SKRIPSI
ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN LANGKAT
OLEH
AMELIA FAIRUZ SAPUTRA 110501060
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Persaingan antar daerah akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Tentunya ini menjadi tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekonomi daerahnya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 50 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.
Adapun hasil dari penelitian ini faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat adalah faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot (0,283), faktor infrastruktur (0,261), faktor perekonomian daerah (0,224), faktor sosial politik (0,124) dan faktor kelembagaan (0,107).
ABSTRACT
The economic competitiveness had been impacted to Indonesian economy. That condition make every region in Indonesia increase the economic competitiveness. Therefore this research for analyze the factors that affect and the economic competitivenessmakers at Langkat in 2014 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study used primary data with quetionaires and interviews with 50 respondent, consisting of student, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.
Results from this research that the infrastructure factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Tanjungbalai city with a weight of 0,293, followed by a factor of labor and productivity (0,258), then the regional economy factors (0,257), institutional factors (0,113), and the final is socio political factor (0,08).
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas karunia dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Berkat petunjuk-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancer. Penulisan
skripsi dengan judul “Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat” ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini
dan juga penyelesaian studi penulis, terutama kepada :
1. Kedua orang tua tercinta Edi Saputra, SE dan Irmawati atas cinta, kasih,
sayang, doa dan seluruh dukungan baik moril maupun materil yang telah
diberikan kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr Azhar Maksum, SE., M.Ec., Ak. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec. selaku Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, dan
Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
4. Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara, sekaligus dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan tenaga serta
memberi masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
5. Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara sekaligus dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga,
dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution,S.E., M.Si. selaku dosen penguji yang telah
banyak memberikan dukungan dan masukan berupa saran dan kritik dalam
penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara, terutama Departemen Ekonomi Pembangunan
8. Kepada teman-teman seperjuangan Ekonomi pembangunan 2011 yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini dan menginspirasi penulis.
9. Serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang
Akhir kata, penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat kekeliruan dalam
penulisan skripsi ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat kekeliruan
dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, khususnya sebagai masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan
meningkatkan daya saing ekonomi daerahnya.
Medan, Januari 2015
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan dan ManfaatPenelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Daya Saing Daerah ... 6
2.2 Indikator Utama Daya Saing Daerah ... 8
2.3 Penelitian Terdahulu ... 16
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 20
3.2 Metode Pengambilan Sampel ... 20
3.3 Penentuan Populasi dan Sampel... 21
3.4 Tempat dan Lokasi Penelitian ... 21
3.5 Batasan Operasional ... 22
3.6 Defenisi Operasional ... 23
3.7 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 24
3.7.1 Jenis Data ... 23
3.7.2 Metode Pengumpulan Data ... 23
3.8 Metode Analisis Data ... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Langkat... 37
4.2 Demografis Wilayah Kabupaten Langkat ... 38
4.3 Perekonomian Kabupaten Langkat ... 40
4.4 Profil Responden ... 42
4.5 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi ... 43
4.5.1 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas ... 46
4.5.2 Faktor Infrastruktur Fisik ... 48
4.5.3 Faktor Perekonomian Daerah ... 50
4.5.4 Faktor Sosial Politik ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
5.1 Kesimpulan ... 59
5.2 Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
3.1 ... J
umlah Sampel Berdasarkan Kelompok
Masyarakat ... 21 3.2 ... M
atriks Perbandingan Berpasangan ... 31 3.3 ... S
kala Penilaian Perbandingan ... 33 3.4 ... P
embangkit Random (RI) ... 36 4.1 Agregat PDRB dan PDRB PerKapita
Kabupaten Langkat ... 40
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 ... I ndikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi
Kabupaten Langkat ... 19
4.2.1 Diagram Ketenagakerjaan Kabupaten Langkat ... 38
4.5.1 Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat ... 44
4.5.2 Persentase Faktor Penentu Daya Saing ... 45
4.5.1.1 Persentase Bobot Variabel Tenaga Kerja ... 46
4.5.2.1 Persentase Bobot Variabel Infrastruktur ... 49
4.5.3.1 Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah ... 51
4.5.4.1 Persentase Bobot Variabel Faktor Sosial Politik ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Identitas Responden ... 61
2 Kuisioner penelitian ... 64
ABSTRAK
Persaingan antar daerah akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Tentunya ini menjadi tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekonomi daerahnya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 50 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.
Adapun hasil dari penelitian ini faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat adalah faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot (0,283), faktor infrastruktur (0,261), faktor perekonomian daerah (0,224), faktor sosial politik (0,124) dan faktor kelembagaan (0,107).
ABSTRACT
The economic competitiveness had been impacted to Indonesian economy. That condition make every region in Indonesia increase the economic competitiveness. Therefore this research for analyze the factors that affect and the economic competitivenessmakers at Langkat in 2014 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study used primary data with quetionaires and interviews with 50 respondent, consisting of student, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.
Results from this research that the infrastructure factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Tanjungbalai city with a weight of 0,293, followed by a factor of labor and productivity (0,258), then the regional economy factors (0,257), institutional factors (0,113), and the final is socio political factor (0,08).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tingginya tingkat persaingan antarnegara ini tidak hanya akan berdampak
pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan melainkan juga akan berdampak
langsung pada perekonomian daerah khususnya setelah pemberlakuan otonomi
daerah dan desentralisasi fiskal. Tantangan ini selanjutnya harus diartikan sebagai
tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya saing
daerahnya masing-masing sebagai penentu keberhasilan pembangunan di daerah
tersebut.
Tantangan utama dari pemberdayaan otonomi daerah adalah pemahaman
akan potensi daya saing daerah. Dengan pemahaman yang akurat dan lengkap
akan potensi daya saing yang dimiliki oleh daerahnya, suatu pemerintah daerah
akan dapat dengan mudah menyusun suatu kebijakan yang benar-benar baik dan
pada gilirannya akan menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha di daerah
yang bersangkutan.
Konsep daya saing dapat ditinjau dari sisi perusahaan, industri,
kelompokindustri, negara, atau daerah. Daya saing merupakan salah satu kata
kunci yang lekat dengan pembangunan ekonomi daerah (Sri Susilo, 2013).
mengembangkan iklim paling produktif bagi bisnis dan inovasi. Daya saing juga
banyak diartikan sebagai suatu potensi tunggal, sehingga dengan demikian tidak
ada upaya pemahaman bagaimana kompleksitas faktor-faktor yang membentuk
daya saing. Tanpa adanya kesatuan pemahaman yang benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan, daya saing sering kali menyebabkan kekeliruan dalam
pengambilan kesimpulan dan kebijakan. Oleh karena itu upaya penyatuan
pemahaman akan konsep daya saing adalah sangat perlu untuk dilakukan.
Word Economic Forum (WEF), suatu lembaga yang secara rutin
menerbitkan “Global Competitiveness”, mendefenisikan daya saing nasional
secara lebih luas namun dalam kalimat yang singkat dan sederhana. WEF
mendefenisikan daya saing nasional sebagai “kemampuan perekonomian nasional
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan”. Fokusnya
kemudian adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat, institusi-institusi yang
sesuai, serta karakteristik-karakteristik ekonomi yang lain yang mendukung
terwujudnya pertumbuhan ekonomi lain yang mendukung terwujudnya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan tersebut.
