat kondisi jalan sudah memadai.

Kemudian, untuk persepsi bahwa ketersediaan pelabuhan laut sudah

memadai sebanyak 58% atau 29 responden sangat tidak setuju dengan hal ini. Dan

tidak ada responden yang sangat setuju ataupun setuju dengan persepsi ini. Hal ini

dikarenakan Kabupaten langkat belum memiliki pelabuhan yang memadai bagi

para nelayan. Sama halnya dengan persepsi pelabuhan udara yang sudah

memadai. 52% atau sekitar 26 responden sangat tidak setuju dengan pernyataan

(48)

atau 38 responden menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut. Dan hanya 2%

atau 1 orang yang menyatakan kurang setuju dengan ketersediaan saluran telepon.

Pada variabel kualitas infrastruktur fisik, persepsi bahwa kualitas jalan

sudah baik 68% atau 34 responden setuju dengan hal ini. 28% atau 14 responden

yang menyatakan kurang setuju. Untuk pernyataan akses dan kualitas pelabuhan

laut sudah baik 50% responden menyatakan tidak setuju dan 50% menyatakan

sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Dan persepsi akses dan kualitas

pelabuhan udara sudah baik, 54% reponden menyatakan tidak setuju. Sedangkan

untuk persepsi kualitas sambungan dan saluran telepon sudah baik, 92% reponden

setuju dengan hal ini.

4.5.3 Faktor Perekonomian Daerah

Perekonomian suatu daerah menjadi faktor pendukung bagi daya saing

ekonomi daerah Kabupaten Langkat. Faktor perekonomian daerah berada di

urutan ketiga atau 23% meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten langkat.

Terdapat faktor-faktor pendukungnya yaitu variabel potensi ekonomi dan variabel

(49)

Gambar 4.5.3.1

Presentase Pembobotan Faktor Perekonomian Daerah Kab. Langkat

Pada diagram diatas potensi ekonomi lebih memiliki pengaruh bagi

perekonomian daerah Kabupaten Langkat dapat kita lihat sebanyak 62%

mempengruhi perekonomian daerah. Kemudian sisanya 38% bagi struktur

ekonomi mempengaruhi perekonomian daerah Kabupaten Langkat.

Dari hasil wawancara dengan responden, 44% atau 22 responden

menyatakan kurang setuju dengan tingkat daya beli masyarakat yang cenderung

meningkat. Karena menurut hasil wawancara dengan responden kategori

pengusaha, masyarakat setempat daya beli masih pada kebutuhan primer saja.

Untuk kebutuhan sekunder masih cenderung rendah. Oleh karena itu 42%

responden menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut.

Sedangkan untuk perkembang perekonomian yang semakin membaik,

50% responden menyatakan kurang setuju. Karena menurut masyarakat,

(50)

responden menyatakan setuju dengan persepsi ini. Hal ini sejalan dengan

pernyataan kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan terjangkau, 44%

responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan ini. Namun untuk

pernyataan tingkat kesejahteraan masyarakat yang cenderung semakin membaik

mendapat 56% responden yang setuju. Hal ini dikarenakan UMK yang sudah

sesuai menurut responden.

Untuk persepsi masyarakat di variabel struktur ekonomi, 42% masyarakat

setuju atas nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin meningkat. Untuk

kontribusi sekunder semakin meningkat mendapat 44% responden yang setuju.

Serta untuk kontribusi sektor tersier mendapat 64% responden yang setuju.

