• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien anak penderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. Agoesdjam Ketapang periode Juni 2008-Juni 2009 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien anak penderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. Agoesdjam Ketapang periode Juni 2008-Juni 2009 - USD Repository"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Emilda Putri Pratiwi

NIM : 058114074

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Emilda Putri Pratiwi

NIM : 058114074

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

(3)

SKRIPSI

Presented as Partitial Fulfilment of the Requirement

to Obtain Sarjana Farmasi (S. Farm.)

In Faculty of Pharmacy

By:

Emilda Putri Pratiwi

NIM : 058114074

FACULTY OF PHARMACY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2010

(4)

AGOESDJAM KETAPANG PERIODE JUNI 2008 - JUNI 2009

Oleh :

Emilda Putri Pratiwi

NIM : 058114074

Skripsi ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Utama

Drs. Mulyono, Apt.

tanggal 18 Mei 2010

(5)
(6)

Masa yang sepertinya berulang namun berbeda

Berada dalam kelas dengan materi kuliah yang aku anggap baru

Tetapi aku merasa inilah saat pemenuhan janji atas kasih-Nya

yang aku rasa tak pernah kunjung datang

Perkataan-Nya bagai serasa nyata, ketika seorang dosen cantik

berdiri di depan kelas dengan semangat menyala

bertutur sebagai penutup akhir kuliah…………

“ Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah

mengeringkan tulang” (Ams 17 : 22)

Karena ketika ‘tulang itu terasa kering’ dan semangat itu lenyap

Dia tetap mampu dan sanggup berbuat sesuatu untukku

‘hati yang gembira’ ketika aku tahu

‘Aku mampu melakukan banyak hal’

Kupersembahkan karyaku yang sederhana ini untuk

:

Tuhan Yesus Kristus yang menjadi kekuatan & harapanku dalam segala hal,

Bunda Maria yang selalu menyertai dan memberkati setiap langkahku,

Bapak dan ibuku tersayang yang tak pernah berhenti memberikan

semangat, dukungan, nasehat, kasih, perhatian dan doanya,

Those who I cherish deeply in my heart,

RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang & my future patients,

All my lovely friends & Almamaterku

(7)

berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak Penderita Demam

Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang Periode Juni

2008 – Juni 2009” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi

pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan semangat, motivasi, dorongan, kritik dan saran sampai terselesaikannya

skripsi ini, terutama kepada :

1.

Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran

dan waktunya.

2.

Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas

arahan, saran dan bimbingannya selama ini.

3.

Bapak Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktu serta memberikan bimbingan, saran, masukan, kritik dan motivasi kepada

penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

4.

Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik,

saran dan waktunya.

(8)

yang telah berkenan memberikan kesempatan, dukungan dan motivasi kepada

penulis selama penelitian.

7.

Staff Rekam Medis RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang terutama Pak Iwan, Bu

Jus, Pak Jack dan Bang Berli, yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya

selama penulis melakukan pengambilan data penelitian.

8.

Staff Jamkesnas dan Jamkesda RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam melakukan

penelitian.

9.

Bapak Yohanes Djadjah, B.A. dan ibu Chatarina Mudjiati, orang tua penulis

tercinta; atas semua doa, cinta, perhatian, motivasi dan dukungannya selama ini

yang telah mampu memberi suatu kebahagiaan, warna serta inspirasi.

10.

Kakak-kakak penulis : dr. Emanuel Budhi Hartoko, M.Sc., Sp.PD, dr. Margaretha

Indah Wijilestari, MPH, Citra Dewi Mariana, S.T. dan Yakobus Agus Wiyono,

S.T. atas doa, cinta, saran, dukungan dan motivasi yang telah kalian berikan

selama ini.

11.

Adek dan keponakkan penulis : Blasius Panut Nusanjaya, Yulius Pandu

Nusanjaya dan Sonia Kartika Budhi Lestari yang telah memberikan doa dan

lelucon kecil yang menjadi motivasi tersendiri.

(9)

menyelesaikan skripsi.

13.

Keluarga Besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat Yogyakarta dan

Bujang Dare Kayong Yogyakarta atas doa, dukungan, kebersamaan dan

pengalaman dalam berorganisasi, seni dan budaya yang menjadi motivasi penulis

selama ini.

14.

Keluarga Besar Asrama Mahasiswi Syantikara khususnya Sr. Benedict selaku

kepala asrama, teman-teman Unit 5 (Mbak Lusi, Mbak Deta, † Mbak Ningnong,

Mbak Iin, Bina, Ikke, Trisna, Weny, Maya, Cocon, Yuni dan Nora), dan

teman-teman Unit Paviliun (Didi, Kak Vina, Weny, Ophy dan Tasya) atas kebersamaan

telah kita alami.

15.

Teman-teman Lektor dan Team Persembahan Sendratari Malam Natal 2009

Kapel Maria Bintang Samudra yang telah memberikan doa dan dukungan serta

kisah yang tidak akan pernah terlupakan.

16.

Teman-Teman KKN Angkatan XXXVII Kelompok 22, Dukuh Caben (Deta,

Diah, Sophie, Andre, Yaya, Ditya, Datia, Jimmy dan Yoyok) atas dukungan

selama persiapan dan penulisan skripsi ini.

17.

Sahabat-sahabat penulis terutama Kaka, Deta dan Hesti untuk kisah yang telah

dilalui bersama.

(10)

x

 

dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas semua kebaikkan yang

telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai

pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan

dan wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, Mei 2010

Penulis

(11)

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Mei 2010

Penulis

Emilda Putri Pratiwi

(12)

seperti demam, nyeri kepala, nyeri perut, muntah dan mual. Penyakit ini termasuk

penyakit menular endemik yang dapat menyerang banyak orang terutama pada anak

usia sekolah dan masih merupakan masalah kesehatan di daerah tropis terutama di

negara berkembang. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi penggunaan

antibiotika pada penderita demam tifoid khususnya pasien anak selama rawat inap di

RSUD dr. Agoesdjam Ketapang periode Juni 2008 – Juni 2009.

Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental, dengan rancangan

deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Tahap penelitian meliputi perencanaan,

analisis situasi, pengumpulan data dan evaluasi, dengan instrument penelitian berupa

lembar rekam medis pasien. Data diambil dan dianalisis berdasarkan karakteristik

demografi pasien,

outcome

terapi, golongan dan jenis antibiotika, dan analisis

drug

related problems

(

DRPs

) penggunaan antibiotika selama rawat inap.

Hasil yang diperoleh adalah 40 kasus. Persentase berdasarkan

karakteristik demografi pasien yaitu distribusi jenis kelamin laki-laki (55%) dan

perempuan (45%); distribusi umur

1 tahun (5%), 1-5 tahun (17%), dan > 5-12 tahun

(78%); distribusi diagnosa penyakit demam tifoid tanpa penyakit lain (25%) dan

diagnosa penyakit demam tifoid dengan penyakit lain (75%). Penggunaan antibiotika

selama rawat inap yaitu golongan sefalosporin generasi I (2,9%), golongan

sefalosporin generasi III (31,9%) dan golongan kloramfenikol (65,2%).

Outcome

terapi pasien, lama rawat inap terbanyak pada lama perawatan 1-3 hari (52,5%),

keadaan pasien keluar rumah sakit sebanyak 39 kasus (97%) keluar rumah sakit

dengan keadaan membaik dan sebanyak 1 kasus (3%) dengan keadaan sembuh.