Peringkat daya saing global Indonesia versi World Economic Forum
(WEF) tahun 2014 -2015 dinaikkan dari 38 menjadi 34 dari 144 negara. Adanya
perbaikan di beberapa sektor pendorong ekonomi, menjadi salah satu faktor
kenaikan peringkat tersebut. Setelah pada tahun 2013, peringkat Indonesia
melompat secara signifikan sampai 12 level ke peringkat 38 dalam pemeringkatan
daya saing global 2013-2014. Dengan kenaikan tersebut, Indonesia berada di
kriteria seperti infrastruktur, konektifitas, kualitas tata kelola sektor swasta dan
publik efisiensi pemerintah, dan pemberantasan korupsi.
Kemudian hasil penelitian dari Lee Kuan Yew School of Publicy (2013),
Mulya Amri, Sumatera Utara berada pada peringkat ke -10 dari 33 Provinsi di
seluruh Indonesia belum termasuk provinsi baru yaitu Kalimantan Utara.
Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten yang berada di
Dataran Tinggi Bukit Barisan, terletak di Bagian Barat Laut Provinsi Sumatera
Utara. Daya saing perekonomian daerah ditandai dengan semakin kuat dan
kompetitifnya ekonomi Kabupaten Langkat. Melihat persaingan daerah yang
semakin tajam, menuntut pemerintah untuk menyiapkan daerahnya sedemikian
rupa agar mampu menarik investasi, orang dan industri ke Kabupaten Langkat.
Kabupaten Langkat terdiri dari 23 Kecamatan, 240 desa dan 37 kelurahan dengan
Ibukota Kabupaten adalah Stabat.
Secara umum ada empat kegiatan ekonomi yang cukup dominan dalam
pembentukan total PDRB Kabupaten Langkat yaitu sektor pertanian, sektor
industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor
pertambangan dan penggalian. Sedangkan kegiatan ekonomi lain secara berurutan
sesuai dengan peranannya terhadap pembentukan total nilai PDRB adalah jasa –
jasa, pengangkutan dan komunikasi, bangunan, keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan listrik, gas dan air bersih.
Dari hasil penelitian PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE-UNPAD
ke-181 secara keseluruhan dalam daya saing daerah dari 434 neraca daya saing
daerah. Berdasarkan input perekonomian daerah, kabupaten Langkat berada di
peringkat 120. Peringkat ini masih di bawah kabupaten dan kota lainnya di
Sumatera Utara seperti kota Pematang Siantar yang berada di peringkat 117, kota
Sibolga di peringkat 131, dan kota Binjai di peringkat 141. Berdasarkan input
SDM dan ketenagakerjaan, kabupaten Langkat berada di peringkat 97.
Berdasarkan input infrastruktur, SDA, dan lingkungan, berada di peringkat 430
dan berdasarkan output tingkat kesempatan kerja, kabupaten Langkat berada di
peringkat 370.
Dari uraian diatas maka penulis tertarik melakukan analisis untuk
mengkaji faktor penentu daya saing ekonomi dengan memilih judul, “Analisis
Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka pokok masalah yang akan
diteliti adalah:
1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten
Langkat.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor penentu daya saing Kabupaten Langkat.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini dilakukan
adalah :
2. Mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing daerah.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini bisa menjadi masukan oleh Kementrian Dalam Negeri
sebagai informasi perkembangan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat
yang ada selama ini.
2. Sebagai manfaat akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
mengembangkan pengetahuan dan memberikan informasi serta menjadi
alternatif literatur bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian yang sama.
3. Dapat memberikan manfaat bagi pemerintah Kabupaten Langkat sebagai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daya Saing Daerah
Setiap daerah ditantang untuk berbenah diri menghadapai era persaingan
yang tidak hanya bersifat lokal tetapi juga bersifat global. Persaingan ini menuntut
setiap bangsa, negara dan daerah untuk berbenah diri dengan memberi lingkungan
paling kondusif bagi pelaku bisnis dalam berusaha. Hal ini memerlukan strategi
yang dirumuskan oleh segenap komponen pembangunan daerah (pemerintah,
swasta, dan masyarakat sipil) untuk dapat untuk unggul tingkat regional maupun
internasional guna menunjukkan usaha yang paling kompetitif, yang dikenal
dengan istilah daya saing daerah.
Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat Departemen Perdagangan
dan Industri Inggeris (UK-DTI) adalah kemampuan suatu daerah dalam
menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka
terhadap persaingan domestic maupun internasional. Sementara itu Centre for
Urban and Regional Studies (CURDS) mendefinisikan daya saing daerah sebagai
kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan
pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk
Menurut Boltho (1996) dalam Tirtosuharto (2009), konsep daya saing
dalam tingkatan makro adalah kemampuan nasional atau daerah untuk
memproduksi dan mendistribusi barang dan jasa dalam ekonomi internasional,
mencapai level pertumbuhan produktivitas tertinggi, dalam meningkatkan
pendapatan perkapita, menaikkan standar kehidupan. Sedangkan perspektif mikro,
Conti and Giaccaria (2001) mengatakan bahwa konsep daya saing mengarah pada
kedinamisan tuntutan pasar global dan aspek kritis dari restrukturisasi
perusahaan-perusahaan dan industri. Dalam mendefinisikan daya saing perlu diperhatikan
beberapa hal sebagai berikut:
Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau
efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih
mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian”
daripada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”.
Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga
rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya terpadu dalamsuatu sistem
ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta
perusahaan dalam perkonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal
ini diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.
Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak
lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam 15
perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang
maha luas pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel
pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan
masyarakat.
Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran
keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata
“daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang
tertutup.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa daya saing
daerah adalah “Kemampuan perkonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan
tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada
persaingan domestik dan internasional”(Piter Abdullah,2002).
Secara makro, potensi ekonomi daerah biasanya juga menjadi salah satu
indikator daya saing daerah tersebut. Hal itu karena potensi ekonomi suatu daerah
akan ikut membentuk kompleksitas daya saing daerah. Daya saing daerah sendiri
mempunyai pengertian yang lebih luas daripada sekedar potensi ekonomi, karena
dalam konsep daya saing daerah juga termasuk aspek kelembagaan, iklim sosial,
iklim politik, kebijakan pemerintah, manajemen dan sebagainya (Balitbang
Kabupaten Riau,2011).
