• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid berdasarkan kriteria Gyssens di Instalasi Rawat Inap Rsud Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid berdasarkan kriteria Gyssens di Instalasi Rawat Inap Rsud Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER 2013. SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi. Disusun Oleh: Hermina Aprilita Ajum NIM : 118114171. FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015.

(2) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA PERIODE JANUARI-DESEMBER 2013. SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi. Disusun Oleh: Hermina Aprilita Ajum NIM : 118114171. FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015. i.

(3) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. ii.

(4) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. Pengesahan Skripsi Berjudul iii.

(5) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. HALAMAN PERSEMBAHAN. Karya ini kupersembahkan untuk:. Allah Bapa dalam Surga, Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu membimbing, melindungi, memberkati, dan menyertai segala usaha saya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi saya dengan baik. Bapa, Mama, nene Ancik Berahi, nene Uci Berahi, kaka Teddi, Jeni dan Diana. Sahabat dan teman-teman seperjuanganku Almamater Tercinta Universitas Sanata Dharma. iv.

(6) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Kerasionalan Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Anak Dengan Demam Tifoid Berdasarkan Kriteria Gyssens Di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Januari-Desember 2013” ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sejak penyusunan proposal sampai dengan terselesaikannya skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu memberikan ijin pada penelitian ini untuk melakukan penelitian di luar kampus. 2. Staf Instalasi Rekam Medik RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta yang telah membantu dalam proses pengumpulan data. 3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran serta sabar dalam memberikan bimbingan dan dukungan terhadap penulis dalam proses penyusunan Skripsi ini.. v.

(7) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 4. Direktur RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta, dr. I Wayan Sudana yang telah memberikan izin kepada penulis dalam melakukan penelitian ini. 5. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK dan ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritikan dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi ini. 6. Kedua orang tuaku Samuel Santosa Djun dan Maria Avelina Ngamal atas Doa, kasih sayang, semangat, pengertian dan dukungan baik moral maupun materi selama menjalani perkuliahan hingga terselesainya skripsi ini. 7. Nene Ancik Berahi dan Nene Uci Berahi atas dukungan Doa 8. Kaka Teddi dan adik-adik saya Jeni dan Diana, yang selalu memberikan motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Sahabat dan teman-teman seperjuangan Rosi Sowi, Baptissa Dela, Novi Seran, Rysa Pardede, Risna Hariani, Sherlly Mecilia, Rany Willem, Regi Gregoria dan Wirna. 10. Teman kecilku Sari Jebarus dan Tesa Siseng yang selalu bersamasama dari kecil hingga kuliah yang selalu memberikan motivasi. 11. Rekan-rekan skripsi (Mira, Ratna dan Nova) yang selalu mendukung dan kompak dalam penyusunan skripsi dari awal sampai akhir. 12. Teman-teman FSM D 2011, FKK B 2011, dan seluruh angkatan 2011, untuk kebersamaan dan semua kisah yang telah kita lalui. 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.. vi.

(8) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. vii.

(9) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. viii.

(10) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. ix.

(11) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL......................................................................................... i. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii. HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii. HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iv. PRAKATA ........................................................................................................ v. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............................ viii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................... ix. DAFTAR ISI ..................................................................................................... x. DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii. DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii. DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv. INTISARI.......................................................................................................... xv. ABSTRACT ........................................................................................................ xvi. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang ..................................................................................... 1. 1. Perumusan Masalah ........................................................................ 4. 2. Keaslian Penelitian .......................................................................... 4. 3. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum ................................................................................. 7. 2. Tujuan Khusus ................................................................................ 7. BAB II PENELAAH PUSTAKA A. Demam Tifoid ...................................................................................... 8. B. Antibiotika ........................................................................................... 20. x.

(12) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. C. Prinsip Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Permenkes (2011) ........ 21. D. Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Anak .......................................... 23. E. Penggunaan Antibiotika Secara Rasional ............................................. 25. F. Evaluasi Penggunaan Antibiotika ......................................................... 27. G. Keterangan Empiris ............................................................................... 32. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................ 33. B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...................................... 33. C. Subyek Penelitian .................................................................................. 35. D. Bahan Penelitian.................................................................................... 35. E. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 36. F. Instrumen Penelitian.............................................................................. 36. G. Tata Cara Penelitian 1. Tahap Orientasi dan Studi Pendahuluan ................................... 37. 2. Tahap Pengambilan Data .......................................................... 38. 3. Pengolahan Data........................................................................ 38. H. Tata Cara Analisis ................................................................................. 39. I. Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 41. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pasien Anak Dengan Demam Tifoid ............................... 42. B. Profil Penggunaan Obat Secara Keseluruhan ....................................... 47. C. Profil Penggunaan Antibiotika .............................................................. 48. D. Evaluasi Kerasionalan Penggunaan Antibiotika Menurut Metode Gyssens 55 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ........................................................................................... 72. B. Saran ..................................................................................................... 73. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 74. LAMPIRAN ...................................................................................................... 79. BIOGRAFI PENULIS ...................................................................................... 182. xi.

(13) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR TABEL. Tabel I.. Terapi antibiotika yang direkomendasikan WHO (2011) untuk demam tifoid.................................................................... Tabel II.. 17. Profil penggunan obat secara keseluruhan pada pasien anak penderita demam tifoid .............................................................. 47. Tabel III.. Dosis dan frekuensi penggunaan antibiotika ............................ 50. Tabel IV.. Durasi penggunaan antibiotika .................................................. 52. Tabel V.. Distribusi kerasionalan penggunaan antibiotika berdasarkan kategori Gyssens di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Januari-Desember 2013 ............................ Tabel VI.. Distribusi. hasil. evaluasi. penggunaan. tiap. 55. antibiotika. berdasarkan kategori Gyssens di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Januari-Desember 2013. xii. 56.

(14) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR GAMBAR. Gambar 1.. Diagram alur metode Gyssens ................................................... Gambar 2.. Persentasi jumlah pasien laki-laki dan perempuan penderita. 29. demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013………………………………………………………….. Gambar 3.. 42. Persentasi kasus demam tifoid berdasarkan umur di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013 ................................................ Gambar 4.. 43. Jumlah pasien anak yang menderita demam tifoid tiap bulan di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013 ............................ Gambar 5.. 44. Persentasi jumlah pasien anak yang didiagnosis akhir penyakit demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode JanuariDesember 2013 .......................................................................... Gambar 6.. 46. Persentasi jenis antibiotika yang digunakan pada pasien anak yang menderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode JanuariDesember 2013 .......................................................................... Gambar 7.. 48. Persentasi penggunaan terapi antibiotika tunggal dan kombinasi pada pengobatan pasien anak dengan demam tifoid di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013 ................................................ Gambar 8.. 49. Profil rute pemberian antibiotika pada pasien anak yang menderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode JanuariDesember 2013 .......................................................................... xiii. 54.