Identifikasi

DRPs

penggunaan antibiotika diperoleh 3 kasus, yang terdiri dari 4 dalam

kasus dosis kurang (10%), 2 dalam kasus dosis berlebih (5%) dan 2 dalam kasus efek

obat yang tidak diinginkan (5%).

 

Kata kunci : demam tifoid, antibiotika,

drug related problems

(

DRPs

)

xii

(13)

and stomach, vomiting, and make people feel queasy. It is a kind of endemic

spreading disease that infected a lot of people especially to the children in the school

age. It is a healthy problem that happens in tropical area especially in the developing

nations. The aim of this research is to evaluate the use of antibiotic that is given to the

children who get the fever during nurturing at DR. AGOESDJAM public hospital

period June 2008 to June 2009.

This research is a non-experimental research, and done with the evaluative

descriptive design and the data were obtained by retrospective method. The steps of

this research are planning, analysis of the situation, collecting data and evaluating, the

instrument of this research is medical record of the patients. The data are take and

analysis based on the patients’ demographic characteristic, therapy outcome, the kind

and the classification of antibiotic and the analysis of drug related problems (DRPs)

about the use of antibiotic while being nurturing in the hospital.

The research results 40 cases. Percentage of the patients’ demographic

characteristic that boys distribution (55%) and girls distribution (45%); age

distribution

1 year (5%), 1 to 5 year (17%) and > 5 to 12 year (78%); distribution of

typhoid fever diagnose without other diseases (25%) and the distribution of typhoid

fever diagnose with other diseases (75%). The use of antibiotic while being nurturing

in the hospital are first generation of cephalosporin (2.9%), third generation of

cephalosporin (31.9%) and chloramphenicol (65.2%). Patients’ therapy outcome, the

most duration nurturing in nurturing period 1 to 3 days (52.5%), there are 39 cases

(97%) where patients leave the hospital in better condition and meanwhile there is 1

case (3%) where patient recover from the disease. There are 3 types case of identified

by DRPs in using antibiotic, 4 cases of dosage too low (10%), 2 cases of dosage too

high (5%) and 2 cases of adverse drug reaction (5%).

Key words : typhoid fever, antibiotic, drug related problems (DRPs)

xiii

(14)

HALAMAN JUDUL ... ii

PAGE TITLE ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

PRAKATA ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT

... xiii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxvi

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xxviii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

(15)

3. Manfaat penelitian ... 4

a. Manfaat teoritis ... 4

b. Manfaat praktis ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan umum ... 5

2. Tujuan khusus ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Demam Tifoid ... 7

1. Epidemiologi ... 7

2. Etiologi ... 7

3. Patogonesis ... 8

4. Komplikasi ... 8

a. Komplikasi intestinal ... 9

b. Komplikasi ekstra – intestinal ... 9

5. Manifestasi klinik ... 10

(16)

c. Anak usia sekolah ... 11

6. Pencegahan ... 12

7. Prognosis ... 12

8. Diagnosis ... 13

9. Penatalaksanaan terapi ... 14

a.

Outcome

... 14

b. Sasaran dan tujuan terapi ... 14

c. Strategi terapi ... 14

B. Pengobatan pada Anak ... 17

C. Antibiotika ... 18

D.

Drug Related Problems

(

DRPs

) ... 19

E.

SOAP

(

Subjective Data, Objective Data, Assessment and Plan

) ... 21

1.

Subjective Data

(data subyektif) ... 21

2.

Objective Data

(data obyektif) ... 22

3.

Assessment

... 22

(17)

G. Keterangan Empiris ... 23

BAB III. METODELOGI PENELITIAN ... 24

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 24

B. Definisi Operasional ... 24

C. Subyek Uji ... 27

D. Bahan Penelitian ... 27

E. Lokasi Penelitian ... 27

F. Tata Cara Penelitian ... 28

1. Persiapan ... 28

2. Pengumpulan data ... 28

a. Penelusuran data ... 28

b. Pengambilan data ... 29

3. Penyelesaian data ... 29

a. Pengolahan data ... 29

b. Evaluasi data ... 30

(18)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Karakteristik Demografi Pasien ... 33

1. Distribusi jenis kelamin ... 33

2. Distribusi umur ... 34

3. Distribusi diagnosa penyakit ... 36

B. Profil Penggunaan Obat ... 37

1. Obat sistem gastrointestinal ... 38

2. Obat sistem pernafasan ... 38

3. Obat sistem saraf pusat ... 38

4. Hormon ... 39

5. Antiinfeksi ... 39

6. Vitamin dan mineral ... 40

7. Nutrisi ... 40

8. Larutan intravena dan steril lain ... 40

C. Profil Penggunaan Antibiotika ... 40

(19)

xix

D

. Outcome

Terapi ... 43

1. Lama Rawat Inap ... 43

2. Keadaan pasien keluar ... 44

E.

Drug Related Problems

(

DRPs

) ... 45

1. Dosis kurang ... 46

2. Dosis berlebih ... 47

3. Efek obat yang tidak diinginkan ... 48

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 56

(20)

Tabel II

Pengkategorian dan Rangkuman dari Penyebab

Munculnya

Drug Related Problems

(

DRPs

)

Menurut Cipolle, Strand, Morley (2004) ………... 20

Tabel III

Profil Penggunaan Obat pada Pasien Anak Penderita

Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD dr.

Agoesdjam Ketapang Periode Juni 2008 – Juni

2009 ……… 37

Tabel IV

Golongan Antibiotika Pengobatan pada Pasien Anak

Penderita Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap

RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode Juni 2008 –

Juni 2009 ……… 41

Tabel V Golongan dan Jenis Antibiotika Pengobatan pada Pasien

Anak Penderita Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap

RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode Juni 2008 –

Juni 2009 ……… 42

Tabel VI

Jenis

DRPs

Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak

Penderita Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD

dr. Agoesdjam Ketapang Periode Juni 2008 – Juni

2009 ……… 46

Tabel VII

Kasus

DRPs

Dosis Kurang pada Pasien Anak Penderita

Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD

dr. Agoesdjam Ketapang Periode Juni 2008 – Juni

2009 ……… 47

Tabel VIII

Kasus

DRPs

Dosis Berlebih pada Pasien Anak Penderita

Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD

dr. Agoesdjam Ketapang Periode Juni 2008 – Juni

2009 ……… 48

(21)

Tabel X

Kajian DRPs Kasus 1 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 56

Tabel XI

Kajian DRPs Kasus 2 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 58

Tabel XII

Kajian DRPs Kasus 3 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 60

Tabel XIII

Kajian DRPs Kasus 4 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 62

Tabel XIV

Kajian DRPs Kasus 5 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 64

Tabel XV

Kajian DRPs Kasus 6 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 66

Tabel XVI

Kajian DRPs Kasus 7 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 68

Tabel XVII

Kajian DRPs Kasus 8 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 70

Tabel XVIII

Kajian DRPs Kasus 9 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

(22)

Tabel XX

Kajian DRPs Kasus 11 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 76

Tabel XXI

Kajian DRPs Kasus 12 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 78

Tabel XXII

Kajian DRPs Kasus 13 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 80

Tabel XXIII

Kajian DRPs Kasus 14 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 82

Tabel XXIV

Kajian DRPs Kasus 15 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 84

Tabel XXV

Kajian DRPs Kasus 16 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 86

Tabel XXVI

Kajian DRPs Kasus 17 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 88

Tabel XXVII

Kajian DRPs Kasus 18 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 90

Tabel XXVIII

Kajian DRPs Kasus 19 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

(23)

