SKRIPSI
ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KOTA PADANGSIDIMPUAN
OLEH
EKA SRI MAHYUNI SIREGAR
110501022
PROGRAM STUDY EKONOMI PEMBANGUNAN
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kita panjatkan ke Khadirat Allah SWT, yang telah
memberikan kesehatan dan kesabaran kepada saya untuk meneyelesaikan penelitian
dan penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan”. Dalam penulisan skripsi ini masih di butuhkan saran dan masukan untuk melengkapi skripsi ini.
Penelitian ini disusun adalah sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S1), Departemen Ekonomi Pembangunan,
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara.
Dan tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada orangtua saya Mahyuddin
Siregar, Nurjannah Harahap, dan semua abang-abang saya, yang telah banyak
mendukung serta memotivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Serta tidak lupa juga saya mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr Azhar Maksum, SE, M.Ec, Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. selaku Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, dan
DepartemenEkonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Irsyad Lubis, SE., M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara, dan Bapak Paidi Hidayat, SE., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara sekaligus dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan
memberi masukan dari awal sehingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya, Hasibuan, M.Si, selaku dosen penguji saya
yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk melengkapi penyusuna
skripsi ini.
5. Ibu Ilyda Sudrajat, S.Si, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan
dukungan dan saran dalam penulisan skripsi ini.
6. Seluruh staf dan pegawai Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Departemen Ekonomi
Pembangunan, Universitas Sumatera Utara.
7. Kepada teman-teman saya khususnya angakatan 2011 Ekonomi Pembangunan
yang telah membantu dan mendukung saya menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang
membaca, terutama bagi penulis.
Medan, Februari 2015
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Metode yang menggunakan metode purposive sampling, dan menggunakan data primer melalui kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.
Hasil dari penelitian ini yaitu faktor perekonomian daerah menjadi faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan dengan bobot sebesar 0,267, diikuti dengan faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot sebesar 0,248, kemudian faktor infrastruktur 0,246, faktor kelembagaan sebesar 0,146, dan yang terakhir faktor sosial politik sebesar 0,094.
ABSTRACT
This study aimed to analyze the factors that affect and be decisive economic competitiveness Padangsidimpuan city in 2014 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study used primary data with questionnaires and interviews with 30 respondents consisting of students, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.
Results from this research that the regional economy factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Padangsidimpuan city with a weight of 0,267, followed by a factor of labor and productivity a weight of 0,248, then the infrastructure factors a weight of 0,246, institutional factors a weight of 0,146, and the final is socio political factor a weight of 0,094.
DAFTAR ISI
3.6 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 22
3.7 Metode Analisi Data ... 21
3.7.1 Jenis Data ... 21
3.7.2 Metode Pengumpulan Data ... 21
3.8 Metode Analisi Data ... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan... 35
4.1.1 Kondisi Geografis Kota PAdangsidimpuan ... 35
4.1.2 Kondisi Demografis Kota Padangsidimpuan ... 35
4.1.3 Kondisi Perekonomian Padangsidimpuan ... 37
4.2 Profil Responden... 39
4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya saing... 40
4.3.1 Faktor Perekonomian Daerah ... 42
4.3.2 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas ... 45
4.3.3 Faktor Infrastruktur Fisik ... 47
4.3.4 Faktor Kelembagaan ... 50
4.3.5 Faktor Sosial Politik ... 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 57
5.2 Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 61
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok
Masyarakat ... .. 21
3.2 Matriks Perbandingan Berpasangan ... .. 31
3.3 Skala Penilaian Perbandingan ... .. 32
3.4 Pembangkit Random (RI) ... 35
4.1 Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Kota Padangsidimpuan tahun 2012………... 36
4.2Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Padangsidimpuan (%) Tahun 2013……….37
4.3 Jumlah Perusahaan Industri Besar Menurut Kecamatan Tahun 2012 ... 38
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Indikator Penentu Daya Saing Ekonomi di Kota
Padangsidimpuan………. 18
4.1 Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan ... 41
4.2 Persentase Faktor Penentu Daya Saing ... 42
4.3 Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah 43 4.4 Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja ... 46
4.5 Persentase Bobot Variabel Faktor Infrastruktur fisik... 48
4.6 Persentase Bobot Variabel Faktor Kelembagaan ... 50
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Metode yang menggunakan metode purposive sampling, dan menggunakan data primer melalui kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.
Hasil dari penelitian ini yaitu faktor perekonomian daerah menjadi faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan dengan bobot sebesar 0,267, diikuti dengan faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot sebesar 0,248, kemudian faktor infrastruktur 0,246, faktor kelembagaan sebesar 0,146, dan yang terakhir faktor sosial politik sebesar 0,094.
ABSTRACT
This study aimed to analyze the factors that affect and be decisive economic competitiveness Padangsidimpuan city in 2014 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study used primary data with questionnaires and interviews with 30 respondents consisting of students, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.
Results from this research that the regional economy factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Padangsidimpuan city with a weight of 0,267, followed by a factor of labor and productivity a weight of 0,248, then the infrastructure factors a weight of 0,246, institutional factors a weight of 0,146, and the final is socio political factor a weight of 0,094.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Daya saing merupakan kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang
memenuhi pengujian internasional, dan dalam saat bersamaan juga dapat memelihara
tingkat pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, atau kemampuan daerah
menghasilkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap
terbuka terhadap persaingan eksternal (European Commission, 1999).
Daya saing daerah mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas
atau efisiensi pada aras mikro perusahaan. Hal ini mendefenisikan daya saing daerah
sebagai “kemampuan suatu perekonomian” dari pada “kemampuan sektor swasta atau
perusahaan”. Pelaku ekonomi bukan hanya perusahaan tetapi meliputi rumah tangga,
pemerintah, dan agen-agen ekonomi lainnya. Tujuan akhir dari peningkatan wilayah
atau daya saing perekonomian adalah untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan
penduduk di wilayah tersebut (Abdullah, dkk 2003).