(15) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22 Lampiran 23 Lampiran 24 Lampiran 25 Lampiran 26 Lampiran 27 Lampiran 28 Lampiran 29 Lampiran 30 Lampiran 31 Lampiran 32 Lampiran 33 Lampiran 34 Lampiran 35 Lampiran 36 Lampiran 37 Lampiran 38 Lampiran 39 Lampiran 40 Lampiran 41 Lampiran 42. Daftar diagnosis pasien anak dengan demam tifoid di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2013 ............................... Golongan Obat yang Digunakan Pasien Selama Rawat Inap ... Rekam Medis 1 ......................................................................... Rekam Medis 2 ......................................................................... Rekam Medis 3 ......................................................................... Rekam Medis 4 ......................................................................... Rekam Medis 5 ......................................................................... Rekam Medis 6 ......................................................................... Rekam Medis 7 ......................................................................... Rekam Medis 8 ......................................................................... Rekam Medis 9 ......................................................................... Rekam Medis 10 ....................................................................... Rekam Medis 11 ....................................................................... Rekam Medis 12 ....................................................................... Rekam Medis 13 ....................................................................... Rekam Medis 14 ....................................................................... Rekam Medis 15 ....................................................................... Rekam Medis 16 ....................................................................... Rekam Medis 17 ....................................................................... Rekam Medis 18 ....................................................................... Rekam Medis 19 ....................................................................... Rekam Medis 20 ....................................................................... Rekam Medis 21 ....................................................................... Rekam Medis 22 ....................................................................... Rekam Medis 23 ....................................................................... Rekam Medis 24 ....................................................................... Rekam Medis 25 ....................................................................... Rekam Medis 26 ....................................................................... Rekam Medis 27 ....................................................................... Rekam Medis 28 ....................................................................... Rekam Medis 29 ....................................................................... Rekam Medis 30 ....................................................................... Rekam Medis 31 ....................................................................... Rekam Medis 32 ....................................................................... Rekam Medis 33 ....................................................................... Rekam Medis 34 ....................................................................... Rekam Medis 35 ....................................................................... Rekam Medis 36 ....................................................................... Rekam Medis 37 ....................................................................... Rekam Medis 38 ....................................................................... Rekam Medis 39 ....................................................................... Rekam Medis 40 ........................................................................ xiv. 80 81 83 86 88 90 92 94 95 98 100 104 105 107 110 113 117 121 124 126 128 129 132 135 137 140 142 144 146 149 152 154 156 159 162 165 166 170 171 174 176 179.

(16) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. INTISARI Demam tifoid menjadi salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2009 dan 2010, demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit. Pengobatan demam tifoid dilakukan dengan menggunakan antibiotika, namun penggunaan antibiotika yang tidak rasional berpengaruh terhadap peningkatan resistensi antibiotika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid berdasarkan kriteria Gyssens di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013. Jenis penelitian ini adalah non-ekperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif bersifat retrospektif. Kriteria inklusi yaitu pasien anak yang dirawat inap periode Januari-Desember 2013 berumur 0-12 tahun, didiagnosis positif demam tifoid, dengan penyakit penyerta, menerima terapi antibiotika dan membaik. Metode Gyssens digunakan untuk mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid. Hasil yang diperoleh terhadap 40 kasus (60% laki-laki dan 40% perempuan), pasien terbanyak adalah kelompok umur >5-12 (57,5%). Kategori ketepatan penggunaan antibiotika menurut Gyssens: kategori 0 (47,3%), kategori IIA (21,6%), kategori IIB (17,6%), kategori IIIB (2,7%), kategori IVA (6,8%) dan kategori IVB (4%). Adanya penggunaan antibiotika yang kurang rasional menurut Gyssens sehingga diperlukan pengawasan untuk meningkatkan rasionalitas penggunaan antibiotika. Kata kunci : demam tifoid, anak, antibiotika, rawat inap, Gyssens. xv.

(17) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. ABSTRACT Typhoid fever is one of the major health problems in developing countries, including Indonesia. Based on the health profile of Indonesia in 2009 and 2010, typhoid fever reaches 3rd of 10 ranks in main diseases of inpatient at the hospital. The treatment of typhoid fever is done by using antibiotics. However, the irrational use of antibiotics can effect of increasing in antibiotic resistance. The purpose of this study is to find out the rational use of antibiotics on children with typhoid fever based on Gyssens criteria in inpatient installation of RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta January-December 2013. This research was non-experimental with evaluative descriptive study which was retrospective. Inclusion criteria were pediatric in-patient 0-12 years, positive diagnose typhoid fever, with complication, antibiotic prescription and recovered. Gyssens method was used to evaluate the rationality of the use of antibiotics on children with typhoid fever. The results of the 40 cases (60% male and 40% female), most patients are >5-12 age group (57,5%). Appropriate usage category of antibiotics by Gyssens: category 0 (47,3%), category IIA (21,6%), category IIB (17,6%), category IIIB (2,7%), IVA category (6,8%), and category IVB (4%). According to Gyssens, there is the existence of irrational use of antibiotics so it needs supervision to improve the rationality of the use of antibiotics. Key words: Typhoid fever, children, antibiotics, inpatient installation, Gyssens. xvi.

(18) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang. Salah satu penyakit menular tersebut adalah demam tifoid. Demam tifoid merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Saraswati et al., 2012). Demam tifoid banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perorangan dan kebersihan makanan, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum (rumah makan, restoran) yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat (Nani dan Muzakkir, 2014). Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 terdapat 17 juta kasus demam tifoid per tahun di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 600 ribu kasus. Secara keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta kasus dengan 216.500 kematian pada tahun 2000. Insiden demam tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia Tenggara. Di Indonesia, diperkirakan terdapat 800 penderita per 100.000 penduduk setiap tahun (Nani dan Muzakkir, 2014). Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009 demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di Rumah Sakit yaitu sebanyak 80.850 kasus, yang meninggal 1.747 orang. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 demam tifoid juga menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien 1.

(19) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2. rawat inap di Rumah Sakit yaitu sebanyak 41.081 kasus, yang meninggal 274 orang (Pramitasari, 2013). Kasus tersangka deman tifoid di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk (Juwita, 2013). Insidensi tertinggi demam tifoid terdapat pada anak-anak (Riyatno dan Sutrisna, 2011). Demam tifoid pada anak terbanyak terjadi pada kelompok umur 5-15 tahun. Indonesia merupakan salah satu negara dengan insidens demam tifoid pada kelompok umur 5-15 tahun dilaporkan 180,3/100.000 penduduk (Sidabutar, 2010). Demam tifoid di Indonesia merupakan penyakit yang sangat popular baik di kalangan petugas medis bahkan oleh masyarakat awam sehingga apabila seorang anak mengeluh demam maka antibiotika akan menjadi pilihan untuk mengobatinya. Penggunaan berbagai jenis antibiotika secara luas yang tidak tepat akibat mudahnya mendapatkan obat tersebut di masyarakat, akan menimbulkan peningkatan kejadian bakteri yang resisten terhadap antibiotika termasuk S. typhi (Alam, 2011). Salah satu faktor yang dianggap paling berpengaruh terhadap peningkatan resistensi antibiotika adalah penggunaan antibiotika secara tidak rasional (WHO, 2001). Mengoptimalkan penggunaan antibiotika dapat dilakukan dengan monitoring dan evaluasi penggunaan antibiotika di rumah sakit yang merupakan tempat paling banyak ditemukan penggunaan antibiotika (Lestari et al., 2011)..

(20) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3. Pada penelitian ini mengevaluasi kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid menggunakan metode Gyssens. Pemilihan metode Gyssens dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid dengan mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibiotika seperti ketepatan indikasi, keefektifan, toksisitas, harga, spektrum, durasi pemberian, dosis, interval, cara dan waktu pemberian (Kemenkes RI, 2011). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rufaldi (2011) di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta ditemukan ketidakrasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid yaitu ketidaktepatan dosis sebesar 70,98%, ketidaktepatan frekuensi pemberian sebesar 48,39%, dan ketidaktepatan durasi pemberian sebesar 25,81%. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masih ada penggunaan antibiotika yang kurang rasional pada pasien anak dengan demam tifoid. Profil Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2011 menunjukan demam tifoid masuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit yaitu sebanyak 2.860 kasus (Dinkes Yogyakarta, 2012). Berdasarkan penelusuran peneliti, demam tifoid pada anak masih merupakan penyakit terbanyak pasien rawat inap walaupun tidak termasuk dalam 10 besar penyakit terbanyak rawat inap di RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2013. Selain itu, informasi mengenai pengurusan perizinan penelitian di rumah sakit ini cukup jelas. Berdasarkan kedua hal tersebut menjadi alasan peneliti memilih RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta sebagai lokasi pelaksanaan penelitian..

