• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

6.2 Saran

6.2.1 Kepada pihak rumah sakit diharapkan agar meningkatkan pemberian informasi kepada penderita hipertensi dengan komplikasi serta kepada keluarganya. Rumah sakit juga diharapkan meningkatkan pelayanan kesehatan yaitu upaya kuratif kepada penderita hipertensi dengan komplikasiserta melengkapi pencatatan sumber dana dan pengisian kolom data terkhusus untuk data penderita Hipertensi dengan komplikasi yakni

pada kolom tingkat pendidikan. Sebagai rumah sakit rujukan, rumah sakit ini perlu meningkatkan fasilitas penunjang pelayanan kuratif terutama untuk penanganan hipertensi dengan komplikasi gagal ginjal agar sebagai rumah sakit rujukan, rumah sakit ini tidak lagi merujuk pasien ke rumah sakit lain yang memiliki kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik.

6.2.2 Kepada penderita hipertensi dengan komplikasi diharapkan untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin, meminum obat dengan teratur, dan mengubah pola dan gaya hidup menjadi lebih sehat denganberolahraga teratur, menjaga pola makan, mengurangi stres dan sebagainya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi

2.1.1 Tekanan Darah

Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke dinding arteri saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Gaya yang menghasilkan kekuatan memungkinkan darah membawa oksigen serta zat-zat lain yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh dapat beredar sehingga seluruh jaringan tubuh dapat hidup dan dapat melaksanakan masing-masing tugasnya (Kertohoesodo, 1979).

Tekanan darah terdiri dari tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan darah sistolik (TDS) yaitu tekanan di arteri saat jantung berdenyut atau berkontraksi memompa darah melalui pembuluh darah untuk dapat beredar ke seluruh tubuh. Tekanan darah diastolik (TDD) yaitu tekanan di arteri saat jantung berelaksasi di antara dua denyutan (kontraksi). Tekanan darah pada orang dewasa sangat bervariasi. Tekanan darah sistolik berkisar antara 95-140 mmHg. Di lain pihak tekanan diastolik berkisar antara 60-90 mmHg. Walaupun demikian tekanan darah pada umumnya berkisar pada rata-rata nilai normal sekitar 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik. Kedua tekanan tersebut di atas merupakan tekanan yang dihasilkan oleh aktivitas kerja jantung sebagai pompa dan menyebabkan darah mengalir di dalam sistem arteri secara terus-menerus tiada henti-hentinya (Palmer, 2007).

Tekanan darah sistolik dan diastolik yang normal penting untuk mempertahankan fungsi efisien pada organ-organ vital seperti jantung, otak dan ginjal, dan untuk seluruh kelangsungan hidup (WHO, 2013).

2.1.2 Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat / tenang (Depkes RI, 2007). Batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau 120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg (WHO, 2011).

Menurut petunjuk WHO-ISH dalam Joewono (2003), klasifikasi hipertensi menyerupai JNC VI, yaitu:

a. Optimal bila tekanan sistolik <120 mmHg dan tekanan darah diastolik <80 mmHg

b. Normal bila tekanan sistolik <130 mmHg dan tekanan darah diastolik <85 mmHg

c. Normal tinggi bila tekanan sistolik 130-139 mmHg dan tekanan darah diastolik 85-89 mmHg

d. Hipertensi derajat 1 (ringan) bila tekanan sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-99 mmHg

e. Hipertensi derajat 2 (sedang) bila tekanan sistolik 160-179 mmHg dan tekanan darah diastolik 100-109 mmHg

f. Hipertensi derajat 3 (berat) bila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg

g. Hipertensi sistolik (Isolated Sistolic Hypertension) bila tekanan sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik <90 mmHg

Etiologi hipertensi tidak diketahui pada lebih dari 95% kasus kenaikan tekanan darah. Kajian epidemiologi selalu menunjukkan adanya hubungan yang penting dan bebas antara tekanan darah dan berbagai kelainan, terutama penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, dan kerusakan fungsi ginjal (Laporan komisi pakar WHO, 2001).