4.5.4 Faktor Sosial Politik

Kondisi sosial politik suatu daerah turut menjadi pendukung bagi daya

saing ekonomi. Dimana bagi daerah Kabupaten langkat sendiri faktor sosial

politik dengan presentase 12% atas empat faktor pendukung lainnya. Rancangan

kebijakan serta penetapan kebijakan akan sangat berpengaruh bagi kondisi suatu

daerah. Aparatur turut menjadi penentu bagi pelaksana kebijakan ataupun

penggerak dari hasil rancangan yang telah dibuat. Faktor sosial politik memiliki

variabel lainnya yaitu variabel stabilitas politik, variabel keamanan dan variabel

(51)

Gambar 4.5.4.1

Presentase Pembobotan Faktor Sosial Politik Kabupaten Langkat

Pada diagram diatas dapat kita lihat variabel stabilitas politik dengan

presentase 40% sebagai variabel yang paling berpengaruh bagi faktor sosial

politik. Kemudian diikuti variabel keamanan dengan presentase 36% serta

variabel budaya masyarakat memiliki presentase 24% atas pengaruhnya terhadap

faktor sosial politik yang menjadi salah satu faktor pendukung untuk

meningkatkan daya saing ekonomi daerah Kabupaten Langkat.

Dari hasil wawancara, 48% responden setuju bahwa potensi konflik di

masyarakat semakin menurun dan dapat dideteksi. Menurut masyarakat sekitar

daerah yang bermasalah di Kabupaten Langkat, hal ini terjadi karena pola pikir

masyarakat yang berubah menjadi lebih maju. Intensitas unjuk rasa yang ada di

wilayah tersebut semakin menurun juga dibenarkan masyarakat. Hal ini terlihat

(52)

Sama halnya dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin baik juga

memiliki presentase 64%.

Dari sisi keamanan daerah Kabupaten Langkat sendiri, gangguan

keamanan terhadap aktivitas dunia usaha semakin menurun juga disetujui oleh

responden terlihat bahwa persepsi ini mendapat 64% responden yang menyatakan

mereka setuju. Berikut juga dengan gangguan keamanan terhadap masyarakat

dilingkungan sekitar tempat kegiatan usaha semakin menurun yang disetujui

responden dengan presentase 56%. Untuk kecepatan aparat dalam menanggulangi

gangguan keamanan semakin baik dengan presentase 46% responden yang setuju

dan 34% responden yang tidak setuju dengan pernyataan ini.

Dari sisi budaya masyarakat, partisipasi masyarakat dan dunia usaha

dalam perumusan kebijakan pemerintah daerah semakin meningkat dengan

presentase 46% responden menyatakan setuju dengan pernyataan ini. Sama halnya

dengan persepsi bahwa keterbukaan masyarakat terhadap dunia usaha semakin

baik dapat dilihat dari jumlah presentasenya yaitu 52% atas responden yang

setuju. Sebanyak 60% masyarakat setuju atas persepsi perilaku masyarakat

terhadap diskriminasi semakin menurun. Berikut juga dengan adat istiadat

masyarakat sekitar yang semakin mendukung kegiatan usaha. Serta etos kerja

masyarakat yang semakin meningkat mendapat 46% responden yang setuju.

Kondisi sosial politik Kabupaten Langkat sudah tergolong kondusif. Hal

ini membuat masyarakat Kabupaten Langkat merasa nyaman bermukim di

(53)

Kabupaten Langkat, kedepannya akan meningkatkan daya saing ekonomi daerah

Kabupaten Langkat dengan daerah Kabupaten sekitar.

4.5.5 Faktor Kelembagaan

Faktor kelembagaan berada di urutan kelima dalam mempengaruhi daya

saing ekonomi Kabupaten Langkat terlihat dari bobot yang dimilikinya 0,107

dengan presentase 11%. Faktor kelembagaan juga memiliki variabel-veriabel

pendukung didalamnya yaitu variabel kepastian hukum, variabel pembiayaan

pembangunan, variabel aparatur dan variabel peraturan daerah. Berikut presentase

yang dimiliki masing-masing variabel.

Gambar 4.5.5.1

Presentase Pembobotan Faktor Kelembagaan Kab. Langkat

Dari diagram dapat dilihat variabel pendukung yang paling mempengaruhi

faktor kelembagaan adalah variabel peraturan daerah dengan bobot 0,325 dengan

presentase 33%. Variabel pembiayaan pembangunan berada di urutan kedua

dalam mempengaruhi faktor kelembagaan dengan bobot 0,269 atau dengan

(54)

atau dengan presentase 25%. Dan yang terakhir variabel aparatur dengan bobot

0,159 atau dengan presentase 16%.

