• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

6.2 Saran

diandalkan.Jangan terburu-buru memperkuat perekonomian bahkan mencari keuntungan yang kecil tanpa memperhatikan kepuasan pelanggan.

Masyarakat Tionghoa di pasar Galang Deli Serdang sangat hati-hati dalam menggunakan waktu.Waktu bagi mereka adalah ladang yang harus diolah untuk sesuatu yang lebih menghasilkan.Bangun pagi-pagi adalah tradisi masyarakat Tionghoa di pasar Galang Deli Serdang yang selalu diajarkan dalam keluarga. Mereka meyakini bahwa bangun pagi lebih memberikan berkah rezeki bagi mereka.Orang yang malas cenderung menghabiskan waktu dan tidak berusaha untuk memprediksi peluang dan ancaman yang muncul di lingkungannya akibatnya usaha yang dimilikinya tidak akan maju bahkan orang yang malas akan dilecehkan dan dihina. Sikap-sikap yang dimiliki oleh masyarakat Tionghoa tersebut menjadikan motivasi etos kerja dalam berdagang.

Latar Belakang Masyarakat Tionghoa di pasar Galang Deli Serdang terjun dalam sektor perdagangan disebabkan oleh Masyarakat Tionghoa sebagai warga Galang Deli Serdang yang tidak memiliki lahan sebagai lahan pertanian, menaikkan status sosial di dalam masyarakat, profesi sebagai pedagang dianggap lebih terhormat daripada menjadi pegawai, untuk menaikkan taraf hidup, cepat mendatangkan hasil, untuk mewariskan secara turun – temurun kepada anak cucu mereka, memberikan keuntungan jangka panjang dan berkelanjutan dalam waktu yang lama.

6.2 SARAN

Saran yang dapat diberikan oleh penulis kepada Masyarakat Tionghoa di pasar Galang Deli Serdang adalah agar Tionghoa di pasar Galang Deli Serdang

64

tetap mempertahankan dan terus meningkatkan etos kerja yang mengandung suatu nilai yang terdapat pada ajaran Lao Tzu (Taoisme), Buddhisme, Khong Fu Tzu (Konfusius), dan lain-lain. Terkait dengan ketekunan, kerajinan, berwatak gigih, mudah berbaur, berani, rajin, kerja keras, dan tekun dalam berdagang. Masyarakat Tionghoa dalam berdagang di pasar Galang Deli Serdang agar mempertahankan, meyakinkan diri bahwa mereka sanggup, mampu mengatasi semua permasalahan, dan kesulitan yang mereka hadapi dalam berdagang.

Saran yang dapat diberikan oleh penulis kepada Masyarakat pribumi sebagai pedagang yang masih banyak tertinggal harus berusaha dengan keras, tekun, dan gigih.Sikap-sikap masyarakat Tionghoa menjadikan teladan bagi masyarakat pribumi untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan.Waktu adalah ladang yang harus diolah untuk sesuatu yang lebih menghasilkan.Bangun pagi-pagi adalah tradisi masyarakat Tionghoa.Setiap hari haruslah bermakna dan menghasilkan, jangan membuang waktu sia-sia dengan hal yang tidak berguna.Menghargai waktu merupakan salah satu menghargai uang. Masyarakat pribumi harus mempunyai prinsip bekerja keras dari pagi subuh hingga malam karena hasil produksi meningkat dan usaha dagang mendapat keuntungan besar, secara otomatis akan mendapatkan balasannya. Bekerja keras terhadap pekerjaan yang ditekuninya.Orang yang malas cenderung menghabiskan waktu dan tidak berusaha untuk memprediksi peluang dan ancaman yang muncul di lingkungannya akibatnya usaha yang dimilikinya tidak akan maju. Masyarakat pribumi juga harus memperhatikan Kondisi lingkungan/geografis. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi usaha seseorang dalam berdagang. Masyarakat

65

pribumi harus memiliki bersikap ringan tangan, ramah, dan menjadikan pelanggan sebagai saudara atau paling tidak sahabat dekat.Jangan pernah ragu untuk memberikan hadiah atau sekedar potongan harga yang miring, dan membuat kuis atau undian berhadiah bagi pelangganya. Bagi Penelitian Selanjutnya agar terus berupaya memperbaharui dan mengembangkan hasil penelitian ini secara lebih mendalam dan menjadi perbandingan bagi penelitian-penelitian lain dengan judul yang sama seperti etos kerja masyarakat Tionghoa dalam berdagang.