Sementara itu, tingginya tingkat persaingan antar negara ini tidak hanya akan
berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan, tetapi akan berdampak
langsung setelah berlakunya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Tantangan ini
kemudian harus diartikan sebagai tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk
meningkatkan daya saing di masing-masing daerah. Otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal akan berimplikasi pada kemampuan daerah dalam meningkatkan
daerahnya tersebut. Peringkat daya saing yang semakin menurun mengatakan bahwa
daya saing di Indonesia di perdagangan Internasional semakain menurun. Kekayaan
alam yang belimpah sepertinya kurang berperan dalam peningkatan daya saing
Indonesia. Hal ini mengindikasikan adanya hambatan yang menyebabkan daya saing
Indonesia semakin menurun.Peran pemerintah untuk mengupayakan peningkatan
daya saing seharusnya dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia khususnya
di perdagangan Internasional.
Menurut World Economic Forum, daya saing nasional adalah kemampuan
perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan. Forum Ekonomi Dunia atau Word Economic Forum (WEF)
mempublikasikan daya saing di Indonesia menempati peringkat 34 dari 144 negara,
atau naik tingkat 4 dari posisi sebelumya 38(tahun 2013-2014), dan posisi ke- 50
pada (tahun 2012-2013).Secara keseluruhan, menurut WEF, indikator daya saing
global Indonesia belum memperlihatkan hasil yang merata. Sejumlah indikator
menunjukkan peringkat yang cukup menggembirakan, tapi sejumlah indikator lain
justru sebaliknya. Sebagian indikator malah terkesan bertolak belakang. Lihat saja
misalnya dua indikator, efisiensi pemerintah dan tingkat korupsi. Ketika indikator
efisiensi berada di level yang cukup tinggi, namun ternyata tidak serta merta
dibarengi rendahnya ting kat korupsi, sehingga Indonesia masih berada di level
bawah untuk indikator korupsi.
Masyarakat Tapanuli bagian Selatan (Tabagsel) sudah saatnya bersatu padu,
dalam meningkatkan kualitas pendidikan, meningkatkan produktifitas dan
meningkatkan kesejahteraan.
Bersarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 2001 Kota Padangsidimpuan
ditetapkan sebagai daerah otonom dan merupakan penggabungan dari Kecamatan
Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan
Padangsidimpuan Hutaimbaru, Kecamatan Batunadua, Kecamatan Padangsidimpuan
Tenggara, kecamatan Padangsidimpuan Timur, 37 kelurahan, dan 42 desa, meliputi 6
etnik Mandailing dan Angkola. Kota Padangsidimpuan mayoritas beragama islam,
dan dapat disimpulkan bahwa penduduk Kota Padangsidimpuan mayoritas beragam
islam.
Meningkatnya daya saing daerah dilihat dari kemampuan ekonomi daerah,
fasilitas wilayah dan infrastruktur, iklim berinvestasi dan sumber daya alam.
Banyaknya aset untuk memajukan daerah Kota Padangsidimpuan, namun kurangnya
media yang menjadi faktor penghambat. Ketatnya persaingan menuntut pemerintah
untuk menyiapkan daerahnya untuk berinvestasi dan menjadikan peluang bisnis yang
bisa dikembangan di Kota Padangsidimpuan. PPSK Bank Indonesia dan LP3E
FE-UNPAD (2008) neraca daya saing daerah, secara keseluruhan Kota Padangsidimpuan
berada di peringkat ke-259 dari 434 neraca daya saing daerah.
Latar belakang ini menunjukkan betapa pentingnya kemampuan daerah dalam
menigkatkan daya saing daerah dalam menetapkan kebijakan untuk meningkatkan
pemaparan diatas maka diangkatlah sebuah judul penelitian mengenai “Analisis Daya Saing Ekonomi Daerah di Kota Padangsidimpuan”.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan permasalahan yang menjadi
pokok permasalahan faktor apakah yang mempengaruhi daya saing ekonomi di Kota
Padangsidimpuan tahun 2014.
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui faktor apa saja
yang mempengaruhi daya saing ekonomi di Kota Padangsidimpuan.
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian dapat menjadi bahan masukan dan pengetahuan bagi pembaca
mengenai daya saing ekonomi.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi bagi penulis lainnya.
3. Dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca
4. Sebagai penambah dan pembanding hasil-hasil penelitian dengan topik yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Daya Saing Daerah
Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat
diterapkan level nasional tak lain adalah “produktivitas” yang didefenisikan sebagai
nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja. Bank dunia menyatakan hal
yang relatif sama dimana “ daya saing mengacu kepada besaran serta laju
perubahan nilai tambah per unit mengacu kepada besaran serta laju perubahan nilai
tambah per unit input yang dicapai oleh perusahaan”. Akan tetapi, baik Bank Dunia,
Porter, serta literatur-literatur terkini mengenai daya saing nasional memandang
bahwa daya saing tidak secara sempit mencakup aspek yang lebih luas, tidak
berkutat hanya pada level mikro perusahaan, tetapi juga mencakup aspek diluar
perusahaan. Aspek –aspek tersebut dapat bersifat firm-specific,region-specific, dan
bahkan country-specifi.
World Economic Forum (WEF), suatu lembaga yang secra rutin menrbitkan
“Global Competitiveness Report”, mendefenisikan daya saing nasioanal secara lebih
luas namun dalam kalimat yang singkat dan sederhana yaitu“kemampuan
perekonomian nasioanal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan”. Fokusnya adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat,
institusi-institusi yang sesuai, serta karakteristik-karakteristik ekonomi lain yang mendukung
Institute of Management Development (IMD) dengan publikasinya “World
Competitiveness Yearbook”. Secara lengkap dan relatif lebih formal IMD
mendefenisikan daya saing nasional adalah “kemampuan suatu negara dalam
menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan nasional dengan cara
mengelolah dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality dan proximity, serta
dengan mnegintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu model
ekonomi dan sosial”. Secara sederhananya daya saing nasional adalah suatu konsep
dalam menyediakan suatu iklim tertentu yang kondusif untuk mempertahankan daya
saing domestik maupun global kepada perusahaan-perusahaan yang berada di
wilayahnya.
Kesimpulan yang dapat di ambil dari berbagai penelitian di atas adalah tidak
adanya kesamaan defenisi yang sempurna. Setidaknya, walau dengan defenisi yang
tidak begitu seragam,hampir semua ahli mempunyai kesamaan pendapat tentang apa
saja yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing (Sachs dkk, 2000).
Dengan demikian, defenisi yang pasti dan disepakati semua pihak tidak lagi menjadi
syarat mutlak dalam rangka mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat
menentukan daya saing suatu daerah.
2.2 Konsep dan Defenisi Daya Saing Daerah
Menurut defenisi UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan
pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap
persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu CURDS mendefisikan
daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang
lebih merata untuk penduduknya.