(21) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4. 1. Perumusan Masalah Penelitian ini ingin melihat beberapa data di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013 meliputi: a. Seperti apa karakteristik pasien anak dengan demam tifoid? b. Seperti apa profil penggunaan obat secara keseluruhan pada pasien anak dengan demam tifoid? c. Seperti apa profil penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid? d. Seperti apa kerasioanalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid? 2. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid yang pernah dilakukan, antara lain : a. Penelitian dengan judul “Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Demam Tifoid Kelompok Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Desember 2010” yang dilakukan oleh Rufaldi (2011). Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah dalam hal metode penelitian yang digunakan yaitu metode Gyssens. Penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut dalam hal waktu, lokasi, dan subyek penelitian. Dalam penelitian ini subyek penelitiannya berfokus pada pasien anak dengan demam tifoid yang disertai penyakit lain dan atau komplikasi..

(22) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5. Pada penelitian Rufaldi (2011), subyek penelitiannya hanya berfokus pada pasien anak dengan demam tifoid tanpa penyakit lain dan atau komplikasi. b. Penelitian dengan judul “Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Anak Penderita Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. Agoesdjam Ketapang Periode Juni 2008-Juni 2009” yang dilakukan oleh Pratiwi (2010). Penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut dalam hal waktu, lokasi, dan kajian yang diteliti. Pada penelitian ini menggunakan metode Gyssens untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid. Pada penelitian Pratiwi (2010), menggunakan metode Drug Related Problem (DRP) untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid. c. Penelitian dengan judul “Kajian Penggunaan Obat Demam Tifoid Bagi Pasien Anak di Istalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2000-Desember 2001” yang dilakukan oleh Triana (2003). Penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut dalam hal waktu, lokasi, dan kajian yang diteliti. Pada penelitian ini mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid menggunakan metode Gyssens. Pada penelitian Triana (2003), lebih ditekankan pada kajian penggunaan obat demam tifoid bagi pasien anak. d. Penelitian dengan judul “Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan, Higiene Perorangan, dan Karakteristik Individu Dengan Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun 2012” yang dilakukan oleh Artanti (2013). Penelitian ini berbeda dengan penelitian.

(23) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6. tersebut dalam hal waktu, lokasi, subyek, dan kajian yang diteliti. Pada penelitian ini subyek penelitiannya berfokus pada pasien anak dengan demam tifoid dan mengevaluasi penggunaan antibiotika menggunakan metode Gyssens. Pada penelitian Artanti (2013), subyek penelitiannya orang dewasa dan pokok kajiannya lebih ditekankan pada hubungan sanitasi lingkungan, higiene perorangan, dan karakteristik individu dengan kejadian demam tifoid. Berdasarkan. data-data. tersebut. penelitian. mengenai. “Evaluasi. Kerasionalan Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak dengan Demam Tifoid berdasarkan kriteria Gyssens di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Januari-Desember 2013” belum pernah dilakukan. 3. Manfaat Penelitian a. Mendapatkan data kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid berdasarkan kriteria Gyssens sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi tenaga medis di rumah sakit dalam meningkatkan penggunaan antibiotika yang rasional. Khususnya bagi farmasis, dapat sebagai bahan evaluasi untuk lebih berperan dalam meningkatkan kualitas penggunaan antibiotika kepada pasien. b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran mengenai cara evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid yang dikaji dari segi kualitas berdasarkan kriteria Gyssens dan dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya..

(24) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid berdasarkan kriteria Gyssens di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013. 2. Tujuan Khusus Penelitian ini memiliki beberapa tujuan khusus terhadap data di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013 meliputi: a. Mengidentifikasi karakteristik pasien anak dengan demam tifoid. b. Mengidentifikasi profil penggunaan obat secara keseluruhan pada pasien anak dengan demam. c. Mengidentifikasi profil penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid. d. Mengevaluasi kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013 dengan metode Gyssens berdasarkan literatur..

(25) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. BAB II PENELAAH PUSTAKA. A. Demam Tifoid 1. Defenisi Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi (Butler, 2011), serta ditandai dengan adanya demam yang berlangsung cukup lama (lebih dari 7 hari), gangguan saluran pencernaan, penurunan atau gangguan kesadaran (komplikasi yang lazim disebut tifoid toksik) (Purwadianto et al., 2014), serta dapat berpotensi parah dan mengancam nyawa seseorang (Newton and Mintz, 2013). Demam tifoid termasuk penyakit menular (Sharma and Malakar, 2013) dan dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis (Riyatno dan Sutrisna, 2011) tanpa air bersih atau sanitasi lingkungan yang baik (Neil et al., 2012). 2. Etiologi Penyebab dari penyakit demam tifoid adalah Salmonella typhi yang merupakan bakteri gram negatif (Kaur and Jain, 2012), tidak berspora, tidak berkapsul, dan memiliki flagella dan bakteri ini dapat bertahan lama di air, saluran air, bahan makanan kering dan tahan terhadap pembekuan (Rahman et al., 2010).. 8.

(26) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9. Salmonella typhi memiliki 3 macam antigen yaitu sebagai berikut (Nasronudin, 2007). a. Antigen O (somatik) : terletak pada lapisan luar yang mempunyai komponen protein, lipoposakarida (LPS) dan lipid serta sering disebut endotoksin. b. Antigen H (flagela) : terdapat pada flagela, fimbriae dan pili dari kuman, berstruktur kimia protein. c. Antigen Vi (antigen permukaan) : terdapat pada selaput dinding kuman untuk melindungi fagositosis dan berstruktur kimia protein. 3. Epidemiologi Demam tifoid terdapat di seluruh dunia terutama di negara-negara yang sedang berkembang di daerah tropis yang kondisi sanitasi lingkunganya buruk. Demam tifoid endemik di Asia, Afrika, Amerika Latin, Karibia, dan Oceania, tetapi 80% kasus berasal dari Indonesia, Bangladesh, China, India, Laos, Nepal, Pakistan, atau Vietnam. Di setiap Negara demam tifoid paling sering terjadi di daerah tertinggal. Demam tifoid menginfeksi sekitar 21,6 juta orang (3,6 per 1000 penduduk) dan membunuh sekitar 200.000 orang setiap tahun (Brusch, 2014). Indonesia merupakan negara endemik demam tifoid dan diperkirakan terdapat 800 penderita per 100.000 penduduk setiap tahun yang ditemukan sepanjang tahun. Penyakit ini tersebar di seluruh wilayah dengan insiden yang tidak berbeda jauh antar daerah. Serangan penyakit lebih bersifat sporadis dan bukan epidemik (Nani dan Muzakkir, 2014)..

(27) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10. 4. Patogenesis Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi (Hatta et al., 2011). Jumlah kuman yang dapat menginfeksi tubuh manusia bervariasi yaitu antara 1000 sampai 1 juta kuman (Kaur and Jain, 2012). Kemudian kuman tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis dan selanjutnya berkembang biak (Nelwan, 2012). Bila respon humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman akan berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat bertahan hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke peyer’s patch ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus toraksikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bekterimia pertama yang asimtomatik) (Kaur and Jain, 2012). Kuman dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang (Rahman et al., 2010). Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah dan menyebabkan bakteremia yang kedua kalinya, sekaligus. menandai. berakhirnya. periode. inkubasi.. Bakteremia. kedua. menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen (Nelwan, 2012)..

(28) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11. 5. Komplikasi Menurut Guntur (2006), komplikasi yang sering terjadi pada penderita demam tifoid adalah sebagai berikut. a. Tifoid toksin (demam tifoid ensefalopati) Tifoid toksin adalah demam tifoid berat dengan gejala utama gangguan atau penurunan kesadaran secara akut. b. Syok septik Demam tifoid berat yang sering bersamaan atau akibat komplikasi demam tifoid yang serius. Ditandai dengan gejala-gejala sepsis berat dan kegagalan vaskular. c. Perdarahan dan perforasi usus Perdarahan dan perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelah itu. Perforasi terjadi pada bagian distal ileum. Perdarahan intestinal dengan gejala klinis hematoscezia (makroskopis) atau dengan test pendarahan tersembunyi (occult blood test). Perforasi intestinal ditandai dengan nyeri abdomen akut dan petanda peritonitis. Suhu tubuh biasanya menurun tiba-tiba dengan peningkatan frekuensi nadi. Pemeriksaan perforasi intestinal ini ditunjang dengan foto polos abdomen 3 posisi. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritonium sehingga didapatkan pekak hati menghilang pada pemeriksaan fisik. Pada foto perut dalam posisi tegak terdapat udara diantara hati dan diafragma..

