• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Saing Kota Sibolga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Daya Saing Kota Sibolga"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

Wilayah : ______________ Kuisoner Penelitian

Analisis Daya Saing Ekonomi Kab/Kota di Propinsi Sumatera Utara

A. Identitas Responden 4. Alamat Usaha/Kantor/Rumah :

Kecamatan :

5. Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 6. Berapa usia B/I/S saat ini : ___________ tahun

7. Pendidikan terakhir yang ditamatkan :

1. Tamat SMP atau sederajat 3. Sarjana Muda/D3 atau lebih tinggi 2. Tamat SMA atau sederajat 4.Lainnya,...

B. Indikator Pembobotan Faktor Daya Saing Ekonomi

Bapak/Ibu/Saudara diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan dari masing-masing kriteria untuk indikator pembobotan faktor daya saing ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dengan cara memberi tanda silang (X) pada kolom yang telah disediakan di bawah ini dengan menggunakan Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan :

Nilai 1 = sama pentingnya Nilai 3 = sedikit lebih penting Nilai 5 = lebih penting Nilai 7 = sangat lebih penting Nilai 9 = mutlak lebih penting 2,4,6,8 = nilai tengah

Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria

Kelembagaan Sosial Politik

Kelembagaan Ekonomi

Daerah

(2)

Sosial Politik Ekonomi Daerah

Sosial Politik Tenaga Kerja

Sosial Politik Infrastruktur

Ekonomi

Tenaga Kerja Infrastruktur

Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting

Dengan menggunakanSkala Penilaian Perbandingan Berpasangan di atas, variabel manakah yang menurut Bapak/Ibu/Saudara lebih penting dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

1. Faktor Kelembagaan

Untuk faktor kelembagaan, terdapat 4 variabel yang mempengaruhi faktor kelembagaan, yakni :

a) Variabel kepastian hukum

b) Variabel pembiayaan pembangunan c) Variabel aparatur

d) Variabel peraturan daerah

Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria

Pembiayaan Aparatur

Pembiayaan Perda

Aparatur Perda

Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting

2. Faktor Sosial Politik

Untuk faktor sosial politik, terdapat 3 variabel yang mempengaruhi faktor sosial politik, yakni :

(3)

b) Variabel keamanan

Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting

3. Faktor Perekonomian Daerah

Untuk faktor perekonomian daerah, terdapat 2 variabel yang mempengaruhi faktor perekonomian daerah, yakni :

a) Variabel potensi ekonomi b) Variabel struktur ekonomi

Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria

4. Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas

Untuk faktor tenaga kerja dan produktivitas, terdapat 3 variabel yang mempengaruhi faktor tenaga kerja dan produktivitas, yakni :

a) Variabel biaya tenaga kerja b) Variabel ketersediaan tenaga kerja c) Variabel produktivitas tenaga kerja

Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria

Biaya TK Ketersediaan

TK

Biaya TK Produktivitas

TK Ketersediaan

TK

Produktivitas TK

Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting

5. Faktor Infrastruktur Fisik

Untuk faktor infrastruktur fisik, terdapat 2 variabel yang mempengaruhi faktor infrastruktur fisik, yakni :

(4)

Kriteria 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria ketersediaan

infrastruktur

Kualitas infrastruktur

Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting

C. Persepsi Masyarakat

Keterangan :

1 = Sangat Tidak Setuju ; 2 = Tidak Setuju ; 3 = Kurang Setuju ; 4 = Setuju ; 5 = Sangat Setuju

No Item-Item Pertanyaan Skala Likert

1 2 3 4 5 Kelembagaan

A. Variabel Kepastian Hukum

1 Menurut B/I/S, konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik. 1 2 3 4 5

2 Menurut B/I/S, penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia usaha sudah baik. 1 2 3 4 5

3 Menurut B/I/S, pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang. 1 2 3 4 5 B. Variabel Keuangan Daerah

4 Menurut B/I/S, jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai dengan kebutuhan. 1 2 3 4 5

5 Menurut B/I/S, realisasi APBD sesuai dengan rencana program dan anggaran. 1 2 3 4 5

6 Menurut B/I/S, tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD

relatif rendah. 1 2 3 4 5

C. Variabel Aparatur dan Pelayanan

7 Menurut B/I/S, birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin

baik. 1 2 3 4 5

8 Menurut B/I/S, penyalagunaan wewenang oleh aparatur semakin

berkurang. 1 2 3 4 5

9 Menurut B/I/S, struktur pungutan oleh pemerintah daerah terhadap

dunia usaha sudah sesuai. 1 2 3 4 5

D. Variabel Peraturan Daerah

10 Menurut B/I/S, peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan

retribusi sudah mendukung kegiatan dunia usaha. 1 2 3 4 5

11 Menurut B/I/S, implementasi Perda sudah sesuai dengan yang

ditetapkan. 1 2 3 4 5

Sosial Politik A. Variabel Stabilitas Politik

(5)

dapat dideteksi.

13 Menurut B/I/S, intensitas unjuk rasa yang ada diwilayah ini semakin

menurun. 1 2 3 4 5

14 Menurut B/I/S, hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin

baik. 1 2 3 4 5

B. Variabel Keamanan

15 Menurut B/I/S, gangguan keamanan terhadap aktivitas dunia usaha

semakin menurun. 1 2 3 4 5

16 Menurut B/I/S, gangguan keamanan terhadap masyarakat

dilingkungan sekitar tempat kegiatan usaha semakin menurun. 1 2 3 4 5 17 Menurut B/I/S, kecepatan aparat dalam menanggulangi gangguan

keamanan semakin baik. 1 2 3 4 5

C. Variabel Budaya Masyarakat

18 Menurut B/I/S, Partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam

perumusan kebijakan pemerintah daerah semakin meningkat. 1 2 3 4 5 19 Menurut B/I/S, keterbukaan masyarakat terhadap dunia usaha

semakin baik. 1 2 3 4 5

20 Menurut B/I/S, perilaku masyarakat terhadap diskriminasi semakin

menurun. 1 2 3 4 5

21 Menurut B/I/S, adat istiadat masyarakat daerah semakin mendukung

kegiatan dunia usaha. 1 2 3 4 5

22 Menurut B/I/S, etos kerja masyarakat daerah semakin meningkat 1 2 3 4 5 Perekonomian Daerah

A. Variabel Potensi Ekonomi

23 Menurut B/I/S, tingkat daya beli masyarakat cenderung semakin

meningkat. 1 2 3 4 5

24 Menurut B/I/S, perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. 1 2 3 4 5 25 Menurut B/I/S, kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan

terjangkau. 1 2 3 4 5

26 Menurut B/I/S, tingkat kesejahteraan masyarakat cenderung semakin

membaik. 1 2 3 4 5

B. Variabel Struktur Ekonomi

27 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin

meningkat. 1 2 3 4 5

28 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder semakin

meningkat. 1 2 3 4 5

29 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin

meningkat. 1 2 3 4 5

Tenaga Kerja dan Produktivitas A. Variabel Biaya Tenaga Kerja

30 Menurut B/I/S, besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan ketentuan

UMK. 1 2 3 4 5

31 Menurut B/I/S, besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan

hidup masyarakat. 1 2 3 4 5

B. Variabel Ketersediaan Tenaga Kerja

32 Menurut B/I/S, jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar

(6)