Secara umum, ketika membandingkan kedua defenisi daya saing nasional yang
dibahas sebelumya, terdapat kesamaan yang essensial. Dapat dikatakanbahwa
perbedaan konsep daya saing hanya terpusat pada cakupan wilayah, dimana yang
pertama adalah daerah(bagian suatu daerah), sementara yang kedua adalah negara.
Dalam berbagai pembahasan tentang daya saing nasional pun, baik secara eksplisit
maupun implisit, terangkum relevansi pengadopsian konsep daya saing nasional
kedalam konsep daya saing daerah. Bank Dunia misalnya, secra eksplisit
menyebutkan betapa aspek penentu daya saing dapat bersifat region-specific. Dilihat
dari substansinya pengadopsian konsep daya saing nasional ke dalam konsep daya
saing daerah adalah relevan, namun dalam prakteknya beberapa penyesuaian perlu
untuk dilakukan. Kompetisi ekonomi antar negara yang berdaulat tentu tidak mutlak,
sama dengan kompetisi antar dearah dalam suatu negara. Dan beberapa prinsip perlu
disesuaikan.
Dari pembahasan tentang berbagai konsep dan defenisi tentang daya saing suatu
negara atau daerah sebagaimana diuraikan di atas, dapat diambil satu kesimpulan
bahwa dalam mendefenisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa hal sebagai
berikut :
• Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau
mendefenisikan daya saing sebagai “ kemampuan suatu perekonomian” dari pada
“kemampuan sektor swasta atau perusahaa”.
• Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga
rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadu dalam suatu sistem
ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta perusahaan
dalam perekonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal ini diupayak
dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.
• Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak lain
adalah meningkatnya tinggi kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian
tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang maha luas yang pasti
tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari pembangunan ekonomi
dalam rangka peningkatan standar kehidupan masyarakat.
• Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran
keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata
“daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang
tertutup (Abdullah, dkk, 2002 :15).
Mempertimbangkan hal-hal di atas, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan
BI (PPSK-BI) mendefenisikan daya saing yaitu “kemampuan perekonomian daerah
dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan
2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah
Menurut Hidayat (2012) indikator utama daya saing daerah adalah bagian yang
penting dalam analisis daya saing ekonomi daerah. Pemahaman indikator utama daya
saing ekonomi daerah yang terbatas dan tidak secara komprehensif menjadikan tidak
adanya keseragaman pemahaman yang benar oleh stakeholders ditingkat pemerintah
daerah dan pada gilirannya akan dapat menyebabkan adanya perbedaan analisis dan
kesimpulan terhadap tingkat daya saing yang dimiliki oleh suatu daerah.
Abdullah dkk. (2002) dalam penelitiannya menyebutkan indikato-indikator utama
yang dianggap dapat menentukan daya saing ekonomi daerah adalah (1)
Perekonomian Daerah, (2) Keterbukaan, (3) Sistem Keuangan, (4) Infrastruktur dan
Sumber Daya Alam, (5) Ilmu Pengetahuan dan teknologi, (6) Sumber Daya Manusia,
(7) Kelembagaan, (8) Governence dan Kebijakan Pemerintah, (9) Manajemen dan
Ekonomi Mikro. Masing- masing indikator diatas dapat dijelskan sebagai berikut:
1. Perekonomian Daerah
Perekonomian daerah merupakan ukurun kinerja secara umum dari
perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi
kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup.
Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui
prinsip-prinsip berikut:
1. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam
2. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing jangka
panjang.
3. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.
4. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meniignkatkan kineraja
ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian
daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan-perusahaan yang
akan bersaing secara internasioanal maupun domestik.
2. Keterbukaan
Keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah
berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan daerah tersebut
dengan daerah lain dalam cakupan nasional. Indikator ini menetukan daya saing
melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangna internasioanl merefleksikan daya
saing perekonomian daerah tersebut.
2. Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun
internasional meningkatkan kinerja perekonomiannya.
3. Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara efisien ke seluruh
penjuru dunia.
4. Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi pertumbuhan
perekonomian daerah.
5. Memepertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi dengan
3. Sistem Keuangan
Sistem keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan dan
non-perbankan di daerah untuk fasilitasi aktivitas perekonomian yang memberikan nilai
tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan memepengaruhi alokasi faktor produksi
yang terjadi di perekonomian daerah tersebut. Indikator sistem keuangan ini
mempengaruhi daya saing daerah melaui prinsip-prinsip sebgai berikut:
1. Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas
perekonomian daerah.
2. Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung
daya saing daerah.
4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam
Dalam hal ini infrastruktur merupakan indikator seberapa besar daya seperti modal
fisik, geografis, dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas perekonomian
daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung daya saing daerah melalui
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya
mendukung aktivitas ekonomi daerah.
2. Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah.
3. Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung
5.Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang
menignkatkan nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah melalui
bebrapa prinsip sebagai berikut:
1. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melauli aplikasi teknologi yang sudah
ada secara efisien dan inovatif.
2. Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang menciptakan
pengetahuan baru sangat krusial bagi dareha ketika melaui tahapan
pembangunan ekonomi yang lebih maju.
3. Investasi jangka panjang berupa R&D akan menignkatkan daya saing sektor
bisnis.
6. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusi dalam hal ini ditujukan untuk mengukur ketersediaan dan
kulaitas sumber daya manusi. Faktor SDM ini mempengaruhi daya saing daerah
berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
1. Angakatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan menignktakan daya
saing suatu daerah.
2. Pelatihan dan pendidikan adlah cara yang palin baik dalam menignkatkan
tenaga kerja yang berkualitas.
3. Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menetukan daya saing suatu
4. Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menetukan daya saing daerah tersebut
begitu juga sebaliknya.
7.Kelembagaan
Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim sosial,
hukum dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif aktivitas
perekonomian di daerah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya saing daerah
didasrkan pada bebrapa prinsip sebagai berikut.
1. Stabilitas soaial dan politik melalui sistem demokrasi yang berfungsi dengan
baik merupaka iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi daerah
yang berdaya saing.
2. Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa
adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen.
3. Aktivitas perekonomian daerah suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara
optimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.
