• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KOTA PADANGSIDIMPUAN

OLEH

EKA SRI MAHYUNI SIREGAR

110501022

PROGRAM STUDY EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kita panjatkan ke Khadirat Allah SWT, yang telah

memberikan kesehatan dan kesabaran kepada saya untuk meneyelesaikan penelitian

dan penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan”. Dalam penulisan skripsi ini masih di butuhkan saran dan masukan untuk melengkapi skripsi ini.

Penelitian ini disusun adalah sebagai salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S1), Departemen Ekonomi Pembangunan,

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara.

Dan tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada orangtua saya Mahyuddin

Siregar, Nurjannah Harahap, dan semua abang-abang saya, yang telah banyak

mendukung serta memotivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Serta tidak lupa juga saya mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr Azhar Maksum, SE, M.Ec, Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. selaku Ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, dan

(3)

DepartemenEkonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, SE., M.Soc.Sc., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1

Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

Utara, dan Bapak Paidi Hidayat, SE., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

Utara sekaligus dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan

memberi masukan dari awal sehingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya, Hasibuan, M.Si, selaku dosen penguji saya

yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk melengkapi penyusuna

skripsi ini.

5. Ibu Ilyda Sudrajat, S.Si, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan

dukungan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh staf dan pegawai Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Departemen Ekonomi

Pembangunan, Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada teman-teman saya khususnya angakatan 2011 Ekonomi Pembangunan

yang telah membantu dan mendukung saya menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang

membaca, terutama bagi penulis.

Medan, Februari 2015

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Metode yang menggunakan metode purposive sampling, dan menggunakan data primer melalui kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Hasil dari penelitian ini yaitu faktor perekonomian daerah menjadi faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan dengan bobot sebesar 0,267, diikuti dengan faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot sebesar 0,248, kemudian faktor infrastruktur 0,246, faktor kelembagaan sebesar 0,146, dan yang terakhir faktor sosial politik sebesar 0,094.

(5)

ABSTRACT

This study aimed to analyze the factors that affect and be decisive economic competitiveness Padangsidimpuan city in 2014 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study used primary data with questionnaires and interviews with 30 respondents consisting of students, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.

Results from this research that the regional economy factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Padangsidimpuan city with a weight of 0,267, followed by a factor of labor and productivity a weight of 0,248, then the infrastructure factors a weight of 0,246, institutional factors a weight of 0,146, and the final is socio political factor a weight of 0,094.

(6)

DAFTAR ISI

(7)

3.6 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.7 Metode Analisi Data ... 21

3.7.1 Jenis Data ... 21

3.7.2 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.8 Metode Analisi Data ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan... 35

4.1.1 Kondisi Geografis Kota PAdangsidimpuan ... 35

4.1.2 Kondisi Demografis Kota Padangsidimpuan ... 35

4.1.3 Kondisi Perekonomian Padangsidimpuan ... 37

4.2 Profil Responden... 39

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya saing... 40

4.3.1 Faktor Perekonomian Daerah ... 42

4.3.2 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas ... 45

4.3.3 Faktor Infrastruktur Fisik ... 47

4.3.4 Faktor Kelembagaan ... 50

4.3.5 Faktor Sosial Politik ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok

Masyarakat ... .. 21

3.2 Matriks Perbandingan Berpasangan ... .. 31

3.3 Skala Penilaian Perbandingan ... .. 32

3.4 Pembangkit Random (RI) ... 35

4.1 Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Kota Padangsidimpuan tahun 2012………... 36

4.2Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Padangsidimpuan (%) Tahun 2013……….37

4.3 Jumlah Perusahaan Industri Besar Menurut Kecamatan Tahun 2012 ... 38

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Indikator Penentu Daya Saing Ekonomi di Kota

Padangsidimpuan………. 18

4.1 Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan ... 41

4.2 Persentase Faktor Penentu Daya Saing ... 42

4.3 Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah 43 4.4 Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja ... 46

4.5 Persentase Bobot Variabel Faktor Infrastruktur fisik... 48

4.6 Persentase Bobot Variabel Faktor Kelembagaan ... 50

(10)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Metode yang menggunakan metode purposive sampling, dan menggunakan data primer melalui kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, tokoh masyarakat, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Hasil dari penelitian ini yaitu faktor perekonomian daerah menjadi faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan dengan bobot sebesar 0,267, diikuti dengan faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot sebesar 0,248, kemudian faktor infrastruktur 0,246, faktor kelembagaan sebesar 0,146, dan yang terakhir faktor sosial politik sebesar 0,094.

(11)

ABSTRACT

This study aimed to analyze the factors that affect and be decisive economic competitiveness Padangsidimpuan city in 2014 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study used primary data with questionnaires and interviews with 30 respondents consisting of students, teachers, community leaders, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.

Results from this research that the regional economy factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Padangsidimpuan city with a weight of 0,267, followed by a factor of labor and productivity a weight of 0,248, then the infrastructure factors a weight of 0,246, institutional factors a weight of 0,146, and the final is socio political factor a weight of 0,094.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Daya saing merupakan kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang

memenuhi pengujian internasional, dan dalam saat bersamaan juga dapat memelihara

tingkat pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, atau kemampuan daerah

menghasilkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap

terbuka terhadap persaingan eksternal (European Commission, 1999).

Daya saing daerah mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas

atau efisiensi pada aras mikro perusahaan. Hal ini mendefenisikan daya saing daerah

sebagai “kemampuan suatu perekonomian” dari pada “kemampuan sektor swasta atau

perusahaan”. Pelaku ekonomi bukan hanya perusahaan tetapi meliputi rumah tangga,

pemerintah, dan agen-agen ekonomi lainnya. Tujuan akhir dari peningkatan wilayah

atau daya saing perekonomian adalah untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan

penduduk di wilayah tersebut (Abdullah, dkk 2003).

Sementara itu, tingginya tingkat persaingan antar negara ini tidak hanya akan

berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan, tetapi akan berdampak

langsung setelah berlakunya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Tantangan ini

kemudian harus diartikan sebagai tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk

meningkatkan daya saing di masing-masing daerah. Otonomi daerah dan

desentralisasi fiskal akan berimplikasi pada kemampuan daerah dalam meningkatkan

(13)

daerahnya tersebut. Peringkat daya saing yang semakin menurun mengatakan bahwa

daya saing di Indonesia di perdagangan Internasional semakain menurun. Kekayaan

alam yang belimpah sepertinya kurang berperan dalam peningkatan daya saing

Indonesia. Hal ini mengindikasikan adanya hambatan yang menyebabkan daya saing

Indonesia semakin menurun.Peran pemerintah untuk mengupayakan peningkatan

daya saing seharusnya dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia khususnya

di perdagangan Internasional.