9 BAB II

KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Konsep

Konsep menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2007:588) adalah “... gambaran mental dari suatu objek, proses ataupun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.”

Hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari kesalahan yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

2.1.1 Etos Kerja

Etos kerja adalah sikap terhadap kerja yang memiliki sistem orientasi nilai budaya.Sikap itu dimiliki oleh seseorang, suatu kelompok manusia atau suatu bangsa.Sikap itu termasuk karakter utama, pikiran dasar, kode moral, dan kode perilaku.Semua itu adalah pandangan moral sebagai motivasi, kebiasaan, dan budaya kerja yang memiliki kesungguhan dan semangat dalam bekerja.Menurut situs resmi kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) etos kerja diartikan sebagai sikapmental yang mencerminkan kebenaran dan kesungguhan serta rasa tanggungjawab untuk meningkatkan produktivitas (www.depkop.go.id). Pada Webster'sOnline Dictionary, Work Ethic diartikan sebagai; Earnestness or fervor inworking, morale with regard to the tasks at hand; kesungguhan atau semangatdalam bekerja, suatu pandangan moral pada pekerjaan yang dilakoni. Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2001:309) Etos Kerja

10

adalah “... semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.” Menurut Jansen Sinamo (2005:87) mengungkapkan bahwa:

“Perilaku khas dari sebuah organisasi atau komunitas yang mencakup motivasi yang menggerakkan mereka, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip, dan standar-standar.”

2.1.2 Masyarakat Tionghoa

Masyarakat Tionghoa adalah Suku bangsa atau pendatang yang berasal dari Fukkien dan Kwangtung yaitu Hokkien, Teo-chiu, Hakka, dan Kanton. Mereka mengalami interaksi dengan etnis India, Arab, dan beberapa etnis kecil pendatang yang lain dengan tujuan bermigrasi ataupun berdagang.MenurutWibowo, (2000: xiii) masyarakat Tionghoa adalah “... Suku yang berimigrasi ke luar daratan China bukanlah pengusaha. Mereka terdiri dari petani, penjaga toko, buruh pabrik, dan sesampai di tempat tujuan mereka kebanyakkan menjadi kuli atau buruh perkebunan teutama karet .”

Menurut Sugiarto, (2012:99) masyarakat Tionghoa adalah “...Suku yang berada di pesisir utara pulau Jawa, pesisir selatan Sumatera, dan pesisir barat Kalimantan, lebih dari seribu tahun lalu.Umumnya mereka datang untuk berdagang atau mencari kehidupan baru.”

2.1.3 Berdagang

Berdagang adalah kegiatan ekonomi yang mengaitkan antara para produsen dan konsumen sebagai kegiatan distribusi, perdagangan menjamin peredaran, penyebaran, dan penyediaan barang melalui mekanisme pasar.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

11

berdagang adalah “... Pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh barang atau memperoleh keuntungan, jual-beli atau niaga.”

2.1.4 Pasar

Pasar adalah sebagai tempat pemusatan beberapa pedagang tetap dan tidak tetap yang terdapat pada suatu ruangan terbuka atau ruangan tertutup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Menurut Geertz, (1973:8) pasar adalah “... Pusat jaringan perdagangan yangsangat aktif dan meliputi daerah yang amat luas, lewat pasar itu segala macam dagangan disalurkan, dan dari pasar itu sebagian besar penduduk kota kemungkinan mendapat mata pencahariannya.”