2.2 Klasifikasi Hipertensi 2.2.1 Berdasarkan Etiologi

a. Hipertensi Primer atau Esensial

Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Hipertensi primer memiliki populasi kira-kira 90% dari seluruh pasien hipertensi. Hipertensi primer kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah (Ruhyanudin, 2007).

b. Hipertensi Sekunder atau non Esensial

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah gagal ginjal. Pada sekitar

1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu misalnya pil KB (Ruhyanudin, 2007).

Menurut Yasmin (1996), Sekitar 5% prevalensi hipertensi telah diketahui penyebabnya, dan dapat dikelompokkan seperti di bawah ini:

a. Penyakit parenkim ginjal (3%). Setiap penyebab gagal ginjal (glomerulonefritis, pielonefritis, sebab-sebab penyumbatan) akan menyebabkan kerusakan parenkim akan cenderung menimbulkan hipertensi dan hipertensi itu sendiri akan mengakibatkan kerusakan ginjal.

b. Penyakit renovaskular (1%). Terdiri atas penyakit yang menyebabkan gangguan pasokan darah ginjal dan secara umum dibagi atas aterosklerosis, yang terutama mempengaruhi sepertiga bagian proksimal arteri renalis dan paling sering terjadi pada pasien usia lanjut, dan fibrodisplasia yang terutama mempengaruhi 2/3 bagian distal.

c. Endokrin (1%). Pertimbangan aldosteronisme primer (sindrom Conn) jika terdapat hipokelemia bersama hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan rennin yang rendah akan mengakibatkan kelebihan (overload) natrium dan air.

2.2.2 Berdasarkan TDS dan TDD

Menurut Joint Comitte on Detection and Treatment of High Pressure 7(JNC 7) tahun 2003, hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tekanan darah penderita sebagaimana terlihat dibawah ini :

a. Normal apabila tekanan darah sistolik ≤120 mmHg dan tekanan darah diastolik ≤80 mmHg.

b. Prehipertensi apabila tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan darah diastolik 80-89 mmHg.

c. Hipertensi derajat 1 apabila tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-99 mmHg.

d. Hipertensi derajat 2 apabila tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥100 mmHg.

2.3 Gejala Klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan di otak (Ruhyanudin, 2007).

Hipertensi berat yang tidak ditangani segera dapat mengakibatkan komplikasi dengan meningkatkan kerusakan pembuluh darah yang meliputi arteri kecil (tahanan) dan arteriol serta arteri besar (saluran). Semua lesi ini bisa mengakibatkan morbiditas jantung, ginjal dan pembuluh darah otak serta kematian (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

2.4 Komplikasi

Hipertensi berpengaruh terhadap hampir semua bagian tubuh terutama jantung, pembuluh darah, otak, ginjal dan mata. Adapun komplikasi yang mungkin timbul tergantung pada berapa tinggi tekanan darah, berapa lama telah dialami, adakah faktor-faktor risiko lain dan bagaimana penyakit tersebut ditangani (Kemenkes RI, 2012).

Tekanan darah secara alami berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan darah tersebut persisten. Tekanan seperti membuat sistem sirkulasi dan organ yang mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak) menjadi tegang (Palmer, 2007). Bila tekanan darah tinggi tidak dapat dikontrol dengan baik, maka dapat terjadi serangkaian komplikasi serius dan penyakit kardiovaskular seperti angina atau rasa tidak nyaman di dada dan serangan jantung, stroke, gagal jantung, kerusakan ginjal, gagal ginjal, masalah mata, dan hipertensif encephalopathy (Yasmin, 1996).

a. CVD (Cardiovascular Disease)

Penyakit pembuluh darah terjadi ketika pembuluh darah menyempit. Penyempitan pada pembuluh darah menghasilkan penurunan transportasi darah kaya oksigen ke bagian-bagian tubuh yang berbeda. Penyakit pembuluh darah juga dikenal sebagai VCD (Cardiovascular Diesease). Pembuluh darah dalam tubuh bertanggung jawab untuk transportasi oksigen, darah dan nutrisi ke seluruh tubuh. Penyakit jantung dan pembuluh darah (Kardiovaskuler) adalah penyakit yang menyangkut jantung itu sendiri dan pembuluh-pembuluh darah. Yang

menjadi prioritas pengendalian penyakit pembuluh darah adalah : Hipertensi, penyakit jantung koroner, dan stroke (Corwin, 2009).

