BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai evaluasi kerasionalan
penggunaan antibiotika secara prospektif pada pasien anak dengan demam
tifoid agar dapat melihat efek antara pemakaian antibiotika lanjutan setelah
tidak dirawat inap dengan kondisi kesehatan pasien.
2. Penelitian selanjutnya sebaiknya menampilkan data wawancara dengan dokter
selaku penulis resep di rumah sakit, sehingga analisis tidak hanya dari segi
peneliti (buku acuan yang telah dipilih), namun juga terdapat perbandingan
74
DAFTAR PUSTAKA
Alam, A., 2011, Pola Resistensi Salmonella Enterica Serotipe Typhi, Departemen
Ilmu Kesehatan Anak RSHS, Tahun 2006-2010, Seri Pediatri, Vol. 12,
No. 5, Februari 2011, pp. 296-301.
Akbar, M.S., Yuanita, D., Harini, S., 2010, Pendekatan Cart Untuk Mendapatkan
Faktor Yang Mempengaruhi Terjangkitnya Penyakit Demam Tifoid Di
Aceh Utara, Jurnal CAUCHY-ISSN: 2086-0382 Vol.1 No. 2, pp. 71-77.
Anagha, K., Deepika, B., Shahriar, R., and Sanjeev, K., 2012, The Easy and Early
Diagnosis of Typhoid Fever, Journal of Clinical and Diagnostic
Research, pp.198-199.
Artanti, N.W., 2013, Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan, Higiene Perorangan,
Dan Karakteristik Individu Dengan Kejadian Demam Tifoid Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun 2012,
Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Aziz, T., and Haque, S.S., Role of Widal Test in the Diagnosis of Typhoid Fever
in Context to Other Test, American Journal of Biochemistry, pp.
16-18.
BPOM RI, 2009, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008, Sagung Seto,
Jakarta, pp. 352.
Brooker, C., 2009, Ensiklopedia Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, pp. 20.
Brusch,J.L., 2014, Typhoid Fever,
http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview#a0199, diakses tanggal 17 Oktober 2014.
Butler, T., 2011, Treatment of Typhoid Fever in the 21 st Century: Promises and
Shortcomings, Clinical Microbiology and Infection, pp. 959–963.
Cahyono, J.B., 2010, Vaksinasi Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta, pp. 93.
Dinkes Kabupaten Bantul DIY, 2012, TB pada Anak: Overdiagnosis vs Sistem
Skoring, Edisi 2/Jendela Husada, pp. 9-23.
Djatmiko, M., Sugiyanti, dan Anas, Y., 2008, Analisis Biaya dan Gambaran
Penggunaan Antibiotik pada Pasien Demam Tifoid Rawat Inap di
Puskesmas Tlogosari Kulon Tahun 2007, Jurnal Ilmu Farmasi dan
Farmasi Klinik Vol. 5 No. 2, pp. 23-26.
Finch, R.G., Greenwood, D., Norrby, S.R., Whitley, R.J., 2010, Antibiotic and
Chemotherapy: Anti-Infective Agents and Their Use in Therapy, 9
thEdition, Elsevier, New York, pp. 171-185-188, 190,-191, 237-248,
287.
Gunawan, 2012, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Departemen Farmakologi dan
Terapetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp.
585-591.
Guntur, H., 2006, Perspektif Masa Depan Imunologi Infeksi, Edisi II, Sebelas
Maret University Press, Jakarta, pp. 34.
Hatta, M., Sultan, A.R., Pastoor, r., and Smits, H.L., 2011, New Flagellin Gene
for Salmonella enterica serovar Typhi from the East Indonesian
Archipelago, Am. J. Trop. Med. Hyg., pp. 429–434.
Hasan, I. M., 2002, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 14-22.
Hadinegoro, S.R., 2008, Masalah Multi Drug Resistance Pada Demam Tifoid
Anak, Cermin Dunia Kedokteran, No. 124, pp. 5-10.