Tabel XXX

Kajian DRPs Kasus 21 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 96

Tabel XXXI

Kajian DRPs Kasus 22 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 98

Tabel XXXII

Kajian DRPs Kasus 23 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 100

Tabel XXXIII

Kajian DRPs Kasus 24 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 102

Tabel XXXIV

Kajian DRPs Kasus 25 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 104

Tabel XXXV

Kajian DRPs Kasus 26 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 106

Tabel XXXVI

Kajian DRPs Kasus 27 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 108

Tabel XXXVII

Kajian DRPs Kasus 28 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 110

Tabel XXXVIII

Kajian DRPs Kasus 29 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

(24)

Tabel XL

Kajian DRPs Kasus 31 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 116

Tabel XLI

Kajian DRPs Kasus 32 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 118

Tabel XLII

Kajian DRPs Kasus 33 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 120

Tabel XLIII

Kajian DRPs Kasus 34 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 122

Tabel XLIV

Kajian DRPs Kasus 35 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 124

Tabel XLV

Kajian DRPs Kasus 36 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 126

Tabel XLVI

Kajian DRPs Kasus 37 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 128

Tabel XLVII

Kajian DRPs Kasus 38 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

Juni 2008 – Juni 2009 ……… 130

Tabel XLVIII

Kajian DRPs Kasus 39 Demam Tifoid pada Pasien

Anak di RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode

(25)
(26)

Gambar 1

Distribusi Jenis Kelamin pada Pasien Anak

Penderita Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap

RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode Juni 2008

– Juni 2009 ………... 33

Gambar 2

Distribusi Umur Kelamin pada Pasien Anak

Penderita Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap

RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode Juni 2008

– Juni 2009 ………... 35

Gambar 3

Distribusi Diagnosa Penyakit pada Kelamin pada Pasien

Anak Penderita Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap

RSUD dr. Agoesdjam Ketapang Periode Juni 2008

– Juni 2009 ………... 36

Gambar 4

Lama Perawatan Pasien Anak Penderita Demam

Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. Agoesdjam

(27)

xxvii

 

Keluar di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. Agoesdjam

Ketapang Periode Juni 2008 – Juni 2009 Berdasarkan

(28)

Lampiran 1

Analisis SOAP ………... 57

Lampiran 2

Golongan Obat yang Digunakan Pasien Selama

Rawat Inap ………. 137

Lampiran 3

Surat Persetujuan Ijin Penelitian dari Pihak

RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang ……… 141

(29)

A.

Latar Belakang

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang

disebabkan oleh

Salmonella typhi

yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya

berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber

air, dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengelohan makanan yang

masih rendah (Widoyono, 2008).

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan

karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat

luas. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia atau

World Health

Organization

(WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus

demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.

Di negara berkembang kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis yang

sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di

Indonesia ditemukan 900.000 kasus demam tifoid dengan lebih dari 20.000 kasus

yang meninggal per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan

antara 3-19 tahun pada 91% kasus dan angka kejadian dengan kultur darah positif

demam tifoid sekitar 1026/100.000 per tahun (Anonim, 2003).

(30)

Penularan penyakit ini terjadi melalui saluran cerna dengan tertelannya

bakteri

Salmonella typhi

, kemudian bakteri berkolonisasi dan menembus epitel dan

menginfeksi folikel limfoid di usus halus (

Peyeri Patches

). Patogenitas tergantung

pada faktor jumlah kuman, keasaman lambung, dan virulensi dengan menyebarnya

bakteri melalui duktus torasikus ke sirkulasi sistemik (Chen dan Pohan, 2008).

Bahaya yang ditimbulkan dari penyakit ini dapat berupa perdarahan

akibat luka pada usus yang dapat menimbulkan syok dan kematian pada penderita.

Maka untuk mencegah kejadian yang berbahaya akibat penyakit tersebut dapat

dilakukan dengan pemberian antibiotika yang sesuai dan tepat (Musnelina, Afdhal,

Gani, Andayani, 2004).

Pemilihan obat antibiotika atau obat alternatif lainnya oleh tenaga medis

merupakan basis terakhir dari mata rantai distribusi obat yang legal di masyarakat dan

merupakan pilihan terapi pada sebagian besar penyakit demam tifoid. Adanya

penggunaan antibiotika yang tidak rasional dapat menyebabkan resistensi pada pasien

terhadap salah satu atau lebih jenis antibiotika, yang sekarang dikenal dengan

multi

drug resistance

(

MDR

)

Salmonella typhi

. Penyebab terjadinya

MDR

Salmonella typhi

berkaitan dengan kasus

drug related problems

(

DRPs

) seperti pemakaian antibiotika

yang berlebih, penggunaan antibiotika yang salah dan pemberian antibiotika yang

kurang tepat (Hadinegoro, 1999).

Karena pentingnya terapi terutama pada ketepatan pemilihan obat

khususnya antibiotika pada anak–anak, maka penulis merasa tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien anak

(31)

penderita demam tifoid. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data dari rekam

medik periode Juni 2008 – Juni 2009 di Instalasi Rawat Inap RSUD DR.

AGOESDJAM Ketapang.

1.

Permasalahan

a.

Bagaimana karakteristik demografi pada pasien anak penderita demam tifoid

di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang periode Juni

2008 – Juni 2009?

b.

Bagaimana pola penggunaan antibiotika selama pengobatan pada pasien anak

penderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM

Ketapang periode Juni 2008 – Juni 2009?

c.

Bagaimana

outcome

terapi pada pasien anak penderita demam tifoid di

Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang periode Juni 2008

– Juni 2009?

d.

Jenis kasus

drug related problems

(

DRPs

) apa saja yang teridentifikasi pada

penggunaan antibiotika pasien anak penderita demam tifoid di Instalasi Rawat

Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang periode Juni 2008 – Juni 2009?

2.

Keaslian penelitian

Berdasarkan studi pustaka penulis, penelitian tentang Evaluasi

Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak Penderita Demam Tifoid di Instalasi

Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang Periode Juni 2008 – Juni 2009

belum pernah dilakukan. Penelitian serupa mengenai demam tifoid pada anak yang

pernah dilakukan yaitu :

(32)

a)

Kajian Penggunaan Obat Demam Tifoid Bagi Pasien Anak di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2000 – Desember

2001 oleh Triana (2003) dengan pendekatan dari segi karakteristik pasien

berdasarkan jenis kelamin dan umur, jumlah obat, golongan dan jenis obat,

bentuk sediaan obat dan cara pemberian obat, efek samping obat, interaksi

obat, ketepatan indikasi dan lama perawatan.

b)

Evaluasi

DTP

pada Pengobatan Kasus Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 – Juni 2008 oleh

Sari (2009). Penelitian kasus demam tifoid ini dilakukan untuk mengevaluasi

pengobatan yang digunakan selama perawatan dengan pendekatan evaluasi

menggunakan

DTP

.

c)

Pola Pemberian Antibiotika Pengobatan Demam Tifoid Anak di Rumah Sakit

Fatmawati Jakarta Tahun 2001 – 2002 oleh Musnelina, Afdhal, Gani, dan

Andayani (2004). Pada penelitian ini untuk melihat bagaimana pola

pemberian antibiotika dan alternatif antibiotika yang menjanjikan pada

pengobatan demam tifoid anak digunakan seluruh pasien demam tifoid anak

di instalasi rawat inap dengan periode yang telah ditentukan.

3.

Manfaat penelitian

a.