8.Governance dan Kebijakan Pemerintah
Governance dan kebijakan pemerintah dimaksudkan sebagai ukuran dari kualitas
administrasi pemerintah daerah, khususnya dalam rangka menyediakan infrastruktur
fisik dan peraturan-peraturan daerah. Secara umum pengaruh faktor governance dan
kebijan pemerintah bagi daya saing daerah dapat disarkan pada prinsip sebagai
berikut:
1. Dengan tujuan menciptakan iklim persaingan yang sehata intervensi pemerintah
2. Pemerintah berperan dalam menciptakan kondisi sosial yang terprediksi serta
berperan pula dalam meminimalkan resiko bisnis.
3. Efektivitas administrasi pemerintah daerah dalam menyediakan infrastruktur
dan aturan-aturan berpengaruh terhadap daya saing suatu daerah.
4. Efektivitas pemerintah dalam melakukan koordinasi dan menyediakan
informasi tertentu pada sektor swasta mendukung daya saing ekonomi suatu
daerah.
5. Fleksibilitas pemerintah daerah dalam menyesuaikan kebijakan ekonomi
merupakan faktor yang kondusif dalam mendukung.
9.Manajemen dan Ekonomi Mikro
Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang dilakukan
dikaitkan dengan pertanyaan seberapa jauh perusahaan di daerah dikelolah dengan
cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab. Adapun prinsip yang
relevan terhadap daya saing daerah di antranya adalah:
1. Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan
kemampuan managerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu daerah.
2. Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya saing
daerah di mana perusahaan tersebut berada.
3. Efisensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan
menyesuaikan diri terhadap perubahan dalah keharusan bagi perusahaan yang
kompetitif.
5. Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perusahaan memerlukan keahlian
dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha.
2.4. Penelitian Terdahulu
Hidayat (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Ekonomi
Kota medan” skala prioritas untuk infrastruktur yang harus diperhatikan adalah
ketersediaan dan kualitas jalan, pelabuhan laut dan udara. Skala prioritas faktor
ekonomi daerah adalah potensi ekonomi melalui daya beli masyarkat dan laju
pertumbuhan ekonomi. Faktor sistem keuangan yang menjadi skala prioritas adalah
kinerja lembaga keuangan.
Santoso (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Daya Saing
Ekonomi Kota Jawa Timur” menyimpulkan tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Timur memiliki kemampuan daya saing, hal tersebut di lihat dari munculnya hasil
skor daya saing tiap Kabupaten/Kota.
Irawati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengukuran Tingkat Daya
Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur dan
Sumber Daya Alam, SertaVariabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Sulawesi
Tenggara”sejalan dengan fungsi yang diteapkan dalam bentuk kebijakan pemerintah
daerah, di antaranya sebagai pusat pengembangan wilayah dan pusat kegiatan
nasional dan lokal, daya saing setiap Kabupaten/Kota akan memberikan kemudahan
pelayanan dan penjalaran perkembangan wilayah sekitarnya.
Hadi (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisi Daya Saing Daerah
mengatakan perekonomian penduduk, dan indikator kesenjangan daerah berkorelasi
secara nyata dengan seluruh indikator daya
saing daerah yang dianalisis. Hal ini mengindikasikan bahwa tiga indikator inilah
yang hendaknya paling diprioritas dalam rangka mempercepat peningkatan daya
saing kabupaten/kota di Provinsi Riau.
Kuncoro (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Tarik Investasi dan
Pungli di DIY” menyebutkan bahwa menurut persepsi yang berlaku di DIY faktor
kelembagaan memiliki daya tarik investasi/kegiatan berusaha di DIY, kemudian
diikuti faktor infrastruktur dan faktor sosial politik.
KPPOD (2005) dalam meneliti daya tarik investasi kabupaten/kota di Indonesia
dengan menggunakan variabel kelembagaan, sosial politik, ekonomi daerah, tenaga
kerja dan produktivitas, serta variabel infrastruktur fisik.
Millah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Daya Saing Daerah di
Jawa Tengah” tingkat daya saing daerah di Jawa Tengah mempunyai kemampun daya
saing dimana masing-masing kota memiliki karakteristik perekonomian,
infrastruktur, dan sumber daya alam, serta sumber daya manusia yang berbeda-beda.
Masing-masing kota berusaha untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan
a. Kerangka Konseptual
Penentuan variabel daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan disesuaikan
dengan kebutuhan dan tujuan dari penelitian ini. Variabel-variabel yang
menjadipenelitian, seperti Abdullah dkk (2002), Kuncoro (2005), Santoso (2009),
Irawati dkk (2008), Hidayat (2012), dan KPPOD (2005), Irawati (2012), Millah
(2013). Berikut ini indikator utama penentu daya saing ekonomi Kota
Padangsidimpuan seperti pada gambar berikut.
Sumber : KPPOD (2005)
Gambar 2.1
Indikator Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan
BAB III
Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor penentu daya saing
ekonomi Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 dengan pendekatan Analytical
Hierarchy Process (AHP).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Padangsidimpuan dengan kurun waktu penelitian
dari bulan oktober sampai dengan November 2014
3.3Batasan Operasional
Adapun Batasan Oprasional dari Penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kelembagaan
2. Sosial Politik
3. Ekonomi Daerah
4. Tenaga Kerja dan produkvitas
5. Infrastruktur Fisik
3.4Defenisi Operasional
1.Kelembagaan adalah pola hubungan antara anggota masyarakat Kota
Padangsidimpuan yang saling
mengikat, diwadahi dalam suatu jaringan atau organisasi dengan ditentukan oleh
faktor-faktor pembatas dan non formal untuk bekerjasama demi mencapai tujuan
2. Sosial Politik, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan kekuasaandan
wewenang dalam pelaksanaan kegiatan sistem politik, yang banyak dipengaruhi
oleh berbagai faktor sosial budaya di Kota Padangsidimpuan.
3. Ekonomi Daerah, yaitu ukuran kinerja secara umum daeri perekonomian makro
(daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat
konsumsi, kinerja sektoral, perekonomian, serta tingkat biaya hidup di Kota
Padangsidimpuan.
4. Tenaga kerja, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat Kota Padangsidimpuan.
5. Infarastruktur fisik, yaitu sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem
struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik, dan sektor privat
sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi
dengan baik.
3.5Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berada dalam usia
angakatan kerja yaitu 15 – 65 tahun dan bermukim di Kota Padangsidimpuan.