2.2. Indikator Utama Daya Saing Ekonomi
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Pitter Abdullah, 2002 dengan judul
Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Indikator penentu
daya saing daerah adalah Perekonomian Daerah, Keterbukaan, Sistem Keuangan,
Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Sumber
Manajemen dan EkonomiMakro. Masing-masing indikator tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
2.2.1. Perekonomian Daerah
Dalam menciptakan daya saing daerah pemerintah daerah tentu tidak
terlepas dari hubungannya dengan dunia usaha.Oleh karena itu, pemerintah daerah
juga mendukung bagi kelangsungan dunia perekonomian baik sektor umkm
daerah seperti kelangsungan dunia usaha dengan melakukan beberapa upaya,
yaitu dengan menyediakan lahan untuk produksi, mudah, dan murah,
menyediakan suplai bahan kebutuhan konsumsi sehari-hari dengan cukup dan
relatif murah serta mudah diperoleh. Selain itu, pemerintah daerah juga
menciptakan daerah yang aman, tenang, dan dinamis dengan tingkat inflasi yang
rendah.
Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari
perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi
kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya
hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya
dalam jangka pendek.
b) Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing
dalam jangka panjang.
c) Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa
d) Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja
ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu
perekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif
perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara internasional maupun domestik.
2.2.2. Infrastruktur Fisik
Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator seberapa besar sumber
daya seperti modal fisik, geografi, dan sumber daya alam dapat mendukung
aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung
daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya
mendukung aktivitas ekonomi daerah.
b) Modal alamiah baik berupa kondisi geografi maupun kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah.
c) Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung
berjalannya aktivitas bisnis di daerah yang berdaya saing.
2.2.3. Kelembagaan
Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim
sosial, politik, hukum, dan aspek keamanan maupun mempengaruhi secara positif
aktivitas perekonomian daerah. Daerah-daerah yang dilanda konflik yang sangat
berat adalah juga daerah-daerah dengan sub indikator hukum dan keamanan dan
sub indikator sosial, politik dan budaya yang sangat rendah. Pengaruh faktor
kelembagaan terhadap daya saing daerah didasarkan pada beberapa prinsip
a) Stabilitas sosial dan politik melalui sistem demokrasi yang berfungsi
dengan baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas
ekonomi daerah yang berdaya saing.
b) Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai
tanpa adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang
independen.
c) Aktivitas perekonomian ssuatu daerah tidak akan dapat berjalan secara
optimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.
Faktor-faktor yang membentuk disadvantase daerah, pada umumnya
terkonsentrasi pada lemahnya sistem peradilan dengan berbagai aspeknya,
permasalahan korupsi dan suap, dan kompetensi aparat Pemda. Dengan demikian
faktor-faktor yang perlu mendapatkan prioritas pembenahan terkait dengan
kelembagaan, khususnya: masalah keadilan dan ketidakberpihakan, kejujuran,
proses peradilan, penegakan keputusan peradilan serta permasalahan pada aparat
pemerintah daerah yang dianggap sebagai factor disadvantage Propinsi Sumatra
Utara.
2.2.4. Sosial Politik
Kondisi sosial politik dapat mempengaruhi kondisi permintaan secara
tidak langsung melalui kebijakan moneter dan keuangan. Kondisi ini juga dapat
mempengaruhi sumber daya melalui kebijakan yang dibuat pemerintah yang
menyangkut tenaga kerja, pendidikan, pembentukan modal, sumber daya alam,
dan standar produk. Melalui pemerintah, dapat memperbaiki atau menurunkan
keunggulan bersaing tersebut. Walaupun demikian, di Negara maju peran
pemerintah sangat diperlukan, bahkan di Negara maju peran pemerintah tetap
dibutuhkan walaupun sistem ekonomi dan sosial sangat berorientasi pasar. Di
Negara berkembang, peran pemerintah dalam pembangunan termasuk di sektor
industri sangat mempengaruhi lingkungan, dimana dapat berakibat pada
meningkat atau menurunnya keunggulan daya saing suatu industri, Walaupun
secara bertahap campur tangan pemerintah secara langsung diharapkan dapat
dikurangi. Dengan arti kata dalam proses pertumbuhan ekonomi, tugas utama
pemerintah adalah menciptakan lingkungan usaha yang kondusif (Syahresmita,
2000:99).
2.2.5. Tenaga Kerja dan Produktivitas
Indikator sumber daya manusia dapat didekomposisikan ke dalam
beberapa sub-indikator, yaitu: karakteristik penduduk, ketenagakerjaan,
pendidikan, kualitas hidup, perilaku dan nilai sosial. Sub indikator karakteristik
penduduk dan ketenagakerjaan mencerminkan aspek kuantitas dari sumber daya
manusia, sedangkan sub-indikator pendidikan, kualitas hidup, perilaku dan nilai
sosial merupakan sisi kualitas dari semua sumber daya manusia.
Keunggulan daya saing daerah penting karena dua alasan. Pertama, untuk
menyadarkan bahwa keunggulan kompetitif suatu organisasi tidak sepenuhnya
tergantung pada kemampuan internal masing-masing organisasi. Ada
tempat-tempat dimana orang atau organisasi lebih mudah menciptakan usaha yang
kompetitif dibidang tempat lain. Hal ini tidak hanya berlaku untuk negara, tetapi
kompetitif yang harus dikenali, yaitu keunggulan kompetitif statis dan keunggulan
kompetitif dinamis. Keunggulan kompetitif statis merujuk pada faktor lokasi
geografis, sedangkan keunggulan kompetitif dinamis merujuk pada permasalahan
tenaga kerja (seperti upah, kualitas, kedisiplinan, dan produktivitas), iklim usaha,
dan faktor lain yang berpengaruh terhadap industri didaerah itu. Lokasi geografis
merupakan faktor daya saing yang sangat penting, tetapi hal tersebut juga dimiliki
banyak daerah lain.
Di samping itu ke depan kemajuan teknologi dan globalisasi lambat laun
akan mengurangi signifikan faktor lokasi. Dalam kondisi demikian, faktor-faktor
lain seperti kualitas tenaga kerja dan iklim usaha akan menjadi keunggulan
kompetitif yang penting terutama ketika didaerah lain hal itu merupakan masalah
(Bappenas, 2004).
2.2.6. Keterbukaan
Indikator keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian
suatu daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan
daerah tersebut dengan daerah lain dalam cakupan nasional dan internasional.
Indikator ini menentukan daya saing melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangan internasional merefleksikan
daya saing perekonomian daerah tersebut.
2) Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun
internasional meningkatkan kinerja perekonomiannnya.
3) Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien
4) Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi
pertumbuhan perekonomian daerah.
5) Memepertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi
dengan ekonomi internasional.
2.2.7. Manajemen dan Ekonomi Mikro
Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang
dilakukan dengan pernyataan seberapa jauh perusahaan di daerah dikelola dengan
cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab. Prinsip-prinsip yang
relevan terhadap daya saing daerah di antaranya adalah:
1) Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan
kemampuan manajerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu
daerah.
2) Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya
saing daerah dimana perusahaan tersebut berada.
3) Efisiensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan
menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan
yang kompetitif.
4) Kewirausahaan sangat krusial bagi aktivitas ekonomi pada masa-masa
awal.
5) Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perusahaan memerlukan
keahlian dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan
2.2.8. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang
meningkatkan nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah
melalui beberapa prinsip di bawah ini:
1) Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang
sudah ada secara efisien dan inovatif.
2) Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang
menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui
tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju.