Menurut World Economic Forum, daya saing nasional adalah kemampuan

perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

berkelanjutan. Forum Ekonomi Dunia atau Word Economic Forum (WEF)

mempublikasikan daya saing di Indonesia menempati peringkat 34 dari 144 negara,

atau naik tingkat 4 dari posisi sebelumya 38(tahun 2013-2014), dan posisi ke- 50

pada (tahun 2012-2013).Secara keseluruhan, menurut WEF, indikator daya saing

global Indonesia belum memperlihatkan hasil yang merata. Sejumlah indikator

menunjukkan peringkat yang cukup menggembirakan, tapi sejumlah indikator lain

justru sebaliknya. Sebagian indikator malah terkesan bertolak belakang. Lihat saja

misalnya dua indikator, efisiensi pemerintah dan tingkat korupsi. Ketika indikator

efisiensi berada di level yang cukup tinggi, namun ternyata tidak serta merta

dibarengi rendahnya ting kat korupsi, sehingga Indonesia masih berada di level

bawah untuk indikator korupsi.

Masyarakat Tapanuli bagian Selatan (Tabagsel) sudah saatnya bersatu padu,

(14)

dalam meningkatkan kualitas pendidikan, meningkatkan produktifitas dan

meningkatkan kesejahteraan.

Bersarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 2001 Kota Padangsidimpuan

ditetapkan sebagai daerah otonom dan merupakan penggabungan dari Kecamatan

Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan

Padangsidimpuan Hutaimbaru, Kecamatan Batunadua, Kecamatan Padangsidimpuan

Tenggara, kecamatan Padangsidimpuan Timur, 37 kelurahan, dan 42 desa, meliputi 6

etnik Mandailing dan Angkola. Kota Padangsidimpuan mayoritas beragama islam,

dan dapat disimpulkan bahwa penduduk Kota Padangsidimpuan mayoritas beragam

islam.

Meningkatnya daya saing daerah dilihat dari kemampuan ekonomi daerah,

fasilitas wilayah dan infrastruktur, iklim berinvestasi dan sumber daya alam.

Banyaknya aset untuk memajukan daerah Kota Padangsidimpuan, namun kurangnya

media yang menjadi faktor penghambat. Ketatnya persaingan menuntut pemerintah

untuk menyiapkan daerahnya untuk berinvestasi dan menjadikan peluang bisnis yang

bisa dikembangan di Kota Padangsidimpuan. PPSK Bank Indonesia dan LP3E

FE-UNPAD (2008) neraca daya saing daerah, secara keseluruhan Kota Padangsidimpuan

berada di peringkat ke-259 dari 434 neraca daya saing daerah.

Latar belakang ini menunjukkan betapa pentingnya kemampuan daerah dalam

menigkatkan daya saing daerah dalam menetapkan kebijakan untuk meningkatkan

(15)

pemaparan diatas maka diangkatlah sebuah judul penelitian mengenai “Analisis Daya Saing Ekonomi Daerah di Kota Padangsidimpuan”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan permasalahan yang menjadi

pokok permasalahan faktor apakah yang mempengaruhi daya saing ekonomi di Kota

Padangsidimpuan tahun 2014.

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui faktor apa saja

yang mempengaruhi daya saing ekonomi di Kota Padangsidimpuan.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian dapat menjadi bahan masukan dan pengetahuan bagi pembaca

mengenai daya saing ekonomi.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi bagi penulis lainnya.

3. Dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca

4. Sebagai penambah dan pembanding hasil-hasil penelitian dengan topik yang

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Daya Saing Daerah

Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat

diterapkan level nasional tak lain adalah “produktivitas” yang didefenisikan sebagai

nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja. Bank dunia menyatakan hal

yang relatif sama dimana “ daya saing mengacu kepada besaran serta laju

perubahan nilai tambah per unit mengacu kepada besaran serta laju perubahan nilai

tambah per unit input yang dicapai oleh perusahaan”. Akan tetapi, baik Bank Dunia,

Porter, serta literatur-literatur terkini mengenai daya saing nasional memandang

bahwa daya saing tidak secara sempit mencakup aspek yang lebih luas, tidak

berkutat hanya pada level mikro perusahaan, tetapi juga mencakup aspek diluar

perusahaan. Aspek –aspek tersebut dapat bersifat firm-specific,region-specific, dan

bahkan country-specifi.

World Economic Forum (WEF), suatu lembaga yang secra rutin menrbitkan

“Global Competitiveness Report”, mendefenisikan daya saing nasioanal secara lebih

luas namun dalam kalimat yang singkat dan sederhana yaitu“kemampuan

perekonomian nasioanal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

berkelanjutan”. Fokusnya adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat,

institusi-institusi yang sesuai, serta karakteristik-karakteristik ekonomi lain yang mendukung

(17)

Institute of Management Development (IMD) dengan publikasinya “World

Competitiveness Yearbook”. Secara lengkap dan relatif lebih formal IMD

mendefenisikan daya saing nasional adalah “kemampuan suatu negara dalam

menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan nasional dengan cara

mengelolah dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality dan proximity, serta

dengan mnegintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu model

ekonomi dan sosial”. Secara sederhananya daya saing nasional adalah suatu konsep

dalam menyediakan suatu iklim tertentu yang kondusif untuk mempertahankan daya

saing domestik maupun global kepada perusahaan-perusahaan yang berada di

wilayahnya.

Kesimpulan yang dapat di ambil dari berbagai penelitian di atas adalah tidak

adanya kesamaan defenisi yang sempurna. Setidaknya, walau dengan defenisi yang

tidak begitu seragam,hampir semua ahli mempunyai kesamaan pendapat tentang apa

saja yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing (Sachs dkk, 2000).

Dengan demikian, defenisi yang pasti dan disepakati semua pihak tidak lagi menjadi

syarat mutlak dalam rangka mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat

menentukan daya saing suatu daerah.

2.2 Konsep dan Defenisi Daya Saing Daerah

Menurut defenisi UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan

pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap

persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu CURDS mendefisikan

(18)

daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang

lebih merata untuk penduduknya.

Secara umum, ketika membandingkan kedua defenisi daya saing nasional yang

dibahas sebelumya, terdapat kesamaan yang essensial. Dapat dikatakanbahwa

perbedaan konsep daya saing hanya terpusat pada cakupan wilayah, dimana yang

pertama adalah daerah(bagian suatu daerah), sementara yang kedua adalah negara.