Penyakit ini umumnya disebabkan karena penyempitan pembuluh darah oleh lemak dan kolesterol selama jangka waktu yang panjang. Lemak jenuh ditemukan dalam makanan digoreng dan junk masuk dan berkumpul pada dinding pembuluh darah, akhirnya menutup jalan bagi aliran darah. Riwayat keluarga, usia, dan jenis kelamin meningkatkan kemungkinan mendapatkan penyakit pembuluh darah. Orang-orang di atas usia 45 atau yang memiliki anggota keluarga dengan jantung seperti penyakit pembuluh darah atau beresiko lebih besar tertular penyakit ini. Selain itu, kondisi tertentu seperti diabetes, merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, obesitas dan gaya hidup dapat

menyebabkan masalah pembuluh darah(Corwin, 2009).

b. Gagal Ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksi dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema (Corwin, 2009).

2.5 Epidemiologi Hipertensi 2.5.1 Berdasarkan Orang

Menurut Kaplan (1991) prevalensi penderita hipertensi umumnya paling tinggi dijumpai pada usia 40-45 tahun. Penderita kemungkinan mendapat komplikasi pembuluh darah otak 6-10 kali lebih besar pada usia tersebut.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas secara nasional mencapai 31,7%. Berdasarkan kelompok umur yang paling tinggi terdapat pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu 63,5% dan pada kelompok umur diatas 75 tahun yaitu 67,3%. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi hipertensi pada laki-laki sebesar 31,3% dan pada perempuan 31,9% (Riskesdas, 2007).

2.5.2 Berdasarkan Tempat

Prevalensi hipertensi tertinggi ditemukan di Afrika yaitu sekitar 46% pada orang dewasa usia 25 tahun ke atas dan prevalensi terendah yaitu sekitar 35% ditemukan di Amerika. Secara keseluruhan, di negara yang berpenghasilan tinggi memiliki prevalensi hipertensi yang lebih rendah yaitu sekitar 35% dibandingkan kelompok lain sekitar 40% (WHO, 2013).

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). (Riskesdas, 2007).

Menurut Kaplan (1991), penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai lebih rentan terhadap penyakit hipertensi karena tingkat mengkonsumsi garam

lebih tinggi dibandingkan daerah pegunungan yang lebih banyak mengonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.

2.5.3 Berdasarkan Waktu

Pada tahun 2008, di seluruh dunia, sekitar 40% orang dewasa berusia 25 tahun keatas telah didiagnosa mengalami hipertensi. Jumlah orang yang mengalami hipertensi meningkat dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi 1 milyar pada tahun 2008 (WHO, 2013).

Hasil survei kesehatan rumah tangga pada tahun 2001 di kalangan penduduk umur 25 tahun ke atas menunjukkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita menderita hipertensi. Terdapat 50% penderita tidak sadar sehingga penyakitnya lebih berat karena tidak merubah dan menghindari faktor risiko. Sebanyak 90% kasus hipertensi adalah kasus hipertensi esensial dan hanya 10% penyebabnya diketahui seperti gagal ginjal, kelainan hormonal dan kelainan pembuluh darah. Angka kesakitan hipertensi pada dewasa sebanyak 6-15% dan kasusnya cenderung meningkat menurut peningkatan usia (Sugiharto, 2007).

Sedangkan hasil SKRT 2004 menunjukkan proporsi hipertensi pada pria sebesar 12,2% dan wanita 15,5%. Berdasarkan laporan riskesdas tahun 2007 prevalensi hipertensi di Indonesia saat ini mencapai 31,7% dari total penduduk dewasa (Riskesdas, 2007).

2.6 Faktor Risiko Hipertensi 2.6.1 Umur

Pada sebuah studi, semakin tua usia seseorang maka semakin besar risiko mengalami hipertensi, karena dengan semakin bertambahnya usia, kemampuan elastisitas pembuluh darah akan mengalami penurunan (Maric,2005)

Tekanan darah tinggi dapat menyerang siapa saja. Orang berusia muda yang menyandang hipertensi cenderung memiliki tekanan diastolik tinggi sedangkan orang lanjut usia cenderung memiliki tekanan sistolik tinggi. Tekanan darah tinggi sangat sering terjadi pada orang berusia lebih dari 60 tahun karena tekanan darah secara alami cenderung meningkat seiring bertambahnya usia (Palmer, 2007).

Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan (1993), kejadian hipertensi paling tinggi pada usia 30-40 tahun. Pada sebagian besar populasi di negara barat, TDS cenderung meningkat secara progresif pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa untuk mencapai nilai rata-rata 140 mmHg pada usia 70-an atau 80-an.

Di Inggris, prevalensi tekanan darah tinggi pada usia pertengahan adalah sekitar 20% dan meningkat lebih dari 50% pada usia diatas 60 tahun. Tekanan darah tinggi juga dapat terjadi pada usia muda namun prevalensinya rendah yaitu kurang dari 20% (Palmer, 2007).

2.6.2 Jenis Kelamin

Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan (1993), komplikasi hipertensi meningkat pada laki-laki. Pada usia dini tidak

terdapat bukti nyata tentang adanya perbedaan tekanan darah antara laki-laki dan wanita. Akan tetapi, mulai pada masa remaja, pria menunjukkan kecenderungan yang lebih tinggi untuk menderita hipertensi. Perbedaan ini lebih jelas pada orang dewasa muda dan orang setengah baya. Perubahan pada masa tua antara lain dapat dijelaskan dengan tingkat kematian awal yang lebih tinggi pada pria pengidap hipertensi.

Pada usia 45 tahun, pria memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hipertensi dibandingkan wanita. Tetapi pada usia 55 hingga 64 tahun, pria dan wanita memiliki kemungkinan yang sama untuk mengalami hipertensi. Pada usia 65 tahun ke atas, wanita memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hipertensi dibandingkan pria (Maric, 2005).

2.6.3 Genetika

Faktor genetik juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Oleh karena itu, orang yang memiliki riwayat keluarga mengalami hipertensi, memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hipertensi (CDC, 2015).

Sekitar 20-40% variasi tekanan darah di antara individu disebabkan oleh faktor genetik. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah dibanding dengan anak adopsi. (Laporan komisi pakar WHO, 2001).

2.6.4 Ras atau Suku Bangsa

Orang kulit hitam berisiko lebih tinggi mengalami hipertensi dibandingkan orang kulit putih, Hispanic, orang Asia, orang Indian Amerika, atau penghuni asli

Alaska. Orang kulit hitam juga mengalami hipertensi lebih awal dibandingkan dengan orang kulit putih (CDC,2015).

2.6.5 Pola Makan

Pola makan penduduk yang tinggi di kota-kota besar berubah dimana makanan instan dan makanan yang kaya kolesterol menjadi bagian yang dikonsumsi sehari-hari. Makan ikan secara teratur sebagai cara mengurangi berat badan akan meningkatkan penurunan tekanan darah pada penderita gemuk dan memperbaiki profil lemak. (Joewono, 2003).

2.6.6 Konsumsi Garam

Asupan natrium yang meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan, yang meningkatkan volume darah. Di samping itu, diet tinggi garam dapat mengecilkan diameter dari arteri. Jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang sempit. Akibatnya adalah hipertensi. (Hull, 1996).

2.6.7 Kelebihan Berat Badan

Menurut Kaplan (1991), anak dan dewasa yang kegemukan menderita lebih banyak hipertensi dan penambahan berat badan biasanya diikuti oleh kenaikan tekanan darah. Walaupun kalori tambahan yang bertanggung jawab bagi kenaikan berat badan, dapat menginduksi hipertensi karena ia membawa natrium tambahan.

Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO (2001) pada kebanyakan kajian, kelebihan berat badan berkaitan dengan 2-6 kali kenaikan risiko mendapat

hipertensi. Pada populasi Barat, jumlah kasus hipertensi yang disebabkan oleh kelebihan berat badan diperkirakan 30-65%.