C. Variabel Produktivitas Tenaga Kerja

34 Menurut B/I/S, tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif

tinggi. 1 2 3 4 5

35 Menurut B/I/S, tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan

besarnya upah yang ada. 1 2 3 4 5

Infrastruktur Fisik A. Variabel Ketersediaan Infrastruktur Fisik

36 Menurut B/I/S, ketersediaan jalan sudah memadai. 1 2 3 4 5 37 Menurut B/I/S, ketersediaan pelabuhan laut sudah memadai. 1 2 3 4 5 38 Menurut B/I/S, ketersediaan pelabuhan udara sudah memadai. 1 2 3 4 5 39 Menurut B/I/S, ketersediaan saluran telepon sudah memadai. 1 2 3 4 5 B. Variabel Kualitas Infrastruktur Fisik

40 Menurut B/I/S, kualitas jalan sudah baik. 1 2 3 4 5

(7)

Lampiran 2

NO Nama Responden Badan Usaha Bidang Usaha Alamat Usaha JK USIA PENDIDIKAN

1 Rivorman Saleh

Manalu Anggota DPRD Jln.Teratai no.16 Laki-laki 38 SMA

2 Pantas

Lumbantobing Anggota DPRD MT.Haryono no.2 Simare-mare Laki-laki 38 S1

3 Ihsan Wahyudi S,Ss Anggota DPRD JLn.Cendrawasih no.76 Laki-laki 30 S1

9 Poltak Panggabean Tokoh Masyarakat Sibolga Ilir (Pintu angin) Laki-laki 64 SMA

10 Aris Sinambela Masyarakat Umum Sibolga Ilir ,Sibolga Utara Laki-laki 35 SMA

Rahadiana Perbankan Jln.Baringin Katamso no.3 Laki-laki 26 S1

16 Silviany Perbankan Jln.KH Zainul Arifin no.15 Perempuan 32 S1

(8)

20 Amanda Sarie Non Perbankan Jln.DI Panjaitan no.74 Perempuan 25 S1 21 Liza Afriani

Tambunan PT

Pengiriman

barang Jln.Thamrin no.42 Perempuan 48 SMA

22 Veronika CV Perdagangan Pancuran Gerobak Perempuan 42 S1

23 Wasti Pasaribu Perhotelan Perhotelan Jln.Brigjen Katamso Perempuan 32 SMA

24

E Pasaribu CV

Jasa Angkutan Umum

Terminal Bus Sibolga, Sibolga

Kota Laki-laki 32 SMA

25

D Situmorang PT

Jasa

Pengangkutan

Barang Kota Baringin , Sibolga Utara Laki-laki 40 SMP

26

Ramli Siregar CV

Jasa Angkutan Umum

Terminal Bus Sibolga, Sibolga

Kota Laki-laki 45 SMP

27 Widarni Pasaribu UD Pertokoan Jln.Thamrin no.83 Perempuan 49 SMA

28 Yusuf Perhotelan Perhotelan Jln.Brigjen Katamso Laki-laki 32 D3

29 Marni Sitindaon UD Pertokoan Jln.DI Panjaitan, Huta Tonga-tonga Perempuan 55 SMA

(9)

Daftar Pustaka

Arifin, Zainal., 2010, Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Untuk Menentukan Sisa Hasil Usaha Pada Koperasi Pegawai Negeri, Jurnal Informatika Mulawarman, Vol. 5 no. 2.

Badan Pusat Statistik Kota Sibolga, Sibolga dalam Angka tahun, 2014.

Badan Pusat Stastistik, Statistik Kota Sibolga tahun,2014

BAPPENAS, 2005. Daya Saing Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia. Jakarta Hidayat, Paidi. 2012. “Analisis Daya Saing Kota Medan”, Jurnal ekonomi dan

bisnis. Volume 04 nomor 03.

Huda, Miftakhul dan Eko Budi Santoso, 2014. “ Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya”, Jurnal Teknik Pomits , Vol. 3, No. 2 Hal C81-C86.

http://sumut1.kadinprovinsi.or.id/potensi/potensi-daerah

Irawati, Ira, Zulfadly Urufi, Renato Everardo Isaias Rezza Resobeoen, Agus Setiawan, Aryanto, 2008. “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Serta Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara”, Prosiding INSAHP5, Semarang.

KPPOD, 2005. “Daya Tarik Investasi 214 Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2004”, KPPOD, Jakarta.

Kuncoro, Mudrajad dan Anggi Rahajeng, 2005. “Daya Tarik Investasi dan Pungli di DIY”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Volume 10 Nomor 2, hal 171-184.

Millah, Anita Nur, 2013 “Analisis Daya Saing Daerah di Jawa”, Skripsi, Semarang

Nasution, Siti Rohana. 2013.” Proses Hirarki Analitik dengan Expert Choice 2000 Untuk Menentukan Fasilitas Pendidikan Yang diinginkan Konsumen ”.Jurnal Teknik FTUP. Volume 26 No. 2.

.

PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD, 2008. Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia,. Rajawali Pers, Jakarta.

(10)

Saaty, Thomas L, 1990. Decision Making For Leader :The Analytic Hierarchy Process For Decision in A Complex World, University of Pittsburgh, Pittsburgh.

Sinulingga, Sukaria, 2014. “Metode Penelitian, edisi ketiga”, USUpres.

Suparmoko,M, 2002. “Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah”, ANDI Yogyakarta.

World Economic Forum, 2014. The Global Competitiveness Report, Oxford University Press, New York.

(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah-langkah sistematik atau prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Adapun metodologi penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara dengan kurun waktu penelitian selama satu bulan.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Sibolga pada tahun 2015 dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).

3.3 Penentuan Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang berusia 15-64 tahun (penduduk usia produktif) dan bermukim di Kota Sibolga. Berdasarkan data BPS (2013), jumlah penduduk usia produktif di Kota Sibolga sebesar 55.500 jiwa (64,54 % dari total jumlah penduduk yaitu 85.981 jiwa), dengan kapadatan 7983 jiwa/km2.

3.4 Metode Pengambilan Sampel

(12)

merasakan dampak besar terkait daya saing ekonomi daerah. Sampel yang ditentukan adalah sampel nonprobabilitas dipilih secara arbitrer oleh peneliti.

Peneliti menetapkan Quota sampling sebagai jenis dari purposive sampling untuk menentukan kuota kelompok masyarakat. Metode ini digunakan untuk memastikan bahwa berbagai karakteristik sampel sampai batas tertentu seperti yang dikehendaki oleh peneliti. Dalam quota sampling, peneliti menentukan target yang dikehendaki.

Sesuai dengan penelitian sosial menurut Roscoe memberikan saran-saran untuk penelitian sebagai berikut :

1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.

2. Bila sampel dibagi dalam kategori maka jumlah anggota sampel setiap katagori minimal 30.

3. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda misalnya). Maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitiannya ada 5

(independent + dependent) maka jumlah anggota sampel = 10 x 5 = 50

4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, jumlah anggota sampel masing – masing antara 10 sampai dengan 20.

(13)

Tabel 3.1

Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat

No Kelompok Masyarakat Responden

1 DPRD 3

2 Staf Pengajar/Dosen/Guru 3

3 Masyarakat Umum 4

3.5 Batasan Operasional

Adapun batasan operasional yang terdapat dalan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kelembagaan b. Sosial Politik

c. Perekonomian Daerah

d. Tenaga Kerja & Produktivitas,dan e. Infrastruktur Fisik.