Joenoes dan Nanizar, 2001, ARS PRESCRIBENDI: Resep yang Rasional, Edisi 3,
Airlangga University Press, Surabaya.
Juwita, S., Edi, H., Budiarti, L.Y., 2013, Pola Sensitivitas In Vitro Salmonella
typhi Terhadap Antibiotika Kloramfenikol, Amoksisilin, dan
Kotrimoksazol, Di Bagian Anak Rsud Ulin Banjarmasin Periode
Mei-September 2012, Berkala Kedokteran, pp. 21-29.
Kaur, J., and Jain, S. K., 2012, Role of Antigens and Virulence factors of
Aalmonella enteric serovar Typhi in its pathogenesis, Microbiological
Research, pp. 199-210.
Kemenkes RI, 2006, Pedoman Pengendalian Demam Tifoid Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 364/Menkes/SK/V/2006, Jakarta, pp. 9-10.
Kemenkes RI, 2011, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 27, 37.
Kee, J. L., dan Hayes, E. R., 2009, Farmakologi: Pendekatan Proses
Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, pp. 28.
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., and Goldman, M.P., Drug Information Handbook: A
Comprehensive Resource for All Clinicians and Healthcare
Professionals, American Pharmacists Association, New York.
Marendra, Z., dan Febry, A.B., 2010, Smart Parents: Pandai Mengatur Menu dan
Tanggap Saat Anak Sakit, Gagas Media, Jakarta, pp. 164.
Meer, J.W.M., and Gyssens, I.C., 2001, Quality of Antimicrobial Drug
Prescription in Hospital, European Society of Clinical Microbiology
Michael, J., Rybak and Jeffrey, R., 2008, Infection Disease, The McGrraw-Hill
Companies, Inc., Unites State of America, pp. 175-177.
Mitra, R., Kumar, N., Trigunayat, A., and Bhan, S., New Advances in the Rapid
Diagnosis of Typhoid Fever, African Journal of Microbiology
Research, pp. 1676-1677.
Nani and Muzakkir, 2014, Kebiasaan Makan dengan Kejadian Demam Typdoid
pada Anak, Journal of Pediatric Nursing, pp. 143-148.
Nasronudin, 2007, Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang,
Airlangga Unibersity Press, Surabaya, pp121-123.
Narayanappa, D., Sripathi, R., Kumar, K.J., and Rajani, H.S., 2010, Comparative
Study of Dot Enzyme Immunoassay (Typhidot-M) and Widal Test in
the Diagnosis of Typhoid Fever, Indian Pediatrics, pp. 331-333.
Nelwan, RHH., 2012, Tata Laksana Terkini Demam Tifoid, Continuing Medical
Education, Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI/RSCM-Jakarta, CDK-192/vol. 39 no.4, pp.
247-250.
Newton, A. E., dan Mintz, E., 2013, Typhoid and Paratyphid Fever,
http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2014/chapter-3-infectious-diseases-related-to-travel/typhoid-and-paratyphoid-fever, diakses
tanggal 17 Oktober 2014.
Newell, S., and Meadow, R., 2005, Lecture Notes on Paediatrics, Edisi, 7
thEditions, diterjemakna oleh Hartini, K., Rachmawati, A.S., hal. 175,
Penerbit Erlangga, Surabaya.
Neil, K.P., Sodha, S.V., Lukwago, L., O-tipo, S., Mikoleit, M., Simingron, S.D.,
2012, A Large Outbreak of Typhoid Fever Associated With a High
Rate of Intestinal Perforation in Kasese District, Uganda, 2008-2009,
Clinical Infectious Diseases Advance Access published March 12, pp.
1-9.
Notoatmodjo, S., Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, pp.
25-26.
Owens, M.D., 2014, Salmonella Infection in Emergency Medicine Workup,
http://emedicine.medscape.com/article/785774-workup, diakses
tanggal 17 Oktober 2014.
Permenkes, 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/Menkes/Per/XII/2011, pp. 8,
15, 16, 17, 34.