Berdasarkan data BPS 2012, jumlah penduduk di Kota Padangsidimpuan sebanyak
204.615 jiwa. (BPS 2013). Namun, dalam penelitian ini ditetapkan jumlah sampel
yang sudah cukup representative yaitu 30 responden yang mewakili seluruh
komponen masyarakat yang terdapat di 5 kecamatan di KotaPadangsidimpuan.
penelitian kausal perbandingan maka, sampel yang digunakan dalam penelitian ini
antara 30 sampai dengan 500 responden yang sudah dianggap respentatif, yang
merupakan masyarakat Kota Padangsidimpuan yang terdiri dari beberapa kelompok.
Adapun jumlah sampel berdasarkan kelompok masyarakat adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1.
Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat
No Kelompok Masyarakat Responden
1 Pelajar / Mahasiswa 3
Peran mahasiswa/pelajar, staf pengajar/dosen/guru, masyarakat umum bereran
dalam menilai bagaimana perkembangan daya saing ekonomi di Kota
Pangsidimpuan. Birokrasi berperan dalam mengawasi serta menjalankan
perekonomian di daerahnya yang akan menunjang meningkatnya daya saing di Kota
Padangsidimpuan. Perbankan dan Non Perbankan berperan sebagai lembaga
keuangan yang dapat membantu memberikan transaksi pembayaran berupa pinjaman
yang akan meningkatkan usaha daya saing di daerah Kota Padangsidimpuan.
Pengusaha adalah yang berperan sangat penting dalam peningkatan daya saing
ekonomi Kota Padangsidimpuan karena pengusaha itu berperan untuk menjalankan
3.6Metode Pengambilan Sampel
Prosedur pengambilan sampel atau responden dilakukan secara purposive
sampling, yakni dengan menentukan sampel atau responden yang di anggap dapat
mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengaruh atau
merasakan dampak besar terkait daya saing ekonomi daerah.
Purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan
atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik
ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan
waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh.
3.7Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka jenis data
yang digunakan adalah :
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama
yang menjadi objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari
wawancara dan juga pengisian kuisioner terhadap kelompok masyarakat yang
dijadikan sampel.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait
resmi, buku-buku, majalah-majalah serta laporan lain yang berhubungan
dengan penelitian.
Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian iniadalah
:
1. Kuisioner
Para penduduk yang menjadi responden atau sampel dalam penelitian ini
diberikan lembaran kuisioner. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi
dari keompok masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian daya saing
ekonomi kabupaten/kota di Kota Padangsidimpaun.
2. Wawancara
Teknik wawancara dilakukan kepada kelompok masyarakat yang menjadi
sampel adalah meggali informasi yang lebih mendalam mengenai saran atau
keluhan masyarakat secara langsung terhadap faktor-faktor penentu daya saing
ekonomi kabupaten/kota di Kota Padangsidimpuan tahun 2014.
3.7Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam menganalisis daya saing ekonomi
kabupaten/kota di Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 meliputi analisis
deskriptif dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Secara jelasnya, metode yang
digunakan antara lain sebagai berikut
1. Analisis Deskriptif
Analisis ini memberikan gambaran tentang karakteristik tertentu dari data yang
mengenai persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi
kabupaten/kota di Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014. Analisis data disajikan
dalam bentuk tabulasi, gambar (chart) dan diagram.
2. Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor variable dalam
menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi kabupaten/kota di Kota
Padangsidimpuan pada tahun 2014. Proses pemberian indikator dan sub-indikator
(variabel) dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)
melalui kuisioner untuk kelompok masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya
dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Pembobotan ini dilakukan dengan persepsi
manusia sehingga dapat menggambarkan hasil yang sebenarnya.AHP juga mampu
memberikan prioritas alternative dalam pertimbangan dan preferensif setiap
responden (Saaty, dalam hidayat, 2012) .
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) awalnya dikembangkan oleh
Prof.Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekita tahun 1970. Metode
ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternative
dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang
senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alernatif. Disini
diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah
dilakukan.Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi
oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun
digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang
diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran
aktual atau skala data yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif.
Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan secara efektif
atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses
pengambilankeputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam
bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, member nilai
numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan
mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang
memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi
tersebut.
Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat menyederhanakan masalah yang
kompleks tidak terstruktur, strategi dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan
varibel dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diartikan
bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multicritcria), struktur
masalah yang belum jelas, ketidak pastian pendapat dari pengambilan keputusan,
pengambilan keputusan lebih dari satu orang, serta ketidak akuratan data yang
tersedia.
Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan
menstruktur satu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan
menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode
berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi
hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara instuitif sebgaimana yang
dipersentasikan pada pertimbangna yang telah dibuat.Selain itu AHP juga memiliki
perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan
ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya.
Analyticl Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri
dari :
1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks
perbandinganberpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya,
jika A adalah K kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih
penting dari A.
2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan.
Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam
hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.
3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy)
walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (inclomplete
hierarchy)
4. Expectation, yang berarti menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan
preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data
kuantitatif maupuan yang bersifat kualitatif.
Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada
1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang di awali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin di rangking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan
kontribusi relative atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan
atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan
pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat
kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam
matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsiten maka
pengambilan data (preferensi) perlu di ulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud
adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan
matlab maupun dengan manual.
6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai
eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan
dalam penentu prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai
pencapaian tertentu.
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,15 maka
Rasio konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency) rasio
Konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka
pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana: Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain
Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya
Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya
Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentinganlainnya
Prioritas alternative terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan rangking
yang di cari dalam Analyitical Hierarchy Process (AHP) ini. Dalam menyelesaikan
persoalan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ada beberapa prinsip
yang harus dipahami antara lain :
a. Decomposition
Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut dipecah
menjadi berbagai elemen pokok,kemudian elemen-elemen tersebut disusunn secara
hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan
dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem.
Sebagian besar masalah menjadi untuk diselesaikan karena proses pemecahannya
dilakukan tanpa memandang sebagai suatu sistem dengn suatu struktur tertentu.
Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari
solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan
tersebut.Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang
homogen. Semua elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang
berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman
tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun
dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan
yang akan diambil.
Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan
permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut :
1. Minimum
Jumlah kritria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis.
2. Independen
Setiap kriteria tidak saling tumpang dan harus dihindarkan pengulangan kriteria
untuk suatu maksud yang sama.
3. Lengkap
Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan.
4. Operasional
Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif dan dapat dikomunkasikan.
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relative dua elemen
pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan kriteria di atasnya. Penilaian ini
merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan prioritasnya
dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari
penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise
comparison.