3) Investasi jangka panjang akan meningkatkan daya saing sektor bisnis.
2.2.9. Sumber Daya Manusia
Indikator sumber daya manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengukur
ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia. Faktor SDM ini mempengaruhi
daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
1) Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan
daya saing suatu daerah.
2) Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam
meningktakan tenaga kerja yang berkualitas.
3) Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing
suatu daerah.
4) Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah
2.3. Penelitian Terdahulu
Untuk memperkaya penelitian ini, maka penting untuk mengetahui dan
membandingkan dengan penelitian-penelitian serupa sebelumnya.Tinjauan
pustaka yang diambil diharapakan dapat memberikan suatu perspektif umum bagi
rencana penelitian ini, baik dari segi teori maupun dari hasil penelitiannya.Adapun
tinjauan pustakan yang disajikan adalah penelitian yang berkaitan dengan Daya
Saing Ekonomi Daerah.
Tinjauan pustaka pertama adalah jurnal penelitian yang berjudul “Analisis
Daya Saing Ekonomi Kota Medan” karya Paidi Hidayat pada tahun 2012.Tujuan
peneliti adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu daya saing
ekonomi.Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Hasil
analisis dengan menggunakan metode AHP (Analitical Hierarcy Process)
menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap faktor penentu daya saing
ekonomi di Kota Medan tahun 2012 dipengaruhi oleh 3 faktor dengan nilai bobot
terbesar yakni faktor infrastruktur, faktor ekonomi daerah dan faktor sistem
keuangan.
Dede Indrawati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Elemen-Elemen Prakondisi Pembentukan Daerah Otonom Baru Dan Daya Saing
Investasi Daerah Otonom Baru” memberikan hasil penelitian yaitu daya saing
investasi di daerah Kabupaten Bandung Barat sudah tinggi dilihat dari
peningkatan jumlah investasi.Adapun identifikasi yang menciptakan
meningkatnya daya saing investasi di daerah Kabupaten Bandung Barat yakni
Millah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing
Daerah di Jawa Tengah” memberikan hasil penelitian yaitu hasil tingkat daya
saing daerah kota di Jawa Tengah antara lain Kota Semarang menduduki
peringkat pertama pada tingkat daya saing daerah kota di Jawa Tengah dari tahun
2009 sampai tahun 2011. Sedangkan Kota Tegal menduduki peringkat terendah
pada tahun 2009 dan tahun 2011, dan Kota Magelang menduduki peringkat
terendah pada tahun 2010. Potensi Kota Semarang unggul pada hampir seluruh
indikator daya saing. Semakin unggul potensi yang dimiliki suatu daerah maka
semakin tinggi pula tingkat daya saing daerah kota tersebut.
Ira Irawati, dkk (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengukuran
Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah,
Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam serta Variabel Sumber Daya
Manusia di Wilayah provinsi Sulawesi Tenggara” dengan menggunakan metode
AHP , maka dapat diambil kesimpulan peringkat daya saing terbaik berdasarkan
variabel perekonomian daerah, infrastruktur, sumber daya alam dan sumber daya
manusia pada kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara turut mendukung
kabupaten/kota tersebut menjadi peringkat terbaik secara umum.
Tinjauan pustaka terakhir adalah penelitian yang berjudul “Daya Tarik
Investasi dan Pungli di DIY” karya Mudrajad Kuncoro dan Anggi Rahajeng.
Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi sejauh mana rejim saat ini telah
mengubah daya tarik investasi dan pungutan liar dalam melakukan bisnis di
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif.
qount terhadap pengusaha/pelaku usaha. Dan alat analisis yang digunakan alah
AHP (Analytical Hierarchy Proccess). Berdasarkan hasil temuan penelitian
diperoleh kesimpulan bahwa menurut pelaku usaha di DIY, faktor Kelembagaan
memiliki bobot terbesar dalam menentukan daya tarik investasi di DIT. Kemudian
diikuti faktor infrastruktur dan faktor sosial politik. Persamaan terhadap penelitian
ini adalah metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu metode purposive
sampling yaitu dengan menentukan sampel atau responden yang dianggap dapat
mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengetahuan,
pemahaman, pengaruh dan merasakan dampak terkait. Serta persamaannya
terdapat pada metode analisis yang digunakan yaitu AHP. Sedangkan perbedaan
2.4.Kerangka Konseptual
Gambar 2.1
Indikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi
Kerangka konseptual diatas merupakan indikator penentuan daya saing
ekonomi Kabupaten Langkat (Gambar 2.1). Penentuan variabel-variabel daya
saing ekonomi Kabupaten Langkat harus sesuai dengan tujuan dari penelitian ini.
Adapun variabel-variabel yang menjadi indikator utama dalam penelitian ini
berdasarkan perbandingan dari beberapa penelitian terdahulu tentang daya saing
yaitu, Ira Irawati (2008), Millah (2013), Dede Indrawati (2012), Paidi Hidayat
(2012) dan Mudrajat Kuncoro (2005).
Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Langkat
Sejak maraknya aura pemekaran kabupaten/kota di Sumut, Kabupaten
Langkat merupakan kabupaten tersisa yang belum tersentuh dan menjadi salah
satu kabupaten dengan luasan areal yang terbesar di Sumut. Langkat merupakan
kabupaten yang potensi ekonominya cukup tinggi dan posisinya strategis. Pada
masa jayanya, Langkat merupakan daerah produksi dan penghasil migas terbesar
di Sumut. Instalasi permigasan dapat disaksikan di wilayah ini yang juga
mencakup sebagian wilayah NAD.
Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten yang berada di
Dataran Tinggi Bukit Barisan, terletak di Bagian Barat Laut Provinsi Sumatera
Utara, secara geografis berada pada koordinat 3º14´ - 4º13´ LU dan 97º52´ -
98º45´ BT.
Secara administrasi Kabupaten Langkat mempunyai batas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Tamiang (Provinsi NAD) dan
Selat Malaka
b. Sebelah Selatan : Kabupaten Karo
d. Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Tenggara/Tanah Alas (Provinsi
NAD)
Luas wilayah Kabupaten Langkat adalah 626.329 Ha. Kabupaten Langkat
terdiri dari 23 kecamatan, 240 desa dan 37 kelurahan dengan Ibukota
Kabupatennya adalah Stabat. Dengan Kecamatan yang memiliki luas terbesar
yaitu Kecamatan Bahorok 95 – 510 ha, dan Kecamatan Binjai menjadi kecamatan
terkecil dengan luas 4,955 ha.
4.2 Demografis Wilayah Kabupaten Langkat
Jumlah penduduk Kabupaten Langkat pada pertengahan tahun 2013
sebesar 978.734 jiwa dengan penduduk laki-laki sebesar 492.783 jiwa dan
penduduk perempuan sebesar 485.951 jiwa.
Komposisi penduduk berdasarkan diagram ketenagakerjaan dibagi dalam :
Kelompok penduduk usia kerja sebanyak 668.904 jiwa.
Kelompok penduduk bukan usia kerja sebanyak 309.830 jiwa.