Purwadianto, A., Malik, M.D., Syukur, A., Taher, A., Soebandrio, A.,
Hardjosastro D., et al, 2014, Mers-CoV: Zoonosis Baru, Farmacia, Vol.
XIII No. 11, pp. 24-29.
Rachman, A.F., Arkhaesi, N., dan Hardian, 2011, Uji Diagnostik Tes Serologi
Widal Dibandingkan dengan Kultur Darah sebagai Baku Emas untuk
Diagnosis Demam Tifoid pada Anak Di RSUP Dr. Kariadi Semarang,
Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, pp. 1-20.
Rahman, A.M., Ahmad, M., Begum, R.S., Hossain, M.Z., Hoque, S.A., and
Matin, A., 2010, Typhoid Fever in Children-An Update, J Dhaka Med
Coll. Vol. 19, No. 2, pp. 135-143.
Rakhmawatie, M.D., 2008, Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Demam
Tifoid di Unit Rawat Inap Bagian Anak dan Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Daerah Sleman Periode Januari-Desember 2004, Dosen FK
Unimus, jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/114/95.
Rampengan, N.H., 2013, Antibiotik Terapi Demam Tifoid Tanpa Komplikasi
pada Anak, Sari Pediatri, Vol. 14, No. 5, pp. 271-276.
Riyatno, I.P., dan Sutrisna, E., 2011, Cost-Effectiveness Analysis Pengobatan
Demam Tifoid Anak Menggunakan Sefotaxime dan Kloramfenikol di
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, Mandala of Health.
Volume 5, Nomor 2., pp. 1-5.
Rufaldi, C.D., 2011, Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Demam Tifoid
Kelompok Pediatrik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari-Desember 2010, Skripsi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta, pp. 39, 56.
Saraswati, N.A., et. al., 2012, Karasteristik Tersangka Demam Tifoid Pasien
Rawat Inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Periode Tahun
2010, Syifa „MEDIKA, Vol. 3 (No. 1),pp. 1-11.
Setiabudy, R., 2007, Pengantar Antimikroba, Edisi kelima, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, pp. 585.
Sharma, J., and Malakar, M., 2013, Distribution of Typhoid Fever in Different
Rural and Urban Areas of Lakhimpur District of Assam, Int J Res Dev
Health. Vol 1(3), pp. 109 – 114.
Soedarmo, S. P. Garna, H., Hadinegoro, S. R., dan Sutari, H. I., 2008, Buku Ajar
Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi Kedua, Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta, pp. 343-344.
Sutedjo, A.Y., 2008, Mengenal Obat-obatan Secara Mudah dan Aplikasinya
Tjay, T.H. and Rahardja, K., 2010, Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-efek Sampingnya, 6
thEdition, Gramedia, Jakarta, pp. 296-297.
Triana, M., 2003, Kajian Penggunaan Obat Demam Tifoid Bagi Pasien Anak di
Istalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari
2000-Desember 2001, Skripsi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
Yogyakarta.
Utami, T.N., 2010, Demam Tifoid, Faculty of Medicine-University of Riau,
Pekanbaru Riau, pp. 1-26.
Wain, J., and Hosoglu, S., 2008, The Laboratory of Enteric Fever, J Infect
Developing Countries, pp. 421-425.
Wahab, S., 2000, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, pp. 1-4.
Widoyono, 2011, PENYAKIT TROPIS: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan,
dan Pemberantasannya, Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta, pp.
44-45.
World Health Organization, 2001, WHO Global Strategy for Containment of
Antimicrobial Resistence, Switzerland: World Health Organization.
World Health Organization, 2011, Guideline for the Management of Typhoid
Lampiran 1. Daftar Diagnosis Pasien Anak Dengan Demam Tifoid di RSUD Panembahan
Senopati Bantul Tahun 2013
No. Nomor RM Diagnosis
Umur (tahun)
Jenis kelamin
1. 213072 Demam Tifoid komplikasi Bronkitis 10 L
2. 240020
Diagnosis awal : FH10 dd Demam Tifoid, ISK.