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah dapat memberikan gambaran evaluasi

penggunaan antibiotika pada pasien anak penderita demam tifoid di Instalasi

Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang periode Juni 2008 – Juni

2009.

(33)

b.

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat memberikan masukan kepada

RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang dalam penerapan pelayanan kefarmasian

khususnya pada upaya peningkatan kualitas peresepan untuk terapi pengobatan

antibiotika pasien anak penderita demam tifoid.

B.

Tujuan Penelitian

1.

Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengevaluasi penggunaan

antibiotika pada pasien anak penderita demam tifoid di Intalasi Rawat Inap RSUD

DR. AGOESDJAM Ketapang periode Juni 2008 – Juni 2009.

2.

Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

a.

Mengetahui karakteristik demografi pada pasien anak penderita demam tifoid

yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang

periode Juni 2008 – Juni 2009.

b.

Mengetahui pola penggunaan antibiotika selama pengobatan pada pasien anak

penderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM

Ketapang periode Juni 2008 – Juni 2009.

c.

Mengetahui

outcome

terapi pada pasien anak penderita demam tifoid di

Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang periode Juni 2008

– Juni 2009.

(34)

   

(35)

A.

Demam Tifoid

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

kuman

Salmonella typhi

dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada

saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyakit ini termasuk penyakit menular

endemik yang dapat menyerang banyak orang dan masih merupakan masalah

kesehatan di daerah tropis terutama di negara-negara berkembang (Musnelina,

Afdhal, Gani, Andayani, 2004).

1.

Epidemiologi

Demam tifoid tersebar hampir di semua negara. Seperti penyakit menular

lainnya, tifoid banyak ditemukan di negara berkembang yang higiene pribadi dan

sanitasi lingkungannya kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung dari

lokasi, kondisi lingkungan setempat dan perilaku masyarakat (Widoyono, 2008).

2.

Etiologi

Penyebab demam tifoid adalah bakteri

Salmonella typhi

yang merupakan

bakteri Gram (-), tidak berkapsul, mempunyai flagela dan tidak membentuk spora.

Bakteri ini mempunyai tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium,

yaitu antigen O (somatik), antigen H (flagela) dan antigen K (selaput) (Widoyono,

2008).

 

(36)

Salmonella mati dengan pemanasan sampai 54,4ºC selama 1 jam atau

60ºC selama 15 menit. Bakteri ini dapat hidup pada suhu kering atau suhu rendah

selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup berminggu-minggu dalam sampah,

serta bahan makanan kering (Ashkenazi dan Thomas, 1999).

3.

Patogenesis

Salmonella typhi

masuk tubuh manusia melalui makanan dan air yang

tercemar. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk

ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak Peyeri di ileum terminalis yang

hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal, bakteri

menembus lamina propia, masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial,

dan masuk aliran darah melalui duktus torasikus.

Salmonella typhi

lain dapat

mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.

Salmonella typhi

ini bersarang di

plak Peyeri, limpa, hati, dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial (Mansjoer,

Triyanti, Savitri, Wardhani, Setiowulan, 1999).

Endotoksin

Salmonella typhi

berperan dalam proses inflamasi lokal pada

jaringan tempat bakteri tersebut berkembang biak. Endotoksin yang dilepaskan oleh

lekosit akan merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen sehingga terjadi demam

(Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, Setiowulan,1999).

4.

Komplikasi

(37)

a.

Komplikasi intestinal :

1)

perdarahan usus

2)

perforasi usus

3)

ileus paralitik

b.

Komplikasi ekstra-intestinal:

1)

Komplikasi kardiovaskuler, meliputi kegagalan perifer (renjatan

sepsis), miokarditis, thrombosis dan tromboflebitis.

2)

Komplikasi darah, meliputi anemia hemolitik, trombositopenia dan

atau

disseminated intravascular coagulation

(DIC) dan sindrom

uremia hemolitik.

3)

Komplikasi paru, meliputi pneumonia, empiema dan pleuritis.

4)

Komplikasi hepar dan kandung empedu, meliputi hepatitis dan

kolesistitis.

5)

Komplikasi ginjal, meliputi glomerulonefritis, pielonefritis dan

perinefritis.

6)

Komplikasi tulang, meliputi osteomielitis, periostitis, spondilitis dan

arthritis.

7)

Komplikasi neuropsikiatrik, meliputi delirium, meningismus,

meningitis, polyneuritis perifer, sindrom

Guillain-Barre

, psikosis dan

sindrom katatonia.

(38)

5.

Manifestasi klinik

Masa inkubasi dapat berlangsung 7-14 hari tetapi dapat pula berkisar

antara 3-30 hari (Ashkenazi dan Thomas, 1999).

Tabel I. Gejala-gejala Umum Penyakit Demam Tifoid

Dalam minggu pertama

Dalam minggu kedua

Keluhan dan gejala serupa dengan

penyakit infeksi akut pada umumnya,

yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri

otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi

atau diare, perasaan tidak enak di perut,

batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan

fisik hanya didapatkan peningkatan suhu

badan.

Gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa

demam, bradikardi relatif, lidah tifoid

(kotor ditengah, tepi dan ujung merah,

dan tremor), hepatomegali, splenomegali,

meteorismus, gangguan kesadaran dan

mental berupa somnolen, stupor, koma,

delirium atau psikosis dan

roseolae

(namun jarang ditemukan pada orang

Indonesia).

(Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, Setiowulan, 1999)

Manifestasi klinis demam enterik ini dapat ditinjau dari umur, yaitu

antara lain :

a.

Neonatus

(39)

menyebabkan aborsi dan persalinan prematur, demam tifoid dapat juga ditularkan

selama kehamilan (Ashkenazi dan Thomas, 1999).

b.

Balita

Demam tifoid enterik relatif jarang terjadi pada kelompok ini. Pada awal

penyakit dapat terjadi sepsis yang sangat ringan sehingga sukar didiagnosis

(Ashkenazi dan Thomas, 1999).

c.

Anak usia sekolah

Gejala awal dimulai dengan demam, malaise, anoreksia, mialgia, nyeri

kepala dan nyeri perut selama 2-3 hari. Pada awal perjalanan penyakit terjadi diare,

konstipasi kemudian menjadi gejala yang lebih mencolok. Jarang terjadi gejala mual

dan muntah serta memberi kesan komplikasi, terutama jika terjadi pada minggu

kedua dan ketiga. Pada beberapa anak dapat terjadi batuk, epistaksis dan kelesuan

berat. Demam yang terjadi secara bertingkat menjadi menetap dan tinggi dalam 1

minggu, suhu badan sering mencapai 40 C (Ashkenazi dan Thomas, 1999).

(40)

6.

Pencegahan

Untuk dapat mencegah penyakit ini harus tahu terlebih dahulu cara

penularan dan faktor risikonya. Pada negara endemis seperti Indonesia, faktor

resikonya antara lain makan makanan yang tidak terjamin kebersihannya, minum air

yang terkontaminasi, kontak dengan penderita demam tifoid, sanitasi perumahan yang

buruk, higiene perorangan yang tidak baik dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat

(Anonim, 2008).

Salmonella typhi

dapat menular melalui jalur oro-fekal, di mana kuman ini

masuk melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses yang

mengandung

Salmonella typhi

. Maka kebersihan makanan dan minuman sangat

penting untuk mencegah demam tifoid. Merebus air minum sampai mendidih dan

memasak makanan sampai matang juga sangat membantu. Selain itu juga perlu

dilakukan sanitasi lingkungan termasuk membuang sampah di tempatnya dengan baik

dan pelaksanaan program imunisasi (Widoyono, 2008).