Gambar 4.2.1
Pada struktur tenaga kerja, penduduk dibagi 2 (dua), yaitu :
1. Penduduk Usia Kerja
Penduduk usia kerja di Kabupaten Langkat sebanyak 668.904 jiwa dengan
penduduk laki-laki sebesar 333.965 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak
334.939 jiwa.
Kelompok ini juga dibedakan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :
a. Angkatan Kerja
Jumlah penduduk yang termasuk angkatan kerja sebanyak 505.164 jiwa
dengan rincian penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar
292.367 jiwa dan 212.797 jiwa.
b. Bukan Angkatan Kerja
Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja sebanyak 163.740 jiwa
dengan rincian penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar
41.596 jiwa dan 122.142 jiwa.
2. Penduduk Bukan Usia Kerja
Penduduk bukan usia kerja di Kabupaten Langkat sebanyak 309.830 jiwa
dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 158.818 jiwa dan penduduk
4.3 Perekonomian Kabupaten Langkat
Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Langkat selama 5 tahun terakhir
mengalami kenaikan berfluktuasi, sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah
ini. Hal ini terjadi karena kondisi perekonomian, baik di tingkat nasional, regional
maupun domestik belum menunjukkan adanya stabilitas perekonomian agregat.
Tabel 4.3.1
Agregat PDRB dan PDRB Perkapita Kabupaten Langkat
No. Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013
1. Pertanian 3.742.778.48 3.941.301,79 4.157.064,51 4.378.099,67 4.608.280,78
2. Pertambangan &
Penggalian
394.263,81 412.028,76 432.164,06 437.469,58 452.977,18
3. Industri Pengolahan
744.704,13 784.137,99 827.543,41 868.055,31 918.648,77
4. Listrik, Gas & Air Bersih
23.856,82 25.449,42 27.209,15 28.849,40 29.984,54
5. Bangunan 163.402,99 174.458,41 188.002,94 218.155,36 252.325,74
6. Perdagangan, Hotel, Restoran
1.099.716,26 1.176.729,74 1.246.376,48 1.311.127,62 1.371.969,16
7. Pengangkutan dan
Komunikasi
152.781,49 162.387,28 171.877,01 182.252,68 194.856,76
8. Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan
120.220,11 131.133,18 144.226,35 164.766,08 180.625,08
9. Jasa-Jasa 377.509,57 402.935,64 432.533,42 469.870,26 517.676,21
PDRB Dengan Migas
6.819.233,67 7.210.562,21 7.626.997,33 8.058.645,95 8.527.344,25
PDRB Tanpa Migas
6.352.739,98 6.722.626,48 7.114.973,11 7.545.541,68 7.996.191,71
Sumber : Badan Pusat Statistik
Dalam tabel diatas dapat dilihat bahwa PDRB Kabupaten Langkat dari tahun
2009-2013 mengalami kenaikan yang cukup baik. Dapat dilihat bahwa Pertanian
menjadi penyumbang PDRB terbesar di setiap tahunnya yang pada tahun 2013
menyumbang Rp 4.608.280,78. Kemudian disusul oleh perdagangan, hotel dan
Dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Langkat pada
tahun 2012 mengalami peningkatan pertumbuhan dibanding dengan tahun
sebelumnya. Pada tahun 2013 laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Langkat
sebesar 5,82 persen (dengan minyak bumi). Demikian juga tanpa minyak bumi
laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Langkat sebesar 5,97 persen pada tahun
2013 mengalami perlambatan sedikit dibandingkan dengan tahun sebesar 5,97
persen.
Pada tahun 2012 banyaknya perusahaan industri besar dan sedang yang
bergerak di sektor pengolahan di Kabupaten Langkat adalah 60 perusahaan yang
terkonsentrasi di 3 (tiga) daerah kecamatan yaitu Selesai, Besitang, dan Stabat.
Kecamatan Selesai merupakan daerah dengan jumlah industri besar dan sedang
terbanyak yaitu mencapai 12 perusahaan atau 19,67 dari total perusahaan
seluruhnya, diikuti Kecamatan Besitang sebanyak 6 perusahaan atau sebesar 9,84
persen dan Kecamatan Stabat dengan 5 perusahaan atau sebesar 8,20 persen dari
total perusahaan di Kabupaten Langkat.
Daerah yang paling sedikit jumlah perusahaannya adalah Kecamatan
Serapit, Kecamatan Kuala, Kecamatan Sei Bingai, dan Kecamatan Padang
Tualang dengan jumlah industri masing-masing sebanyak 1 (satu) perusahaan.
Kecamatan yang sama sekali tidak mempunyai kegiatan industri pengolahan skala
besar dan sedang adalah Kecamatan Kutambaru, Secanggang, Tanjung Pura,
4.4 Profil Responden
Berdasarkan hasil tabulasi terhadap 50 responden yang menjadi sampel
dalam penelitian ini didapat informasi bahwa responden berjenis kelamin pria
lebih banyak daripada responden wanita, yaitu responden pria 58% dan responden
wanita 42%. Sedangkan responden yang paling banyak diwawancarai berusia
21-30 tahun berkisar 40%. Kemudian diikuti oleh usia lebih dari 50 tahun berkisar
sebesar 26%. Kemudian usia 41-50 berkisar 22%. Lalu usia 31-40 tahun berkisar
8%. Serta yang terendah di usia dibawah 20 tahun yaitu 4%. Sementara itu untuk
tingkat pendidikan, pada umumnya responden tamatan D3/S1/S2 sebesar 54% dan
selebihnya tamatan SMA/Sederajat sebesar 42%. Dan hanya 4% responden yang
tamatan SMP/Sederajat. Untuk lebih jelasnya, karakteristik responden dapat
Tabel 4.2
Karakteristik Responden
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Pria 29 58%
2 Wanita 21 42%
Usia (Tahun) Jumlah Persentase
1 <20 2 4%
2 21 – 30 20 40%
3 31 – 40 4 8%
4 41 – 50 11 22%
5 >50 13 26%
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1 SMP/Sederajat 2 4%
2 SMA/Sederajat 21 42%
3 D3/S1/S2 27 54%
4.5 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi
Peringkat daya saing yang dimiliki suatu daerah merupakan wujud hasil
kerja dari usaha pemerintah setempat dan masyarakat yang bermukim di daerah
tersebut atas kebijakan yang dirancang dan diberlakukan pada daerah tersebut.
Peringkat daya saing tersebut dihitung dari indikator-indikator yang membentuk
pembobotan daya saing ekonomi daerah tersebut. Apabila faktor pembentuk daya
saing tersebut memiliki kinerja yang baik, tentu akan mendukung daerah tersebut
memiliki daya saing yang dapat dibandingkan dengan daerah lain. Jadi, semakin
tinggi nilai faktor pembentuk daya saing suatu daerah maka semakin tinggi pula
bobot daya saing yang dimiliki daerah tersebut.
Untuk menghitung daya saing Kabupaten Langkat, maka terlebih dahulu
ditentukan faktor-faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan nilai
bobot dari masing-masing faktor tersebut. Pembobotan ini diperoleh
menggunakan AHP (Analytical Hierarcy Process) dan dengan menggunakan
bantuan software Expert Choice.