Dari sisi variabel kepastian hukum, 62% responden setuju bahwa

konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik. 70%

responden setuju dengan penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia usaha

sudah baik. 70% responden setuju bahwa pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan

usaha semakin berkurang.

Dari sisi variabel keuangan daerah 56% setuju bahwa jumlah APBD yang

ada sekarang ini telah sesuai kebutuhan. 58% responden setuju dengan realisasi

APBD sesuai dengan rencana program dan anggaran. 56% responden setuju

dengan tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD relatif rendah.

Kemudian dari sisi variabel aparatur dan pelayanan, 60% responden setuju

birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik. 54% responden setuju

penyalahgunaan wewenang oleh aparatur semakin berkurang. 46% responden

setuju struktur pengutan oelh pemerintah daerah terhadap dunia usaha sudah

sesuai.

Dan dari sisi variabel peraturan daerah, 62% responden setuju bahwa

peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan retribusi sudah mendukung

kegiatan dunia usaha. 42% responden setuju dengan implementasi Perda sudah

(55)

Dari analisis persepsi masyarakat terhadap faktor kelembagaan daerah

Kabupaten Langkat, peraturan produk hukum yang dirancang dan ditetapkan

pemerintah daerah tergolong sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kondisi

ini menunjukkan bahwa aparatur daerah sudah bekerja dengan baik dalam

menciptakan situasi yang kondusif bagi daerah Kabupaten Langkat. Namun

diharapkan lebih ditingkatkan lagi agar member pengaruh yang lebih besar untuk

meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat.

(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan

beberapa hal, antara lain:

1. Dari hasil pembobotan dan pemeringkatan, faktor utama penentu daya

saing ekonomi Kabupaten Langkat adalah faktor tenaga kerja dan

produktivitas dengan bobot sebesar 0,283. Peringkat kedua adalah faktor

infrastruktur fisik dengan bobot 0,261. Kemudian peringkat ketiga adalah

faktor perekonomian daerah dengan bobot 0,224. Lalu peringkat keempat,

faktor sosial politik dengan bobot 0,124. Dan yang terakhir faktor

kelembagaan di peringkat kelima dalam mempengaruhi daya saing

Kabupaten Langkat dengan bobot 0,107.

2. Pada faktor tenaga kerja dan produktivitas, variabel pendukung yang

paling mempengaruhi adalah variabel produktivitas tenaga kerja dengan

bobot 0,553 atau 51% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi

faktor tenaga kerja dan produktivitas.

3. Faktor infrastruktur fisik, variabel pendukung yang paling mempengaruhi

adalah variabel kualitas infrastruktur fisik yang memiliki bobot 0,636 atau

64% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor infrastruktur

(57)

4. Faktor perekonomian daerah, variabel pendukung yang memiliki bobot

tertinggi adalah variabel potensi ekonomi dengan bobot 0,623 atau 62%

dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor perekonomian

daerah.

5. Faktor sosial politik di Kabupaten Langkat, variabel pendukung yang

paling mempengaruhi adalah variabel stabilitas politik yang memiliki

bobot 0,405 atau 40% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi

faktor sosial politik.

6. Faktor kelembagaan di Kabupaten Langkat, variabel pendukung dengan

bobot terbesar adalah variabel peraturan daerah dengan bobot 0,325 atau

33% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor kelembagaan.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat diberikan saran antara lain:

1. Dalam produktivitas tenaga kerja diperlukan perbaikan seperti

memberikan pelatihan kepada masyarakat sekitar agar meningkatkan

sumber daya manusia daerah Kabupaten Langkat. Sehingga ketersediaan

tenaga kerja dapat mengimbangi kebutuhan SDM yang berkualitas.