3.6 Definisi Operasional

a. Kelembagaan : institusi sebagai wadah atau pranata masyarakat yang membuat aturan dalam organisasi atau kelompok masyarakat untuk membantu anggotanya agar dapat berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang di inginkan.

(14)

c. Perekonomian Daerah : ukuran kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) dalam hal ini daerah Kota Sibolga yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup.

d. Tenaga Kerja : setiap orang yang mampu menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri maupun untuk masyarakat, dengan usia produktif 15-64 tahun.

e. Infrstruktur Fisik : kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor

privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan masyarakat.

3.7 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka jenis data yang digunakan adalah:

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama yang menjadi objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan juga pengisian kuisioner terhadap kelompok masyarakat yang dijadikan sampel.

2. Data Sekunder

(15)

Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Kuisioner

Para penduduk yang menjadi responden atau sampel dalam penelitian ini diberikan lembaran. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari kelompok masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian daya saing ekonomi Kota Sibolga.

2. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan kepada kelompok masyarakat yang menjadi sampel adalah untuk menggali informasi yang lebih mendalam mengenai saran atau keluhan masyarakat secara langsung terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Sibolga.

3.8 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam menganalisis daya saing ekonomi Kota Sibolga pada tahun 2015 meliputi analisis deskriptif dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Secara jelasnya, metode yang digunakan

antara lain sebagai berikut:

1. Analisis Deskriptif

(16)

2. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor dan variabel dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kota Sibolga pada tahun 2015. Proses pemberian bobot indikator dan sub-indikator (variabel) dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) melalui kuesioner untuk kelompok masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya dari berbagai latar belakang ilmu.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) awalnya dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekitar tahun 1970. Metode ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan atau permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif. Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.

Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif.

(17)

pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat menyederhanakan masalah yang

kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan variabel dalam satu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambilan keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia.

Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan luar kelompok elemen strukturnya.

Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang

(18)

1. ReciprocalComparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah K kali lebih penting daripada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.

2. Homogeneity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.

3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).

4. Expectation, yang berarti menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan, penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut:

1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin dirangking.

(19)

berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam

matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh

dengan menggunakan matlab maupun dengan manual. 6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensimetris pilihan dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,15 maka penilaian harus diulang kembali.

Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidak konsistenan (inconsistency) yang ditetapkan Saaty. Rasio konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana:

• Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang

lainnya

Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya

(20)

• Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan

lainnya. Antara lain:

a. Decomposition

Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut dipecah menjadi berbagai elemen pokok, kemudian elemen-elemen tersebut disusun secara hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen homogeny. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.

(21)

1. Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. 2. Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

3. Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan. 4. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

b. Comparative judgement

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan kriteria di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh dalam menentukan prioritas dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison.

(22)

dipakai, serta memberi kerangka untuk menguji konsistensi. Rancangan matrik ini mencerminkan dua segi prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi.

Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub

sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n, seperti pada tabel dibawah ini.

Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1 (kolom)

yang menyatakan hubungan:

a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap criteria C dibandingkan

dengan A1 (kolom) atau

b. Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A1 (kolom) atau

c. Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A1 (baris) dibandingkan dengan A1

(kolom).

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 5. Apabila bobot kriteria Ai

adalah Wi dan bobot elemen Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty

(23)

merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen A1

terhadap elemen Aj.

Tabel 3.3

Skala Penilaian Perbandingan

Skala Tingkat Kepentingan

Defenisi Keteranganan

1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama

3 Sedikit lebih

penting

Pengalaman dan penilaian sedikit memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya 5 Lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu

elemen dibandingkan dengan pasangannya 7 Sangat penting Satu elemen sangat disukai dan secara praktis

dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya

9 Mutlak lebih

penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

Kebalikan Aij= 1/Aji Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila

dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i

Sumber: Thomas L. Saaty (1991)

Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kualitatif, yaitu melalui ungkapan sama, lemah, amat kuat, dan absolut atau ekstrim. Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan.

(24)

Teori rata-rata geometric menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. Secara sistematis dituliskan sebagai berikut:

aij = (Z1. Z2. Z3. ….. Zn)1/n

dengan:

aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan criteria A1 dengan Aj untuk n partisipan

Zi = Nilai perbandingan antara A1 dengan Ai untuk partisipasi I, dengan nilai i =1, 2,3, …, n

n = Jumlah partisipan

c. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari eigen vector dari setiap matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority. Karena matriks Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.

d. Logical Consistency

(25)

banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigen value maksimum. Dengan eigen value maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan.

Rumus dari indeks konsistensi adalah: CI = (λmaks-n) (n-1)

Dengan :

CI = Indeks konsistensi λmaks = Eigen value maksimum

n = Orde matrik

dengan λ merupakan eigen value dan n ukuran matriks. Eigen value maksimum

suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI negatif. Makin dekat eigen value maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100% atau inkonsistensi 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus diatas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.

(26)

Tabel 3.4

Pembangkit Random (RI)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

CR = CI/RI

CR = Rasio konsistensi RI = Indeks random

(27)

BAB IV

Hasil dan Pembahasan

4.1 Gambaran Umum Kota Sibolga

4.1.1 Kondisi Geografis dan Topografis

Kota Sibolga merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara dan berada diPantai Barat Pulau Sumatera.Kota initerletak antara 10 42’ - 10 46’Lintang Utaradan 980 46’ - 980 48’ Bujur Timur pada ketinggian antara 0 – 200m di ataspermukaan laut.

Kota Sibolga terbagi atas 4 kecamatan dengan wilayah seluas 1.077 Ha yang terdiri dari 889,16 Ha daratan di Pulau Sumatera dan 187,84 Ha daratan berupa Kepulauan.Berdasarkan topografi wilayahnya,sebanyak 6 kelurahan berada di daerahberbukit, dan 11 kelurahan berada didataran. Semua kecamatan di Kota Sibolgamemiliki wilayah yang berbatasan langsungdengan pantai - 11 kelurahan berada diwilayah pantai, dan 6 kelurahan tidakberada di wilayah pantai.

Kota Sibolga termasuk beriklim tropis dengan suhu maksimum mencapai 31,9oCdan suhu minimum mencapai 21,3oCdengan rata-rata suhu udara mencapai26,3oC. Pada tahun 2013 jumlah hari hujanmencapai 223 hari dengan rata-ratakecepatan angin mencapai 5,6 knot. Sibolga

(28)

4.1.2 Kondisi Demografis

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika Kota Sibolga, jumlah penduduk Kota Sibolga sebanyak 85.981 orang, yang terdiri atas 43.100 laki-laki dan 42.881 perempuan serta 18.894 rumah tangga dengan rata-rata anggota keluaraga yaitu 5 orang/rumah tangga. Penyebaran penduduk Kota Sibolga tertinggi di Kecamatan Sibolga Selatanyakni sebesar 30.559 orang dikuti Sibolga Sambassebesar 20.465 orang, Sibolga Utara sebesar 20.346 orang,dan yang terendah Kecamatan Sibolga Kota yakni sebesar 14.611 orang.

Tabel 4.1

Penyebaran Penduduk di Kota Sibolga Tahun 2013

No Kecamatan Jenis Kelamin Jumlah

Laki – Laki Perempuan

Sumber: BPS Kota Sibolga

Dengan luas wilayah Kota Sibolga10,77 km2 yang didiami oleh 85.981 orang maka rata-rata kepadatan penduduk Kota Sibolga adalah 7983 orang/km2 Kecamatan yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Sibolga Sambas yakni sebanyak 13.035 orang/km2 sedangkan yang paling rendah/ jarang adalah Kecamatan Siboga Kota yakni sebanyak 5352 orang /km2.