Pembobotan ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor-faktor
yang menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat tahun 2014. Bobot
yang lebih besar dari suatu faktor menunjukkan bahwa faktor tersebut lebih
penting daripada faktor yang lainnya dalam menentukan daya saing ekonomi
Kabupaten Langkat. Berikut hasil pembobotan daya saing ekonomi Kabupaten
Gambar 4.5.1
Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Langkat
Dari hasil diatas dapat kita lihat bahwa faktor penentu daya saing ekonomi
Kabupaten Langkat tahun 2014 adalah faktor tenaga kerja dan produktivitas yang
memiliki bobot tertinggi yaitu 0,283 atau 28% dari jumlah keseluruhan faktor
pendukung. Kemudian faktor infrastruktur fisik berada di urutan kedua sebagai
penentu daya saing ekonomi yang memiliki bobot 0,261 atau 26%. Lalu faktor
bobot 0,124 atau 12%. Serta diikuti dengan faktor kelembagaan yang memiliki
nilai bobot terendah dan juga berada di peringkat kelima dari faktor penentu daya
saing ekonomi Kabupaten Langkat yaitu dengan bobot 0,107 dengan bobot 11%.
Pentingnya faktor tenaga kerja dan produktifitas dalam penentuan daya
saing ekonomi Kabupaten Langkat menjadi ukuran bagi perkembangan ekonomi
di daerah tersebut. Sedangkan faktor perekonomian daerah menjadi prioritas
ketiga dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat.
Bobot faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat dapat dilihat
dengan presentasenya sebagai berikut.
Gambar 4.5.2
Presentase Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kab. Langkat
Presentase pembobotan tersebut, menunjukkan bahwa tanggapan
responden terhadap penentu daya saing ekonomi Kabupaten Langkat dipengaruhi
oleh faktor yang memiliki bobot terbesar yaitu, tenaga kerja dan produktivitas,
4.5.1 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas
Faktor tenaga kerja dan produktivitas dapat juga disebut sebagai faktor
SDM yang dimiliki suatu daerah. Faktor ini sangat berpengaruh bagi
perkembangan pembangunan suatu daerah. Apabila suatu daerah memiliki tenaga
kerja dengan produktivitas yang tinggi, maka dengan sendirinya suatu daerah akan
berkembang pesat. Karena kebijakan, peraturan, yang dirancang dan diberlakukan
di suatu daerah berasal dan nantinya akan dijalankan oleh SDM itu sendiri.
Gambar 4.5.1.1
Persentase Pembobotan Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas Kab. Langkat
Faktor tenaga kerja dan produktivitas, memiliki 3 faktor pendukung yang
dapat dijadikan tolak ukur perkiraan bobot daya saing yang dimiliki suatu daerah.
Yaitu faktor produktivitas tenaga kerja yang memiliki bobot 0,553 atau persentase
0,258 atau total persenan 26% dan faktor biaya tenaga kerja dengan bobot 0,188
atau memiliki total persenan 19%.
Dilihat dari sudut pandang biaya tenaga kerja, masyarakat sudah setuju
dengan besarnya upah tenaga kerja yang sudah sesuai dengan upah minimum
kabupaten yang berlaku. Hal ini dapat dilihat sebanyak 60% masyarakat setuju
dengan pernyataan ini. Namun, masyarakat kurang setuju dengan besarnya upah
yang mereka terima sesuai dengan kebutuhan hidup mereka. Sebanyak 44%
masyarakat menyatakan bahwa kebutuhan hidup mereka belum tercukupi oleh
besarnya upah yang mereka terima. Hal ini dikarenakan dengan latar belakang
pendidikan yang rendah, masyarakat sekitar hanya mengisi bagian sesuai dengan
latar belakang pendidikan mereka.
Dari sudut pandang ketersediaan tenaga kerja, sebanyak 50% dari jumlah
responden menyatakan kurang setuju bahwa jumlah angkatan kerja sudah sesuai
dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Fenomena bahwa jumlah pasar tenaga kerja
lebih sedikit daripada jumlah angkatan kerja juga terjadi di Kabupaten Langkat.
Masih banyaknya tenaga kerja yang berasal dari luar daerah dikarenakan latar
belakang pendidikan mereka yang memadai membuat masyarakat asli Kabupaten
Langkat kurang diberdayakan. Tentunya hal ini sesuai dengan persepsi
masyarakat bahwa tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan pasar tenaga
kerja. Sebanyak 58% responden setuju dengan pernyataan ini.
Kemudian dari sisi produktivitas tenaga kerja, jumlah responden yang
kerja yang ada relatif tinggi, adalah sama masing-masing 44%. Beda halnya
dengan persepsi bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya
upah yang ada. Responden menyadari akan kemampuan yang mereka miliki.
Sehingga 58% responden setuju dengan persepsi ini.
Dari data bps 2011, tercatat bahwa jumlah penduduk usia produktif
berjumlah 574.644 jiwa dan usia tidak produktif 407.938 jiwa. Jumlah usia
produktif berkisar 58-60% dengan setiap tahunnya. Dari data ini, menunjukkan
bahwa jumlah usia produktif menanggung jumlah yang relative sama dengan
jumlah penduduk yang tidak produktif.
4.5.2 Faktor Infrastruktur Fisik
Infrastruktur fisik merupakan salah satu faktor pendukung yang utama
bagi penentuan daya saing suatu daerah. Dimana jika suatu daerah memiliki
infrastrukturnya memadai, tentu akan sangat mendukung aktivitas keseharian bagi
penduduk serta meningkatkan tingkat perekonomian daerah tersebut.
Faktor infrastruktur fisik yang terdiri dari dua variabel yaitu ketersediaan
infrastruktur fisik dan kualitas infrastruktur. Variabel ketersediaan infrastruktur
fisik memiliki bobot sebesar 0,364 atau 36% dari keseluruhan bobot faktor
infrastruktur fisik. Variabel kualitas infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar
0,636 atau 64% dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur fisik. Persentase bobot
dari masing-masing variabel faktor infrastruktur fisik dapat dilihat pada gambar di
Gambar 4.5.2.1
Presentase Pembobotan Faktor Infrastruktur Fisik Kab. Langkat
Dari hasil wawancara yang diperoleh, 54% dari keseluruhan jumlah
responden menyatakan setuju dengan ketersediaan jalan yang sudah memadai.
32% kurang setuju, 2% tidak setuju dan 12% sangat setuju dengan kondisi jalan
yang sudah memadai. 32% masyarakat kurang setuju dengan kondisi jalan yang
sudah memadai dikarenakan belum meratanya pembangunan jalan yang memadai
sampai ke daerah pedalaman Kabupaten Langkat. Namun untuk daerah perkotaan
seperti Stabat kondisi jalan sudah memadai.