2.1.5 Kecamatan Galang

KecamatanGalangadalah sebuah Kecamatan Galang beribukota Galang kota yang merupakan satu-satunya kelurahan di dalam kecamatan ini. Kecamatan Galang terdiri dari kecamatan ini berada pada 02"57' - 03"16' ibukota kabupaten Deli Serdang, KM dengan waktu tempuh mencapai 15-20 menit perjalanan. Jalan lintas terlebih dahulu melalui kecamatan kecamatan di kabupte

12

Gambar2. 1 Peta Kecamatan Galang

Sumber : http//sumut.bps.go.id/Galang

2.2 Tinjauan Pustaka

Penulis menemukan beberapa buku dan jurnal yang relevan dengan judul penelitian ini. Adapun buku dan Jurnal yaitu:

Sulistyawati dan Cahaya Wirawan Hadi, (2010) Meneladani Etos Kerja Warga Tionghoa.Jurnal ini menjelaskan tentang pedagang Tionghoa di Indonesia merekalah yang paling berhasil.Hal ini juga disebabkan karena sebagian besar dari mereka sangat ulet, tahan uji, hemat, sederhana, tanggung-jawab, kerjasama, kuat dan rajin.Rupanya keberhasilan dalam suku-suku pedagang inilah yang menjadi lambang yang dilihat sebagai etos kerja yang perlu diteladani, tanpa memperhatikan imigran Tionghoa lain, yang berasal dari suku-bangsa lain, yang kebanyakan tidak berprofesi di dunia perdagangan, dan banyak juga yang hidup dalam kemiskinan.Jurnal ini bermanfaat untuk penulis karena jurnal ini berkaitan dengan etos kerja.

13

Vorta Tambunan, (2009) Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa. Bisnis bagi etnis Tionghoa merupakan roda perekonomian yang penting untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Skripsi ini menjelaskan tentang Eksistensi etnis Tionghoa memiliki aturan atau norma-norma yang pada umumnya sudah ada di setiap individu atau kelompok-kelompok bisnis, hanya saja keuletan dan kerajinan mereka dalam berusaha yang membuat etnis Tionghoa jauh lebih hebat dan dianggap sebagai etnis yang kuat dalam berbisnis. Skripsi ini bermanfaat untuk penulis karena skripsi ini berkaitan dengan bisnis masyarakat Tionghoa.

Desy Harahap, (2011) Perbedaan Motivasi Berprestasi pada Karyawan Etnis Batak dan Etnis Tionghoa di Citi Finantial Medan.Skripsi ini menjelaskan tentang peranan gaya kepemimpinan transformasional sebagai prediktor positif bagi komitmen organisasi. Globalisasi menciptakan ancaman semakin banyaknya persaingan bisnis yang menuntut perusahaan untuk memiliki sumberdaya manusia yang berkomitmen tinggi. Skripsi bermanfaat untuk penulis karena skripsi ini berkaitan dengan Teori Motivasi Berprestasi.

Fahri Rezki Rahman, (2013) Aktualisasi Nilai Budaya Lokal dalam Kepemimpinan Pemerintahan di Kota Palopo. Skripsi ini menjelaskan konsep otonomi daerah dalam pelaksanaannya tidak menjamin eksistensi nilai budaya lokal dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah khususnya Kota Palopo, terkait dengan variabel nilai budaya lokal adele, lempu, dan getteng, terhadap pemahaman dan aktualisasi nilai tersebut dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi selaku pemimpin pemerintahan.

14 2.3 Landasan Teori

Landasan Teori, teori merupakan yang alat terpenting dari suatu pengalaman. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan, (Koentjaraningrat, 1973:10).Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena.Teori adalah rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian didalam ilmu pengetahuan. Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini. Adapun teori yang penulis pergunakan adalah seperti teori yang diuraikan berikut:

2.3.1 TeoriMotivasi Berprestasi (N-Ach)

Motivasi berprestasi pertama kali diperkenalkan oleh Murray yang diistilahkan dengan need for achievement dan dipopulerkan oleh Mc Clellanddengan sebutan n-ach,(dalamMc Clelland, 1971:40). Motivasi berprestasi adalah semangat seseorang untuk memberikan yang terbaik di dalam melakukan suatu pekerjaan dan mampu bekerja secara optimal dan tidak pesimis.Menurut Mc Clelland(1971:40)motivasi berprestasi merupakan“... Daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang karena itu, kebutuhan berprestasi ini akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang optimal.”