4.1.3 Kondisi Perekonomian Kota Sibolga

(29)

residen dan membawahi beberapa ‘Luka atau Bupati’. Dengan dikeluarkannya Undang-undang no 8 tahun 1956, Sibolga ditetapkan menjadi Daerah Swantantra Tingkat II dengan Nama Kotapraja Sibolga yang dipimpin oleh seorang walikota. Kemudian dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor : 19 tahun 1979 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Sibolga ditetapkan sebagai Pusat Pembangunan Wilayah I Pantai Barat Sumatera Utara.

Dengan luas keseluruhan Kota Sibolga yang sangat kecil membuat daerah ini sangat terbatas untuk dikembangkan. Sebagian besar sektor utama penghasilan kota sibolga adalah dari hasil laut (nelayan) atau perikanan tangkap. Hampir 60% penduduk kota Sibolga berpofesi sebagai nelayan. Produksi hasil laut Sibolga daritahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Tahun 2013 hasil laut mengalami penurunan 1,42 % dari tahun sebelumnya yaitu 54.880,35 ton di tahun 2012 menjadi 54.098,00 ton. Sementara itu jumlah nelayan semakin bertamabah atau mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya 8.588 orang pada tahun 2012 menjadi 8.632 orang di tahun 2013.

Kemudian 25 % penduduk kota Sibolga bergerak di bidang perdagangan barang dan saja sementara 15 % lagi merupakan aparatur (Pegawai Negeri Sipil). Tercatat pada tahun 2013 ada sebanyak 3.169 orang jumlah PNS di Lingkungan pemerintahan Kota Sibolga.

(30)

dasar harga konstan 2000 di tahun 2013 sebesar 5,80 %. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2

PDRB Kota Sibolga tahun 2009-2013

menurut harga konstan dan harga berlaku (dalam trilyun)

No PDRB/ Tahun 2009 2010 2011 2012 2013

1 ADHB 1,362 1,543 1,698 1,884 2,124

2 ADHK 697 740 777 819 866

Sumber : Badan Pusat Statistika Kota Sibolga

Tabel 4.3

Laju pertumbuhan Ekonomi Kota Sibolga dari tahun 2009-2013

No Tahun Laju pertumbuhan Ekonomi

1 2009 5,7

2 2010 6,04

3 2011 5,09

4 2012 5,35

5 2013 5,80

Sumber : PDRB Kota Sibolga 2009-2013

Dari tabel di atas dapat dilihat peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan setiap tahun mengalami peningkatan, sedangkan untuk laju pertumbuhan fluktuatif namun demikian dalam tiga tahun terahir mengalimi peningkatan meskipun belum dapat kembali seperti di tahun 2010.

(31)

Tabel 4.4

Jumlah Perusahaan/usaha di Kota Sibolga tahun 2013

No Jenis Perusahaan Jumlah

1 Perusahaan Perorangan 192

2 CV 47

3 Perseroan Terbatas (PT) 15

4 Koperasi 4

Jumlah 258

Sumber : BPS Kota Sibolga

Menurut sektornya perusahaan yang tercatat tersebut sebagian besar dari sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel yaitu sebesar 83,33 %, dan sebagian kecil lainnya yaitu sektor jasa kemasyarakatan sosial dan perorangan 7,75 %, dan sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi 3,48 %.

Jalan merupakan merupakan prasarana pengangkutan yang penting untuk memperlancar dan mendorong kegiatan perekonomian. Makin meningkatnya usaha, pembangunan menuntut pula peningktan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain.

Panjang jalan di Kota Sibolga di tahun 2013 adalah 65,823 km yang terbagi atas jalan nasional 9,783 km dan jalan kabupaten/kota 56,040 km. Sedangkan menurut kelas jalan, sebagian besar jalan Sibolga berklasifikasi kelas III dengan kondisi jalan kota 35,153 km baik; 12,91 km sedang; 11,21 km rusak; 6,55 km rusak berat.

(32)

4.2 Profil Responden

(33)

Tabel 4.5

Karakteristik Responden

No Jenis Kelamin Jumlah Presentase

1 Pria 18 60%

2 Wanita 12 40%

Tingkat Pendidikan Jumlah Presentase

1 Tamatan SMP/sederajat 2 6,6%

2 Tamatan SMU/sederajat 11 36,6 %

3 D3 1 3,3

4 Sarjana Muda 16 53,3 %

Usia Jumlah Presentase

1 20 – 30 tahun 3 10 %

2 31 – 40 tahun 19 63,3 %

3 41 – 50 tahun 5 16,6 %

4 >51 tahun 3 10%

Sumber : Data Diolah

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Daya Saing Ekonomi

Deskripsi daya saing ekonomi kota Sibolga merupakan representasi dari kinerja indikator-indikator pembentuknya. Semakin baik kinerja indikator – indikator tersebut, maka semakin baik pula tingkat daya saing ekonomi suatu daerah. Begitu pun sebaliknya, semakin buruk kinerja indikator-indikator tersebut maka semakin buruk pula tingkat daya saing ekonomi suatu daerah. Untukmengetahui daya saing ekonomi Kota Sibolga, maka terlebih dahulu ditentukan faktor faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan masing masing bobot dari faktor faktor tersebut. Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan menggunakan bantuan software Expert Choice.

(34)

lebih besar dari suatu faktor menunjukkan tingkat faktor yang lebih penting untuk prioritas peningkatan dibandingkan dengan faktor faktor lainnya dalam menentukan tingkat daya saing ekonomi Kota Sibolga 2015. Berikut penulis lampirkan gambar hasil pembobotan faktor faktor daya saing ekonomi Kota Sibolga pada gambar 4.1

Sumber :Data diolah

Gambar 4.1

Nilai Bobot dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kota Sibolga Tahun 2015.

(35)

infrastruktur fisik sebesar 0,328 kemudian diikuti dengan faktor perekonomian daerah sebesar 0,268. Lalu, menyusul faktor tenaga kerja dan produktivitas sebesar 0,2203. Sementara, faktor kelembagaan dan sosial politik berada diurutan keempat dan kelima dalam faktor penentu daya saing ekonomi kota Sibolga dengan nilai masing masing pembobotan sebesar 0,101 dan 0,099.

(36)

Gambar 4.2

Indikator Pembobotan Daya Saing Kota Sibolga 2015

4.3.1 Faktor Infrastruktur Fisik

Infrastruktur fisik sebagai pendukung utama dalam menggerakkan perekonomian baik secara regional maupun nasional dalam pembobotan ini merupakan prioritas yang paling utama dalam meningkatkan daya saing ekonomi kota Sibolga dengan pembobotan sebesar 0,328. Indikasi ini, sekaligus menguatkan sentralnya peran infrastruktur dalam kegiatan perekonomian.dimana untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang dinamis dan stabil tentu harus diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang efektif dan efisien.

(37)

Hasil pembobotan terhadap dua variabel indikator infrastruktur fisik yakni ketersediaan infrastruktur dan kualitas infrastruktur. Sebagian besar responden lebih memprioritaskan kualitas infrastruktur fisik dengan bobot nilai 0,524 atau sebesar 52 % lalu diikuti dengan ketersediaan infrastruktur dengan nilai bobot 0,476 atau sebesar 48% .Hasil tersebut saya gambarkan dalam bentuk diagram dibawah.