Dalam berbagai pembahasan tentang daya saing nasional pun, baik secara eksplisit

maupun implisit, terangkum relevansi pengadopsian konsep daya saing nasional

kedalam konsep daya saing daerah. Bank Dunia misalnya, secra eksplisit

menyebutkan betapa aspek penentu daya saing dapat bersifat region-specific. Dilihat

dari substansinya pengadopsian konsep daya saing nasional ke dalam konsep daya

saing daerah adalah relevan, namun dalam prakteknya beberapa penyesuaian perlu

untuk dilakukan. Kompetisi ekonomi antar negara yang berdaulat tentu tidak mutlak,

sama dengan kompetisi antar dearah dalam suatu negara. Dan beberapa prinsip perlu

disesuaikan.

Dari pembahasan tentang berbagai konsep dan defenisi tentang daya saing suatu

negara atau daerah sebagaimana diuraikan di atas, dapat diambil satu kesimpulan

bahwa dalam mendefenisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa hal sebagai

berikut :

• Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau

(19)

mendefenisikan daya saing sebagai “ kemampuan suatu perekonomian” dari pada

“kemampuan sektor swasta atau perusahaa”.

• Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga

rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadu dalam suatu sistem

ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta perusahaan

dalam perekonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal ini diupayak

dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.

• Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak lain

adalah meningkatnya tinggi kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian

tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang maha luas yang pasti

tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti pertumbuhan

ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari pembangunan ekonomi

dalam rangka peningkatan standar kehidupan masyarakat.

• Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran

keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata

“daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang

tertutup (Abdullah, dkk, 2002 :15).

Mempertimbangkan hal-hal di atas, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan

BI (PPSK-BI) mendefenisikan daya saing yaitu “kemampuan perekonomian daerah

dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan

(20)

2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah

Menurut Hidayat (2012) indikator utama daya saing daerah adalah bagian yang

penting dalam analisis daya saing ekonomi daerah. Pemahaman indikator utama daya

saing ekonomi daerah yang terbatas dan tidak secara komprehensif menjadikan tidak

adanya keseragaman pemahaman yang benar oleh stakeholders ditingkat pemerintah

daerah dan pada gilirannya akan dapat menyebabkan adanya perbedaan analisis dan

kesimpulan terhadap tingkat daya saing yang dimiliki oleh suatu daerah.

Abdullah dkk. (2002) dalam penelitiannya menyebutkan indikato-indikator utama

yang dianggap dapat menentukan daya saing ekonomi daerah adalah (1)

Perekonomian Daerah, (2) Keterbukaan, (3) Sistem Keuangan, (4) Infrastruktur dan

Sumber Daya Alam, (5) Ilmu Pengetahuan dan teknologi, (6) Sumber Daya Manusia,

(7) Kelembagaan, (8) Governence dan Kebijakan Pemerintah, (9) Manajemen dan

Ekonomi Mikro. Masing- masing indikator diatas dapat dijelskan sebagai berikut:

1. Perekonomian Daerah

Perekonomian daerah merupakan ukurun kinerja secara umum dari

perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi

kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup.

Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui

prinsip-prinsip berikut:

1. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam

(21)

2. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing jangka

panjang.

3. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.

4. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meniignkatkan kineraja

ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian

daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan-perusahaan yang

akan bersaing secara internasioanal maupun domestik.

2. Keterbukaan

Keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah

berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan daerah tersebut

dengan daerah lain dalam cakupan nasional. Indikator ini menetukan daya saing

melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangna internasioanl merefleksikan daya

saing perekonomian daerah tersebut.

2. Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun

internasional meningkatkan kinerja perekonomiannya.

3. Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara efisien ke seluruh

penjuru dunia.

4. Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi pertumbuhan

perekonomian daerah.

5. Memepertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi dengan

(22)

3. Sistem Keuangan

Sistem keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan dan

non-perbankan di daerah untuk fasilitasi aktivitas perekonomian yang memberikan nilai

tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan memepengaruhi alokasi faktor produksi

yang terjadi di perekonomian daerah tersebut. Indikator sistem keuangan ini

mempengaruhi daya saing daerah melaui prinsip-prinsip sebgai berikut:

1. Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas

perekonomian daerah.

2. Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung

daya saing daerah.

4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam

Dalam hal ini infrastruktur merupakan indikator seberapa besar daya seperti modal

fisik, geografis, dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas perekonomian

daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung daya saing daerah melalui

prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya

mendukung aktivitas ekonomi daerah.

2. Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah.

3. Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung

(23)

5.Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu

pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang

menignkatkan nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah melalui

bebrapa prinsip sebagai berikut:

1. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melauli aplikasi teknologi yang sudah

ada secara efisien dan inovatif.

2. Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang menciptakan

pengetahuan baru sangat krusial bagi dareha ketika melaui tahapan

pembangunan ekonomi yang lebih maju.

3. Investasi jangka panjang berupa R&D akan menignkatkan daya saing sektor

bisnis.

6. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusi dalam hal ini ditujukan untuk mengukur ketersediaan dan

kulaitas sumber daya manusi. Faktor SDM ini mempengaruhi daya saing daerah

berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1. Angakatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan menignktakan daya

saing suatu daerah.

2. Pelatihan dan pendidikan adlah cara yang palin baik dalam menignkatkan

tenaga kerja yang berkualitas.

3. Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menetukan daya saing suatu

(24)

4. Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menetukan daya saing daerah tersebut

begitu juga sebaliknya.

7.Kelembagaan

Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim sosial,

hukum dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif aktivitas

perekonomian di daerah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya saing daerah

didasrkan pada bebrapa prinsip sebagai berikut.

1. Stabilitas soaial dan politik melalui sistem demokrasi yang berfungsi dengan

baik merupaka iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi daerah

yang berdaya saing.

2. Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa

adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen.

3. Aktivitas perekonomian daerah suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara

optimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.

8.Governance dan Kebijakan Pemerintah

Governance dan kebijakan pemerintah dimaksudkan sebagai ukuran dari kualitas

administrasi pemerintah daerah, khususnya dalam rangka menyediakan infrastruktur

fisik dan peraturan-peraturan daerah. Secara umum pengaruh faktor governance dan

kebijan pemerintah bagi daya saing daerah dapat disarkan pada prinsip sebagai

berikut:

1. Dengan tujuan menciptakan iklim persaingan yang sehata intervensi pemerintah

(25)

2. Pemerintah berperan dalam menciptakan kondisi sosial yang terprediksi serta

berperan pula dalam meminimalkan resiko bisnis.

3. Efektivitas administrasi pemerintah daerah dalam menyediakan infrastruktur

dan aturan-aturan berpengaruh terhadap daya saing suatu daerah.