Selain beberapa hal yang telah disebutkan di atas, saat ini juga tersedia

vaksin untuk tifoid. Ada 2 macam vaksin, yaitu vaksin hidup yang diberikan secara

oral (Ty21A) dan vaksin polisakarida Vi yang diberikan secara intramuskular

(disuntikan ke dalam otot) (Anonim, 2008).

7.

Prognosis

(41)

Di negara maju dengan terapi antibiotika yang tepat, angka mortalitas di bawah 1%

dan di negara yang sedang berkembang angka mortalitas lebih tinggi dari 10%

(Ashkenazi dan Thomas, 1999). Kejadian mortalitas demam tifoid pada anak lebih

rendah apabila dibandingkan dengan dewasa, di mana angka mortalitas pada

anak-anak hanya 2,6% dan pada orang dewasa 7,4% (Noer, Waspadji, Nelwan, Setiawati,

Darmojo, Setiawan, Zahir, 1996).

8.

Diagnosis

(42)

9.

Penatalaksanaan terapi

a.

Outcome

Outcome

terapi kasus penyakit demam tifoid adalah mengurangi gejala

dan komplikasi.

b.

Sasaran dan tujuan terapi

1)

Menurunkan jumlah bakteri

Salmonella typhi

yang terdapat di tempat

infeksi dengan tujuan memberikan terapi kausatif.

2)

Menurunkan suhu badan ke kondisi normal yaitu 36-37 C dengan tujuan

memberikan terapi simptomatis.

3)

Mengurangi gejala klinik yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella typhi

sebagai pengobatan simptomatis.

4)

Mengembalikan kondisi tubuh ke kondisi semula yaitu kondisi tubuh yang

sehat dengan tujuan memberikan terapi suportif.

c.

Strategi terapi

Penderita demam tifoid dengan gejala klinik sebaiknya dirawat di rumah

sakit dengan harapan dapat mengoptimalkan terapi termasuk meminimalkan

komplikasi dan mencegah pencemaran atau kontaminasi. Terapi demam tifoid terdiri

dari :

1)

Terapi non-farmakologi

(43)

untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi

usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan

pulihnya kekuatan pasien (Noer, Waspadji, Nelwan, Setiawati, Darmojo,

Setiawan, Zahir, 1996).

b)

Perawatan profesional. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi

tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk menghindari

komplikasi pneumonia, hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air

kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan

retensi urin (Noer, Waspadji, Nelwan, Setiawati, Darmojo, Setiawan,

Zahir, 1996).

(44)

2)

Terapi farmakologi

a)

Terapi simptomatis

Terapi simptomatis dapat diberikan dengan pertimbangan untuk

perbaikan keadaan umum penderita, yakni vitamin, antipiretik untuk

kenyamanan penderita terutama untuk anak dan antiemetik jika penderita

muntah (Hadinegoro, 2008).

b)

Terapi antibiotika

(45)

30 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis (maksimal 2 g/hari) (Gennrich dan Chan,

2004). Thiamphenicol dengan dosis 30-100 mg/kg BB/hari (p.o.)

(Anonim, 2009b).

B.

Pengobatan pada Anak

Pentingnya perhatian terhadap pengobatan pada anak karena anak

terutama neonatus mempunyai respon yang berbeda terhadap obat dibanding orang

dewasa. Perhatian khusus diberikan pada masa neonatal (umur 0-30 hari) karena

dosis harus selalu dihitung dengan cermat. Pada umur ini resiko toksisitas bertambah

karena filtrasi renal yang belum efisien, defisiensi relatif enzim, sensitifitas organ

sasaran yang berbeda dan belum adekuatnya sistem detoksifikasi yang menyebabkan

lambatnya ekskresi obat (Anonim, 2000b).

Perhitungan dosis untuk anak bisa dihitung dari dosis dewasa berdasarkan

umur, berat badan, luas permukaan badan atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.

Sedangkan metode yang paling akurat adalah berdasarkan luas permukaan badan

(Anonim, 2000b) untuk dapat menentukan dosis obat disarankan beberapa

penggolongan untuk membagi masa anak-anak. Berikut ini adalah penggolongan

didasarkan pada saat terjadinya perubahan biologis (Anonim, 2000a) yaitu :

1.

Neonatus

: awal kelahiran - umur 1 bulan

2.

Bayi

: 1 bulan - 1 tahun

(46)

5.

Dewasa

: > 18 tahun

C.

Antibiotika

Antibiotika merupakan obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba

yang merugikan manusia dan antimikroba hanya terbatas pada jasad renik tidak

termasuk kelompok parasit (Setiabudy dan Gan, 1995). Antibiotika yang digunakan

untuk terapi infeksi

Salmonella

invasif (masuknya bakteri ke dalam jaringan tubuh)

adalah ampisilin, trimetoprim, sulfametoksazol, sefalosporin atau kloramfenikol

(Jawetz, Melnick, Adelberg, 1996).

Mekanisme kerja antibiotika dapat bersifat bakterisid bila membunuh

bakteri dan bakteriostatik bila menghambat pertumbuhan bakteri. Cara kerja

antibiotika adalah sebagai berikut menghambat metabolisme sel mikroba (contoh :

sulfonamida, trimetoprim dan sebagainya), menghambat sintesis dinding sel mikroba

(contoh : penisilin, sefalosporin, basitrasin, dan sikloserin), merusak keutuhan

membran sel mikroba (contoh : polimiksin), menghambat sintesis protein mikroba

(contoh : golongan aminoglikosida, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan

kloramfenikol) dan menghambat serta merusak sintesis asam nukleat mikroba (contoh

: rifampisin dan golongan kuinolon) (Setiabudy dan Gan, 1995).

(47)

keamanan, pengalaman klinik sebelumnya, kemungkinan terjadinya resistensi kuman,

super infeksi dan harga yang terjangkau (Anonim, 1992).

D.

Drug Related Problems

(

DRPs

)

Pengertian

drug related problems

(

DRPs

) yaitu kejadian-kejadian yang

tidak diinginkan yang dialami pasien yang diduga atau terlibat dalam terapi obat yang

menginginkan tercapainya tujuan terapi.

Drug related problems

(

DRPs

) merupakan

sebuah konsekuensi dari kebutuhan akan obat yang tidak tercapai (Cipolle, Strand,

Moley, 2004).

Salah satu tugas dan tanggung jawab farmasis dalam melakukan

pelayanan kefarmasian yaitu melakukan identifikasi, mengatasi dan mencegah

terjadinya

DRPs

. Untuk dapat mengidentifikasi, mengatasi dan mencegah

DRPs

,

farmasis harus dapat memahami bagaimana pasien dengan

DRPs

ada dalam

komunitas klinis.

DRPs

memiliki 3 komponen utama yaitu :

1.

Kejadian atau risiko yang tidak diinginkan yang dialami pasien. Masalah

dapat berupa komplain medis, tanda, symptom, diagnosis, penyakit,

ketidakmampuan, nilai laboratorium yang tidak normal atau sindrom.

2.

Terapi obat (produk dan atau aturan dosis) yang dilakukan.

3.

Hubungan yang terjadi (atau diduga) antara kejadian pada pasien yang tidak

diinginkan dan terapi obat. Hubungannya dapat berupa :

(48)

b.

membutuhkan tambahan atau modifikasi terapi obat sebagai pemecahan

maupun pencegahannya.