Gambar 4.3

Faktor Infrastruktur Fisik

(38)

meningkatkan ketersediaan infrastruktur demi terciptanya kota Sibolga dengan daya saing ekonomi yang tinggi.

Sejalan dengan hal tersebut, hasil wawancara dengan responden menyatakan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju (47%) terhadap kualitas jalan di kota Sibolga yang sudah baik. Sementara, 40 % menyatakan kurang setuju terhadap kualitas jalan kota Sibolga yang sudah baik. Mungkin, yang menjadi perhatian pemerintah kota Sibolga adalah pembangunan jalan yang tidak hanya terfokus dibagian pusat kota saja. Mungkin bisa melakukan perbaikan dikecamatan lainnya di kota Sibolga. Dari data BPS di di dapat bahwa untuk status jalan sebagai jalan Nasional pada tahun 2013 yaitu sepanjang 9.783 km dan jalan kota sepanjang 56.040 km. Untuk kondisi fisik jalan di Kota Sibolga dapat kita lihat dalam tabel berikut.

Tabel 4.6

Kondisi fisik jalan di kota Sibolga (km)

No Kondisi

Sumber : Data BPS Kota Sibolga

(39)

dan jika di lihat pelabuhan yang ada di Sibolga sudah cukup memadai dan kualitasnya baik. Sebagian besar responden juga setuju dengan akses dan kualitas pelabuhan udara sudah baik dengan presentase sebesar 60%, kemudian sekitar 23,33% yang menyatakan kurang setuju dan 13,3 % menyatakan tidak setuju. Hal ini dikarenakan letak pelabuhan udara sendiri sebenarnya berada di kabupaten Tapanuli Tengah jadi akses dari kota Sibolga juga cukup jauh. Untuk kualitas saluran dan sambungan telepon yang sudah baik, sebagian responden menyatakan 80% setuju. Dan hanya sekitar 6% menyatakan kurang setuju. Hal ini dikarenakan ada beberapa operator seluler yang memang tidak menjangkau daerah daerah tertentu dikota Sibolga.

Dengan kondisi demikian, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar infrastruktur di kota Sibolga sudah sangat memadai, hanya saja masyarakat Sibolga lebih mempioritaskan kualitas dari Infrastruktur tersebut.

4.3.2 Faktor Perekonomian Daerah

Tidak mudah untuk mengetahui potensi ekonomi suatu daerah. Yang dimaksud dengan potensi ekonomi daerah dalah kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan. Dalam hal ini perekonomian daerah sebagai faktor ekonomi yang utama dalam meningkatkan daya saing ekonomi kotaSibolga.

(40)

terlepas dari peran perekonomian daerah yang mutlak harus didukung adanya infrastruktur yang memadai. Namun demikian, kondisi perekonomian daerah berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah. Dimana, kondisi perekonomian daerah yang baik akan mewujudkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Sebab tujuan pembangunan ekonomi pada umumnya adalah peningkatan pendapatan riel per kapita serta adanya unsur keadilan atau pemerataan dalam penghasilan dan kesempatan berusaha.

Responden sebagian besar setuju untuk lebih memprioritaskan peningkatan pengolahan potensi ekonomi kota Sibolga dengan nilai bobot 0,767 atau sebesar 77 %. Lalu respoden memilih struktur ekonomi dengan nilai bobot 0,233 atau sebesar 23 %. Sebagaimana yang saya tampilkan dalam diagram dibawah ini.

Gambar 4.4

Faktor Perekonomian Daerah

(41)

sumber daya bentukan karena adanya inovasi ataupun adanya investasi dan dorongan sumber daya sosial yang dikelola dengan baik. Satu hal yang menjadi kesulitan dalam pengembangan potensi ekonomi kota Sibolga dikarenakan luas wilayah yang sangat kecil sehingga untuk mengembangkan sektor ekonomi yang membutuhkan lahan yang cukup luas tidak memungkinkan.

Potensi - potensi yang ada Kota Sibolga antara lain sebgai berikut : 1. Pelabuhan Laut

Kota Sibolga sudah sejak lama dikenal sebagai pintu gerbang kegiatan ekspor dan impor berbagai komoditas. Sejak dijadikan daerah otonom tahun 1956, Kota Sibolga mengandalkan Pelabuhan Laut Sibolga dan potensi perairannya sebagai sumber kehidupan penduduk. Namun akhir-akhir ini kegiatan bongkar muat barang di Pelabuhan Sibolga seakan tenggelam. Penyebabnya tak lain adalah fasilitas sandar kapal yang kurang memadai. Mengingat bahwa pelabuhan laut Sibolga merupakan salah satu andalan maka hal yang perlu dilakukan adalah membangun fasilitas pelabuhan. Fasilitas penting untuk menampung kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan adalah gudang barang. Adanya gudang yang cukup di pelabuhan akan sangat menunjang kegiatan karena berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang yang akan dimuat atau setelah dibongkar. Penyimpanan barang di gudang yang rapi akan menjamin keamanan barang tersebut selain meningkatkan volume pengiriman maupun penerimaan barang.

(42)

sangat diharapkan potensi-potensi ini bisa menjadi titik pergerakan perekonomian kota Sibolga yang baru. Misalnya di sektor pariwisata laut, budidaya ikan, atau yang lain baik dari segi pelestarian alam sekitar maupun segi promosi yang dilakukan pemerintah kota Sibolga.

2. Sumber Daya Perikanan Laut

Komoditi andalan yang menjadi primadana di Kota Sibolga adalah produksi perikanan laut yang cukup berlimpah. Tepatnya produksi ikan yang didaratkan di wilayah ini. Nelayan umumnya menangkap ikan di perairan Teluk Tapian Nauli, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Nias, Aceh Selatan, bahkan sampai perairan Sumatera Barat dan Bengkulu. Penangkapan ikan merupakan penyumbang utama bagi kegiatan perekonomian Kota Sibolga. 3. Pariwisata

(43)

wisata sejarah dan budaya. Kota Sibolga banyak meninggalkan catatan sejarah masa lampau yang penuh romantika perjuangan. Dan sejumlah peninggalan sejarah masa lalu, yang paling banyak adalah peninggalan masa penjajahan Jepang berupa benteng dan gua-gua buatan. Objek wisata peninggalan sejarah diantaranya adalah Gua Sikaje-Kaje, Gua Tangga Seratus, Benteng Sihopo-hopo, Benteng di Simaremare, Benteng di Bukit Ketapang dan Pulau Poncan Gadang yang menjadi basis tentara Jepang.

Berdasarkan uraian tentang petensi unggulan yang ada di Kota Sibolga maka dapat diidentifikasi beberapa bidang usaha unggulan yang layak untuk dikembangkan yaitu :

a. Fasilitas pergudangan pelabuhan b. Pabrik es untuk pengawetan ikan c. Pabrik pengolahan tepung ikan d. Wisata bahari

e. Kawasan pusat bisnis (Central Business District/CBD)

(44)

Sebanyak 36% responden kurang setuju dengan perkembangan kondisi ekonomi yang semakin baik. Bahkan, 16,6% diantaranya menjawab tidak setuju, dan sekitar 40% yang menjawab setuju. Kondisi didukung oleh pendapatan masyarakat yang cenderung menurun, terkhusus dalam melonjaknya nilai dolar akhir-akhir ini.