4. Efektivitas pemerintah dalam melakukan koordinasi dan menyediakan

informasi tertentu pada sektor swasta mendukung daya saing ekonomi suatu

daerah.

5. Fleksibilitas pemerintah daerah dalam menyesuaikan kebijakan ekonomi

merupakan faktor yang kondusif dalam mendukung.

9.Manajemen dan Ekonomi Mikro

Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang dilakukan

dikaitkan dengan pertanyaan seberapa jauh perusahaan di daerah dikelolah dengan

cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab. Adapun prinsip yang

relevan terhadap daya saing daerah di antranya adalah:

1. Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan

kemampuan managerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu daerah.

2. Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya saing

daerah di mana perusahaan tersebut berada.

3. Efisensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan

menyesuaikan diri terhadap perubahan dalah keharusan bagi perusahaan yang

kompetitif.

(26)

5. Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perusahaan memerlukan keahlian

dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha.

2.4. Penelitian Terdahulu

Hidayat (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Ekonomi

Kota medan” skala prioritas untuk infrastruktur yang harus diperhatikan adalah

ketersediaan dan kualitas jalan, pelabuhan laut dan udara. Skala prioritas faktor

ekonomi daerah adalah potensi ekonomi melalui daya beli masyarkat dan laju

pertumbuhan ekonomi. Faktor sistem keuangan yang menjadi skala prioritas adalah

kinerja lembaga keuangan.

Santoso (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Daya Saing

Ekonomi Kota Jawa Timur” menyimpulkan tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Timur memiliki kemampuan daya saing, hal tersebut di lihat dari munculnya hasil

skor daya saing tiap Kabupaten/Kota.

Irawati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengukuran Tingkat Daya

Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur dan

Sumber Daya Alam, SertaVariabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Sulawesi

Tenggara”sejalan dengan fungsi yang diteapkan dalam bentuk kebijakan pemerintah

daerah, di antaranya sebagai pusat pengembangan wilayah dan pusat kegiatan

nasional dan lokal, daya saing setiap Kabupaten/Kota akan memberikan kemudahan

pelayanan dan penjalaran perkembangan wilayah sekitarnya.

Hadi (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisi Daya Saing Daerah

(27)

mengatakan perekonomian penduduk, dan indikator kesenjangan daerah berkorelasi

secara nyata dengan seluruh indikator daya

saing daerah yang dianalisis. Hal ini mengindikasikan bahwa tiga indikator inilah

yang hendaknya paling diprioritas dalam rangka mempercepat peningkatan daya

saing kabupaten/kota di Provinsi Riau.

Kuncoro (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Tarik Investasi dan

Pungli di DIY” menyebutkan bahwa menurut persepsi yang berlaku di DIY faktor

kelembagaan memiliki daya tarik investasi/kegiatan berusaha di DIY, kemudian

diikuti faktor infrastruktur dan faktor sosial politik.

KPPOD (2005) dalam meneliti daya tarik investasi kabupaten/kota di Indonesia

dengan menggunakan variabel kelembagaan, sosial politik, ekonomi daerah, tenaga

kerja dan produktivitas, serta variabel infrastruktur fisik.

Millah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Daya Saing Daerah di

Jawa Tengah” tingkat daya saing daerah di Jawa Tengah mempunyai kemampun daya

saing dimana masing-masing kota memiliki karakteristik perekonomian,

infrastruktur, dan sumber daya alam, serta sumber daya manusia yang berbeda-beda.

Masing-masing kota berusaha untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan

(28)

a. Kerangka Konseptual

Penentuan variabel daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan disesuaikan

dengan kebutuhan dan tujuan dari penelitian ini. Variabel-variabel yang

menjadipenelitian, seperti Abdullah dkk (2002), Kuncoro (2005), Santoso (2009),

Irawati dkk (2008), Hidayat (2012), dan KPPOD (2005), Irawati (2012), Millah

(2013). Berikut ini indikator utama penentu daya saing ekonomi Kota

Padangsidimpuan seperti pada gambar berikut.

Sumber : KPPOD (2005)

Gambar 2.1

Indikator Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan

BAB III

Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah

(29)

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor penentu daya saing

ekonomi Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 dengan pendekatan Analytical

Hierarchy Process (AHP).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Padangsidimpuan dengan kurun waktu penelitian

dari bulan oktober sampai dengan November 2014

3.3Batasan Operasional

Adapun Batasan Oprasional dari Penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kelembagaan

2. Sosial Politik

3. Ekonomi Daerah

4. Tenaga Kerja dan produkvitas

5. Infrastruktur Fisik

3.4Defenisi Operasional

1.Kelembagaan adalah pola hubungan antara anggota masyarakat Kota

Padangsidimpuan yang saling

mengikat, diwadahi dalam suatu jaringan atau organisasi dengan ditentukan oleh

faktor-faktor pembatas dan non formal untuk bekerjasama demi mencapai tujuan

(30)

2. Sosial Politik, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan kekuasaandan

wewenang dalam pelaksanaan kegiatan sistem politik, yang banyak dipengaruhi

oleh berbagai faktor sosial budaya di Kota Padangsidimpuan.

3. Ekonomi Daerah, yaitu ukuran kinerja secara umum daeri perekonomian makro

(daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat

konsumsi, kinerja sektoral, perekonomian, serta tingkat biaya hidup di Kota

Padangsidimpuan.

4. Tenaga kerja, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat Kota Padangsidimpuan.

5. Infarastruktur fisik, yaitu sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem

struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik, dan sektor privat

sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi

dengan baik.

3.5Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berada dalam usia

angakatan kerja yaitu 15 – 65 tahun dan bermukim di Kota Padangsidimpuan.

Berdasarkan data BPS 2012, jumlah penduduk di Kota Padangsidimpuan sebanyak

204.615 jiwa. (BPS 2013). Namun, dalam penelitian ini ditetapkan jumlah sampel

yang sudah cukup representative yaitu 30 responden yang mewakili seluruh

komponen masyarakat yang terdapat di 5 kecamatan di KotaPadangsidimpuan.

(31)

penelitian kausal perbandingan maka, sampel yang digunakan dalam penelitian ini

antara 30 sampai dengan 500 responden yang sudah dianggap respentatif, yang

merupakan masyarakat Kota Padangsidimpuan yang terdiri dari beberapa kelompok.

Adapun jumlah sampel berdasarkan kelompok masyarakat adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1.

Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat

No Kelompok Masyarakat Responden

1 Pelajar / Mahasiswa 3

Peran mahasiswa/pelajar, staf pengajar/dosen/guru, masyarakat umum bereran

dalam menilai bagaimana perkembangan daya saing ekonomi di Kota

Pangsidimpuan. Birokrasi berperan dalam mengawasi serta menjalankan

perekonomian di daerahnya yang akan menunjang meningkatnya daya saing di Kota

Padangsidimpuan. Perbankan dan Non Perbankan berperan sebagai lembaga

keuangan yang dapat membantu memberikan transaksi pembayaran berupa pinjaman

yang akan meningkatkan usaha daya saing di daerah Kota Padangsidimpuan.

Pengusaha adalah yang berperan sangat penting dalam peningkatan daya saing

ekonomi Kota Padangsidimpuan karena pengusaha itu berperan untuk menjalankan

(32)

3.6Metode Pengambilan Sampel

Prosedur pengambilan sampel atau responden dilakukan secara purposive

sampling, yakni dengan menentukan sampel atau responden yang di anggap dapat

mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengaruh atau

merasakan dampak besar terkait daya saing ekonomi daerah.

Purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan

atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik

ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan

waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh.

3.7Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka jenis data

yang digunakan adalah :

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama

yang menjadi objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari

wawancara dan juga pengisian kuisioner terhadap kelompok masyarakat yang

dijadikan sampel.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait

(33)

resmi, buku-buku, majalah-majalah serta laporan lain yang berhubungan

dengan penelitian.

Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian iniadalah

:

1. Kuisioner

Para penduduk yang menjadi responden atau sampel dalam penelitian ini

diberikan lembaran kuisioner. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi

dari keompok masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian daya saing

ekonomi kabupaten/kota di Kota Padangsidimpaun.

2. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan kepada kelompok masyarakat yang menjadi

sampel adalah meggali informasi yang lebih mendalam mengenai saran atau

keluhan masyarakat secara langsung terhadap faktor-faktor penentu daya saing

ekonomi kabupaten/kota di Kota Padangsidimpuan tahun 2014.

3.7Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam menganalisis daya saing ekonomi

kabupaten/kota di Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014 meliputi analisis

deskriptif dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Secara jelasnya, metode yang

digunakan antara lain sebagai berikut

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini memberikan gambaran tentang karakteristik tertentu dari data yang

(34)

mengenai persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi

kabupaten/kota di Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014. Analisis data disajikan

dalam bentuk tabulasi, gambar (chart) dan diagram.

2. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor variable dalam

menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi kabupaten/kota di Kota

Padangsidimpuan pada tahun 2014. Proses pemberian indikator dan sub-indikator

(variabel) dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)

melalui kuisioner untuk kelompok masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya

dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Pembobotan ini dilakukan dengan persepsi

manusia sehingga dapat menggambarkan hasil yang sebenarnya.AHP juga mampu

memberikan prioritas alternative dalam pertimbangan dan preferensif setiap

responden (Saaty, dalam hidayat, 2012) .

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) awalnya dikembangkan oleh

Prof.Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekita tahun 1970. Metode

ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternative

dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang

senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alernatif. Disini

diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah

dilakukan.Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi

oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun

(35)

digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang

diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran

aktual atau skala data yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif.

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan secara efektif

atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses

pengambilankeputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam

bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, member nilai

numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan

mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang

memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi

tersebut.

Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat menyederhanakan masalah yang

kompleks tidak terstruktur, strategi dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan

varibel dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diartikan

bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multicritcria), struktur

masalah yang belum jelas, ketidak pastian pendapat dari pengambilan keputusan,

pengambilan keputusan lebih dari satu orang, serta ketidak akuratan data yang

tersedia.

Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan

menstruktur satu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan

menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode

(36)

berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi

hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara instuitif sebgaimana yang

dipersentasikan pada pertimbangna yang telah dibuat.Selain itu AHP juga memiliki

perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan

ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya.

Analyticl Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri

dari :

1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks

perbandinganberpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya,

jika A adalah K kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih

penting dari A.

2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan.

Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam

hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.

3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy)

walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (inclomplete

hierarchy)

4. Expectation, yang berarti menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan

preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data

kuantitatif maupuan yang bersifat kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada

(37)

1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang di awali dengan tujuan umum, dilanjutkan

dengan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin di rangking.

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relative atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan

atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan

pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat

kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam

matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsiten maka

pengambilan data (preferensi) perlu di ulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud

adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan

matlab maupun dengan manual.

6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai

eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan

dalam penentu prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai

pencapaian tertentu.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,15 maka

(38)

Rasio konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency) rasio

Konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka

pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana:  Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain

 Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya

 Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya

 Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentinganlainnya

Prioritas alternative terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan rangking

yang di cari dalam Analyitical Hierarchy Process (AHP) ini. Dalam menyelesaikan

persoalan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ada beberapa prinsip

yang harus dipahami antara lain :

a. Decomposition

Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut dipecah

menjadi berbagai elemen pokok,kemudian elemen-elemen tersebut disusunn secara

hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan

dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem.

Sebagian besar masalah menjadi untuk diselesaikan karena proses pemecahannya

dilakukan tanpa memandang sebagai suatu sistem dengn suatu struktur tertentu.

Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari

solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan

tersebut.Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang

(39)

homogen. Semua elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang

berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman

tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun

dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan

yang akan diambil.

Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan

permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut :

1. Minimum

Jumlah kritria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis.

2. Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang dan harus dihindarkan pengulangan kriteria

untuk suatu maksud yang sama.

3. Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan.

4. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun

kualitatif dan dapat dikomunkasikan.

(40)

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relative dua elemen

pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan kriteria di atasnya. Penilaian ini

merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan prioritasnya

dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari

penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise

comparison.

Yang pertama dilakukan dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu

pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan dalam bentuk

berpasangan, yaitu membandingkan pasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk

berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Dalam perbandingan

berpasangan ini, bentuk yang lebih disukai adalah matriks, karena matriks adalah alat

yang sederhana yang biasa dipakai, serta kerangka menguji konsistensi. Rancangan

matriks ini mencerminkan dua prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi.

Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n

alternative dibawahnya, Aᵢ sampai An. Perbandingan antara alterntif untuk sub sistem

(41)

Tabel 3.2.

Nilai ªıı adalah nilai perbandingan elemen Aı (baris) terhadap Aı (kolom) yang

menyatakan hubungan :

a. Seberapa tingkat kepentingan Aı (baris) terhadap kriteria dibandingkan

dengan Aı (kolom) atau

b. Seberapa jauh dominasi Aı (baris) terhadap Aı (kolom) atau

c. Seberapa banyak sifat kriteria Aı (baris) dibandingkan dengan Aı (kolom).