Diagnosis akhir : Demam Tifoid 12 P
3. 257704 Demam Tifoid komplikasi Bronkitis 12 L
4. 273737 Demam Tifoid 7 L
5. 285915
Diagnosis awal : FH7, Suspect Demam Tifoid dd ISK.
Diagnosis akhir : Demam Tifoid PKTB 7 L
6. 338272
Diagnosis awal : FH4 dd Demam Tifoid, DF, DHF.
Diagnosis akhir : Demam Tifoid komplikasi DF. 5 P
7. 354310
Diagnosis awal : FH13 dd Demam Tifoid.
Diagnosis akhir : Demam Tifoid komplikasi TB anak 4 L
8. 365598 Demam Tifoid komplikasi Vomitus 7 L
9. 379804
Diagnosis awal : FH12 dd Demam Tifoid.
Diagnosis akhir : Demam Tifoid 10 L
10. 380631 Demam Tifoid 3 L
11. 394264 Demam Tifoid 3 P
12. 402073 Demam Tifoid, Operasi ADB 6 L
13. 416851
Diagnosis awal : FH7, Suspect Demam Tifoid.
Diagnosis akhir : Demam Tifoid 5 L
14. 431650 Demam Tifoid 9 L
15. 438222 Demam Tifoid komplikasi RFA 2 P
16. 441835 Demam Tifoid komplikasi ISPA 5 L
17. 461861 Demam Tifoid 4 L
18. 467822 Demam Tifoid 1,4 L
19. 469439 Demam Tifoid komplikasi PKTB 7 P
20. 470708
Diagnosis awal : FH5 suspect DF dd Demam Tifoid, DHF, ISK.
Diagnosis akhir : Demam Tifoid komplikasi RFA.
0,5 (11
Bulan) L
21. 482152
Diagnosis awal : FH7 dd Demam Tifoid. Diagnosis akhir : Demam Tifoid komplikasi anemia defisiensi
nutrisi. 1,9 P
22. 492120 Demam Tifoid 9 L
23. 493644 Demam Tifoid komplikasi DF dan ISK 2 P
24. 494236 Demam Tifoid 10 L
25. 495891 Demam Tifoid 9 L
26. 497257 Demam Tifoid 4 P
27. 499585 Demam Tifoid 12 P
28. 500044 Demam Tifoid komplikasi FA 10 P
29. 500886
Diagnosis awal : Suspect Demam Tifoid, ISPA dd Bronkitis, PKTB.
Diagnosis akhir : Demam Tifoid komplikasi Bronkitis,
PKTB. 8 L
30. 506744 Suspect Demam Tifoid, ISK, Status gizi kurang. 7 P
31. 509956 Demam Tifoid 7 L
32. 511478 Demam Tifoid 12 L
33. 512720 Demam Tifoid 2 P
34. 515872
Diagnosis awal : DBS, FH7 dd Demam Tifoid, ISK, DF.
Diagnosis akhir : Demam Tifoid 12 L
35. 516185
Diagnosis awal : FHS, DTD dd DHF, Demam Tifoid.
Diagnosis akhir : Demam Tifoid 7 L
36. 516709
Diagnosis awal : FH6 dd Demam Tifoid, ISK.