Pencegahan

DRPs

dapat diatasi jika penyebabnya dapat diketahui secara pasti. Oleh

karena itu penting untuk mengidentifikasi dan mengkategorikan

DRPs

serta penyebab

yang biasanya muncul. Berikut ini tabel I yang merupakan rangkuman dari penyebab

yang umumnya dapat menimbulkan

DRPs

(Cipolle, Strand, Moley, 2004).

Tabel II. Pengkategorian dan Rangkuman dari Penyebab Munculnya

Drug

Related Problems

(

DRPs

) (Cipolle, Strand, Moley, 2004)

Drug Related Problems Penyebab Umum Terjadinya DRPs 1. Tidak perlu obat

(Unnecesary drug Therapy)

a. Obat yang diberikan tidak ada indikasi pada saat itu. b. Pemberian obat kombinasi yang seharusnya cukup

dengan satu obat saja.

c. Kondisi pasien yang lebih baik disembuhkan dengan terapi non farmakologi.

d. Pasien meminum obat untuk mencegah efek samping yang seharusnya dapat dihindarkan.

2. Butuh obat

(Need for additional drug therapy)

a. Kondisi baru yang membutuhkan obat.

b. Kondisi yang memiliki resiko kejadian efek samping dan membutuhkan obat untuk mencegahnya.

c. Kondisi yang membutuhkan kombinasi obat.

3. Obat tidak efektif

(Ineffective drug)

a. Obat yang diberikan bukan yang paling efektif untuk mengatasi masalah pasien.

b. Kondisi pasien susah disembuhkan dengan obat yang diberikan.

c. Cara pemberian obat yang tidak sesuai.

4. Dosis kurang

(Dosage too low)

a. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan respon.

b. Interval pemberian kurang untuk menimbulkan respon yang diinginkan.

c. Interaksi obat mengurangi kadar obat aktif yang tersedia.

d. Durasi pemberian obat terlalu pendek untuk menghasilkan respon yang diinginkan.

5. Dosis berlebih

(Dosage too high)

a. Dosis yang digunakan pasien terlalu tinggi. b. Frekuensi pemberian obat terlalu pendek. c. Durasi terapi obat terlalu lama.

(49)

6. Efek obat yang tidak diinginkan

(Adverse Drug Reaction)

a. Obat yang diberikan menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan.

b. Dibutuhkan obat yang lebih aman karena ada faktor resiko.

c. Interaksi obat menghasilkan reaksi yang tidak diinginkan.

d. Regimen dosis yang diberikan atau diganti terlalu cepat.

e. Obat yang diberikan menimbulkan reaksi alergi. f. Obat yang diberikan kontraindikasi karena ada faktor

resiko.

7. Ketidaktaatan Pasien

(Uncompliance)

a. Pasien tidak mengeri instruksi yang diberikan. b. Pasien lebih memilih tidak meminum obat. c. Pasien lupa meminum obat.

d. Obat terlalu mahal bagi pasien.

e. Pasien tidak dapat meminum atau menggunakan sendiri obat dengan tepat.

f. Obat tidak tersedia bagi pasien.

E.

SOAP

(

Subjective Data, Objective Data, Assessment and Plan

)

Dalam proses pengumpulan informasi yang diperoleh dari

medical record

(rekam medis) maka untuk mempermudah proses ini dibutuhkan suatu sarana atau

metode yang telah lama digunakan yaitu

SOAP

(

Subjective data, Objective data,

Assessment and Plan

). Dengan informasi (rekam medis) yang telah terkumpul

tersebut maka dapat membantu untuk dalam penyelesaian masalah atau situasi yang

kompleks (Kimble dan Young, 2005).

1.

Subjective data

(data subyektif)

(50)

a.

keluhan atau gejala yang dirasakan pasien

b.

riwayat terkait gejala yang dirasakan

c.

riwayat penyakit

d.

riwayat pengobatan, termasuk kepatuhan dan efek samping

e.

alergi

f.

riwayat sosial atau keluarga

2.

Objective data

(data obyektif)

Data obyektif ini berisi berdasarkan informasi hasil observasi atau

pengukuran (Kimble and Young, 2005). Informasi yang termasuk dalam data

obyektif (Jones dan Rospond, 2003) yaitu :

a.

data vital

b.

pemeriksaan fisik

c.

hasil tes laboratorium

d.

konsentrasi obat dalam serum

e.

hasil tes diagnosa

f.

profil pengobatan

3.

Assessment

(51)

4.

Plan

Pada tahap selanjutnya dilakukan suatu perencanaan terhadap terapi yang

akan diberikan atau direkomendasikan terhadap kasus

DRPs

yang telah diidentifikasi.

Selain itu juga diperlukan pembelajaran kepada pasien mengenai masalah kesehatan

serta pengobatan yang dilakukan untuk dapat mencapai target penyembuhan penyakit

maupun pemeliharaan kondisi pasien (Kimble dan Young, 2005).

F.

Lama Rawat Inap

Lama rawat inap didefinisikan sebagai lama satu episode perawatan

pasien di rumah sakit. Sistem informasi rumah sakit mencatat hari dan tanggal saat

pasien masuk dan keluar, kemudian lama rawat inap tersebut dihitung dengan cara

tanggal kepulangan dikurangi tanggal pada saat pasien masuk ke rumah sakit (Ridge,

Hoffmann, Zimmerman, 1997).

G.

Keterangan Empiris

(52)

A.

Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotika pasien anak

penderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM ini

merupakan jenis penelitian non-eksperimental (observatif) dengan rancangan

penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif. Penelitian ini dikatakan termasuk

penelitian noneksperimental karena peneliti tidak memberikan perlakuan terhadap

subyek uji dan hanya melakukan pengamatan atau observasi. Rancangan penelitian

deskriptif evaluatif karena penelitian ini dilakukan hanya bertujuan melakukan

eksplorasi deskriptif dari fenomena kesehatan yang terjadi dan kemudian

mengevaluasi data dari rekam medis. Penelitian bersifat retrospektif karena perolehan

data berasal dari lembar rekam medis pasien anak penderita demam tifoid di Instalasi

Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang periode Juni 2008 – Juni 2009.

B.

Definisi Operasional

1.

Lembar rekam medis (

medical record

)

merupakan lembar catatan dokter dan

perawat yang berisi data klinis serta perkembangan kondisi pasien anak

penderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM

Ketapang periode Juni 2008 – Juni 2009.

2.

Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Salmonella typhi

.

24

 
(53)

3.

Pasien anak dalam penelitian ini adalah semua penderita demam tifoid yang

berumur kurang dari atau sama dengan 12 tahun tanpa penyakit penyerta yang

menjalani perawatan dengan pengobatan hingga dinyatakan sembuh oleh

dokter di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang periode

Juni 2008 – Juni 2009 dan masing-masing anak digolongkan berdasarkan

jenis kelamin. Masing-masing dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :

a.

Umur

1 tahun (neonatus)

b.

Umur > 1-5 tahun (balita)

c.

Umur > 5-12 tahun (anak sekolah)

4.

Kelas perawatan pasien yang tercantum pada rekam medis, yaitu kelas I, II

dan III.

5.

Lama rawat inap adalah lama waktu perawatan pasien anak penderita demam

tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang periode

Juni 2008 – Juni 2009 yang tercantum pada rekam medis pasien, dihitung

dari hari saat pasien masuk sampai hari pasien pulang.

6.

Jenis obat antibiotika adalah berbagai obat antibiotika dalam golongan yang

diberikan kepada pasien anak penderita demam tifoid selama mendapat

perawatan di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang

periode Juni 2008 – Juni 2009. Obat antibiotika yang dibagi menjadi jenis

antibiotika tunggal dan kombinasi.