(29) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12. d. Peritonitis Biasanya menyertai perforasi terapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri nyeri perut yang hebat, dinding perut tegang dan nyeri pada tekanan. e. Hepatitis tifosa Ditemukan ikterus hepatomegali dan nyeri pada perabaan. Terdapat kelainan uji fungsi hati. Komplikasi seperti osteomielitis, arthritis, dan peradangan organ lainnya juga dapat ditemukan. Ensefalopati tifoid kadangkala ditemukan dan memerlukan penanganan khusus. f. Pneumonia Dapat disebabkan oleh basil salmonelia atau koinfeksi dengan mikroba lain yang sering menyerang paru. Didapatkan gejala-gejala klinis pneumonia dan ditunjang dengan pemeriksaan foto polos toraks. g. Pankreatitits tifosa Pada pemeriksaan klinis didapat nyeri perut hebat, mual dan muntah. 6. Manifestasi Klinis Demam tifoid memiliki gejala klinis yang tidak khas dan bervariasi dari ringan sampai berat (Saraswati, 2012). Masa inkubasi demam tifoid adalah 6-30 hari dan onset dari penyakit ini sangat berbahaya, dengan peningkatan rasa letih secara bertahap dan demam yang meningkat setiap hari dari 38°C sampai 40°C. Umumnya pada pagi hari demam turun dan pada sore atau malam hari demam akan naik (Newton and Mintz, 2013)..

(30) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13. Secara umum penyakit ini ditandai dengan demam lebih dari 7 hari (bila tidak segera diobati), gangguan pola buang air besar, mual, muntah, sulit makan, sakit kepala, pusing, badan dan persendian nglilu-ngilu, batuk pilek, gangguan pencernaan yang timbul berupa rasa tidak nyaman di perut, diare sampai susah buang air besar (Cahyono, 2010). Pada minggu pertama ditemukan gejala klinis dan keluhan seperti demam, menggigil, sakit kepala, anoreksia, sakit tenggorokan, mialgia, psikosis, dan kebingungan terjadi pada 5-10% kasus (Kaur and Jain, 2012). Terjadi juga nyeri perut dan perut menjadi lembut, dalam beberapa kasus terjadi nyeri kolik pada kuadran kanan atas, terjadi sembelit, batuk kering, malaise, dan delirium (Brusch, 2014). Pada akhir minggu pertama, demam akan meningkat dari 39°C sampai 40°C, timbul bintik-bintik merah seperti warna ikan salmon, blanching, truncal, maculopapules dengan lebar 1-4 cm dan umumnya sembuh 2-5 hari (Brusch, 2014). Pada minggu kedua, perut menjadi buncit, splenomegali lunak, bradikardi (Brusch, 2014), konstipasi atau diare dapat terjadi pada sejumlah kecil pasien (terutama anak-anak dan orang dewasa yang terinfeksi HIV) (Kaur and Jain, 2012). Tanpa pengobatan dan diagnosis yang benar demam tifoid dapat berlangsung lama sampai minggu ketiga (Kaur and Jain, 2012) dengan demam terus menerus, anoreksia dengan penurunan berat badan yang signifikan, distensi abdomen, takipnea dengan thready pulse, dan diare (Brusch, 2014). Pada minggu keempat terjadi perbaikan bertahap pada semua gejala (Brusch, 2014)..

(31) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14. 7. Diagnosis Diagnosis demam tifoid atas dasar gambaran klinis penyakit sangat penting untuk membantu mendeteksi dini penyakit ini (Nelwan, 2012), namun sulit karena gejala klinis yang muncul beragam dan umumnya serupa dengan gejala klinis penyakit demam lain, seperti malaria dan demam berdarah (Mitra et al., 2010). Dalam menentukan diagnosis pasti. dari penyakit ini diperlukan. pemeriksaan laboratorium (Rachman et al., 2011). Pemeriksaan laboratorium yang paling sering digunakan adalah hematologi, urinalisasi, feses, dan uji serologis (Aziz and Haque, 2012). Pemeriksaan hematologi pada pasien penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia yang disebabkan karena kehilangan darah dan peradangan. Jumlah sel darah putih (WBC) juga sering rendah. Leukositosis umumnya terjadi dalam 10 hari pertama pada anak-anak yang disebabkan karena bakteremia, infeksi lokal, perforasi usus, atau komplikasi ekstraintestinal lainnya. Dapat juga terjadi trombositopenia (Owens, 2014). Kultur darah merupakan gold standard metode diagnostik dan hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid (Rachman et al., 2011). Pada biakkan air kemih (urinalisasi) hasilnya positif pada minggu sakit ke 2 dan 3. Air kemih yang diambil secara steril diputar dan endapanya dibiakan pada perbenihan diperkaya dan selektif. Pada biakkan tinja (feses) hasilnya positif selama masa sakit dan diperlukan biakkan berulang untuk mendapatkan hasil positif. Biakan tinja berguna pada penderita yang sedang diobati dengan kloramfenikol, terutama untuk mendeteksi karier. Biakkan untuk specimen feses dan urin dimulai pada minggu ke 2 demam yang dilaksanakan.

(32) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15. setiap minggu. Bila pada minggu ke 4 biakan feses masih positif maka pasien sudah tergolong karier (Kemenkes RI, 2006). Tes serologi yang dapat digunakan dalam menentukan diagnosis demam tifoid adalah tes Widal (Rachman et al., 2011), Tubex, Typhidot dan Typhidot M (Mitra et al., 2010). Tes Widal adalah tes serologi untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG terhadap antigen O dan H Salmonella typhi dalam sampel darah pasien (Anagha et al., 2012). Hasil uji widal dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena pederita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk dan adanya penyakit imunologik lain (Utami, 2010). Tubex adalah tes semikuantitatif yang menggunakan partikel aglutinasi polystyrene untuk mendeteksi antibodi IgM dari serum pasien terhadap antigen O9 Salmonella typhi (Wain and Hosoglu, 2008). Typhidot adalah tes yang menggunakan antigen 50 kD untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG secara spesifik terhadap Salmonella typhi (Mitra et al., 2010). Typhidot M adalah dot enzyme immunoassay untuk mendeteksi IgM secara spesifik terhadap Salmonella typhi (Narayanappa et al., 2010). Typhidot M memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan Typhidot. Pemeriksaan ini dapat menggantikan Widal, tetapi tetap harus disertai gambaran klinis sesuai yang telah dikemukakan sebelumnya (Nelwan, 2012)..

(33) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16. 8. Penatalaksanaan Menurut Widoyono (2011), pada dasarnya pengobatan demam tifoid memakai prinsip triologi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu sebagai berikut. a. Istirahat dan perawatan Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita sebaiknya beristirahat total di tempat tidur selama 1 minggu setelah bebas dari demam. Mobilisasi dilakukan secara bertahap sesuai dengan keadaan penderita. Mengingat mekanisme penularan penyakit ini, kebersihan perorangan perlu dijaga karena ketidakberdayaan pasien untuk buang air besar dan kecil. b. Terapi penunjang secara simptomatis dan suportif serta diet Terapi simptomatis dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan keadaan umum penderita yakni vitamin, antipiretik untuk kenyamanan penderita terutama untuk anak dan antimetik jika penderita muntah (Hadinegoro, 2008). Terapi suportif yang terpenting adalah pemberian cairan dan kalori (Guntur, 2006). Diet diberikan agar tidak memperberat kerja usus, pada awal penderita diberi makanan berupa bubur saring selanjutnya penderita dapat diberi makanan yang lebih padat dan kemudian nasi biasa sesuai kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita (Widoyono, 2011)..