37. 517905
Diagnosis awal : FH6 dd Demam Tifoid, RFA, FA, DF, DHF, dengan Diare Cair akut tanpa dehidrasi. Diagnosis akhir : Demam Tifoid dengan Diare Cair
akut tanpa dehidrasi. 7,5 L
38. 518290
Diagnosis awal : FH7, Demam Tifoid dengan urtikaria. Diagnosis akhir : Demam Tifoid dengan urtikaria. 8
P
39. 519958 Demam Tifoid komplikasi Stomatitis membaik 4 P
40. 520310 Demam Tifoid 3 P
Lampiran 2. Golongan Obat yang Digunakan Pasien Selama Rawat Inap 1. Antibiotika
Golongan Obat Jenis Antibiotika Bentuk Sediaan Jumlah obat dalam kasus (n=74)
Persentase (%)
Kloramfenikol Kloramfenikol Larutan IV 3 4,05
Penisilin Ampisilin Larutan IV 21 28,4
Amoksisilin Tablet 1 1,35
Fluoroquinolon Siprofloksasin Tablet 1 1,35
Sepalosporin Seftriakson Larutan IV 1 1,35
Sefotaksim Larutan IV 35 47,3
Sefiksim Kapsul 8 10,8
Antibiotika Lain Amikasin Larutan IV 4 5,4
2. Antimikotika/anti fungi
Golongan Obat Zat Aktif Jenis Obat Bentuk Sediaan Jumlah obat
dalam kasus (n=2)
Persentase (%)
Antimikotika Nistatin Kandistatin Larutan Drop 2 100
3. Obat Gangguan Saluran Cerna
Golongan Obat Zat Aktif Jenis Obat Bentuk
Sediaan Jumlah obat dalam kasus (n=7) Persentase (%) Obat Gangguan Saluran Cerna
Haloperidol Haloperidol Tablet 1 14,3
Domperidone Domperidone Tablet 1 14,3
Sirup 1 14,3
Metoklopramida-HCl Primperan Larutan IV 2 28,5
Zinc Sulfate Zinc Tablet 1 14,3
Lactobacillus acidop hilus bifidobacterium longun Steptococcus faeeium, vit C, vit B,
vit B2, vit B5, Niacin, Protein, Fat
Lacto B Sachet 1 14,3
4. Obat Susunan Saraf Pusat
Golongan Obat Zat Aktif Jenis Obat Bentuk
Sediaan Jumlah obat dalam kasus (n=39) Persentase (%) Obat Susunan Saraf Pusat
Parasetamol Parasetamol Tablet 12 30,7
Sirup 25 64,1
Triheksifenidil hidroklorida
Trihexyphenidyl Tablet 1 2,6
5. Obat Saluran Pernapasan
Golongan Obat Zat Aktif Jenis Obat Bentuk Sediaan Jumlah obat
dalam kasus (n=23) Persentase (%) Obat Saluran Pernapasan Salbutamol sulfat Salbutamol Tablet 3 13,0 Salbutamol sulfat Lasal Sirup 3 13,0
Tripilidina-HCl Lapifed Sirup 2 8,7
Tablet 2 8,7
Triamsinolon asetonid
Trilac Tablet 3 13,0
Nebulizer Nebulizer - 8 34,8
Triprolidin-HCl Quantidex Kapsul 1 4,3
Ambroxol Hidroklorida
Ambroxol Tablet 1 4,3
6. Obat Antihistamin
Golongan Obat Zat Aktif Jenis Obat Bentuk Sediaan Jumlah obat
dalam kasus (n=4)
Persentase (%)
Obat Antihistamin Cetirizine HCl
Cetirizine Sirup 1 25 Tablet 1 25 Cyproheptadine HCl Heptasan Tablet 1 25 Difenhidramin, Calamine, Zinc Oxide, Glycerin, Champora qs. Caladin Lotion Lotion 1 25 7. Hormon
Golongan Obat Zat Aktif Jenis Obat Bentuk Sediaan Jumlah obat
dalam kasus (n=3)
Persentase (%)
Kortikosteroid Betametason Betametason Sirup 2 66,7
Dexamethason Dexamethason Larutan IV 1 33,3
8. Vitamin
Golongan Obat Zat Aktif Jenis Obat Bentuk Sediaan Jumlah obat
dalam kasus (n=8) Persentase (%) Vitamin Kurkuminoid, alfakaroten, dekspantotenol, vit-B1, vit B-2, vit-B6, vit-B12,
vit-D, Ca-pidolat, fruktooligosakarida.
Vitacur
Sirup 1 12,5
Enchinacea, Zn-pikolinat, selenium,
Na-Askorbat.