Nilai matrik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala

perbandingan yang disebut Saaty pada table 5. Apabila bobot kriteria Aı adalah Wᵢ

dan bobot elemenn Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty mewakili

perbandingan (Wᵢ/Wj)/1. Angka-angka absolute pada skala tersebut merupakan

pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Aᵢ terhadap elemen

Aj.

(42)

Skala tingkat

kepentingan Definisi Keterangan

1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama

3 Sedikit lebih

penting

Pengalaman dan penilaian sedikit memihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

7 Sangat penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya

9 Mutlak lebih

penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

Kebalikan Aij = 1/Aji

Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i

Sumber: Thomas L. Saaty (1991)

Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian berdasarkan

kemampuan manusia untuk menilai secara kaulitatif, yaitu melalui ungkapan sama,

lemah, amat kuat, dan absolute atau ekstrim.

Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat

yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks

perbandingan.

Jadi semua jawaban dari partisipan hrus dirata-ratakan. Dalam hal ini Saaty

(43)

Rata-rata geometrik dipakai karena bilangan yang diRata-rata-Rata-ratakan adalah deret bilangan

yang terlalu besar atau terlalu kecil.

Teori rata-rata geometrik menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang

melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik

untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai tersebut,

masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian perkalian itu

dipangkatkan dengan 1/n. Secara sistemasis ditulskan sebagai berikut :

aij = (z1. z2. z3. …. zn)1/n

dengan :

aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria Ai dengan Aj untuk n partisipan Zi = Nilai perbandingan antara A1 dengan Ai untuk partisipan i, dengan nilai i = 1, 2, 3, …, n n = Jumlah partisipan

d. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari eigenvector dari setiap

matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority. Karena matriks

Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global

priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Prosedur melakukan sintesis

berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan

relative melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.

(44)

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan

model-model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak.

Dengan AHP memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan

mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan

persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria.

Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan

konsisten nantinya atau tidak.

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue

maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan

matriks perbandingan dapat diminimumkan.

Rumus dari indeks konsistensi adalah :

CI=(λmaks- n) (n-1)

Dengan :

CI = indeks konsistensi

λ maks = eigenvalue maksimumn n = orde matrik

Dengan λ merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks. Eigenvalue maksimum

suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI

negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin

konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut

konsisten 100% atau inkonsisten 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa

disebut indeks inkonsistensi Karena rumus (2.2) di atas memang lebih cocok untuk

(45)

Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi

dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan

rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10 yang

didapatkan dari suatu ekperimen oleh Oak Ridge National Laboratory dan kemudian

dilanjutkan oleh Wharton School.

Tabel 3.4.

Pembangkit Random (RI)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

CR = CI/RI

CR = Rasio konsistensi RI = Indeks random

Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuisioner diukur. Pengukuran

konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistenan respon yang diberikan

respon. Sato dalam Chow and Luk (2005) telah menyusun nilai CR (Consistency

Ration) yang diizinkan adalah CR ≤ 0,15.

BAB IV

(46)

4.1Gambaran Umum Kota Padangsidimpuan 4.1.1 Kondisi Geografis Kota Padangsidimpuan

Padangsidimpuan merupakan Kota Administratif, berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 32 Tahun 1982. Kemudian sejak tanggal 21 Juni 2001

berdasarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 2001, Kota Padangsidimpuan ditetapkan

sebagai Daerah Otonom dan merupakan hasil penggabungan dari kecamatan

Padangsidimpuan Utara, kecamatan Padangsidimpuan Selatan, kecamatan

Padangsidimpuan Batunadua, kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru, kecamatan

Padangsidimpuan Tenggara. Kota Padangsidimpuan menempati luas area 114.65 km²

(44.27mil²).

Kota Padangsidimpuan sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli

Selatan ( Kecamatan Angkola Timur), sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten

Tapanuli Selatan ( Kecamatan Batang Angkola dan Kec. Angkola Selatan), sebelah

barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan (Kecamatan Angkola Barat/

Kecamatan angkola Selatan) dan disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Tapanuli Selatan ( Kecamatan Angkola Timur).

4.1.2 Kondisi Demografis Kota Padangsidimpuan

Jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan berdasarkan perhitungan tahun 2012 sebesar 198.809 jiwa, yang terdiri dari 96.841 jiwa penduduk laki-laki dan 101.968

perempuan. Dengan luas wilayah 14.684,68 ha, kepadatan penduduk rata-rata Kota

Padangsidimpuan sebesar 1.354 jiwa/km². berikut data jumlah dan kepadatan

(47)

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Dan Kepadatan penduduk Kota Padangsidimpuan tahun 2012

1 Padangsidimpuan Utara 29.345 31.795 61.140 4.339

2 Padangsidimpuan Selatan 31.000 32.029 63.029 3.987 3 Padangsidimpuan Tenggara 15.194 16.322 31.526 1.139 4 Padangsidimpuan Batunadua 9.784 9.876 19.600 521 5 Padangsidimpuan Hutaimbaru 7.706 8.007 15.713 703 6 Padangsidimpuan Angkola Julu 3.812 3.929 7.741 275

Sumber : Padangsidimpuan Dalam Angka 2013

Jumlah penduduk tertinggi adalah Kecamatan Padangsidimpuan Selatan sebesar

63.029 jiwa. Kemudian Kecamatan Padangsidimpuan Utara dengan 61.140 jiwa.

Kedua kecamatan ini mempunyai jumlah penduduk lebih besar dari kecamatan

lainnya, disebabkan karena kecamatan ini berada di pusat kota/ wilayah perkotaan.

Kepadatan penduduk Kota Padangsidimpuan tahun 2012 sebesar 198.809

jiwa/km². Kecamatan Padangsidimpuan Utara mempunyai kepadatan penduduk

tertinggi sebesar 4.339 jiwa/km². Kemudian kecamatan Padangsidimpuan Selatan

sebesar 3.987 jiwa/km². Kemudian kecamatan Padangsidimpuan Tenggara sebesar

1.139 jiwa/km². Selanjutnya Padangsidimpuan hutaimbaru 703 jiwa/km². Kepadatan

penduduk yang paling rendah adalah kecamatan Padangsidimpuan Batunadua

sebesarr 521 jiwa/km² dan kecamatan Padangsidimpuan Angkola julu sebesar 275

jiwa/km².

(48)

PDRB menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi baik secara total maupun per

sektor dengan membandingkan PDRB tahun berjalan terhadap tahun sebelumnya.

