• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah

METODE PENELITIAN

2. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor variable dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi kabupaten/kota di Kota Padangsidimpuan pada tahun 2014. Proses pemberian indikator dan sub-indikator (variabel) dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) melalui kuisioner untuk kelompok masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Pembobotan ini dilakukan dengan persepsi manusia sehingga dapat menggambarkan hasil yang sebenarnya.AHP juga mampu memberikan prioritas alternative dalam pertimbangan dan preferensif setiap responden (Saaty, dalam hidayat, 2012) .

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) awalnya dikembangkan oleh Prof.Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekita tahun 1970. Metode ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternative dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alernatif. Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan.Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang

digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala data yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif.

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan secara efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilankeputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, member nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat menyederhanakan masalah yang kompleks tidak terstruktur, strategi dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan varibel dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multicritcria), struktur masalah yang belum jelas, ketidak pastian pendapat dari pengambilan keputusan, pengambilan keputusan lebih dari satu orang, serta ketidak akuratan data yang tersedia.

Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur satu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada

berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara instuitif sebgaimana yang dipersentasikan pada pertimbangna yang telah dibuat.Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya.

Analyticl Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari :

1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandinganberpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah K kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.

2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.

3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (inclomplete hierarchy)

4. Expectation, yang berarti menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupuan yang bersifat kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut :

1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang di awali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin di rangking.

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relative atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsiten maka pengambilan data (preferensi) perlu di ulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.

6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dalam penentu prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tertentu.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,15 maka penilaian harus diulang kembali.

Rasio konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency) rasio Konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana:

 Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain  Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya

 Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya  Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentinganlainnya

Prioritas alternative terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan rangking yang di cari dalam Analyitical Hierarchy Process (AHP) ini. Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ada beberapa prinsip yang harus dipahami antara lain :

a. Decomposition

Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut dipecah menjadi berbagai elemen pokok,kemudian elemen-elemen tersebut disusunn secara hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang sebagai suatu sistem dengn suatu struktur tertentu.

Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut.Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen

homogen. Semua elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.

Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut :

1. Minimum

Jumlah kritria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. 2. Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

3. Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan. 4. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunkasikan.

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relative dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan kriteria di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan prioritasnya dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison.

Yang pertama dilakukan dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan dalam bentuk berpasangan, yaitu membandingkan pasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Dalam perbandingan berpasangan ini, bentuk yang lebih disukai adalah matriks, karena matriks adalah alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta kerangka menguji konsistensi. Rancangan matriks ini mencerminkan dua prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi.

Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternative dibawahnya, Aᵢ sampai An. Perbandingan antara alterntif untuk sub sistem hirarki itu dapat dibuat dlam bentuk matriks n x n, seperti pada table 4 dibawah ini :

Tabel 3.2.

Matriks perbandingan berpasangan

C A1 A2 A3 ….. An A1 A2 A3 ….. An a11 a21 a31 ….. an1 a12 a22 a32 ….. an2 a13 a23 a33 ….. an3 a1n a2n a3n ….. ann

Nilai ªıı adalah nilai perbandingan elemen Aı (baris) terhadap Aı (kolom) yang

menyatakan hubungan :

a. Seberapa tingkat kepentingan Aı (baris) terhadap kriteria dibandingkan dengan Aı (kolom) atau

b. Seberapa jauh dominasi Aı (baris) terhadap Aı (kolom) atau

c. Seberapa banyak sifat kriteria Aı (baris) dibandingkan dengan Aı (kolom).

Nilai matrik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan yang disebut Saaty pada table 5. Apabila bobot kriteria Aı adalah Wᵢ

dan bobot elemenn Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty mewakili perbandingan (Wᵢ/Wj)/1. Angka-angka absolute pada skala tersebut merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Aᵢ terhadap elemen Aj.

Tabel 3.3. Skala penilaian perbandingan

Skala tingkat

kepentingan Definisi Keterangan

1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama

3 Sedikit lebih

penting

Pengalaman dan penilaian sedikit memihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

7 Sangat penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya

9 Mutlak lebih

penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan Kebalikan Aij = 1/Aji

Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i

Sumber: Thomas L. Saaty (1991)

Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kaulitatif, yaitu melalui ungkapan sama, lemah, amat kuat, dan absolute atau ekstrim.

Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan.

Jadi semua jawaban dari partisipan hrus dirata-ratakan. Dalam hal ini Saaty memberikan metode peralatan dengan rata-rata geometrik atau geometrik mean.

Rata-rata geometrik dipakai karena bilangan yang diRata-rata-Rata-ratakan adalah deret bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil.

Teori rata-rata geometrik menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. Secara sistemasis ditulskan sebagai berikut :

aij = (z1. z2. z3. …. zn)1/n dengan :

aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria Ai dengan Aj untuk n partisipan Zi = Nilai perbandingan antara A1 dengan Ai untuk partisipan i, dengan nilai i = 1, 2, 3, …, n n = Jumlah partisipan

d. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari eigenvector dari setiap matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority. Karena matriks Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relative melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan AHP memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan.

Rumus dari indeks konsistensi adalah :

CI=(λmaks- n) (n-1) Dengan :

CI = indeks konsistensi

λ maks = eigenvalue maksimumn n = orde matrik

Dengan λ merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks. Eigenvalue maksimum

suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100% atau inkonsisten 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi Karena rumus (2.2) di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.

Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10 yang didapatkan dari suatu ekperimen oleh Oak Ridge National Laboratory dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School.

Tabel 3.4.

Pembangkit Random (RI)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

CR = CI/RI

CR = Rasio konsistensi RI = Indeks random

Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuisioner diukur. Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistenan respon yang diberikan respon. Sato dalam Chow and Luk (2005) telah menyusun nilai CR (Consistency Ration) yang diizinkan adalah CR ≤ 0,15.

BAB IV

Dokumen terkait