Individu yang menunjukkan motivasi berprestasi merupakan individu yang task oriented dan siap menerima tugas-tugas yang menantang dan kerap

15

mengevaluasi tugas-tugasnya dengan beberapa cara, yaitu membandingkan dengan hasil kerja orang lain atau dengan standar tertentu. Ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi sangat suka dengan tantangan yang bertaraf sedang tidak suka dengan tantangan yang terlalu mudah, terlalu sulit, bertanggung jawab hingga tuntas terhadap tugas yang sedang dikerjakan, menyukai umpan balik dengan cara membandingkan performannya dengan orang lain ataupun suatu standarisasi tertentu, tekun dan gigih terhadap tugas yang berkaitan dengan kemajuannya.Menurut McClelland,(dalam Maentiningsih, 2008:6-8). Ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah:

1. Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang/menengah.

Mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi tidak menyukai tugas yang terlalu mudah atau tidak menantang, yang dinilai tidak mampu memuaskan kebutuhan berprestasi mereka. Mereka berpendapat jika tugas terlalu mudah, tidak ada alasan untuk terlihat lebih baik karena semua orang pasti dapat melakukannya. Namun disisi lain mereka juga tidak menyukai tugas yang terlalu sulit karena hal ini dapat menghambat kesempatan mereka untuk meraih kesuksesan. Mereka tidak tertarik untuk melakukannya karena kemungkinan untuk gagal terlampau besar.Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi lebih menyukai tugas yang memiliki taraf kesukaran sedang namun menjanjikan kesuksesan. Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha mencoba setiap tugas yang menantang dan sulit tetapi mampu untuk diselesaikan, sedangkan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi

16

tinggi akan enggan melakukannya. Maka orang-orang yang memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi menyenangi tugas, pekerjaan, dan vokasional yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan kemampuan mereka dengan tuntutan dari pekerjaan mereka tersebut.

2. Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja.

Orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memilih untuk bertanggung jawab secara personal untuk performa mereka, karena hanya dalam kondisi tersebut mereka dapat memperoleh kepuasan setelah melakukan sesuatu yang lebih baik. Individu tersebut juga mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya hingga tuntas, dan selalu ingat akan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan. Intinya, mereka fokus pada peningkatan performa mereka secara pribadi, tanpa memperhatikan apakah prestasi tersebut berpengaruh bagi anggota kelompok mereka atau tidak.

3. Suka menerima umpan balik (suka membandingkan kinerja dengan orang lain). Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mengharapkan umpan balik dengan cara membandingkan performannya dengan orang lain atau suatu standarisasi tertentu. Penetapan standar keberhasilan merupakan motif ekstrinsik yang bukan dari dalam dirinya, namun ditetapkan dari orang lain. Seseorang terdorong untuk berusaha mencapai standar yang ditetapkan oleh orang lain karena takut kalah dari orang lain. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi kerap mengharapkan umpan balik dan membandingkan hasil kerjanya dengan hasil kerja orang

17

lain dengan suatu ukuran keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standartertentu.

4. Tekun dan gigih terhadap tugas yang berkaitan dengan kemajuannya. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memiliki kinerja yang baik, aktif berproduktivitas, dan tekun dalam bekerja. Dengan adanya motivasi berprestasi akan memiliki sifat-sifat seperti selalu berusaha mencapai prestasi sebaik-baiknya dengan selalu tekun dalam menjalankan tugas.

Adanya motivasi berprestasi dalam diri individu akan menumbuhkan jiwa kompetisi yang sehat dan menumbuhkan individu-individu yang bertanggung jawab. Motivasi berprestasi yang tinggi juga akan membentuk individu menjadi pribadi yang kreatif. Jadi dapat disimpulkan, bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan dari dalam diri individu untuk mencapai suatu nilai kesuksesan. Nilai kesuksesan tersebut mengacu pada perbedaan dengan suatu keberhasilan atas penyelesaian masalah yang pernah diraih oleh individu maupun keberhasilan individu lain yang dianggap mengandung suatu nilai kehormatan.