(34) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17. c. Pemberian antibiotika Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab demam tifoid. Terapi antibiotika lini pertama untuk pengobatan demam tifoid adalah kloramfenikol, amoksisilin atau ampisilin dan trimetropim-sulfametoksazol. Antibiotika. lini. kedua. adalah. fluoroquinolon. seperti. siprofloksasin,. norfloksasin, ofloksasin dan levofloksasin. Antibiotika alternatif lain yang sering digunakan adalah sepalosporin (seperti seftriakson, sefotaksim, sefiksim), aztreonam dan azitromisin (Purwadianto et al., 2014). Tabel I. Terapi antibiotika yang direkomendasikan WHO untuk demam tifoid (WHO, 2011) Susceptibility. Fully sensitive Multi drug resistant Quinolone resistance Fully sensitive Multi drug resistant Quinolone resistance. Optimal Therapy Alternative Effective Drugs Antibiotic Daily Days Antibiotic Daily Days dose dose mg/kg mg/kg Mild disease Ciprofloxacin 15 5-7 Chloramphenicol 50-75 14-21 or Ofloxacin Amoxycilin 75-100 14 Cotrimoxazole 8-40 14 As above or 15 7-14 Azythromycin 8-10 7 Cefixime 15-20 7-14 Cefixime 15-20 7-14 Azythromycin 8-10 7 Cefixime 20 7-14 Rocephine 75 10-14 Severe illness Ciprofloxacin 15 10-14 Chloramphenicol 100 14-21 or Ofloxacin Amoxycilin 100 14 Cotrimoxazole 8-40 14 As above or 15 10-14 Rocephine 75 10-14 Sefiksime 15-20 10-14 Cefotaxime 80 10-14 Rocephine 75 10-14 20 7-14 Cefotaxime 80 10-14 Fluoroquinolone Azythromycin 8-10 7. Kloramfenikol masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid karena efektif, murah, mudah didapat, dan dapat diberikan secara oral. Umumnya perbaikan klinis sudah tampak dalam waktu 72 jam dan suhu akan kembali normal dalam waktu 3-6 hari, dengan lama pengobatan.

(35) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18. antara 7-14 hari (Rampengan, 2013). Kloramfenikol tidak berkhasiat mematikan kuman, sehingga sering kali timbul “pembawa basil”, juga dapat mengakibatkan anemia aplastis fatal, serta resistensi dari obat ini sudah seringkali dilaporkan (Tjay dan Rahadja, 2010). Dosis yang diberikan untuk anak-anak sebesar 50-100 mg/kg/hari diberikan setiap 6 jam, dengan dosis maksimal 4 g/hari untuk pemberian secara i.v (Lacy et al, 2009). Dosis untuk bayi <2 minggu sebesar 25 mg/kg/hari diberikan setiap 4 jam dan bayi berumur 2 minggu sampai 1 tahun diberikan dosis sebesar 50 mg/kg/hari setiap 4 jam untuk pemberian secara i.v (Finch et al., 2010). Amoksisilin atau ampisilin kurang efektif dalam menurunkan demam dibandingkan kloramfenikol karena bekerja agak lambat yaitu setelah 5-6 hari baru demam akan hilang sedangkan kloramfenikol rata-rata 3 hari (Tjay. dan. Rahadja,. 2010).. Amoksisilin/ampisilin. diberikan. karena. meningkatnya angka mortalitas akibat resistensi kloramfenikol (Utami, 2010). Dosis yang dianjurkan untuk bayi dan anak-anak adalah 50-100 mg/kg/hari diberikan setiap 6 jam dengan dosis maksimal 2-4 g/hari untuk pemberian secara oral. Pemberian secara i.v untuk ampisilin dengan dosis yang dianjurkan adalah 100-150 mg/kg/hari diberikan setiap 6 jam dengan dosis maksimal 2-4 g/hari selama 10 hari (Lacy et al., 2009). Pemberian Trimetropim-sulfametoksazol dengan dosis. yang. dianjurkan untuk anak >12 tahun 960 mg diberikan setiap 12 jam, umur 6 minggu sampai 5 bulan 120 mg setiap diberikan 12 jam, 6 bulan sampai 5.

(36) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19. tahun 240 mg diberikan setiap 12 jam, dan umur 6-12 tahun 480 mg diberikan setiap 12 jam untuk pemberian secara oral (Finch et al., 2010). Antibiotika lini kedua yang digunakan dalam pengobatan demam tifoid adalah golongan fluoroquinolon seperti siprofloksasin, norfloksasin, ofloksasin dan levofloksasin. Fluoroquinolon merupakan obat yang efektif untuk demam tifoid yang disebabkan isolat tidak resisten terhadap fluoroquinolon dengan angka kesembuhan klinis sebesar 98%, waktu penurunan demam 4 hari dan angka kekambuhan dan fecal carrier kurang dari 2%. Fluoroquinolon tidak dapat diberikan kepada anak-anak karena dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan kerusakan sendi (Nelwan, 2012). Pemberian. sepalosporin. generasi. ke-3. seperti. seftriakson,. sefotaksim, dan sefiksim. Seftriakson dengan dosis untuk neonatus sebesar 2050 mg/kg/hari, anak umur >1 bulan 50 mg/kg/hari, dapat ditingkatkan sampai 80 mg/kg/hari (Finch et al., 2010), untuk anak-anak 75-80 mg/kg satu kali dalam sehari untuk pemberian secara i.v. selama 5-14 hari (Lacy et al., 2009). Sefotaksim dengan dosis 40-80 mg/kg dalam 2-3 dosis. (maksimum 1-2. g/hari) (Purwadianto et al., 2014). Sefiksim dengan dosis untuk anak-anak 20 mg/kg/hari (maksimum 400 mg), dalam dosis tunggal atau dibagi dalam 2 dosis untuk pemberian secara p.o. (Lacy et al., 2009). Antibiotika alternatif lain yang sering digunakan untuk pengobatan demam tifoid adalah aztreonam dan azitromisin. Pemberian aztreonam dengan dosis untuk anak sebesar 30 mg/kg setiap 6-8 jam (dapat ditingkatkan sampai 50 mg/kg setiap 6-8 jam) untuk pemberian secara i.v. Azitromisin dengan.

(37) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20. dosis untuk anak >6 bulan sebesar 10 mg/kg/hari untuk 3 hari, untuk anak dengan berat 15-25 kg sebesar 200 mg/hari untuk 3 hari, 26-35 kg sebesar 300 mg/kg untuk 3 hari, dan 36-45 kg sebesar 400 mg/kg untuk 3 hari untuk pemberian secara p.o (Finch et al., 2010).. B. Antibiotika Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan jamur yang memiliki khasiat untuk menghambat perkembangbiakan atau membunuh mikroorganisme (Sutedjo, 2008). Antibiotika dapat bekerja secara primer dengan menghentikan pembelahan sel (bakteriostat) atau dengan membunuh mikroorganisme secara langsung (bakterisida) (Brooker, 2009). Menurut Setiabudy (2007), berdasarkan luas kerjanya antibiotika dibedakan sebagai berikut. 1. Antibiotika spektrum sempit Antibiotika spektrum sempit efektif melawan satu jenis organisme. Antibiotika berspektrum sempit bersifat selektif maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme tunggal dari pada antibiotika berspektrum luas. 2. Antibiotika spektrum luas Antibiotika spektrum luas efektif terhadap organisme baik gram positif maupun gram negatif. Antibiotika spektrum luas seringkali dipakai untuk mengobati infeksi dimana mikroorganisme yang menyerang belum tentu di identifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas..

(38) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21. C. Prinsip Penggunaan Antibiotika Berdasarkan Permenkes (2011) 1. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotika a. Resistensi Mikroorganisme Terhadap Antibiotika Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotika. b. Faktor Farmakokinetik dan Farmakodinamik Pemahaman mengenai sifat farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika sangat diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotika secara tepat. c. Faktor Interaksi dan Efek Samping Obat Pemberian antibiotika secara bersamaan dengan antibiotika lain, obat lain atau makanan dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan. Efek dari interaksi yang dapat terjadi cukup beragam mulai dari yang ringan seperti penurunan absorbsi obat atau penundaan absorbsi hingga meningkatkan efek toksik obat lainnya. d. Faktor biaya Antibiotika yang tersedia di Indonesia bisa dalam bentuk obat generik, obat merek dagang, obat originator atau obat yang masih dalam lindungan hak paten (obat paten). Harga antibiotika dengan kandungan yang sama bisa berbeda hingga 100 kali lebih mahal dibanding generiknya. Sediaan parenteral bisa 1000 kali lebih mahal dari sediaan oral dengan kandungan yang sama. Peresepan antibiotika yang mahal dengan harga diluar batas kemampuan keuangan pasien akan berdampak pada tidak terbelinya.