(45)

Gambar 4.5

Laju Inflasi Kota Sibolga (%), 2011-2013

Jika dilihat dari struktur ekonomi Kota Sibolga menurut lapangan usahanya sektor yang cukup dominan dalam pembentukan PDRB Kota Sibolga atas dasar harga berlaku tahun 2013 yaitu sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (23,72 persen), sektor Pertanian (22,30 persen), sektor Pengangkutan dan Komunikasi (16,72 persen) dan sektor Jasa-Jasa (14,26 persen), sedangkan sektor-sektor perekonomian yang lain memberikan kontribusi di bawah 10 persen terhadap total PDRB. Untuk sektor Pertambangan dan Penggalian hanya berkontribusi sebesar 0,01 % dan sektor Industri hanya sebesar 7,46 % untuk lebih jelasnya dapat kita lihat seperti yang tertera pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.7

Struktur Ekonomi Kota Sibolga Tahun 2009-2013 (Persen)

Sumber : Badan Pusat Statistika Kota Sibolga

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa perkonomian daerah di kota Sibolga cenderung berjalan kurang baik dan lancar. Oleh karena itu sangat dibutuhkan peranan pemerintah kota untuk membantu meningkatkan perekonomian kota Sibolga dan kestabilan harga-harga barang yang sesuai dengan tingkat daya beli masyarakat di kota Sibolga.

(46)

Dengan pengelolaan yang optimal dan konsisten serta berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat diharapkan akan tercipta kota Sibolga yang berdaya saing tinggi.

4.3.3 Faktor Tenaga kerja dan Produktivitas

Tenaga kerja merupakan indikator yang penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi suatu daerah. Tenaga kerja dalam jumlah besar dan dengan produktivitas yang tinggi akan meningkatkan daya saing ekonomi suatu daerah. Bisa dipastikan bahwa tanpa adanya tenaga kerja maka perekonomian suatu daerah tidak akan berjalan dengan baik. Dalam hal ini faktor tenaga kerja dan produktivitas berada pada peringkat ketiga dengan bobot 0,203. Faktor tenaga kerja dan produktivitas terdiri dari 3 variabel, yaitu biaya tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja, dan produktivitas tenaga kerja.

(47)

Gambar 4.6

Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas

Menurut tanggapan responden, variabel ketersediaan tenaga kerja dan produktivitas menjadi prioritas dalam faktor tenaga kerja dan produktivitas. Kedua variabel tersebut dianggap sangat penting dalam menentukan daya saing ekonomi kota Sibolga dari faktor tenaga kerja dan produktivitas.

(48)

responden juga menyatakan kurang setuju kalau besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat.

Table 4.8

Data UMP Provinsi Sumatera Utara dan UMK Kota Sibolga tahun 2012-2016

Tahun UMP Sumatera Utara UMK Tapanuli Utara

2012 1.035.500,00 -

2013 1.200.000,00 1.375.000

2014 1.375.000,00 1.836.700

2015 1.625.000,00 1.953.000

2016 1.811.875,00 -

Sumber : www.bkpm.go.id

Sedangkan untuk jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, 50% responden setuju terhadap pernyataan tersebut. 33,3% responden menyatakan kurang setuju, dan 10% responden juga menyatakan tidak setuju bahwa jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.Kemudian untuk tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, 40% responden menyatakan kurang setuju, dan 43% responden menyatakan setuju.Jika di lihat data dari BPS tahun 2013 jumlah angkatan kerja yang menganggur ada sebanyak 3752 orang. Pada umunya tingkat pendidikanya angkatan kerja dikota Sibolga masih rendah, dari data BPS diketahui bahwa sebanyak 41,86 % merupakan lulusan SMA.

(49)

Tabel 4.9

PDRB Harga Berlaku, Jumlah Tenaga Kerja, dan Produktivitas Tenaga Kerja pada tahun 2009-2013

No Tahun PDRB Jumlah Bekerja Produktivitas

1 2009 1.610.343,01 50235 3.205.800.764

2 2010 1.543.780,00 35894 4.300.941.662

3 2011 1.991.634,36 - -

4 2012 2.195.298,98 31419 6.987.170.142

5 2013 2.477.473,88 33503 7.394.782.222

Sumber : Sibolga dalam angka 2014

Hasil ini menunjukkan bahwa produktivitas kota Sibolga meningkat setiap tahunnya dan juga berbanding lurus dengan data Badan Pusat Statistika kota Sibolga tentang penurunan jumlah pengangguran yaitu sebanyak 7470 orang pada tahun 2012 menjadi 3750 orang pada tahun 2013. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.10

Statistik Ketenagakerjaan Penduduk Kota Sibolga, 2013

No Kategori Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Angkatan Kerja 22.107 orang 15.148 orang 37.255 orang 2 Bekerja 20.077 orang 13.426 orang 33.503 orang 3 Penganggur 2.030 orang 1.722 orang 3.752 orang 4 Bukan Angkatan Kerja 5.831 orang 13.236 orang 19.067 orang 5 Tingkat Partispasi

Angkatan Kerja (TPAK)

79,13 % 53,37 % 66,15 %

6 Tingkat Pengangguran Terebuka (TPT)

9,18 % 11,37 % 10,07 %

Sumber : Badan Pusat Statistika Kota Sibolga

(50)

sesuai dengan besarnya upah yang ada, 50% responden menyatakan setuju dan30% responden yang menyatakan kurang setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya upah yang ada.

4.3.4 Faktor Sosial Politik

Stabilitas politikmerupakan prasyarat bagi adanya stabilitas ekonomi dan sebaliknya stabilitas ekonomi juga merupakan prasyarat bagi adanya stabilitas politik. Ketidakstabilan politik itu biasanya tercermin pada ketidakstabilan ekonomi terutama dalam bentuk kenaikan kurs valuta asing dan turunnya nilai rupiah, disertai dengan turunnya indeks harga saham gabungan. Kondisi sosial politik merupakan prasyarat mutlak untuk menentukan daya saing ekonomi kota Sibolga tahun 2015. Hal ini didukung dengan beberapa variable yang berpengaruh terhadap kondisi sosial politik dikota Sibolga yakni Stabilitas Politik, Keamanan dan Budaya.

(51)

Gambar 4.7 Faktor Sosial Politik

Kondisi sosial politik hendaknya didukung dengan menurunnya potensi konflik ataupun intensitas unjuk rasa yang terjadi di wilayah kota Sibolga. Hal lain yang diperlukan adalah terciptanya hubungan yang harmonis antara eksekutif dan legislatif, yang akan menciptakan kekuatan yang bersinergi untuk menekan potensi konflik. Hal ini akan menciptakan keamanan kepada masyarakat dan memperkuat budaya-budaya yang mendukung terciptanya kondisi sosial politik yang baik bagi perekonomian daerah di kota Sibolga.

(52)

masyarakat kota Sibolga termasuk damai dan saling menghargai. Namun demikian data dari Badan Pusat Statiska menunjukkan masih tingginya tingkat kriminalitas dengan berbagai kasus di Kota Sibolga, berikut data yang menunjukkan tingkat kejahatan di Kota Sibolga tahun 2013.

