• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

6.2. Saran

1.Bagi RSUP H.Adam Malik

Perlu dilaksanakan pendataan rekam medis yang lengkap dan jelas agar rekam medis dapat digunakan dengan baik dan memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian berikutnya dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai penyakit yang diteliti. Rekam medis sebagai sumber data penelitian sebaiknya lebih lengkap dalam melampirkan unsur-unsur demografi, pelaporan pemeriksaan, hasil pemeriksaan dan follow up yang dilakukan.

2. Bagi institusi kesehatan (Puskesmas)

Perlu dilakukan upaya pencegahan dengan melakukan penyuluhan

penyuluhan pneumonia kepada orang tua agar dapat mengurangi angka kejadian pneumonia pada balita.

3. Bagi dokter

Bagi dokter yang mengobati pasien khususnya pasien pneumonia pada balita agar dapat membuat rekam medis pasien dengan lengkap dan jelas dan dapat mengidentifikasi penyebab utama penyakit agar tatalaksana yang diberikan kepada pasien dapat lebih baik dan tepat.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan lebih banyak penelitian guna mengidentifikasi lebih jauh karakteristik dan faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit pneumonia pada balita.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pneumonia

2.1.1. Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri dan paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita) (Said, 2010).

2.1.2. Epidemiologi Pneumonia

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6 % kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia (Said, 2010).

Pneumonia adalah penyebab utama penyakit infeksi yang menyebabkan kematian pada anak-anak di seluruh dunia. Diperkirakan 935.000 anak di bawah usia lima tahun mengalami kematian karena pneumonia di tahun 2013, yaitu 15% dari seluruh penyebab kematian pada anak dibawah usia lima tahun (WHO, 2014).

2.1.3. Etiologi Pneumonia

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi dll). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral (Said, 2010).

Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus Group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma (Said, 2010).

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar (Said, 2010). Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus Group B dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp., atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae type B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae (Barson, 2011).

Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virki dkk, melakukan penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak ditemukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, dan Parainfluenza Virus. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae type B, dan Mycoplasma pneumoniae (Barson, 2011).

2.1.4. Klasifikasi Pneumonia 1. Berdasarkan Gejala Klinis

Menurut gejala klinis, pneumonia pada balita dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Pneumonia sangat berat

Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.

2. Pneumonia berat

Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.

3. Bukan pneumonia

Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.

4. Pneumonia persisten

Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan.

2. Berdasarkan predileksi

Menurut predileksi, pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Pneumonia Lobaris : peradangan pada semua atau sebagian besar segmen aru dari satu atau lebih lobus paru.

2. Bronkopneumonia : sumbatan yang dimulai dari cabang akhir bronkiolus oleh eksudat mukopurulen dan berkonsolidasi di lobulus.

3. Pneumonia Interstitial : proses peradangan pada dinding alveolus (interstitial) dan peribronkial serta jaringan interlobularis.

3. Berdasarkan epidemiologi

Berdasarkan epidemiologi, pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia) adalah pneumonia infeksius pada seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.

2. Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia) adalah

pneumonia yang diperoleh selama perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau prosedur.

3. Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari lambung baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan yang teraspirasi mungkin mengandung bakteri anaerobtik atau penyebab lain dari pneumonia.

4. Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.

4. Berdasarkan kuman penyebab

Menurut mikroorganisme penyebab, pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Pneumonia bakterial/tipikal adalah pneumonia yang dapat terjadi pada semua usia. Beberapa kuman mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiela pada penderita alkoholik dan Staphylococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

2. Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma legionella, dan Chlamydia.

3. Pneumonia virus

4. Pneumonia jamur adalah pneumonia yang sering merupakan infeksi sekunder, terutama pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah (immunocompromised).

2.1.5. Faktor Risiko

a. Faktor risiko yang terjadi pada balita

Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :

1. Status gizi

Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulnya

pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia.

2. Status imunisasi

Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita (Depkes RI, 2004).

3. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)

ASI yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian

pneumonia pada balita. 4. Umur Anak

Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian

pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit.

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor tersebut, yang berpengaruh diantaranya :

1. Ventilasi

Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen (Semedi, 2001).

2. Polusi udara

Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor (Lubis, 1989).

2.1.6. Patogenesis

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalu saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan

debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru jika tidak terkena akan tetap normal.

2.1.7. Manifestasi klinis

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut.

- Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare, kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner. - Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada,

takipnea, napas cuping hidung, merintih, dan sianosis.

2.1.8. Diagnosa 1. Anamnesa

- Identitas pasien : Nama, usia, jenis kelamin, alamat.

- Keluhan utama : Gejala umum saluran pernafasan bawah berupa : - Batuk

- Sesak nafas - Takipnea - Merintih - Sianosis

- Keluhan Tambahan : Manifestasi nonspesifik berupa: - Demam

- Gelisah

- Malaise

- Keluhan gastrointestinal

- Pasien anak : usia kandungan saat pasien lahir (preterm, aterm,

postterm), berat badan lahir, riwayat pemberian ASI

Eksklusif, status imunisasi. - Riwayat penyakit sebelumnya

- Riwayat pemakaian obat - Keadaan tempat tinggal

- Perilaku keluarga atau orang sekitar yang merokok

2. Pemeriksaan Fisik

Didapati nafas cepat, sesak nafas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Nafas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi nafas dalam satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak nafas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik nafas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam.

3. Pemeriksaan Penunjang a. Darah perifer lengkap

Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umunnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi.

b. C- Reactive Protein (CRP)

C-Reactive protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dari profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda.

c. Uji serologis

Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk dekteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo, campak, Influenza A dan B, peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengonfirmasi diagnosis.

d. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Diagnosa dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, dan aspirasi paru. Pada pneumonia anak dilaporkan hanya 10-30% ditemukan bakteri pada kultur darah.

e. Pemeriksaan rontgen toraks

Gambaran foto toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu paru hinggal konsolidasi luas kedua paru. Gambaran foto toraks yang

didapati pada pneumonia adalah:

- Lobar pneumonia, apabila didapatkan konsolidasi pada 1 lobus paru - Lobular pneumonia, apabila didapatkan konsolidasi pada 1 lobulus paru - Interstitial pneumonia, apabila gambaran infiltrat pada interalveolar - Bronkopneumonia, apabila didapatkan patchy infiltrat pada kedua paru

2.1.9. Tatalaksana

Sebagian besar pneumonia pada anak-anak tidak perlu dirawat inap. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula darah.

Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci keberhasilan

pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.

Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan rawat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB.

Pada pneumonia rawat inap, pilihan antibiotik lini pertama dapat

menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Terapi antibiotik diberikan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi.

2.1.10. Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran pernafasan atas dan infeksi saluran pernafasan bawah. Saluran pernafasan atas meliputi lubang hidung sampai ke pita suara pada laring, termasuk juga sinus paranasal dan telinga bagian tengah. Saluran pernafasan bawah adalah lanjutan jalan nafas mulai dari trakea, bronkus, bronkiolus, sampai alveolus (Simoes, 2006).

Menurut laporan Ditjen Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem napas menempati peringkat pertama 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit di Indonesia, yaitu dengan persentase 15,1%. Sedangkan untuk persentase 10 penyakit utama rawat inap di rumah sakit pada tahun yang sama, penyakit sistem napas menempati urutan ke-4 dengan persentase 7,38% (Profil Kesehatan Indonesia, 2005).

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara (Said, 2010).

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (Said, 2010). Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi atas dua kelompok besar yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, status imunisasi, pemberian ASI, dan pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, kelembaban, letak dapur, jenis bahan bakar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, penghasilan keluarga serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu, maupun pengetahuan ibu (Azwar, 2002 dalam Annah et al., 2012).