(39) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22. antibiotika oleh pasien sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi. 2. Prinsip penggunaan antibiotika untuk terapi empiris dan definitif a. Antibiotika Terapi Empiris Penggunaan antibiotika untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotika pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Rute pemberian antibiotika oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotika parenteral. Lama pemberian antibiotika empiris diberikan untuk jangka waktu 48-72 jam, selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya. b. Antibiotika Terapi Definitif Penggunaan antibiotika untuk terapi definitif adalah penggunaan antibiotika pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya. Rute pemberian antibiotika oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotika parenteral. Jika kondisi pasien memungkinkan, pemberian antibiotika parenteral harus segera diganti dengan antibiotika per oral. Lama pemberian antibiotika defenitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi dan selanjutnya harus dilakukan.

(40) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23. evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainya.. D. Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Anak Menurut Michael et al., (2008) ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses pemilihan obat khususnya antibiotika pada anak diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Farmakokinetika a. Absorbsi Kecepatan absorbsi obat ke dalam sirkulasi sistemik tergantung pada cara pemberian dan sifat fisikokimiawi obat. Pada neonatus jumlah obatobatan yang diabsorbsi di usus sulit untuk diprediksi karena terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologis di saluran gastrointestinal berupa peningkatan asam lambung yang diikuti dengan penurunan kecepatan pengosongan lambung dan gerak peristaltik. b. Distribusi Proses distribusi obat dalam tubuh dipengaruhi oleh massa jaringan, kandungan lemak, aliran darah, permeabilitas membran dan ikatan protein. Distribusi cairan tubuh anak-anak akan berbeda dengan dewasa karena cairan tubuh anak secara persentase berat badan lebih besar. Pada umumnya ikatan protein pada neonatus lebih rendah daripada kelompok usia diatasnya. Penurunan ikatan protein nantinya akan meningkatkan volume distribusi obat.

(41) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24. secara tidak langsung akan mempengaruhi waktu paruh dan konsentrasi obat di dalam sirkulasi sistemik. c. Metabolisme .Hati merupakan organ terpenting dalam proses metabolisme obat di dalam tubuh. Perbandingan relatif volume hati terhadap berat badan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Kecepatan metabolisme obat paling besar terjadi pada masa bayi hingga awal masa kanak-kanak kemudian akan menurun mulai pada usia anak sampai dewasa. d. Eksresi Pada neonatus, kecepatan filtrasi glomerulus dan fungsi tubulus pada proses ekskresi di ginjal kurang efisien dibandingkan kelompok usia anak karena kelompok usia tersebut masih dalam tahap awal proses pematangan organ. 2. Pertimbangan efek terapi dan toksik Penilaian efek terapetik dan efek toksik suatu obat sangat perlu dilakukan sebelum memutuskan jenis obat yang akan digunakan karena terdapat kemungkinan timbulnya respon tubuh anak yang bervariasi setelah terpapar obat. Hal lain yang juga memerlukan perhatian khusus adalah persepan obat-obatan dengan indeks terapi sempit. Konsentrasi obat di dalam darah harus selalu dijaga agar selalu konstan pada dosis terapetik, apabila konsentrasi obat di dalam darah melebihi dosis terapetik obat dapat menimbulkan efek toksik, sedangkan jika konsentrasi obat dalam darah lebih rendah daripada dosis terapetik obat tidak dapat menghasilkan efek terapetik yang sesuai (Joenoes, 2001)..

(42) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25. 3. Perhitungan dosis obat Penentuan dosis obat pada anak-anak dianjurkan mengacu pada buku-buku standar pengobatan anak dan buku pedoman terapi anak, agar didapatkan hasil terapetik yang lebih dominan dan mengurangi efek toksisitas yang mungkin muncul.. E. Penggunaan Antibiotika Secara Rasional Menurut WHO (2001), kriteria penggunaan obat yang rasional adalah sebagai berikut. 1. Tepat indikasi Pemilihan antibiotika berdasarkan keluhan yang dialami pasien dan disertai dengan hasil pemeriksaan fisik yang akurat. 2. Tepat dosis Dosis obat yang diberikan berada dalam range terapi obat tersebut. Pemberian dosis obat juga harus disesuaikan dengan umur, berat badan dan kronologis penyakit yang di derita pasien. 3. Tepat cara pemberian Cara pemberian obat yang tepat harus mempertimbangkan keamanan dan kondisi pasien. Misalnya secara per Oral, per Rektal, Intravena, Intratekal, subcutan, dan lain-lain.

(43) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26. 4. Tepat interval waktu pemberian Rentang waktu pemberian obat harus sesuai dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan. Misalnya per 4 jam, per 6 jam, per 8 jam, per 12 jam dan per 24 jam, dan lain-lain. 5. Tepat lama pemberian Pada kasus tertentu pemberian antibiotika memerlukan durasi/jangka waktu tertentu. Tidak terlalu singkat atau terlalu lama. Misalnya selama 3 hari, 5 hari, 7 hari, 10 hari, 1 bulan, dan lain-lain. 6. Obat yang diberikan harus efektif dan terjamin mutunya Menghindari pemberian obat yang kedaluwarsa dan tidak sesuai dengan jenis keluhan penyakit. 7. Tersedian setiap saat dengan harga yang terjangkau Jenis obat mudah didapatkan kapanpun diperlukan dan dengan harga yang dapat dijangkau oleh pasien. 8. Meminimalkan efek samping obat Mengurangi kemungkinan terjadinya efek samping yang tidak diinginkan dari penggunaan obat..

(44) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27. F. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Kemenkes RI (2011), evaluasi penggunaan antibiotika bertujuan untuk. 1. Mengetahui jumlah penggunaan antibiotika di rumah sakit 2. Mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotika di rumah sakit 3. Sebagai dasar dalam menetapkan surveilans penggunaan antibiotika di rumah sakit secara sistematik dan terstandar 4. Sebagai indikator kualitas layanan rumah sakit Berdasarkan Kemenkes RI (2011) tentang pedoman pelayanan kefarmasian untuk terapi antibiotika, evaluasi penggunaan antibiotika dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Evaluasi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan penghitungan DDD per 100 hari rawat (DDD per 100 bed days), untuk mengevaluasi jenis dan jumlah antibiotika yang digunakan. Evaluasi secara kualitatif dapat dilakukan antara lain dengan metode Gyssen, untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotika. Penelitian ini menggunakan metode Gyssen untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika yang rasional. Metode Gyssens dapat mengevaluasi seluruh aspek penggunaan antibiotika seperti ketepatan indikasi, alternatif yang lebih efektif, lebih tidak toksik, lebih murah, spektrum lebih sempit, lama pengobatan, dosis, interval, rute pemberian dan waktu pemberian. Diagram alur Gyssens merupakan alat yang penting dalan proses penilaian kualitas penggunaan antibiotika. Proses penilaian menggunakan diagram.

(45) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28. alur Gyssens akan terbagi dalam beberapa kategori. Kategori ketepatan penggunaan antibiotika menurut Gyssens, yaitu sebagai berikut ini. Kategori 0. = penggunaan antibiotika tepat/bijak. Kategori I. = penggunaan antibiotika tidak tepat waktu. Kategori IIA. = penggunaan antibiotika tidak tepat dosis. Kategori IIB. = penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian. Kategori IIC. = penggunaan antibiotika tidak tepat cara/rute pemberian. Kategori IIIA. = penggunaan antibiotika terlalu lama. Kategori IIIB. = penggunaan antibiotika terlalu singkat. Kategori IVA. = ada antibiotika lain yang lebih efektif. Kategori IVB. = ada antibiotika lain yang kurang toksik/lebih aman. Kategori IVC. = ada antibiotika lain yang lebih murah. Kategoti IVD. = ada antibiotika lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit. Kategoti V. = tidak ada indikasi penggunaan antibiotika. Kategoti VI. = data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi. Proses evaluasi dapat dilihat dari diagram alur Gyssens pada Gambar 1..