Yang pertama dilakukan dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu
pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan dalam bentuk
berpasangan, yaitu membandingkan pasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk
berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Dalam perbandingan
berpasangan ini, bentuk yang lebih disukai adalah matriks, karena matriks adalah alat
yang sederhana yang biasa dipakai, serta kerangka menguji konsistensi. Rancangan
matriks ini mencerminkan dua prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi.
Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n
alternative dibawahnya, Aᵢ sampai An. Perbandingan antara alterntif untuk sub sistem
Tabel 3.2.
Nilai ªıı adalah nilai perbandingan elemen Aı (baris) terhadap Aı (kolom) yang
menyatakan hubungan :
a. Seberapa tingkat kepentingan Aı (baris) terhadap kriteria dibandingkan
dengan Aı (kolom) atau
b. Seberapa jauh dominasi Aı (baris) terhadap Aı (kolom) atau
c. Seberapa banyak sifat kriteria Aı (baris) dibandingkan dengan Aı (kolom).
Nilai matrik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala
perbandingan yang disebut Saaty pada table 5. Apabila bobot kriteria Aı adalah Wᵢ
dan bobot elemenn Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty mewakili
perbandingan (Wᵢ/Wj)/1. Angka-angka absolute pada skala tersebut merupakan
pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Aᵢ terhadap elemen
Aj.
Skala tingkat
kepentingan Definisi Keterangan
1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama
3 Sedikit lebih
penting
Pengalaman dan penilaian sedikit memihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya
5 Lebih penting
Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya
7 Sangat penting
Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya
9 Mutlak lebih
penting
Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi
2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan
Kebalikan Aij = 1/Aji
Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i
Sumber: Thomas L. Saaty (1991)
Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian berdasarkan
kemampuan manusia untuk menilai secara kaulitatif, yaitu melalui ungkapan sama,
lemah, amat kuat, dan absolute atau ekstrim.
Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat
yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks
perbandingan.
Jadi semua jawaban dari partisipan hrus dirata-ratakan. Dalam hal ini Saaty
Rata-rata geometrik dipakai karena bilangan yang diRata-rata-Rata-ratakan adalah deret bilangan
yang terlalu besar atau terlalu kecil.
Teori rata-rata geometrik menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang
melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik
untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai tersebut,
masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian perkalian itu
dipangkatkan dengan 1/n. Secara sistemasis ditulskan sebagai berikut :
aij = (z1. z2. z3. …. zn)1/n
dengan :
aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria Ai dengan Aj untuk n partisipan Zi = Nilai perbandingan antara A1 dengan Ai untuk partisipan i, dengan nilai i = 1, 2, 3, …, n n = Jumlah partisipan
d. Synthesis of Priority
Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari eigenvector dari setiap
matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority. Karena matriks
Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global
priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Prosedur melakukan sintesis
berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan
relative melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.
Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan
model-model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak.
Dengan AHP memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan
mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan
persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria.
Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan
konsisten nantinya atau tidak.
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue
maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan
matriks perbandingan dapat diminimumkan.
Rumus dari indeks konsistensi adalah :
CI=(λmaks- n) (n-1)
Dengan :
CI = indeks konsistensi
λ maks = eigenvalue maksimumn n = orde matrik
Dengan λ merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks. Eigenvalue maksimum
suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI
negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin
konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut
konsisten 100% atau inkonsisten 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa
disebut indeks inkonsistensi Karena rumus (2.2) di atas memang lebih cocok untuk
Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi
dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan
rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10 yang
didapatkan dari suatu ekperimen oleh Oak Ridge National Laboratory dan kemudian
dilanjutkan oleh Wharton School.
Tabel 3.4.
Pembangkit Random (RI)
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49
CR = CI/RI
CR = Rasio konsistensi RI = Indeks random
Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuisioner diukur. Pengukuran
konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistenan respon yang diberikan
respon. Sato dalam Chow and Luk (2005) telah menyusun nilai CR (Consistency
Ration) yang diizinkan adalah CR ≤ 0,15.
BAB IV
4.1Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan 4.1.1 Kondisi Geografis Kota Padangsidimpuan
Padangsidimpuan merupakan Kota Administratif, berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1982. Kemudian sejak tanggal 21 Juni 2001
berdasarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 2001, Kota Padangsidimpuan ditetapkan
sebagai Daerah Otonom dan merupakan hasil penggabungan dari kecamatan
Padangsidimpuan Utara, kecamatan Padangsidimpuan Selatan, kecamatan
Padangsidimpuan Batunadua, kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru, kecamatan
Padangsidimpuan Tenggara. Kota Padangsidimpuan menempati luas area 114.65 km²
(44.27mil²).
Kota Padangsidimpuan sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli
Selatan ( Kecamatan Angkola Timur), sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Tapanuli Selatan ( Kecamatan Batang Angkola dan Kec. Angkola Selatan), sebelah
barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan (Kecamatan Angkola Barat/
Kecamatan angkola Selatan) dan disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Tapanuli Selatan ( Kecamatan Angkola Timur).
4.1.2 Kondisi Demografis Kota Padangsidimpuan
Jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan berdasarkan perhitungan tahun 2012 sebesar 198.809 jiwa, yang terdiri dari 96.841 jiwa penduduk laki-laki dan 101.968
perempuan. Dengan luas wilayah 14.684,68 ha, kepadatan penduduk rata-rata Kota
Padangsidimpuan sebesar 1.354 jiwa/km². berikut data jumlah dan kepadatan
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Dan Kepadatan penduduk Kota Padangsidimpuan tahun 2012
1 Padangsidimpuan Utara 29.345 31.795 61.140 4.339
2 Padangsidimpuan Selatan 31.000 32.029 63.029 3.987 3 Padangsidimpuan Tenggara 15.194 16.322 31.526 1.139 4 Padangsidimpuan Batunadua 9.784 9.876 19.600 521 5 Padangsidimpuan Hutaimbaru 7.706 8.007 15.713 703 6 Padangsidimpuan Angkola Julu 3.812 3.929 7.741 275
Sumber : Padangsidimpuan Dalam Angka 2013
Jumlah penduduk tertinggi adalah Kecamatan Padangsidimpuan Selatan sebesar
63.029 jiwa. Kemudian Kecamatan Padangsidimpuan Utara dengan 61.140 jiwa.