Kemudian, untuk persepsi bahwa ketersediaan pelabuhan laut sudah
memadai sebanyak 58% atau 29 responden sangat tidak setuju dengan hal ini. Dan
tidak ada responden yang sangat setuju ataupun setuju dengan persepsi ini. Hal ini
dikarenakan Kabupaten langkat belum memiliki pelabuhan yang memadai bagi
para nelayan. Sama halnya dengan persepsi pelabuhan udara yang sudah
memadai. 52% atau sekitar 26 responden sangat tidak setuju dengan pernyataan
atau 38 responden menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut. Dan hanya 2%
atau 1 orang yang menyatakan kurang setuju dengan ketersediaan saluran telepon.
Pada variabel kualitas infrastruktur fisik, persepsi bahwa kualitas jalan
sudah baik 68% atau 34 responden setuju dengan hal ini. 28% atau 14 responden
yang menyatakan kurang setuju. Untuk pernyataan akses dan kualitas pelabuhan
laut sudah baik 50% responden menyatakan tidak setuju dan 50% menyatakan
sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Dan persepsi akses dan kualitas
pelabuhan udara sudah baik, 54% reponden menyatakan tidak setuju. Sedangkan
untuk persepsi kualitas sambungan dan saluran telepon sudah baik, 92% reponden
setuju dengan hal ini.
4.5.3 Faktor Perekonomian Daerah
Perekonomian suatu daerah menjadi faktor pendukung bagi daya saing
ekonomi daerah Kabupaten Langkat. Faktor perekonomian daerah berada di
urutan ketiga atau 23% meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten langkat.
Terdapat faktor-faktor pendukungnya yaitu variabel potensi ekonomi dan variabel
Gambar 4.5.3.1
Presentase Pembobotan Faktor Perekonomian Daerah Kab. Langkat
Pada diagram diatas potensi ekonomi lebih memiliki pengaruh bagi
perekonomian daerah Kabupaten Langkat dapat kita lihat sebanyak 62%
mempengruhi perekonomian daerah. Kemudian sisanya 38% bagi struktur
ekonomi mempengaruhi perekonomian daerah Kabupaten Langkat.
Dari hasil wawancara dengan responden, 44% atau 22 responden
menyatakan kurang setuju dengan tingkat daya beli masyarakat yang cenderung
meningkat. Karena menurut hasil wawancara dengan responden kategori
pengusaha, masyarakat setempat daya beli masih pada kebutuhan primer saja.
Untuk kebutuhan sekunder masih cenderung rendah. Oleh karena itu 42%
responden menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut.
Sedangkan untuk perkembang perekonomian yang semakin membaik,
50% responden menyatakan kurang setuju. Karena menurut masyarakat,
responden menyatakan setuju dengan persepsi ini. Hal ini sejalan dengan
pernyataan kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan terjangkau, 44%
responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan ini. Namun untuk
pernyataan tingkat kesejahteraan masyarakat yang cenderung semakin membaik
mendapat 56% responden yang setuju. Hal ini dikarenakan UMK yang sudah
sesuai menurut responden.
Untuk persepsi masyarakat di variabel struktur ekonomi, 42% masyarakat
setuju atas nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin meningkat. Untuk
kontribusi sekunder semakin meningkat mendapat 44% responden yang setuju.
Serta untuk kontribusi sektor tersier mendapat 64% responden yang setuju.
4.5.4 Faktor Sosial Politik
Kondisi sosial politik suatu daerah turut menjadi pendukung bagi daya
saing ekonomi. Dimana bagi daerah Kabupaten langkat sendiri faktor sosial
politik dengan presentase 12% atas empat faktor pendukung lainnya. Rancangan
kebijakan serta penetapan kebijakan akan sangat berpengaruh bagi kondisi suatu
daerah. Aparatur turut menjadi penentu bagi pelaksana kebijakan ataupun
penggerak dari hasil rancangan yang telah dibuat. Faktor sosial politik memiliki
variabel lainnya yaitu variabel stabilitas politik, variabel keamanan dan variabel
Gambar 4.5.4.1
Presentase Pembobotan Faktor Sosial Politik Kabupaten Langkat
Pada diagram diatas dapat kita lihat variabel stabilitas politik dengan
presentase 40% sebagai variabel yang paling berpengaruh bagi faktor sosial
politik. Kemudian diikuti variabel keamanan dengan presentase 36% serta
variabel budaya masyarakat memiliki presentase 24% atas pengaruhnya terhadap
faktor sosial politik yang menjadi salah satu faktor pendukung untuk
meningkatkan daya saing ekonomi daerah Kabupaten Langkat.
Dari hasil wawancara, 48% responden setuju bahwa potensi konflik di
masyarakat semakin menurun dan dapat dideteksi. Menurut masyarakat sekitar
daerah yang bermasalah di Kabupaten Langkat, hal ini terjadi karena pola pikir
masyarakat yang berubah menjadi lebih maju. Intensitas unjuk rasa yang ada di
wilayah tersebut semakin menurun juga dibenarkan masyarakat. Hal ini terlihat
Sama halnya dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin baik juga
memiliki presentase 64%.
Dari sisi keamanan daerah Kabupaten Langkat sendiri, gangguan
keamanan terhadap aktivitas dunia usaha semakin menurun juga disetujui oleh
responden terlihat bahwa persepsi ini mendapat 64% responden yang menyatakan
mereka setuju. Berikut juga dengan gangguan keamanan terhadap masyarakat
dilingkungan sekitar tempat kegiatan usaha semakin menurun yang disetujui
responden dengan presentase 56%. Untuk kecepatan aparat dalam menanggulangi
gangguan keamanan semakin baik dengan presentase 46% responden yang setuju
dan 34% responden yang tidak setuju dengan pernyataan ini.
Dari sisi budaya masyarakat, partisipasi masyarakat dan dunia usaha
dalam perumusan kebijakan pemerintah daerah semakin meningkat dengan
presentase 46% responden menyatakan setuju dengan pernyataan ini. Sama halnya
dengan persepsi bahwa keterbukaan masyarakat terhadap dunia usaha semakin
baik dapat dilihat dari jumlah presentasenya yaitu 52% atas responden yang
setuju. Sebanyak 60% masyarakat setuju atas persepsi perilaku masyarakat
terhadap diskriminasi semakin menurun. Berikut juga dengan adat istiadat
masyarakat sekitar yang semakin mendukung kegiatan usaha. Serta etos kerja
masyarakat yang semakin meningkat mendapat 46% responden yang setuju.
Kondisi sosial politik Kabupaten Langkat sudah tergolong kondusif. Hal
ini membuat masyarakat Kabupaten Langkat merasa nyaman bermukim di
Kabupaten Langkat, kedepannya akan meningkatkan daya saing ekonomi daerah
Kabupaten Langkat dengan daerah Kabupaten sekitar.
4.5.5 Faktor Kelembagaan
Faktor kelembagaan berada di urutan kelima dalam mempengaruhi daya
saing ekonomi Kabupaten Langkat terlihat dari bobot yang dimilikinya 0,107
dengan presentase 11%. Faktor kelembagaan juga memiliki variabel-veriabel
pendukung didalamnya yaitu variabel kepastian hukum, variabel pembiayaan
pembangunan, variabel aparatur dan variabel peraturan daerah. Berikut presentase
yang dimiliki masing-masing variabel.