(46) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29. Gambar 1. Diagram alur metode Gyssens (Kemenkes RI, 2011).

(47) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30. Evaluasi antibiotika dimulai dari kotak yang paling atas, yaitu dengan melihat apakah data lengkap atau tidak untuk mengkategorikan penggunaan antibiotika (Kemenkes RI, 2011). 1. Bila data tidak lengkap, berhenti di kategori VI Data tidak lengkap adalah data rekam medis tanpa diagnosis kerja, atau ada halaman rekam medis yang hilang sehingga tidak dapa dievaluasi. Diagnosis kerja dapat ditegakan secara klinis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila data lengkap, dilanjutkan dengan pertanyaan dibawahnya, apakah ada infeksi yang membutuhkan antibiotika? 2. Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika, berhenti di kategori V Bila antibiotika memang terindikasi, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya. Apakah pemilihan antibiotika sudah tepat? 3. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif, berhenti di kategori IVA Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternatif lain yang kurang toksik? 4. Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksik, berhenti di kategori IVB Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternatif lebih murah? 5. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah, berhenti di kategori IVC Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternatif lain yang spektrumnya lebih sempit?.

(48) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31. 6. Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit, berhenti di kategori IVD Jika tidak ada alternatif lain yang lebih sempit, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah durasi antibiotika yang diberikan terlalu panjang? 7. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu panjang, berhenti di kategori IIIA Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan apakah durasi antibiotika terlalu singkat? 8. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti di kategori IIIB Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan di bawahnya. Apakah dosis antibiotika yang diberikan sudah tepat? 9. Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIA Bila dosisnya tepat, lanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, apakah interval antibiotika yang diberikan sudah tepat? 10. Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIB Bila intervalnya tepat, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya. Apakah rute pemberian antibiotika sudah tepat? 11. Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIC Bila rute tepat, lanjutkan ke kotak berikutnya. 12. Bila penggunaan antibiotikanya tidak tepat waktu, berhenti di kategori I. 13. Bila antibiotika tidak termasuk kategori I sampai dengan VI, antibiotika tersebut merupakan kategori 0..

(49) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32. G. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran kualitatif mengenai evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid berdasarkan kriteria Gyssens di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013..

(50) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian non-ekperimental karena observasinya dilakukan secara apa adanya, tanpa ada intervensi serta perlakuan dari peneliti terhadap subjek penelitian (Notoatmodjo, 2010). Rancangan penelitian termasuk dalam deskriptif evaluatif karena bertujuan. untuk. mengumpulkan informasi aktual secara rinci sehingga dapat melukiskan fakta atau karakteristik populasi yang ada, mengidentifikasi masalah yang terjadi, kemudian melakukan evaluasi atau penilaian dari data yang telah dikumpulkan (Hasan, 2002). Penelitian ini bersifat retrospektif karena pengambilan data dilakukan dengan melakukan penelusuran data masa lalu pasien dari catatan rekam medis pasien pada periode tertentu (Notoatmodjo, 2010).. B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Karakteristik pasien anak dengan demam tifoid meliputi jenis kelamin, umur, jumlah pasien anak yang menderita demam tifoid tiap bulan dan distribusi diagnosis akhir demam tifoid pada pasien anak. Umur dapat dibagi menjadi tiga kelompok usia yaitu neonatus (umur ≤1 tahun), balita (umur >1-5 tahun), dan anak sekolah (umur >5-12). Jumlah pasien anak yang menderita demam tifoid tiap bulan didasarkan pada bulan Januari-Desember 2013. Distribusi. 33.

(51) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34. diagnosis akhir demam tifoid pada pasien anak dibagi menjadi 2 yaitu demam tifoid dan demam tifoid dengan penyakit lain dan atau komplikasi. 2. Profil penggunaan obat secara keseluruhan pada pasien anak dengan demam tifoid selama pasien dirawat inap meliputi antibiotika, antimikotika/antifungi, obat gangguan saluran cerna, obat susunan saraf pusat, obat saluran pernapasan, obat antihistamin, hormon, vitamin, mineral dan elektrolit. 3. Profil penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid meliputi jenis antibiotika, dosis dan frekuensi penggunaan antibiotika, durasi penggunaan antibiotika dan rute pemberian antibiotika. a.. Jenis antibiotika adalah semua jenis antibiotika (antibiotika tunggal dan kombinasi) yang diberikan pada pasien anak dengan demam tifoid yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013.. b.. Dosis dan frekuensi penggunaan antibiotika. Dosis adalah jumlah obat yang diberikan kepada pasien dalam satuan berat (g, mg, ug) atau satuan isi (Liter, mL, UI). Frekuensi atau interval pemberian obat, misalnya per 4 jam, per 6 jam, per 8 jam, per 12 jam dan per 24 jam, dan lain-lain.. c.. Durasi penggunaan antibiotika adalah lama waktu (hari) pemakaian antibiotika kepada pasien.. d.. Rute pemberian antibiotika adalah cara yang digunakan dalam memasukan antibiotika ke dalam tubuh, misalnya per oral, intravena, dan lain-lain.

(52) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35. 4. Rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid adalah rasionalitas penggunaan antibiotika yang dievaluasi secara kualitatif menggunaakan metode Gyssens. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan literatur sebagai referensi. Literatur yang digunakan adalah WHO (2011), Purwadianto (2014), Permenkes (2011), Lacy, Armstrong, Goldman, (2009), Tjay dan Rahardja (2010), dan berbagai jurnal terkait.. C. Subyek Penelitian Pengambilan subyek dalam penelitian ini dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yaitu semua pasien berumur 0-12 tahun yang didiagnosis positif menderita penyakit demam tifoid, baik dengan penyakit penyerta dan atau komplikasi atau tidak, di rawat inap, menerima terapi antibiotika dan dinyatakan sembuh oleh dokter RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari-Desember 2013. Kriteria eksklusi yaitu rekam medik pasien yang tidak lengkap dan diagnosis akhir pasien bukan demam tifoid.. D. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah rekam medik dari pasien anak yang didiagnosis positif menderita penyakit demam tifoid, baik dengan penyakit penyerta dan atau komplikasi atau tidak, di rawat inap, menerima terapi antibiotika, dan dinyatakan sembuh oleh dokter RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari-Desember 2013..

(53) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36. E. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husada Bantul, Yogyakarta. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 15-31 Juli 2014.. F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Formulir untuk mengambil data Penelitian ini menggunakan formulir yang memuat data rekam medis pasien. Data-data rekam medis yang diperlukan dalam penelitian ini diantaranya berisi nomor rekam medik, nama pasien, jenis kelamin, umur, tanggal masuk/dirawat,. gejala. klinis,. diagnosa. penyakit,. data. laboratorium,. pengobatan yang diterima di rumah sakit tersebut seperti antibiotika dan obatobat lain, dosis pemberian, frekuensi pemberian, lama pemberian, cara pemberian, dan lama pasien dirawat di rumah sakit. 2. Diagram Gyssens Diagram Gyssens adalah suatu diagram alir yang memuat ketepatan penggunaan antibiotika seperti ketepatan indikasi, efektifitas, toksisitas, harga, spektrum, lama pemberian, dosis, interval, rute dan waktu pemberian (Gyssens, 2005)..