Dari tahun ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan anak balita di Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratorik, terutama pneumonia. Menurut Riskesdas 2007, pneumonia merupakan penyebab kematian kedua setelah diare (15,5%) diantara semua balita dan selalu berada pada daftar sepuluh penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Tiga besar dari 10 penyakit penyebab kematian Balita di Indonesia, tidak berbeda dengan data WHO mengenai penyebab kematian Balita di Asia Tenggara, yaitu gangguan perinatal (32%), pneumonia (23%), diare (14%), campak (4%), malaria (2%), dan HIV (1%) (Afifah, 2001).

Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, penyakit pernapasan seperti pneumonia juga sering menyerang balita. Pada tahun 2005 didapatkan 600.720 kasus pneumonia pada balita, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah kematian balita yang disebabkan pneumonia pada tahun 2005 sebesar 204 balita yang terdiri dari 155 balita berumur 1 tahun dan 49 balita berumur 1-4 tahun.

Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, realisasi penemuan penderita pneumonia pada balita di Sumatera Utara berjumlah sebesar 15.590 dari total 571.547 penderita di Indonesia. Kejadian kematian pneumonia pada balita di Indonesia ditahun yang sama berjumlah 6.744 balita dimana Provinsi Jawa Barat

dengan jumlah mortalitas tertinggi (6.159) disusul oleh Bengkulu (420) dan Jawa Tengah (67).

Untuk patogenesis pneumonia sendiri umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalu saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli (Said, 2010).

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, merintih, dan sianosis (Said, 2010).

Sebagian besar pneumonia pada anak-anak tidak perlu dirawat inap. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula darah (Said, 2010).

Berdasarkan masalah dan data yang telah diperoleh, maka baiknya perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik penderita pneumonia pada balita di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Sesuai latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana karakteristik penderita

pneumonia pada balita di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan tahun 2011-2014?”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita pneumonia pada balita di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2011-2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik penderita pneumonia pada balita berdasarkan jenis kelamin.

b. Untuk mengetahui karakteristik penderita pneumonia pada balita berdasarkan usia.

c. Untuk mengetahui karakteristik penderita pneumonia pada balita berdasarkan riwayat pemberian ASI Eksklusif.

d. Untuk mengetahui karakteristik penderita pneumonia pada balita berdasarkan status imunisasi.

e. Untuk mengetahui karakteristik penderita pneumonia pada balita berdasarkan berat badan lahir.

f. Untuk mengetahui karakteristik penderita pneumonia pada balita berdasarkan keluhan utama.

g. Untuk mengetahui karakteristik penderita pneumonia pada balita berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan tingkat kesehatan masyarakat, diantaranya:

a. Sebagai data dan informasi bagi institusi kesehatan untuk mengupayakan tindakan pencegahan dalam mengurangi angka kejadian pneumonia pada balita.

b. Sebagai pengalaman awal bagi peneliti dalam melakukan penelitian dengan mencari, mengembangkan, dan menerapkan pengetahuan untuk memecahkan masalah kesehatan.

c. Sebagai informasi dan data bagi RSUP H. Adam Malik mengenai karakteristik penderita pneumonia pada balita tahun 2011-2014 dalam meningkatkan pelayanan kesehatan.

d. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang membutuhkan data penelitian ini.

ABSTRAK

Pendahuluan:Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme. Hingga saat ini pneumonia masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Terdapat beberapa karakteristik pada kejadian pneumonia, diantaranya adalah usia, jenis kelamin, riwayat pemberian ASI Eksklusif, status imunisasi, berat badan lahir, keluhan utama, dan keadaan sewaktu pulang.

Metode: Penelitian ini dibuat dalam bentuk deksriptif dengan pendekatan retrospektif, bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita pneumonia pada balita dilihat dari usia, jenis kelamin, riwayat pemberian ASI Eksklusif, status imunisasi, berat badan lahir, keluhan utama, dan keadaan sewaktu pulang. Desain

Dokumen terkait