Untuk melihat produktivitas ekonomi maka digunakan PDRB Atas Dasar Harga

Konstan 2000 Kota Padangsidimpuan tahun 2013.

Tabel 4.2

Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kota Padangsidimpuan

No Lapangan Usaha 2013

1 Industri Pengolahan 9,89

2 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 23,50

3 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 14,21

4 Pengangkutan dan Komunikasi 9,63

5 Bangunan 6,08

6 Jasa-Jasa 20,12

7 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahan 15,78

8 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,52

9 Pertambangan dan Penggalian 0,27

PDRB 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan (2013)

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang member sumbangsih terbesar

terhadap PDRB Kota Padangsidimpuan sebesar 23,50 persen, kemudian sektor

Jasa-Jasa mencapai 20,12 persen. Selanjutnya sektor keuangan, persewaan dan jasa

Perusahaan mencapai 15,78. Kemudian sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan

Perikanan dengan mencapai 14,21 persen. Kemudian diikuti sektor Industri

Pengolahan mencapai 9,89 persen. Selanjutnya sektor Pengangkutan dan Komunikasi

(49)

diikuti sektor Listrik, Gas, dan Air Minum dengan sumbangsih 0,52 persen dan

diikuti sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,27 persen.

Perkembangan terus meningkat di Kota Padangsidimpuan dari sektor Jasa dan

Perdagangan (Tersier). Hal ini dilihat dari semakin meningkatnya sektor ini serta

jumlah surat izin usaha perdagangan yang di terbitkan oleh dinas Koperasi, UKM,

Perindag, dan Pasar Daerah Kota Padangsidimpuan. Berikut tabel jumlah perusahaan

industri besar menurut kecamatan tahun 2012.

Tabel 4.3

Jumlah Perusahaan Industri Besar Menurut Kecamatan Tahun 2012

No Kecamatan Jumlah Perusahaan

1 Padangsidimpuan Tenggara 3

- Sihitang Raya Ban

- Minyak bumi dan Batu Bara - Hino

2 Padangsidimpuan Selatan 2

- Virgo - Sampagul

3 Padangsidimpuan Batunadua 1

- Sumatera Berlian

Jumlah 6

(50)

4.2Profil Responden

Tabel 4.4

Karakteristik Responden

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Laki-laki 18 60

2 Perempuan 12 40

Usia (Tahun) Jumlah Persentase (%)

1 <20 1 3

2 21 – 30 17 57

3 31 – 40 2 7

4 41 – 50 5 17

5 >50 5 17

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%0

1 SMP/Sederajat - -

2 SMA/Sederajat 12 40

3 D3/S1/S2 18 60

Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan tabel karakteristik diats untuk 30 responden yang di jadikan

sebagai objek penelitian bahwa responden yang berjenis laki-laki lebih banyak yaitu

sebesar 60% dan perempuan sebesar 40%. Kemudian dari segi usia yang yang telah

di wawancarai yang berumur 21-30 lebih banyak sebesar 57%. Kemudian yang

berumur 41-50 sebesar 17%. Selanjutnya yang berumur >50 juga sebanyak 17%.

Kemudian responden yang berumur 31-40 sebesar 7%. Terakhir responden yang

paling sedikit yang berumur < 20 sebanyak 3%. Dari tingkat pendidikan responden

bahkan para responden yang berpendidikan tinggi tamatan D3/S1/S2 sebesar 60%.

(51)

4.3Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing Ekonomi

Daya saing daerah merupakan kemampuan perekonomian setiap daerah untuk

mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan. Adapun faktor-faktor penentu

daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing faktor

tersebut. Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy

Proccess (AHP) dengan bantuan Software yaitu Expert Choice. Pembobotan ini

dilihat dari faktor yang terbesar yang merupakan faktor terpenting dalam menetukan

perekonomian di Kota Padangsidimpuan.

Berikut ini hasil pembobotan dari faktor-faktor penentu daya saing ekonomi

(52)

Gambar 4.1

Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan Dari hasil pembobotan diatas dapat diketahui bahwa faktor penentu daya saing

ekonomi Kota Padangsidimpuan tahun 2014 adalah faktor yang mempunyai nilai

bobot tertinggi faktor perekonomian daerah sebesar 0,267. Kemudian faktor tenaga

kerja sebesar 0,248. Kemudian faktor infrastruktur fisik dengan nilai bobot 0,246.

Berikutnya faktor kelembagaan dengan nilai bobot 0,146. Kemudian faktor sosial

politik 0.094.

Berikut ini gambar secara persentase, bobot faktor penentu daya saing ekonomi

(53)

Gambar 4.2

Persentase Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Padangsidimpuan Pada hasil pembobotan gambar diatas, adapun faktor Penentu daya saing

ekonomi Kota Padangsidimpuan menurut responden dipengaruhi tiga faktor dengan

nilai bobot terbesar yaitu faktor perekonomian daerah, faktor tenaga kerja dan

produktivitas, dan faktor kelembagaan.

Selanjutnya akan dijelaskan faktor penetu daya saing ekonomi Kota

Padangsidimpuan berdasarkan pemeringkatan dan variabelnya

4.3.1 faktor Perekonomian Daerah

Pengahasilan masyarakat Kota Padangsidimpuan sebagian besar bertani.

Meliputi persawahan dan perkebunan, produksi perkebunan yang utama adalah salak,

karet, kelapa, kakao, cengkeh, kemiri dan kulit manis. Faktor perekonomian daerah

salah satu faktor pendukung daya saing ekonomi daerah Kota Padangsidimpuan

karena semakin baik perekonomian semakin tinggi pula daya saing ekonominya.

Faktor perekonomian daerah ini mempunyai nila bobot tertinggi yaitusebesar 0,267

aatau 27%. Ada dua variabel perekonomian daerah yaitu variabel struktur ekonomi

(54)

dan variabel potensi ekonomi yang mendukung daya saing ekonomi di Kota

Padangsidimpuan. Berikut diagram faktor perekonomian daerah.

Gambar 4.3

Presentase Pembobotan Faktor Perekonomian Ekonomi

Pada gambar diatas potensi ekonomi lebih berpengaruh terhadap perekonomian

Kota Padangsidimpuan dengan nilai bobot 0,583 atau 58% . Kemudian potensi

ekonomi juga mempengaruhi perekonomian Kota Padangsidimpuan sebesar 0,417

atau 42%.