Imunos
Sirup 1 12,5
Asam Folat Asam Folat Tablet 2 25
Vit-B1, vit-B2, vit-B6, vit-B12, a-karoten, deskpantenol, curcuminoid. Curcuma Plus Sirup 2 25
Vit-B1, vit-B2, vit-B6, calcium pantothenate,
nicotinamide.
Vitamin B Compleks
Tablet 1 12,5
9. Mineral dan Elektrolit
Golongan Obat Zat Aktif Jenis Obat Bentuk Sediaan Jumlah obat
dalam kasus (n=49)
Persentase (%)
NaCl, KCl, CaCl2
Infus RL Larutan Infus 17 34,7
NaCl, KCl, Na Laktat, Dekstrosa anhidrat Infus KaEN 3B Larutan Infus 21 42,9 Dextrose monohydrate
Infus D5% Larutan Infus 10 20,4
Dextrose monohydrate
Infus D10% Larutan Infus 1 2,0
Lampiran 3. Rekam Medis 1
I. Kasus 1
No. RM : 467822 Dirawat tanggal : 9-15 Agustus 2013 Informasi Pasien
MA, laki-laki, umur 1 tahun 4 bulan, BB 10 kg, dengan keluhan panas, batuk pilek sudah 2 mingguan, muntah karena batuk 2 kali, BAB lembek 2 kali, BAK lancar, suhu tubuh 38°C. Diagnosa utama : demam tifoid. Keadaan keluar : membaik. Pemeriksaan Laboratorium
Parameter
Tanggal Pemeriksaan (Agustus 2013)
Nilai Normal Satuan
8 9 10 11 12
Hematologi
Hemoglobin 10,7 11,0 L:13-17;P:12-16 gr%
Lekosit 4,8 7,6 dws:4-10;ank:9-12 ribu/ul
Eritrosit 4,61 4,88 L:4,5-5,5;P:4,0-5,0 juta/ul
Trombosit 322 378 264 150-450 ribu/ul
Hematokrit 31,8 33,4 34 L:42-52;P:36-46 %
Hitung Jenis Lekosit
Eosinofil 1 0 2-4 % Basofil 0 0 0-1 % Batang 0 0 2-5 % Segmen 56 53 51-67 % Limfosit 34 32 20-35 % Monosit 8 8 4-8 % Urinalisasi
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Jernih Jernih
Reduksi Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Urin Negatif Negatif
BJ 1,015 1,015-1,025
Darah Samar Negatif Negatif
pH 6,9 4,8-7,4
Protein Negatif Negatif
Urobilinogen 3,2 3,2-16
Nitrit Negatif Negatif
Lekosit Esterase Negatif Negatif
Sedimen Urin
Eritrosit 0-1 0-1
Lekosit 0-1 1-6
Sel Epitel Positif Positif
Kristal
Ca Oksalat Negatif Negatif
Asam Urat Negatif Negatif
Silinder
Eritrosit Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Granular Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Lain-lain - Negatif
Feses Lengkap Makroskopis
Konsistensi Lembek Lunak
Warna Coklat Kuning coklat
Lendir Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Nanah Negatif Negatif
Larva cacing Negatif Negatif
Mikroskopis (zoom 40x)
Lekosit 2-3 Negatif
Eritrosit 0-2 Negatif
Telor cacing Negatif Negatif
Amoeba Negatif Negatif
Bakteri Positif Negatif
Lain-lain parasit Negatif Negatif
Pencernaan
Amylum Negatif Negatif
Lemak Negatif Negatif
Serat otot Negatif Negatif
Serat tumbuh-tumbuhan Positif Positif Parameter Tanggal Pemeriksaan (12 Agustus 2013) IGM Salmonella Catatan :
Nilai Normal : Positif >=4
Negatif <=2
Terapi Antibiotika
Nama Obat Dosis Tanggal Pemberian (agusutus)
Sefotaksim 3x350 mg (i.v) 9, 10 Ampisilin 3x350 mg (i.v) 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 Infus RL 8 tpm 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 Lasal 3x1/2 cth 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 Paracetamol 3x1/2 cth 10, 11 Lapifed 3x1/2 cth 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 Cetirizine 3x1/2 cth 9 Trilac 3x2 mg 13, 15
II. Evaluasi Penggunaan Antibiotika menurut Alur Gyssen Kasus 1
1. Sefotaksim
Kategori Gyssen Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien.
Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi pemberian antibiotika).
Assessment: adanya indikasi pemberian antibiotika untuk infeksi bakteri Salmonella
typhi.
Kategori IVA Lolos kategori IVA (Tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif).
Assessment: pemberian antibiotika ini sudah tepat dan antibiotika ini merupakan salah satu antibiotika yang direkomendasikan WHO (2011) untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan antibiotika alternatif lain yang sering digunakan untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et al, 2014). Peresepan antibiotika ini terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti membaik.
Kategori IVB Lolos kategori IVB (Tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik).
Assessment: antibiotika ini sudah cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan pasien (Lacy
et al, 2009).
Kategori IVC Lolos kategori IVC (Tidak ada antibiotika lain yang lebih murah).
Assessment: antibiotika ini merupakan antibiotika generik dan harganya lebih murah jika dibandingkan dengan brand name dari sefotaksim seperti claforan, clatax, clacef, clafexim, cefarin, cefor, cefovell, efotax dan lapixime (Pramudianto, 2013).
Kategori IVD Lolos kategori IVD (Tidak ada antibiotika lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit).
Assessment: sefotaksim merupakan antibiotika berspektrum luas dan salah satu antibiotika yang direkomendasikan WHO (2011) untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan antibiotika alternatif lain yang sering digunakan untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et al, 2014).
Kategori IIIA Lolos kategori IIIA (Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 2 hari. Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama karena telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari (Permenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos kategori IIIB (Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 2 hari. Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat karena telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari (Permenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos kategori IIA (Penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assessment: dalam kasus ini pasien diberikan 3x350 mg/hari (1050 mg/hari). Berdasarkan literatur dosis sefotaksim 40-80 mg/kg dalam 2-3 dosis (maksimum 1-2 g/hari) (Purwadianto et al., 2014). Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
Kategori IIB Lolos kategori IIB (Penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assessment: interval pemberian sudah sesuai dengan yang dianjurkan yaitu 2-3 kali dalam sehari (Lacy et al, 2009).
Kategori IIC Lolos kategori IIC (Penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assessment: rute pemberian sudah tepat dengan yang dianjurkan yaitu secara intravena (Lacy et al, 2009) dan juga dilihat dari kondisi pasien yang muntah-muntah jadi pemberian secara intravena sudah tepat.
Kategori I Lolos kategori I (Penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assessment: waktu pemberian antibiotikanya sudah tepat karena diberikan berdasarkan hasil kultur kuman yang menjadi penyebab infeksi (Meer and Gyssens, 2001)
Kategori 0 Lolos kategori 0
Assessment: termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena sefotaksim lolos pada semua kategori evaluasi Gyssens.
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (Kategori 0)
2. Ampisilin
Kategori Gyssen Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien.
Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi pemberian antibiotika).
Assessment: adanya indikasi pemberian antibiotika untuk infeksi bakteri Salmonella
typhi.
Kategori IVA Lolos kategori IVA (Tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif ).
Assessment: pemberian antibiotika ini sudah tepat dan antibiotika ini merupakan salah satu antibiotika yang direkomendasikan untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan salah satu terapi lini pertama untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et al, 2014). Peresepan antibiotika ini terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti membaik.
Kategori IVB Lolos kategori IVB (Tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik).
Assessment: antibiotika ini sudah cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan pasien (Lacy
et al, 2009).
Kategori IVC Lolos kategori IVC (Tidak ada antibiotika lain yang lebih murah).
Assessment: antibiotika ini merupakan antibiotika generik dan harganya lebih murah jika dibandingkan dengan brand name dari ampisilin seperti phapin, sanpicillin, dan vicillin (Pramudianto, 2013).
Kategori IVD Lolos kategori IVD (Tidak ada antibiotika lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit).