Table 4.11

Tingkat Kejahatan/Pelanggaran yang dilaporkan atau diselesaikan menurut jenis kejahatan/pelanggaran pada tahun 2013

No Jenis Kejahatan/Pelanggaran Dilaporkan Diselesaikan

1. Pembakaran 1 0

11. Pencurian Dengan Pemberatan 40 20

12. Pencurian Biasa 25 4

(53)

Selain itu, stabilitas politik dikota Sibolga juga didukung dengan harmonisnya hubungan antara eksekutif dan lesgislatif dengan sebanyak 73% responden menyatakan setuju. Ini sesuai dengan realita sekarang, dimana sangat jarang sekali terdengar berita tentang konflik antara walikota Sibolga dengan DPRD Sibolga. Hal ini cukup menunjang tingkat keamanan kota Sibolga dan sangat baik untuk kegiatan perekonomian. Sedangkan untuk partai politik yang ikut berperan dalam pemerintahan menjadi anggota DPRD terdiri dari berbagi Partai Politik yaitu sebagai berikut, keanggotaan terbesar dari Partai Golkar yang berjumlah 4 orang, PDIP, PKPB, dan Partai Demokrat masing-masing 2 orang, kemudian PPP, PAN, PKS, PBB, PDS, PPDI, PPRN, Gerindra, Partai Demokrasi Kebangsaan masing-masing berjumlah 1 orang. Dari data tersebut dapat juga kita lihat keterlibatan Partai Politik dalam menentukan stabilitas politik kota Sibolga.

(54)

pertisipasi masryarakat dan dunia usaha dalam perumusan kebijakan pemerintahan daerah semakin meningkat.

4.3.5 Faktor Kelembagaan

Merupakan satu satunya faktor penentu daya saing ekonomi kota Sibolga yang berada dibawah kendali pemerintah kota atau disebut dengan policy variable. Faktor kelembagaan sebenarnya memiliki pengaruh yang sangat besar

terhadap daya saing ekonomi di Kota Sigolga. Pada tahun 2013 Kota Sibolga secara administrasi terdiri atas 4 kecamatan dan 17 kelurahan dengan jumlah Pegawai Negri Sipil (PNS) adalah sebanyak 3168 orang, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 4.12

Jumlah Pegawai Negeri Sipil Menurut Unit Kerja dan Golongan di Pemerintahan Daerah di Kota Sibolga Tahun 2013

(55)

24 Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu 0 1 11 1 13

25 Badan Penanggulangan Bencana Daerah 0 5 5 1 11

26 Kecamanatan Sibolga Utara 1 6 12 1 20

Jumlah/Total 40 877 1568 683 3168

Sumber : Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kota Sibolga

Variabel yang terdapat dalam faktor ini setelah dilakukan pembobotan dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) menunjukkan bahwa sebagian besar responden setuju untuk lebih memprioritaskan kepastian hukum dengan nilai bobot 0,287 atau sebesar 39% dan peraturan daerah dengan bobot 0,260 atau sebesar 26%. Selanjutnya, responden memilih aparatur dengan nilai bobot 0,251 atau sebesar 25% dan pembiayaan pembangunan dengan nilai bobot 0,202 atau sebesar 20%. Dibawah ini saya lampirkan diagram presentasi variabel variabel faktor kelembagaan

Gambar 4.8 Faktor kelembagaan

(56)

terhadap perlindungan pelaku usaha, dan juga keamanan dalam melakukan kegiatan usaha. Sama halnya dengan peraturan daerah yang diharapkan lebih mendukung dunia usaha. Kemudian dalam hal pembiayan pembangunan yang transparan seperti jumlah APBD yang sesuai dengan realisasi pembangunan di kota Sibolga dimana dalam hal ini pemerintah kota Sibolga dituntut harus bertindak tegas terhadap kemungkinan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam merealisasikan pembangunan di kota Sibolga. Untuk APBD Kota Sibolga bisa kita lihat pada tabel berikut :

Tabel 4.13

APBD Kota Sibolga, 2013 (dalam jutaan rupiah)

Uraian Jumlah

Pendapatan 502.695

PAD 30.587

Pajak daerah 6.113

Retribusi daerah 16.288

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 5.200

Lain-lain PAD yang sah 2.986

Dana Perimbangan 385.447

DBH 17.465

DAU 338.507

DAK 29.475

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 86.661

Hibah Dana darurat

Dana bagi hasil pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya 5.039

Dana penyesuaian dan otonomi khusus 32.561

Bantuan keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya 49.061

Lain-lain

Belanja 500.467

Belanja Tidak Langsung 235.085

Belanja Pegawai 224.074

Belanja Bunga Belanja Subsidi

Belanja Hibah 3.504

Belanja Bantuan sosial 2.460

Belanja Bagi hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes

Belanja Bantuan keuangan kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes 350

Belanja tidak terduga 4.698

Belanja Langsung 265.382

Belanja Pegawai 34.141

(57)

Belanja Modal 121.776

Pembiayaan Netto 17.772

Penerimaan Pembiayaan 23.045

SiLPA TA sebelumnya 19.142

Pencairan dana cadangan

Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah

Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman 3.902

Pengeluaran Pembiayaan 5.273

Pembentukan Dana Cadangan

Penyertaan Modal (Investasi) Daerah 3.950

Pembayaran Pokok Utang

Pemberian Pinjaman Daerah 205

Pembayaran Kegiatan Lanjutan

Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga 1.118

Sumber : Dirjen Pajak *) Keterangan:Data per 15 Juli 2013

Untuk realisasi penerimaan pemerintah Kota Sibolga pada tahun 2013 sebesar 462,58 milyar rupiah dari yang direncankan yaitu sebesara 500 milyar dimana dari total realisasi penerimaan tersebut sebesar 83,94 % berasal dari dana perimbangan, lain-lain Pendapatan Daerah yang sah 6,36 %, dan PAD 9,70 %. Sedangkan realisasi pengeluaran daerah yang sebesar 450,89 milyar tersebut terbagi untuk belanja tak langsung sebesar 50,84 % dan 49,16 % adalah belanja langsung.

(58)

sebagimana mestinya. Sekalipun sebagian masyarakat setuju bahwa kekonsistenan peraturan daerah berjalan baik, tapi angka 20% yang tidak setuju juga tidak bida diabaikan hal ini tetap harus menjadi bahan evaluasi pemerintah kota Sibolga untuk perbaikan kedepan. Ini juga bertujuan memberikan jaminan rasa aman dan nyaman kepada seluruh pelaku usaha di kota Sibolga, yang pada akhirnya menciptakan iklim usaha yang baik sehingga moda perekonomian akan berjalan lancar.

Namun, kondisi ini berbanding terbalik dengan berkurangnya pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha. Sebanyak 37% responden menyatakan kurang setuju dengan hal tersebut, bahkan 20% menyatakan tidak setuju, dan sebanyak 33% menyatakan setuju terhadap pernyataan tersebut. Pungli memang kerap menjadi salah satu hambatan bagi para pelaku usaha dalam menjalan kegiatan usahanya, dan sepertinya hal ini masih belum mampu diselesaikan dengan baik oleh pemerintah kota Sibolga sehingga menurut sebagian besar responden hal ini masih belum bisa ditekan intensitasnya.

Kemudian hal yang tidak bisa dilepaskan juga tentu aparatur negara yang mengerjakan tugasnya harus memiliki kinerja yang baik dan jumlah yang cukup, agar birokrasi di Kota Sibolga dapat berjalan dengan lancar. Untuk tahun 2013 ada 3168 orang aparatur negara yang berkerja di Kota Sibolga dari berbagai Instansi dan Golongan.

(59)
(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :

1. Faktor Infrastruktur fisik menjadi prioritas utama dalam faktor penentu daya saing Ekonomi kota Sibolga ditahun 2015 dengan pembobotan tertinggi dengan nilai bobot sebesar 0,328. Kemudian, faktor perekonomian daerah (0,268), faktor tenaga kerja dan produktifitas (0,203). Kemudian, diikuti oleh faktor sosiaal politik(0,101) dan faktor kelembagaan(0,099).