Dari hasil wawancara responden variabel potensi ekonomi sangat penting

dalam menentukan daya saing ekonomi Kota Padangsidimpuan. 43 % responden

mengatakan tingkat daya beli masyarakat cenderung semakin meningkat. 33%

responden mengatakan setuju, 17% mengatakan sangat setuju tingkat daya beli

masyarakat cenderung semakin meningkat. Kemudian untuk perkembangan kondisi

ekonomi yang semakin membaik, 43% responden menyatakan kurang setuju, 37%

responden menyatakan setuju, dan 7% responden menyatakan sangat setuju bahwa

58% 42%

(55)

perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. 47% responden kurang setuju

bahwa kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan terjangkau. 17%

responden yang setuju dan 23% responden menyatakan tidak setuju. Selanjutnya

untuk tingkat kesejahteraan masyarakat yang cenderung semakin membaik, 43%

responden kurang setuju, 33% responden setuju bahwa tingkat kesejahteraan

masyarakat cenderung semakin membaik, dan 3% responden tidak setuju.

Kemudian pada variabel struktur ekonomi, 27% responden menyatakan setuju

bahwa nilai tambah atau kontribusi sector primer semakin meningkat. 7%

menyatakan sangat setuju. 57% responden menyatakan kurang setuju nilai tambah

atau kontribusi sektor primer semakin meningkat. 7% menyatakan sangat tidak

setuju, dan 3% tidak setuju bahwa nilai tambah kontribusi sektor primer semakin

meningkat.

Selanjutnya, 57% responden menyatakan kurang setuju nilai tambah atau

kontribusi sektor sekunder semakin meningkat. 23% menyatakan setuju, dan 17%

menyatakan sanagat setuju. 3% menyatakan sangat tidak setuju bahwa nilai tambah

atau kontribusi sektor sekunder semakin meningkat. Kemudian 43% menyatakan

setuju nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin meningkat. 33%

menyatakan kurang setuju, dan 10% menyatakan sangat tidak setuju. 13%

menyatakan sangat setuju nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin

meningkat.

Berdasarkan hasil analisis dan wawancara persepsi para responden, variabel

(56)

masyarakat, perkembangan kondisi ekonomi, kondisi harga barang, dan tingkat

kesejahteraan masyarakat. Kemudian struktur ekonomi agar lebih baik lagi, dan nilai

tambah atau kontribusi sektor primer, sekunder, dan tersier terus meningkat.

4.3.2 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas

Tenaga kerja merupakan indikator kedua yang penting dalam meningkatkan

daya saing ekonomi suatu daerah dengan bobot indikator sebesar 0,248 atau 25%.

Tenaga kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing

ekonomi suatu daerah. Faktor tenaga kerja dan produktivitas terdiri dari 3 variabel,

yaitu biaya tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja, dan produktivitas tenaga kerja.

Variabel biaya tenaga kerja memiliki bobot sebesar 0,319% atau 32% dari

keseluruhan bobot faktor tenaga kerja dan produktivitas. Variabel ketersediaan tenaga

kerja memiliki bobot sebesar 0,324% atau 32%. Dan variabel produktivitas tenaga

kerja memiliki bobot sebesar 0,356% atau 36% dari keseluruhan bobot faktor tenaga

kerja dan produktivitas. Persentase bobot dari masing-masing variabel dapat dilihat

(57)

Gambar 4.4

Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas

Menurut para responden faktor produktivitas tenaga kerja, biaya tenaga kerja,

ketersediaan tenaga kerja berperan sangat penting dalam menentukan daya saing

ekonomi Kota Padangsidimpuan.

Dari hasil wawancara persepsi masyarakat dalam variabel tenaga kerja, 37%

responden menyatakan kurang setuju terhadap besarnya upah tenaga kerja sesuai

dengan ketentuan UMK. 7% responden sangat setuju, dan 10% responden tidak

setuju kalau besarnya upah tenaga kerja sudah sesuai dengan ketentuan UMK.

Begitu juga dengan besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup

masyarakat. Kemudian 13% responden setuju. Selanjutnya 60% responden juga

menyatakan kurang setuju kalau besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan

hidup masyarakat.

Biaya Tenaga Kerja

32%

Ketersediaan Tenaga Kerja

32% Produktivitas

(58)

Dalam variabel ketersediaan tenaga kerja, untuk pernyataan jumlah angkatan

kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, 53% responden kurang setuju

terhadap pernyataan tersebut. 23% responden menyatakan tidak setuju, dan 23%

responden juga menyatakan setuju bahwa jumlah angkatan kerja sesuai dengan

kebutuhan pasar tenaga kerja. Kemudian untuk tingkat pendidikan angkatan kerja

sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja,40 % responden menyatakan setuju,

hanya 20% responden menyatakan kurang setuju.

Jika di lihat dari variabel produktivitas tenaga kerja, 67% responden kurang

setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif tinggi. Namun, 13%

responden menyatakan setuju kalau tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif

tinggi. Kemudian untuk tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya

upah yang ada, 33% responden menyatakan setuju, hanya 30% responden yang

menyatakan kurang setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan

besarnya upah yang ada.

Berdasarkan analisis dan persepsi dari responden, untuk meningkatakan daya

saing ekonomi Kota Padangsidimpuan produktivitas tenaga kerja harus lebih baik

lagi.

4.3.3 Faktor Infrastruktur Fisik

Infrastruktur fisik merupakan faktor pendukung bagi kelancaran kegiatan usaha.

Ketersedian dan kualitas infrastruktur fisik sangat mempengaruhi kelancaran dunia

usaha di suatu daerah. Semakin besar skala suatu usaha, maka kebutuhan akan

Gambar

Tabel 3.1.
Tabel 3.2.
Tabel 3.4.
Tabel 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2010) proposed a region-based approach for SAR image segmentation based on Voronoi tessellation, Bayesian inference and Reversible Jump Markov Chain Monte Carlo (RJMCMC)

b. Diasumsikan CPU pada register MAR, MBR, PC dan IR. Instruksi dibaca dari memory START Ambil instruksi berikutnya Eksekusi instruksi Periksa interrupt Process interrupt halt..

Dukuh, Serangan, Denpasar Perorangan Mikro 25.000.000.. 90 IUMK/247/Densel/2015 I Wayan Kayun Sedana Putra Dagang Makanan Kayun

[r]

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya agar tercipta keseimbangan energi yang baik.Energi alternatif adalah solusi untuk meningkatkan peran energi terbarukan dalam

Dengan diagnosa ketiga outcomenya yaitu : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas jaringan, dengan

Analisis faktor Eksternal dari suatu perusahaan merupakan suatu kajian deskriptif mengenai kondisi eksternal Bank Mandiri Unit Mikro Probolinggo Kraksaan dan

Waktu tahfidz atau hafalan Qur’an anak tunarungu di Rumah Abata tidak di tentukan, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak. Sedang untuk pembelajaran tahfidznya sehari