7.

Drug related problems

(

DRPs

) yaitu masalah-masalah yang timbul

(54)

di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang periode Juni

2008 – Juni 2009.

8.

Fokus penentuan

DRPs

pasien anak penderita demam tifoid di Instalasi Rawat

Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang periode Juni 2008 – Juni 2009

meliputi :

a.

Terapi obat yang tidak perlu yaitu

DRPs

yang terjadi jika pasien tidak

memiliki indikasi yang mendukung untuk mendapatkan terapi obat

antibiotika yang diberikan.

b.

Membutuhkan obat tambahan yaitu

DRPs

yang terjadi jika pasien

memerlukan tambahan antibiotika lain atau dikombinasikan dengan

antibiotika yang sudah diterima pasien yang bertujuan untuk

menangani kemungkinan infeksi.

c.

Salah obat yaitu

DRPs

yang terjadi jika pemilihan jenis dan rute

pemberian antibiotika yang digunakan pasien tidak sesuai dengan

disarankan untuk digunakan pada literatur pembanding.

d.

Dosis terlalu rendah yaitu

DRPs

yang terjadi jika pasien menerima

dosis obat antibiotika yang terlalu rendah yaitu kurang dari kisaran

dosis yang normal atau waktu pemberian yang kurang tepat.

e.

Adanya efek samping obat yaitu

DRPs

yang terjadi akibat penggunaan

obat antibiotika atau interaksi antara antibiotika yang digunakan

(55)

f.

Dosis terlalu tinggi yaitu

DRPs

yang terjadi jika dosis antibiotika yang

diberikan ke pasien dosisnya terlalu tinggi atau melewati kisaran dosis

yang normal.

C.

Subyek Uji

Subyek dalam penelitian ini adalah pasien umur

1-12 tahun dengan

diagnosis demam tifoid yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap RSUD DR.

AGOESDJAM Ketapang periode Juni 2008 – Juni 2009. Jumlah kasus dalam

penelitian ini sebanyak 47 kasus.

D.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah rekam medis pasien

anak penderita demam tifoid yang di rawat di Instalasi Rawat Inap RSUD DR.

AGOESDJAM Ketapang periode Juni 2008 – Juni 2009.

E.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotika pasien anak

penderita demam tifoid dilakukan di instalasi catatan medik RSUD DR.

(56)

F.

Tata Cara Penelitian

Proses penyelesaian penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan,

yaitu :

1.

Persiapan

Pada tahap ini dilakukan dengan penentuan dan penganalisisan masalah

yang akan dijadikan bahan penelitian. Selanjutnya survei terhadap jumlah pasien

demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang periode

Juni 2008 – Juni 2009. Kemudian dilakukan pembuatan proposal dan surat perijinan

untuk mendapatkan ijin melakukan penelitian di RSUD DR. AGOESDJAM

Ketapang.

2.

Pengumpulan data

Proses pengambilan data meliputi tahap-tahap sebagai berikut :

a.

Penelusuran data

Dilakukan dengan cara melihat daftar data pasien dari instalasi catatan medis

RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang. Dari daftar data tersebut diketahui

jumlah kasus dan nomor rekam medis, selanjutnya data nomor rekam medis

tersebut digunakan untuk menelusuri lembar status pasien (lembar catatan

medis). Dari keseluruhan daftar data pasien yang mengalami demam tifoid

selama 1 tahun terakhir (periode Juni 2008 – Juni 2009) yang diperoleh, dipilih

hanya 47 kasus demam tifoid pada anak umur

1-12 tahun untuk pengambilan

(57)

b.

Pengambilan data

Lembar status pasien yang didapatkan dari hasil penelusuran seluruh data

pasien anak penderita demam tifoid sebanyak 47 kasus, selanjutnya data

masing-masing kasus ditulis kembali ke dalam lembar pencatatan. Data yang

dikumpulkan meliputi nomor rekam medik, jenis kelamin, umur, berat badan,

keluhan utama, diagnosa utama,

utcome

terapi yang terdiri dari lama perwatan

dan keadaan pasien keluar, data laboratorium, data tanda vital, terapi yang

diberikan dan perkembangan pasien selama menjalani perawatan.

3.

Penyelesaian data

a.

Pengolahan data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel atau gambar kemudian

dideskripsikan. Gambar berisi mengenai karakteristik demografi pasien yang

meliputi distribusi jenis kelamin, umur dan diagnosa penyakit; serta

outcome

terapi yang meliputi lama rawat inap dan keadaan pasien keluar. Sedangkan

tabel data berisi profil penggunaan obat pasien selama rawat inap, pola

pemberian antibiotika selama rawat inap, dan kajian mengenai

DRPs

yang

dijabarkan menggunakan metode

SOAP

. Pada analisis kerasionalan dalam

penelitian ini parameter

DRPs

yang digunakan hanya 6 parameter tanpa

mengikutsertakan kepatuhan pasien, hal ini disebabkan karena adanya

(58)

b.

Evaluasi data

Evaluasi yang dilakukan berdasarkan kasus per kasus. Kerasionalan terapi

(

DRPs

) pemberian antibiotika selama rawat inap yang digunakan pada analisis

kasus berdasarkan pustaka acuan

Background document: The Diagnosis,

treatment and prevention of typhoid fever, Communicable Disease

Surveillance and Response Vaccines and Biologicals

(WHO), Informatorium

Obat Nasional Indonesia 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000,

Drug Information Handbook

with International Trade Names Index

Edisi 17,

PIO Indonesia,

Pediatric Drug Reference 2004 Edition

, MIMS Indonesia

Online.

4.

Analisis hasil data

Untuk analaisis hasil dilakukan sebagai berikut :

a.

Karakteristik demografi pasien digambarkan dalam persentase mengenai

distribusi jenis kelamin, umur, diagnosa penyakit dan

outcome

yang dihitung

dengan cara membagi antara jumlah kasus pada tiap kelompok dengan jumlah

keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.

b.

Pola penggunaan antibiotika yang meliputi golongan dan jenis antibiotika yang

digunakan, waktu dan cara pemberian antibiotika.

c.

Kajian

DRPs

dijabarkan dengan metode

SOAP

. Pada bagian

subjective

dijabarkan mengenai jenis kelamin, umur, berat badan, keluhan utama,

diagnosa utama dan keadaan pasien keluar. Bagian

objective

mengenai data

(59)

Sedangkan pembahasan

DRPs

akan dijabarkan dalam

assessment

yang akan

diselesaikan atau dipecahkan melalui

plan

.

d.

Semua kajian

DRPs

kemudian dirangkum dan dikelompokkan berdasarkan

kasus yang terjadi pada keenam parameter

DRPs

beserta jenis obat dan zat

aktifnya disertai penilaian dan rekomendasi terhadap adanya

DRPs

.

G.

Kesulitan Penelitian

Kesulitan yang ditemui dalam penelitian ini, antara lain :

1.

Waktu pengambilan data cukup singkat. Selain itu, pengambilan data tidak dapat

dilakukan setiap hari. Hal tersebut dapat sedikit teratasi dengan mempersiapkan

lembar pengumpul data yang berisi tabel-tabel mengenai data yang akan diambil

sehingga mempermudah dan mempercepat proses pencatatan ulang rekam medis.

 

2.