2. Perlunya pemerataan pembangunan hingga ke daerah-daerah di Kabupaten

Langkat agar terciptanya infrastruktur yang memadai sehingga mendorong

investor untuk berinvestasi di Kabupaten Langkat guna meningkatkan

perekonomian dan meningkatkan peringkat daya saing ekonomi

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, P., Alisjahbana, Armida, S., Effendi, N., Boediono, 2002. Daya Saing

Daerah, Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, Edisi 1, BPFE,

Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik, Tanjung Balai dalam Angka, Berbagai Edisi, Medan.

Hidayat, Paidi. 2012. Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan.Jurnal. Universitas Sumatera Utara: Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan.

Indrawati, Dede. 2012. Analisis Elemen-Elemen Prakondisi Pembentukan Daerah Otonom Baru Dan Daya Saing Investasi Daerah Otonom Baru (Studi Di

Kabupaten Bandung Barat).Skripsi. Universitas Indonesia: Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik.

Irawati, Ira, dkk, 2008. Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur, Sumber Daya Alam dan Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara

Kuncoro, Mudrajat. 2012. Perencanaan Daerah : Bagaimana Membangun Ekonomi Lokal, Kota, dan Kawasan ?. Jakarta: Salemba Empat.

Millah, Anita Nur, 2013. “Analisis Daya Saing Daerah di Jawa”. Skripsi,

Semarang.

Peter Abdullah & Armida S. Alisjahbana &Nurry Efendi & Budiono. 2002.

Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Yogyakarta:

BPFE.

PPSK BI dan LP3E FE UNPAD. 2008. Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia.Jakarta : Rajawali Pers.

Porter, Michael E, 1990. The Competitive Advantage of Nation, The Free Press.

Saaty, Thomas L, 1990. Decision Making For Leader :The Analytic Hierarchy

Process For Decision in A Complex World, University of Pittsburgh,

Pittsburgh.

Sugiyono, Fx, 2004. “Peningkatan Daya Saing Ekonomi Indonesia”, Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis, Vol. 1 No. 1, hal 14-27.

(59)

UK-DTI dan Regional Competitiveness Indicators & Centre For Urban and Regional Studies. 1998. Competitiveness Project 1998 and Regional Branchmarking Report.

World Economic Forum. 2011. The Global Competitiveness Report. Oxford University Press, New York.

Website :

- http://www.penataanruang-sumut.net/sites/default/files/Microsoft%20Word%20-%20KABUPATEN%20LANGKAT_0.pdf

- http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/ketenagakerjaan/882-daya-saing-19-provinsi-bawah-rerata-nasional.

- http://langkatkab.go.id.

- http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/402/jbptunikompp-gdl-waodesitir-20080-3-babii2-u.pdf 

- www.bpslangkatkab.go.id

Gambar

Gambar 2.1 Indikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi
Tabel 4.3.1
Tabel 4.2 Karakteristik Responden
Gambar 4.5.1
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah kapasitas tertinggi mesin pembubuk kopi tipe disk-mill adalah 52 kg/jam dengan bahan yang diumpankan adalah biji ukuran kecil

Makalah pada Temu Ilmiah dan Kongres Nasio nal I Divisi Administrasi Pendidikan ISPI di Bukit-. Udik Budi Hibow (Pengelolaan SD: Studi

Disk cache adalah suatu teknik yang menggunakan memory utama sebagai buffer untuk memyimpan data secara temporer yang akan dikirim ke disk5. Memory

Dukuh, Serangan, Denpasar Perorangan Mikro 25.000.000.. 90 IUMK/247/Densel/2015 I Wayan Kayun Sedana Putra Dagang Makanan Kayun

[r]

Sejalan dengan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan kolaborasi model Quantum Teaching dan Snowball

Data-data yang dikumpulkan bempa data primer yaitu kebijakan-kebijakan mengenai pendidikan konservasi yang berlaku (yang slidah maupun akan diberlakukan) di Taman

[r]