(54) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37. 3. Kategori Gyssens Skala nominal 0-VI yang digunakan untuk mengkategorikan rasionalitas penggunaan antibiotika berdasarkan metode Gyssens. 4. Literatur sebagai referensi evaluasi Literatur yang digunakan adalah WHO (2011), Purwadianto (2014), Permenkes (2011), Lacy, Armstrong, Goldman, (2009), Tjay dan Rahardja (2010), dan berbagai jurnal terkait.. G. Tata Cara Penelitian 1. Tahap Orientasi dan Studi Pendahuluan Pada tahap ini dimulai dengan studi pustaka mengenai kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid, lalu menentukan permasalahan, cara menganalisis masalah, dan penyusunan proposal. Kemudian menentukan Rumah Sakit yang akan dijadikan tempat penelitian yaitu Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Setelah itu mengurus surat perizinan untuk mendapatkan izin penelitian, yaitu : a. Meminta surat pengantar penelitian dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma b. Mengajukan surat pengantar penelitian dari Fakultas beserta proposal ke BAPPEDA Daerah Istimewa Yogyakarta c. Mengajukan surat ijin penelitian dari BAPPEDA Daerah Istimewa Yogyakarta ke BAPPEDA Bantul.

(55) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38. d. Mengajukan surat ijin penelitian dari BAPPEDA Bantul ke RSUD Panembahan Senopati e. Mendapatkan surat ijin melaksanakan penelitian di RSUD Panembahan Senopati f. Pengambilan dan pengumpulan data di RSUD Panembahan Senopati 2. Tahap pengambilan data Data pasien diambil dari lembar rekam medik yang meliputi, nama pasien, jenis kelamin, umur, tanggal masuk/dirawat, gejala klinis, diagnosa penyakit, data laboratorium, pengobatan yang diterima di rumah sakit tersebut seperti antibiotika dan obat-obat lain, dosis pemberian, frekuensi pemberian, lama pemberian, cara pemberian, dan lama pasien dirawat di rumah sakit. 3. Pengolahan data Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi. Selama periode Januari-Desember 2013 jumlah pasien anak yang didiagnosis menderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati. Bantul. Yogyakarta. adalah sebanyak 43 pasien.. Berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi diperoleh 40 kasus demam tifoid yang akan diteliti, sedangkan pada 3 kasus lainya diagnosis akhir tidak menunjukan demam tifoid dan data rekamediknya tidak lengkap..

(56) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39. H. Tata Cara Analisis Data rekam medik pasien yang telah diperoleh akan diolah dengan metode statistika deskriptif dengan menghitung persentasenya. Data pasien akan dikelompokan terlebih dahulu sebagai berikut. a. Presentasi pasien anak dengan demam tifoid yang telah menerima terapi antibiotika berdasarkan jenis kelamin dengan menghitung jumlah pasien laki-laki dan perempuan dibagi total kasus dikali 100%. b. Presentasi pasien anak dengan demam tifoid yang telah menerima terapi antibiotika berdasarkan umur dengan menghitung jumlah pasien dibagi total kasus dikali 100%. c. Presentasi pasien anak dengan demam tifoid yang telah menerima terapi antibiotika berdasarkan jumlah pasien anak yang menderita demam tifoid tiap bulan dengan menghitung jumlah pasien yang sesuai kriteria per bulan dibagi total kasus dikali 100%. d. Presentasi pasien anak dengan demam tifoid yang telah menerima terapi antibiotika berdasarkan distribusi diagnosis akhir demam tifoid dilakukan dengan menghitung jumlah pasien yang terdiagnosis demam tifoid dengan penyakit lain dan atau komplikasi atau tidak dibagi total kasus dikali 100%. e. Presentasi pasien anak dengan demam tifoid berdasarkan penggunaan obat secara keseluruhan selama pasien dirawat inap dibagi total kasus dikali 100%..

(57) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40. f. Presentasi pasien demam tifoid yang telah menerima terapi antibiotika berdasarkan jenisnya (nama generik) yang dilakukan dengan menghitung jumlah antibiotika dibagi total kasus dikali 100%. g. Presentasi penggunaan antibiotika berdasarkan dosis dan frekuensinya dengan menghitung jumlah antibiotika dibagi total kasus dikali 100%. h. Presentasi penggunaan antibiotika berdasarkan durasi dengan menghitung jumlah antibiotika dibagi total kasus dikali 100%. i. Presentasi penggunaan antibiotika berdasarkan rute pemberiannya dengan menghitung jumlah antibiotika tiap rute dibagi total kasus dikali 100%. j. Presentasi pasien demam tifoid yang telah menerima terapi antibiotika berdasarkan kategori ketepatan penggunaan antibiotika menurut Gyssens dibagi total kasus dikali 100%. Selanjutnya dilakukan evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotika berdasarkan alur metode Gyssens. Hasil evaluasi dikategorikan sebagai berikut. Kategori 0. = penggunaan antibiotika tepat/bijak. Kategori I. = penggunaan antibiotika tidak tepat waktu. Kategori IIA. = penggunaan antibiotika tidak tepat dosis. Kategori IIB. = penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian. Kategori IIC. = penggunaan antibiotika tidak tepat cara/rute pemberian. Kategori IIIA. = penggunaan antibiotika terlalu lama. Kategori IIIB. = penggunaan antibiotika terlalu singkat. Kategori IVA. = ada antibiotika lain yang lebih efektif.

(58) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41. Kategori IVB. = ada antibiotika lain yang kurang toksik/lebih aman. Kategori IVC. = ada antibiotika lain yang lebih murah. Kategoti IVD. = ada antibiotika lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit. Kategoti V. = tidak ada indikasi penggunaan antibiotika. Kategoti VI. = data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi I. Keterbatasan Penelitian. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain. 1. Penelitian ini menggunakan pendetakatan retrospektif yang memiliki keterbatasan dalam hal kelengkapan dan dapat terjadi kemungkinan adanya rekam medis yang tidak tidak jelas terbaca sehingga menjadi suatu kesulitan tersendiri bagi peneliti dalam pembacaan rekam medis. Hal ini dapat menimbulkan kesalahan interpretasi data dari peneliti sehingga menyebabkan bias bagi hasil penelitian. 2. Metode. Gyssens. yang. digunakan. untuk. mengevaluasi. kerasionalan. penggunaan antibiotika dalam penelitian ini tidak selalu dapat diselaraskan dengan kondisi yang dialami pasien baik dari diagnosa awal sampai dengan outcome terapi pasien. Sangat sulit jika hanya berpatokan dengan teoritis dari buku-buku acuan tanpa mengetahui kondisi sebenarnya yang dialami pasien. Banyak kasus yang bertentangan dengan alur dalam metode ini namun outcome terapinya baik bagi pasien. Tujuan dari evaluasi menggunakan metode Gyssens adalah agar pasien mendapatkan obat yang paling efektif, aman, murah dengan regimen yang tepat..

Gambar

Tabel I.   Terapi  antibiotika  yang  direkomendasikan  WHO  (2011)
Gambar 1.   Diagram alur metode Gyssens .................................................
Tabel I. Terapi antibiotika yang direkomendasikan WHO untuk  demam tifoid (WHO, 2011)
Diagram  alur  Gyssens  merupakan  alat  yang  penting  dalan  proses  penilaian kualitas penggunaan antibiotika
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada minuman rosela berkarbonasi yang disimpan pada refrigerator penurunan niai rata-rata mutu warna lebih kecil dibandingkan dengan yang lain dengan nilai slope -0.030,

Setelah data yang berbentuk nilai biner tersebut diterima oleh mikrokontroller maka data hasil output per frekuensi tersebut akan diletakkan secara berurutan di dalam memori

This study was aimed to carry out water- kefir fermentation for 27 hours to evaluate the affects of temperature on chemical properties changes of water-kefir

APBN yang diserahkan diserahkan kepada daerah dalam rangka kepada daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. pelaksanaan otonomi daerah

Sesuai dengan peraturan Rektor UNNES nomor 22 tahun 2008, Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan intra kurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa para responden telah melakukan prosedur auditing yang wajar dan memenuhi kriteria yang telah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas, maka rumusan masalah yang akan diungkap pada penelitian ini adalah “Bagaimana bentuk tes piktorialyang digunakan

Pada kasus perusakan alat bukti yang dilakukan oleh R dan H telah melakukan perbuatan pidana yang ketentuannya telah diatur pada Pasal 10 huruf a Undang-Undang