Assessment: ampisilin merupakan antibiotika berspektrum luas dan salah satu antibiotika yang direkomendasikan untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan salah satu terapi lini pertama untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et
al, 2014).
Kategori IIIA Lolos kategori IIIA (Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 7 hari. Penggunaan antibiotika ini tidak terlalu lama karena penggunaan antibiotika ini untuk terapi demam tifoid adalah selama 10 hari (Lacy et al, 2009).
Kategori IIIB Lolos kategori IIIB (Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 7 hari. Penggunaan antibiotika ini untuk terapi demam tifoid adalah selama 10 hari (Lacy et al, 2009). Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat karena ampisilin merupakan antibiotika lanjutan dari sefotaksim selama pasien di rawat inap dan dipertimbangkan penggunaan antibiotika lanjutan yang di bawah pulang oleh pasien pada rawat jalan.
Kategori IIA Lolos kategori IIA (Penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assessment: dalam kasus ini pasien diberikan 3x350 mg/hari (1050 mg/hari). Berdasarkan literatur dosis untuk anak-anak 100-150 mg/kg/hari diberikan setiap 6 jam dengan dosis maksimal 2-4 g/hari (Lacy et al, 2009). Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan dosis yang dianjurkan untuk anak.
Kategori IIB Tidak lolos kategori IIB (Penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian). Assessment: interval pemberian yang dianjurkan setiap 6 jam dalam sehari (4 kali sehari) (Lacy et al, 2009). Dalam kasus ini interval pemberiannya 3 kali dalam sehari sehingga penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian karena tidak sesuai dengan yang dianjurkan.
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian (Kategori IIB)
Lampiran 4. Rekam Medis 2 I. Kasus 2
No. RM : 493644
Dirawat tanggal : 24 Februari-6 Maret 2013 Informasi Pasien
AD, perempuan, umur 2 tahun, BB 11 kg, dengan keluhan demam naik turun, batuk, pilek, pusing, mual, muntah, nyeri perut, nafsu makan dan minum baik, mimisan, sesak nafas, asma, Nadi 104x, nafas 32x, suhu tubuh 36,7°C, TD 90/60. Diagnosis utama : demam tifoid, dengue fever, infeksi saluran kencing. Keadaan keluar : membaik.
Pemeriksaan Laboratorium Parameter
Tanggal Pemeriksaan
(Februari) Nilai Normal Satuan
24 25 26 27 28
Hematologi
Hemoglobin 11,6 L:13-17;P:12-16 gr%
Lekosit 11,5 dws:4-10;ank:9-12 ribu/ul
Eritrosit 4,60 L:4,5-5,5;P:4,0-5,0 juta/ul
Trombosit 98 100 132 132 150-450 ribu/ul
Hematokrit 34,2 34 35 36 L:42-52;P:36-46 %
Hitung Jenis Lekosit
Eosinofil 3 2-4 % Basofil 0 0-1 % Batang 4 2-5 % Segmen 3 51-67 % Limfosit 56 20-35 % Monosit 4 4-8 % Urinalisasi
Warna Kuning Kuning Kuning
Kekeruhan Agak keruh Jernih Jernih
Reduksi Negatif Negatif Negatif Mmol/L
Bilirubin Negatif Negatif Negatif
Keton Urin Negatif Negatif Negatif
BJ 1,015 1,015 1,015-1,025
Darah Samar Negatif TRACE Negatif Ery/ul
pH 8,5 7,5 4,8-7,4
Urobilinogen 3,2 3,2 3,2-16 Umol/L
Nitrit Negatif Negatif Negatif
Lekosit Esterase Negatif Negatif Negatif Leu/ul
Sedimen Urin
Eritrosit 1-3 1-2 0-1
Lekosit 0-2 0-2 1-6
Sel Epitel Positif Positif Positif
Kristal
Ca Oksalat Negatif Negatif Negatif
Asam Urat Negatif Negatif Negatif
Amorf Negatif Negatif Negatif
Silinder