Kedua kecamatan ini mempunyai jumlah penduduk lebih besar dari kecamatan
lainnya, disebabkan karena kecamatan ini berada di pusat kota/ wilayah perkotaan.
Kepadatan penduduk Kota Padangsidimpuan tahun 2012 sebesar 198.809
jiwa/km². Kecamatan Padangsidimpuan Utara mempunyai kepadatan penduduk
tertinggi sebesar 4.339 jiwa/km². Kemudian kecamatan Padangsidimpuan Selatan
sebesar 3.987 jiwa/km². Kemudian kecamatan Padangsidimpuan Tenggara sebesar
1.139 jiwa/km². Selanjutnya Padangsidimpuan hutaimbaru 703 jiwa/km². Kepadatan
penduduk yang paling rendah adalah kecamatan Padangsidimpuan Batunadua
sebesarr 521 jiwa/km² dan kecamatan Padangsidimpuan Angkola julu sebesar 275
jiwa/km².
PDRB menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi baik secara total maupun per
sektor dengan membandingkan PDRB tahun berjalan terhadap tahun sebelumnya.
Untuk melihat produktivitas ekonomi maka digunakan PDRB Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Kota Padangsidimpuan tahun 2013.
Tabel 4.2
Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kota Padangsidimpuan
No Lapangan Usaha 2013
1 Industri Pengolahan 9,89
2 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 23,50
3 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 14,21
4 Pengangkutan dan Komunikasi 9,63
5 Bangunan 6,08
6 Jasa-Jasa 20,12
7 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahan 15,78
8 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,52
9 Pertambangan dan Penggalian 0,27
PDRB 100
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan (2013)
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang member sumbangsih terbesar
terhadap PDRB Kota Padangsidimpuan sebesar 23,50 persen, kemudian sektor
Jasa-Jasa mencapai 20,12 persen. Selanjutnya sektor keuangan, persewaan dan jasa
Perusahaan mencapai 15,78. Kemudian sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan
Perikanan dengan mencapai 14,21 persen. Kemudian diikuti sektor Industri
Pengolahan mencapai 9,89 persen. Selanjutnya sektor Pengangkutan dan Komunikasi
diikuti sektor Listrik, Gas, dan Air Minum dengan sumbangsih 0,52 persen dan
diikuti sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,27 persen.
Perkembangan terus meningkat di Kota Padangsidimpuan dari sektor Jasa dan
Perdagangan (Tersier). Hal ini dilihat dari semakin meningkatnya sektor ini serta
jumlah surat izin usaha perdagangan yang di terbitkan oleh dinas Koperasi, UKM,
Perindag, dan Pasar Daerah Kota Padangsidimpuan. Berikut tabel jumlah perusahaan
industri besar menurut kecamatan tahun 2012.
Tabel 4.3
Jumlah Perusahaan Industri Besar Menurut Kecamatan Tahun 2012
No Kecamatan Jumlah Perusahaan
1 Padangsidimpuan Tenggara 3
- Sihitang Raya Ban
- Minyak bumi dan Batu Bara - Hino
2 Padangsidimpuan Selatan 2
- Virgo - Sampagul
3 Padangsidimpuan Batunadua 1
- Sumatera Berlian
Jumlah 6
4.2Profil Responden
Tabel 4.4
Karakteristik Responden
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki-laki 18 60
2 Perempuan 12 40
Usia (Tahun) Jumlah Persentase (%)
1 <20 1 3
2 21 – 30 17 57
3 31 – 40 2 7
4 41 – 50 5 17
5 >50 5 17
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%0
1 SMP/Sederajat - -
2 SMA/Sederajat 12 40
3 D3/S1/S2 18 60
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan tabel karakteristik diats untuk 30 responden yang di jadikan
sebagai objek penelitian bahwa responden yang berjenis laki-laki lebih banyak yaitu
sebesar 60% dan perempuan sebesar 40%. Kemudian dari segi usia yang yang telah
di wawancarai yang berumur 21-30 lebih banyak sebesar 57%. Kemudian yang
berumur 41-50 sebesar 17%. Selanjutnya yang berumur >50 juga sebanyak 17%.
Kemudian responden yang berumur 31-40 sebesar 7%. Terakhir responden yang
paling sedikit yang berumur < 20 sebanyak 3%. Dari tingkat pendidikan responden
bahkan para responden yang berpendidikan tinggi tamatan D3/S1/S2 sebesar 60%.
4.3Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi
Daya saing daerah merupakan kemampuan perekonomian setiap daerah untuk
mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan. Adapun faktor-faktor penentu
daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing faktor
tersebut. Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy
Proccess (AHP) dengan bantuan Software yaitu Expert Choice. Pembobotan ini
dilihat dari faktor yang terbesar yang merupakan faktor terpenting dalam menetukan
perekonomian di Kota Padangsidimpuan.
Berikut ini hasil pembobotan dari faktor-faktor penentu daya saing ekonomi
Gambar 4.1
Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan Dari hasil pembobotan diatas dapat diketahui bahwa faktor penentu daya saing
ekonomi Kota Padangsidimpuan tahun 2014 adalah faktor yang mempunyai nilai
bobot tertinggi faktor perekonomian daerah sebesar 0,267. Kemudian faktor tenaga
kerja sebesar 0,248. Kemudian faktor infrastruktur fisik dengan nilai bobot 0,246.
Berikutnya faktor kelembagaan dengan nilai bobot 0,146. Kemudian faktor sosial
politik 0.094.
Berikut ini gambar secara persentase, bobot faktor penentu daya saing ekonomi
Gambar 4.2
Persentase Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan Pada hasil pembobotan gambar diatas, adapun faktor Penentu daya saing
ekonomi Kota Padangsidimpuan menurut responden dipengaruhi tiga faktor dengan
nilai bobot terbesar yaitu faktor perekonomian daerah, faktor tenaga kerja dan
produktivitas, dan faktor kelembagaan.
Selanjutnya akan dijelaskan faktor penetu daya saing ekonomi Kota
Padangsidimpuan berdasarkan pemeringkatan dan variabelnya
4.3.1 faktor Perekonomian Daerah
Pengahasilan masyarakat Kota Padangsidimpuan sebagian besar bertani.
Meliputi persawahan dan perkebunan, produksi perkebunan yang utama adalah salak,
karet, kelapa, kakao, cengkeh, kemiri dan kulit manis. Faktor perekonomian daerah
salah satu faktor pendukung daya saing ekonomi daerah Kota Padangsidimpuan
karena semakin baik perekonomian semakin tinggi pula daya saing ekonominya.