Kesulitan pada saat melakukan pencatatan ulang setiap lembar status pasien

karena terdapat tulisan yang yang tidak jelas pada lembar status pasien, seperti

diagnosa pasien, jenis dan dosis obat serta waktu pemberian obat yang tidak

selalu ditulis lengkap dalam lembar status pasien. Kesulitan ini dapat teratasi

dengan bertanya pada staf di Instalasi Rekam Medis dan apoteker di bagian

(60)

Penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak

Penderita Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM

Ketapang Periode Juni 2008 – Juni 2009 dilakukan dengan penelusuran terhadap

kasus pasien anak (pediatri) yang dinyatakan terdiagnosis demam tifoid. Berdasarkan

data pasien anak yang telah dikelompokkan, diperoleh 47 kasus, akan tetapi dalam

proses analisis hanya digunakan data lembar status pasien sebanyak 40 kasus dengan

menghitung banyaknya kasus rawat inap yang terjadi selama periode Juni 2008 – Juni

2009 dan data yang dapat dianalisis. Adanya pengurangan jumlah kasus yang diteliti

dalam penelitian ini disebabkan karena umur pasien yang tidak termasuk dalam range

(

1-12 tahun) yaitu 6 kasus dan 1 kasus dengan data yang tidak lengkap.

Hasil penelitian Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak

Penderita Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM

Ketapang Periode Juni 2008 – Juni 2009 dibagi menjadi karakteristik demografi

pasien, profil penggunaan obat secara kseluruhan selama pasien dirawat inap, profil

penggunaan antibiotika,

outcome

terapi dan kajian

DRPs

.

Karakteristik demografi pasien anak penderita demam tifoid meliputi

distribusi jenis kelamin, umur dan berat badan. Profil penggunaan obat selama pasien

dirawat inap meliputi semua golongan obat yang diberikan kepada pasien selama

rawat inap. Profil penggunaan antibiotika terbagi menjadi golongan dan jenis

 

32

 
(61)

a

k

l

y

1

R

d

antibiotika.

keluar. Seda

lampiran, ke

yang terjadi

antibiotika,

Untuk

outc

angkan kajia

emudian pem

pada masing

indikasi dan

come

terapi

an

DRPs

dija

masalahan ya

g-masing ka

n pilihan ter

meliputi la

abarkan deng

ang diperole

asus.

rapi antibioti

ama rawat

gan menggu

eh dibahas b

ika, dan wak

inap dan ke

unakan metod

berdasarkan k

ktu pemberi

eadaan pasi

de

SOAP

pa

kategori

DR

ian

ien

ada

Ps

A.

Karakteeristik Dem

mografi Pasieen

1.

Distribu

RSUD DR.

dilihat pada

Gamb

Tif

usi jenis kela

Pengelompo

AGOESDJ

gambar 1 be

bar 1. Distri

foid di Insta

45%

amin

okan kasus

JAM Ketap

erikut ini.

busi Jenis K

alasi Rawat

Period

demam tifoi

pang berdasa

Kelamin pad

Inap RSUD

de Juni 2008

id pada ana

arkan distrib

da Pasien A

D DR. AGOE

8 – Juni 200

 

55%

ak di Instala

busi jenis k

Anak Pender

ESDJAM K

9

asi Rawat In

kelamin dap

rita Demam

Ketapang

1 Laki‐laki

2 Perempuan

nap

pat

m

(62)

Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa jenis kelamin laki-laki pada

pasien anak penderita demam tifoid sebanyak 22 pasien (55%) dan sisanya berjenis

kelamin perempuan yaitu sebanyak 18 pasien (45%). Dari distribusi jenis kelamin ini

dapat diketahui yakni secara statistik angka kejadian kasus demam tifoid antara

pasien anak laki-laki tidak berbeda jauh dibandingkan pada anak perempuan.

Meskipun jumlah persentase pasien anak berjenis kelamin laki-laki pada kasus

demam tifoid lebih banyak daripada anak perempuan, persentase ini tidak dapat

dijadikan ukuran bahwa prevalensi demam tifoid lebih banyak terjadi pada laki-laki.

Sebab demam tifoid dapat menyerang pada setiap orang tanpa melihat jenis kelamin.

Adanya persentase pasien anak laki-laki lebih banyak menderita demam

tifoid dibandingkan anak perempuan, karena anak laki-laki lebih sering melakukan

aktivitas di luar rumah. Hal ini memungkinkan anak laki-laki mendapatkan resiko

lebih besar terkena penyakit demam tifoid dibandingkan dengan anak perempuan.

2.

Distribusi umur

Gambaran mengenai distribusi umur pasien anak penderita demam tifoid

di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. AGOESDJAM Ketapang dapat dilihat pada

gambar 2 di bawah ini.

(63)

u

a

t

s

m

d

k

j

t

Gamba

umur

1 tah

angka kejad

tahun yaitu

sebanyak 7

menunjukan

demam tifoi

kebiasaan m

jalan yang h

terjamin keb

ar 2. Distrib

Instalasi R

Pengelompo

hun, > 1-5 ta

dian demam

sebanyak 3

pasien (17%

n bahwa pad

id, karena pa

membeli mak

higienenya t

bersihannya

busi Umur p

Rawat Inap

Period

okan umur p

ahun dan > 5

tifoid bany

1 pasien (78

%) dan anak

da umur >

5-ada umur ter

kanan dan m

tidak dapat

berperan bes

78%

 

pada Pasien

p RSUD DR

de Juni 2008

pasien dibag

5-12 tahun. P

yak diderita

8%), diikuti

umur

1 ta

-12 tahun m

rsebut adalah

minuman di l

dijamin. Ol

sar dalam pe

5%

n Anak Pend

. AGOESDJ

8 – Juni 200

gi menjadi

Pada gambar

oleh anak p

anak pada r

ahun sebany

merupakan um

h usia sekola

ingkungan s

leh karena i

enyebaran

Sa

17%

derita Dema

JAM Ketap

9

3 bagian ya

r 2 tersebut

pada renta

Gambar

Tabel I. Gejala-gejala Umum Penyakit Demam Tifoid
gambar 1 beerikut ini.
Tabel III. Profil Penggunaan Obat pada Pasien Anak Penderita Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD DR
Tabel IV. Golongan Antibiotika Pengobatan pada Pasien Anak Penderita
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rekomendasi hasil penelitian diarahkan pada pihak perguruan tinggi UPI untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pengukuran waktu dan fungsi masing- masing situs, usaha

Dr. Rozmita Dewi Yuniarti S.Pd, M.Si NIP. Edi Suryadi, M.Si.. Di bawah bimbingan Dr. Rozmita Dewi S.Pd, M.Si. Penelitian ini mengkaji fenomena turunya tingkat likuiditas pada

Hasil analisis peragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kambing kacang memiliki bobot dan persentase jaringan ikat sangat nyata lebih rendah (P<0.01)

Mahasiswa dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan sehubungan dengan bacaan yang berjudul “The family. and personality

Pada minuman rosela berkarbonasi yang disimpan pada refrigerator penurunan niai rata-rata mutu warna lebih kecil dibandingkan dengan yang lain dengan nilai slope -0.030,

Setelah data yang berbentuk nilai biner tersebut diterima oleh mikrokontroller maka data hasil output per frekuensi tersebut akan diletakkan secara berurutan di dalam memori

This study was aimed to carry out water- kefir fermentation for 27 hours to evaluate the affects of temperature on chemical properties changes of water-kefir

Hasil elusi juga menunjukkan bahwa tiga dari empat spot fraksi etil asetat ekstrak bakau tunggal memiliki nilai Rf yang kecil, sehingga dapat pula dikatakan bahwa sebagian