2. Skala prioritas untuk faktor infrastruktur yang harus diperhatikan adalah kualitas infrastuktur, seperti kualitas jalan raya, pelabuhan laut dan udara, serta kualitas saluran dan sambungan telepon. Sedangkan untuk faktor perekonomian daerah skala prioritas utama adalah potensi ekonomi dengan melihatperkembangan kondisi ekonomi, tingkat kesejahteraan masyarakat dan juga kestabilan harga.

(61)

konflik dan unjuk rasa di masyarakat serta hubungan yang harmonis antara eksekutif dan legislatif.

5.2 Saran

Dari kesimpulan diatas, maka dapat disampaikan beberapa saran untuk dapat dipertimbangkan oleh para pengambil keputusan sebagai berikut :

1. Pentingnya peningkatan kualitas infrastruktur, dan pemerataan ketersediaan infrastruktur untuk menunjang kegiatan perekonomian dan mendorong munculnya berbagai kegiatan usaha baru dalam upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat di kota Sibolga.

2. Perlunya menggali potensi daerah di luar sektor pertanian yang dapat dikembangkan guna meningkatkan pendapatan daerah seperti industri kreatif. Kemudian perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan berbagai pelatihan untuk menciptakan tenaga kerja dengan produktifitas tinggi serta terampil. Sehingga mampu bersaing dalam hal mencari penghidupan yang layak, sebagai upaya untuk menekan jumlah pengangguran terbuka di kota Sibolga.

(62)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Defenisi Daya Saing Daerah

Terdapat berbagai konsep dan pengertian mengenai daya saing. Pengertian daya saing mulai berkembang setelah Porter (1990) mendefenisikan daya saing nasional:“luaran dari kemampuan suatu Negara untuk berinovasi dalam rangka mencapai,atau mempertahankan posisi yang menguntungkan dibandingkan

dengan Negara lain dalam sejumlah sector-sektor kuncinya.”. Secara eksplisit,

Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang diterapkan pada level nasional tak lain adalah “produktivitas” yang didefenisikannya sebagai nilai output yang dihasilkan oleh tenaga kerja.

World Economic Forum (WEF), suatu lembaga Internasional yang secara

(63)

UK-DTI mendefenisikan daya saing sebagai, : kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu CURDS mendefenisikan daya saing daerah seabagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.

Selanjutnya Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI (PPSK BI) menggunakan definisi “daya saing daerah dalam penelitiannya sebagai kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan Internasional”.

Sedangkan menurut Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas, Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, MA (2012) menjelaskan bahwa daya saing daerah adalah kemampuan daerah dalam menyinergikan input, output, dan outcome secara berkelanjutan dengan tetap memperhatikan perubahan teknologi dan institusi di daerah tersebut agar dapat bersaing, baik di tingkat nasional maupun global sehingga mampu meningkatkan standar kehidupan masyarakatnya.

2.2 Teori Daya Saing

(64)

dan Porter) serta pendekatan lain yang dikenal dalam teori-teori resource based (Penrose, Barney, Hamel & Prahalad), serta market based view.

Di Indonesia, Kementerian Perindustrian mengembangkan model KIID (Kompetensi Industri Inti Daerah) yang pada awalnya dikenalkan dengan nama modelisasi SAKA SAKTI, satu kabupaten satu kompetensi Inti oleh Profesor Martani Huseini. Dalam model itu, setiap daerah diwajibkan untuk memiliki satu kompetensi inti dalam upaya pengembangan daya saing dari suatu hulu hingga hilir (hilirisasi) dengan memperhatikan aspek-aspek kearifan lokal (local wisdom & local genius) daerah sebagai suatu ciri diferensiasi yang unik, sulit ditiru dan bernilai sebagai kekuatan daya saing suatu daerah yang langgeng (sustainable).

2.3 Indikator Utama Daya Saing

Dari berbagi literatur, teori ekonomi, serta berbagai diskusi, indikator-indikator utama yang dianggap menentukan daya saing daerah adalah (I) Perekonomian daerah, (II) Keterbukaan, (III) Sistem keuangan, (IV) Infrastruktur dan sumber daya alam, (V) Ilmu pengetahuan dan teknologi, (VI) Sumber daya manusia, (VII) Kelembagaan, (VIII) Governance dan Kebijakan Pemerintah, dan (IX) Manajemen dan Ekonomi mikro. Masing-masing indikator di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perekonomian Daerah

(65)

tingkat biaya hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam jangka pendek.

b. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam jangka panjang.

c. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu. d. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan ekonomi

suatu daerah.Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka akan semakin kompetitiif perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara internasional maupun domestik.

2. Keterbukaan

Indikator keterbukaan merupakan ekuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan daerah tersebut dengan daerah lain dalam cakupan nasional dan internasional. Indikator ini menentukan daya saing melalui prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangan internasional merefleksikan

daya saing perekonomian daerah tersebut.

b. Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun internasional meningkatkan kinerja perekonomiannya.

(66)

d. Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi pertumbuhan perekonomian daerah.

e. Mempertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi dengan ekonomi internasional.

3. Sistem Keuangan

Indikator sistem keuangan merefleksikan kemampuan system financial perbankan dan non-perbankan di daerah untuk menfasilitasi aktivitas perekonomian yang memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan mempengaruhi alokasi faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah tersebut.Indikator sistem keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsipprinsip berikut:

a. Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi perekonomian daerah.

b. Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung daya saing daerah.

4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam

Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator seberapa besar sumber daya seperti modal fisik, geografis, dan sumber daya alam yang dapat mendukung aktivitas perekonomian darah daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung daya saing daerah melalui prinsi-prinsip berikut:

(67)

b. Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang terkandung di dalamnya juga mendorong akitivitas perekonomian daerah. c. Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung

berjalannya aktivitas bisnis di daerah yang berdaya saing.

5. Ilmu pengetahuan dan Teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang mendukung nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa prinsip di bawah ini:

a. Keunggulan kompetitif dapat di bangun melalui aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif.

b. Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju.

c. Investasi jangka panjang berupa R&D akan meningkatkan daya saing sektor bisnis.

6. Sumber daya manusia

Indikator sumber daya manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengukur ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia. Faktor SDM ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

Gambar

Tabel 3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat
Tabel 3.2 Matriks Perbandingan Berpasangan
Tabel 3.3 Skala Penilaian Perbandingan
Tabel 3.4 Pembangkit Random (RI)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Disk cache adalah suatu teknik yang menggunakan memory utama sebagai buffer untuk memyimpan data secara temporer yang akan dikirim ke disk5. Memory

Dukuh, Serangan, Denpasar Perorangan Mikro 25.000.000.. 90 IUMK/247/Densel/2015 I Wayan Kayun Sedana Putra Dagang Makanan Kayun

[r]

Informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan rumah sakit Hal - hal yang dikeluhkan dan tindak lanjut yang dikeluhkan rumah sakit. √

[r]

Judul-Judul koleksi buku pustaka langka yang dimiliki oleh Dinas Perpustakaan dan Kaersipan Kota Denpasar. Informasi Kearsipan dan penayangan

[r]

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah kapasitas tertinggi mesin pembubuk kopi tipe disk-mill adalah 52 kg/jam dengan bahan yang diumpankan adalah biji ukuran kecil