2.3.2 TeoriOrientasi Nilai Budaya

Nilai-nilai budaya adalah wujud ideal dari kebudayaan yang merupakan konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat. Secara fungsional, nilai budaya berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan

18

orientasi kepada kehidupan manusia.Menurut Kluckhohn dan Strodtbeck, (Koentjaraningrat, 1990:78) konsepsi mengenai isi dari nilai budaya yang secara universal ada dalam tiap kebudayaan menyangkutlima hal, yaitu:

1) Masalah human nature, atau makna hidup manusia

2) Masalah man nature, atau makna dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya

3) Masalah time, atau persepsi manusia mengenai waktu

4) Masalah activity, atau soal makna dari pekerjaan, karya dan amal perbuatan manusia, dan

5) Masalah relational, atau hubungan manusia dengan sesama manusia. Masalah human nature atau makna hidup manusia.Masyarakat Tionghoa belajar dari kehidupan masa lalu yang kelam, masa lalu yang tidak bisa membuat mereka berkecimpung di bidang strategis khususnya politik bahkan susahnya mendapatkan pengakuan sebagai salah satu etnis penduduk Indonesia. Masalah man natureatau makna dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya.Sebagai warga Galang, Deli Serdang yang tidak memiliki lahan sebagai lahan pertanian, hal ini menjadikan latar belakang masyarakat Tionghoa harus aktif dan dinamis dalam mencari celah usaha di luar pertanian yang tentu dikuasai oleh penduduk asli sehingga menjadikan masyarakat Tionghoa berkecimpung dalam dunia perdagangan.

Masalah time atau persepsi manusia mengenai waktu.Masyarakat Tionghoa sangat menghargai waktu yang berlalu setiap hari karena waktu terbatas dan tidak dapat diulang.Waktu bagi mereka sangatlah berharga, setiap detik adalah kerja keras yang harus ditempuh. Mereka juga sangat menghargai waktu dalam berbisnis, mereka memulai usahanya lebih awal dari orang lain dan menutup usahanya lebih akhir dari orang lain juga.

19

Masalah activity atau soal makna dari pekerjaan, karya dan amal perbuatan manusia.Masyarakat Tionghoa suka bekerja keras, tekun, dan gigih di dalam pekerjaan karena, itu adalah kunci kesuksesan di dalam bekerja. Sampai saat ini masyarakat Tionghoa memperoleh kesuksesan di perdagangan karena sifat-sifat tersebut sudah ditanamkan sejak dini oleh orang tua mereka.

Masalah relational, atau hubungan manusia dengan sesama manusia.Masyarakat Tionghoa di kota Galang, Deli Serdang dapat berbaur dan berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Mereka saling membantu, bergotong royong, tolong-menolong walaupun masyarakat Tionghoa dengan masyarakat lainnya memiliki perbedaan dalam suku, agama, adat dan budaya tetapi perbedaan itu tidak menjadikan suatu hambatan sehingga tercipta kerukunan antar masyarakat.Hubungan sosial dengan masyarakat lainnya dapat berjalan dengan baik tanpa memandang perbedaan.

Pendapat di atas menegaskan bahwa orientasi manusia terhadap nilai budaya akan tergantung pada hakikat kedudukan manusia dalam kehidupannya serta kesadarannya terhadap keharmonisan hubungan dengan penciptanya yang tumbuh dari pengakuannya sebagai makhluk yang diciptakan dan memiliki peran khusus dalam kehidupannya di dunia.

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada awal abad ke-2 SM, yaitu pada masa Dinasati Han, para pedagang China sudah menjalin hubungan dagang dengan separuh bagian dunia.Sejak itu, hingga sekarang awal abad ke-19, tidak dapat disangkal China telah menjadi negara dagang yang besar (Yuan Wang, dkk. 2000: 10).