Faktor perekonomian daerah ini mempunyai nila bobot tertinggi yaitusebesar 0,267
aatau 27%. Ada dua variabel perekonomian daerah yaitu variabel struktur ekonomi
dan variabel potensi ekonomi yang mendukung daya saing ekonomi di Kota
Padangsidimpuan. Berikut diagram faktor perekonomian daerah.
Gambar 4.3
Presentase Pembobotan Faktor Perekonomian Ekonomi
Pada gambar diatas potensi ekonomi lebih berpengaruh terhadap perekonomian
Kota Padangsidimpuan dengan nilai bobot 0,583 atau 58% . Kemudian potensi
ekonomi juga mempengaruhi perekonomian Kota Padangsidimpuan sebesar 0,417
atau 42%.
Dari hasil wawancara responden variabel potensi ekonomi sangat penting
dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan. 43 % responden
mengatakan tingkat daya beli masyarakat cenderung semakin meningkat. 33%
responden mengatakan setuju, 17% mengatakan sangat setuju tingkat daya beli
masyarakat cenderung semakin meningkat. Kemudian untuk perkembangan kondisi
ekonomi yang semakin membaik, 43% responden menyatakan kurang setuju, 37%
responden menyatakan setuju, dan 7% responden menyatakan sangat setuju bahwa
58% 42%
perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. 47% responden kurang setuju
bahwa kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan terjangkau. 17%
responden yang setuju dan 23% responden menyatakan tidak setuju. Selanjutnya
untuk tingkat kesejahteraan masyarakat yang cenderung semakin membaik, 43%
responden kurang setuju, 33% responden setuju bahwa tingkat kesejahteraan
masyarakat cenderung semakin membaik, dan 3% responden tidak setuju.
Kemudian pada variabel struktur ekonomi, 27% responden menyatakan setuju
bahwa nilai tambah atau kontribusi sector primer semakin meningkat. 7%
menyatakan sangat setuju. 57% responden menyatakan kurang setuju nilai tambah
atau kontribusi sektor primer semakin meningkat. 7% menyatakan sangat tidak
setuju, dan 3% tidak setuju bahwa nilai tambah kontribusi sektor primer semakin
meningkat.
Selanjutnya, 57% responden menyatakan kurang setuju nilai tambah atau
kontribusi sektor sekunder semakin meningkat. 23% menyatakan setuju, dan 17%
menyatakan sanagat setuju. 3% menyatakan sangat tidak setuju bahwa nilai tambah
atau kontribusi sektor sekunder semakin meningkat. Kemudian 43% menyatakan
setuju nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin meningkat. 33%
menyatakan kurang setuju, dan 10% menyatakan sangat tidak setuju. 13%
menyatakan sangat setuju nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin
meningkat.
Berdasarkan hasil analisis dan wawancara persepsi para responden, variabel
masyarakat, perkembangan kondisi ekonomi, kondisi harga barang, dan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Kemudian struktur ekonomi agar lebih baik lagi, dan nilai
tambah atau kontribusi sektor primer, sekunder, dan tersier terus meningkat.
4.3.2 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas
Tenaga kerja merupakan indikator kedua yang penting dalam meningkatkan
daya saing ekonomi suatu daerah dengan bobot indikator sebesar 0,248 atau 25%.
Tenaga kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing
ekonomi suatu daerah. Faktor tenaga kerja dan produktivitas terdiri dari 3 variabel,
yaitu biaya tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja, dan produktivitas tenaga kerja.
Variabel biaya tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,319% atau 32% dari
keseluruhan bobot faktor tenaga kerja dan produktivitas. Variabel ketersediaan tenaga
kerja memiliki bobot sebesar 0,324% atau 32%. Dan variabel produktivitas tenaga
kerja memiliki bobot sebesar 0,356% atau 36% dari keseluruhan bobot faktor tenaga
kerja dan produktivitas. Persentase bobot dari masing-masing variabel dapat dilihat
Gambar 4.4
Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas
Menurut para responden faktor produktivitas tenaga kerja, biaya tenaga kerja,
ketersediaan tenaga kerja berperan sangat penting dalam menentukan daya saing
ekonomi Kota Padangsidimpuan.
Dari hasil wawancara persepsi masyarakat dalam variabel tenaga kerja, 37%
responden menyatakan kurang setuju terhadap besarnya upah tenaga kerja sesuai
dengan ketentuan UMK. 7% responden sangat setuju, dan 10% responden tidak
setuju kalau besarnya upah tenaga kerja sudah sesuai dengan ketentuan UMK.
Begitu juga dengan besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup
masyarakat. Kemudian 13% responden setuju. Selanjutnya 60% responden juga
menyatakan kurang setuju kalau besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan
hidup masyarakat.
Biaya Tenaga Kerja
32%
Ketersediaan Tenaga Kerja
32% Produktivitas
Dalam variabel ketersediaan tenaga kerja, untuk pernyataan jumlah angkatan
kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, 53% responden kurang setuju
terhadap pernyataan tersebut. 23% responden menyatakan tidak setuju, dan 23%
responden juga menyatakan setuju bahwa jumlah angkatan kerja sesuai dengan
kebutuhan pasar tenaga kerja. Kemudian untuk tingkat pendidikan angkatan kerja
sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja,40 % responden menyatakan setuju,
hanya 20% responden menyatakan kurang setuju.
Jika di lihat dari variabel produktivitas tenaga kerja, 67% responden kurang
setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif tinggi. Namun, 13%
responden menyatakan setuju kalau tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif
tinggi. Kemudian untuk tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya
upah yang ada, 33% responden menyatakan setuju, hanya 30% responden yang
menyatakan kurang setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan
besarnya upah yang ada.
Berdasarkan analisis dan persepsi dari responden, untuk meningkatakan daya
saing ekonomi Kota Padangsidimpuan produktivitas tenaga kerja harus lebih baik
lagi.
4.3.3 Faktor Infrastruktur Fisik
Infrastruktur fisik merupakan faktor pendukung bagi kelancaran kegiatan usaha.
Ketersedian dan kualitas infrastruktur fisik sangat mempengaruhi kelancaran dunia
usaha di suatu daerah. Semakin besar skala suatu usaha, maka kebutuhan akan