Gambar 4.5.5.1
Presentase Pembobotan Faktor Kelembagaan Kab. Langkat
Dari diagram dapat dilihat variabel pendukung yang paling mempengaruhi
faktor kelembagaan adalah variabel peraturan daerah dengan bobot 0,325 dengan
presentase 33%. Variabel pembiayaan pembangunan berada di urutan kedua
dalam mempengaruhi faktor kelembagaan dengan bobot 0,269 atau dengan
atau dengan presentase 25%. Dan yang terakhir variabel aparatur dengan bobot
0,159 atau dengan presentase 16%.
Dari sisi variabel kepastian hukum, 62% responden setuju bahwa
konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik. 70%
responden setuju dengan penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia usaha
sudah baik. 70% responden setuju bahwa pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan
usaha semakin berkurang.
Dari sisi variabel keuangan daerah 56% setuju bahwa jumlah APBD yang
ada sekarang ini telah sesuai kebutuhan. 58% responden setuju dengan realisasi
APBD sesuai dengan rencana program dan anggaran. 56% responden setuju
dengan tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD relatif rendah.
Kemudian dari sisi variabel aparatur dan pelayanan, 60% responden setuju
birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik. 54% responden setuju
penyalahgunaan wewenang oleh aparatur semakin berkurang. 46% responden
setuju struktur pengutan oelh pemerintah daerah terhadap dunia usaha sudah
sesuai.
Dan dari sisi variabel peraturan daerah, 62% responden setuju bahwa
peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan retribusi sudah mendukung
kegiatan dunia usaha. 42% responden setuju dengan implementasi Perda sudah
Dari analisis persepsi masyarakat terhadap faktor kelembagaan daerah
Kabupaten Langkat, peraturan produk hukum yang dirancang dan ditetapkan
pemerintah daerah tergolong sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kondisi
ini menunjukkan bahwa aparatur daerah sudah bekerja dengan baik dalam
menciptakan situasi yang kondusif bagi daerah Kabupaten Langkat. Namun
diharapkan lebih ditingkatkan lagi agar member pengaruh yang lebih besar untuk
meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Langkat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan
beberapa hal, antara lain:
1. Dari hasil pembobotan dan pemeringkatan, faktor utama penentu daya
saing ekonomi Kabupaten Langkat adalah faktor tenaga kerja dan
produktivitas dengan bobot sebesar 0,283. Peringkat kedua adalah faktor
infrastruktur fisik dengan bobot 0,261. Kemudian peringkat ketiga adalah
faktor perekonomian daerah dengan bobot 0,224. Lalu peringkat keempat,
faktor sosial politik dengan bobot 0,124. Dan yang terakhir faktor
kelembagaan di peringkat kelima dalam mempengaruhi daya saing
Kabupaten Langkat dengan bobot 0,107.
2. Pada faktor tenaga kerja dan produktivitas, variabel pendukung yang
paling mempengaruhi adalah variabel produktivitas tenaga kerja dengan
bobot 0,553 atau 51% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi
faktor tenaga kerja dan produktivitas.
3. Faktor infrastruktur fisik, variabel pendukung yang paling mempengaruhi
adalah variabel kualitas infrastruktur fisik yang memiliki bobot 0,636 atau
64% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor infrastruktur
4. Faktor perekonomian daerah, variabel pendukung yang memiliki bobot
tertinggi adalah variabel potensi ekonomi dengan bobot 0,623 atau 62%
dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor perekonomian
daerah.
5. Faktor sosial politik di Kabupaten Langkat, variabel pendukung yang
paling mempengaruhi adalah variabel stabilitas politik yang memiliki
bobot 0,405 atau 40% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi
faktor sosial politik.
6. Faktor kelembagaan di Kabupaten Langkat, variabel pendukung dengan
bobot terbesar adalah variabel peraturan daerah dengan bobot 0,325 atau
33% dari keseluruhan variabel yang mempengaruhi faktor kelembagaan.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat diberikan saran antara lain:
1. Dalam produktivitas tenaga kerja diperlukan perbaikan seperti
memberikan pelatihan kepada masyarakat sekitar agar meningkatkan
sumber daya manusia daerah Kabupaten Langkat. Sehingga ketersediaan
tenaga kerja dapat mengimbangi kebutuhan SDM yang berkualitas.
2. Perlunya pemerataan pembangunan hingga ke daerah-daerah di Kabupaten
Langkat agar terciptanya infrastruktur yang memadai sehingga mendorong
investor untuk berinvestasi di Kabupaten Langkat guna meningkatkan
perekonomian dan meningkatkan peringkat daya saing ekonomi
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, P., Alisjahbana, Armida, S., Effendi, N., Boediono, 2002. Daya Saing
Daerah, Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, Edisi 1, BPFE,
Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik, Tanjung Balai dalam Angka, Berbagai Edisi, Medan.
Hidayat, Paidi. 2012. Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan.Jurnal. Universitas Sumatera Utara: Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan.
Indrawati, Dede. 2012. Analisis Elemen-Elemen Prakondisi Pembentukan Daerah Otonom Baru Dan Daya Saing Investasi Daerah Otonom Baru (Studi Di
Kabupaten Bandung Barat).Skripsi. Universitas Indonesia: Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik.
Irawati, Ira, dkk, 2008. Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur, Sumber Daya Alam dan Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara
Kuncoro, Mudrajat. 2012. Perencanaan Daerah : Bagaimana Membangun Ekonomi Lokal, Kota, dan Kawasan ?. Jakarta: Salemba Empat.
Millah, Anita Nur, 2013. “Analisis Daya Saing Daerah di Jawa”. Skripsi,
Semarang.
Peter Abdullah & Armida S. Alisjahbana &Nurry Efendi & Budiono. 2002.
Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Yogyakarta:
BPFE.
PPSK BI dan LP3E FE UNPAD. 2008. Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia.Jakarta : Rajawali Pers.
Porter, Michael E, 1990. The Competitive Advantage of Nation, The Free Press.
Saaty, Thomas L, 1990. Decision Making For Leader :The Analytic Hierarchy
Process For Decision in A Complex World, University of Pittsburgh,
Pittsburgh.
Sugiyono, Fx, 2004. “Peningkatan Daya Saing Ekonomi Indonesia”, Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis, Vol. 1 No. 1, hal 14-27.
UK-DTI dan Regional Competitiveness Indicators & Centre For Urban and Regional Studies. 1998. Competitiveness Project 1998 and Regional Branchmarking Report.
World Economic Forum. 2011. The Global Competitiveness Report. Oxford University Press, New York.
Website :
- http://www.penataanruang-sumut.net/sites/default/files/Microsoft%20Word%20-%20KABUPATEN%20LANGKAT_0.pdf
- http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/ketenagakerjaan/882-daya-saing-19-provinsi-bawah-rerata-nasional.
- http://langkatkab.go.id.
- http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/402/jbptunikompp-gdl-waodesitir-20080-3-babii2-u.pdf
- www.bpslangkatkab.go.id