Masyarakat China atau Masyarakat Tionghoa yang berada di Indonesia memang merupakan suku bangsa perantau yang telah berabad-abad lamanya berinteraksi dengan masyarakat lokal di Nusantara.Masyarakat Tionghoa hidup membaur baik dalam keseharian maupun dalam menjalankan aktivitas yang berhubungan dengan kebudayaannya.Masyarakat Tionghoa selalu diidentifikasikan sebagai pedagang atau wirausahawan. Masyarakat Tionghoa yang berada di Indonesia, sebenarnya bukan satu suku yang berasal dari satu daerah di negara China, tetapi terdiri dari beberapa suku bangsa yang berasal dari dua provinsi yaitu Fukien dan Kwangtung yang sangat terpencar daerah-daerahnya. Setiap imigran China ke Indonesia membawa kebudayaan suku bangsanya sendiri-sendiri bersama dengan perbedaan bahasanya, yaitu: Hokkien, Teo-chiu, Kanton dan Hakka (Dalam Yulianti, 2010:3).

Masyarakat Tionghoa merupakan populasi terbesar di dunia saat ini, dan secara tradisional merupakan pemilik usaha yang berhasil di belahan bumi manapun.Banyak sekali kajian yang dilakukan untuk menilai masyarakat Tionghoa memperoleh kesuksesan.Bisnis usaha Tionghoa di Asia diperkirakan

2

mencapai 80% perusahaan, baik yang berskala menengah sampai berskala besar.Hampir setiap bidang usaha yang dimiliki individu dengan masyarakat Tionghoa berjalan dengan baik dan sukses. Masyarakat Tionghoa memiliki karakteristik personal, gaya manajerial serta nilai-nilai sosial dan kultural sehingga di dalam bisnis usahanya berhasil dengan baik.

Pada rezim Orde Baru, ruang gerak masyarakat Tionghoa sangat dibatasi, mereka dilarang keras untuk berkecimpung di bidang strategis, khususnya politik.Banyak keturunan Tionghoa memilih terjun dalam dunia bisnis atau jadi pedagang. Mereka dapat hidup layak di tengah masyarakat yang plural bahkan banyak di antaranya sukses menjadi orang kaya sehingga masyarakat Tionghoa mampu menjadi suku yang menguasai perdagangan (Arifin, 2013: 15).

Masyarakat Tionghoa adalah masyarakat pendatang di kota Medan yang akhirnya mendapat pengakuan sebagai salah satu etnis penduduk Indonesia setelah memenuhi persyaratan Undang-undang No. 6 Tahun 2000 tentang persyaratan kewarganegaraan. Masyarakat Tionghoa yang ada di kota Medan adalah masyarakat yang dominan sebagai pelaku bisnis dan perdagangan.

Kecamatan Galang yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang.Penduduk kecamatan Galang sebagian kecil dihuni oleh Masyarakat Tionghoa. Pada umumnya, Masyarakat Tionghoa tinggal di kota Galang. Kecamatan Galang memiliki beragam etnis, seperti: etnis Karo, etnis Batak Toba, etnis Jawa, etnis Minang, etnis Tionghoa, etnis Aceh, dan etnis pendatang lainnya.

Etnis utama di kecamatan Galang, Deli Serdang adalah Jawa 926.939 jiwa (51,77 %), Karo 194.107 jiwa (10,84 %), dan Toba 193.016 jiwa (10,74%) dan

3

etnis China termasuk golongan minioritas hanya 40.650 jiwa (2,27%), Kecamatan Galang tidak mudah terpecah belah walaupun beragam etnis.Masing-masing memiliki kecenderungan aktivitas, seperti etnis Tionghoa cenderung beraktivitas pada perekonomian dalam bidang perdagangan. Kecenderungan ini bukan bermaksud keharusan tetapi sebagian besar dari etnis Tionghoa melakukan aktivitas yang sama pada dunia perdagangan.

Kecamatan Galang memiliki lahan pertanian yang cukup luas.Mata pencaharian penduduk yang mendominasi di Kecamatan Galang adalah pertanian.Mereka bercocok tanam jagung, ubi-ubian, sayur-sayuran, perkebunan, pembuat tahu tempe, perikanan, dan peternakkan. Namun, masyarakat Tionghoa tidak bergelut di bidang pertanian justru masyarakat Tionghoa menguasai bidang

Dokumen terkait