2.6.8 Rokok

Rokok merupakan campuran beracun yang terdiri dari 7000 bahan kimia. Kebanyakan dari bahan kimia tersebut merupakan racun. Ketika bahan-bahan kimia ini masuk ke dalam tubuh maka akan terjadi kerusakan. Seiring berjalannya waktu, kerusakan tersebut memicu timbulnya penyakit. Merokok meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi melalui efek vasokonstriksi akutnya (CDC, 2010)

Menurut Dekker (1996), rokok menyebabkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan juga menyebabkan pengapuran sehingga volume plasma darah berkurang karena tercemar nikotin, akibatnya viskositas darah meningkat sehingga timbul hipertensi.

2.6.9 Stres

Ketika individu mengalami stres, terjadi pelepasan hormon katekolamin, adrenalin, dan kortisol yang merupakan hormon stres utama. Hormon-hormon ini dilepaskan ke dalam darah yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan vasokonstriksi dari pembuluh darah untuk membawa darah yang lebih banyak ke pusat tubuh daripada ke ekstremitas. Vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan denyut jantung juga meningkatkan tekanan darah (Bruchie, 2011). 2.6.10 Status Olahraga

Olahraga adalah aktifitas fisik yang terencana dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang untuk mencapai kebugaran. Aktivitas

fisik yang kurang meningkatkan risiko untuk terjadinya hipertensi sedangkan aktifitas fisik yang teratur menurunkan tekanan darah (WHO, 2014).

Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan terhadap tekanan darah tinggi. Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya menjaga bentuk tubuh dan berat badan, tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah. Jenis latihan yang dapat mengontrol tekanan darah adalah berjalan kaki, bersepeda, berenang, dan aerobik (Palmer,2007).

2.7 Pencegahan Hipertensi 2.7.1 Pencegahan Primordial

Pencegahan primodial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor risiko terhadap penyakit hipertensi yang merupakan pencegahan tahap awal, agar masyarakat yang sehat tidak sampai terkena penyakit hipertensi. Dalam pencegahan primodial itu sendiri dengan cara melakukan pendekatan populasi maupun perorangan. Antara lain dengan cara mempertahankan gaya hidup yang sehat (Sobel, 1996).

2.7.2 Pencegahan Primer

Menurut Sobel (1996), hal-hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan primer adalah:

a. Gaya Hidup : meningkatkan pengetahuan dan pendidikan tentang bahaya penyakit hipertensi, reduksi stress, makan rendah garam, lemak dan kalori, latihan fisik, tidak merokok, makan cukup sayur dan buah serta konsumsi vitamin dengan benar. Istirahat yang cukup dan olah raga yang teratur.

b. Lingkungan : kesadaran atas stress kerja, menerapkan dan meningkatkan pola hidup sehat, hindari kegiatan yang menimbulkan stres.

c. Pelayanan kesehatan : pendidikan kesehatan dan pemeriksaan tekanan darah. 2.7.3 Pencegahan Sekunder

Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO (2001), sasaran utama adalah pada mereka terkena penyakit hipertensi melalui diagnosis dini serta pengobatan yang tepat dengan tujuan mencegah proses penyakit lebih lanjut dan timbulnya komplikasi. Pemeriksaan diagnostik terhadap pengidap tekanan darah tinggi mempunyai beberapa tujuan:

a. Memastikan bahwa tekanan darahnya memang selalu tinggi b. Menilai keseluruhan risiko kardiovaskular

c. Menilai kerusakan organ yang sudah ada atau penyakit yang menyertainya d. Mencari kemungkinan penyebabnya

Sudah jelas bahwa semua tujuan ini merupakan unsur-unsur proses diagnosis tunggal yang bertahap dan menyeluruh yang menggunakan tiga metode klasik: pencatatan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Sejauh mana pemeriksaan laboratorium harus dilakukan dapat disesuaikan dengan bukti yang diperoleh dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan uji laboratorium pendahuluan (laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

Menurut Sobel (1998), pencegahan bagi mereka yang terancam dan menderita hipertensi adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan berkala

a. Pemeriksaan/pengukuran tekanan darah secara berkala oleh dokter secara teratur merupakan cara untuk mengetahui apakah kita menderita hipertensi atau tidak

b. Mengendalikan tensi secara teratur agar tetap stabil dengan atau tanpa obat-obatan anti hipertensi

2. Pengobatan/perawatan

a. Pengobatan yang segera sangat penting dilakukan sehingga penyakit hipertensi dapat segera dikendalikan

b. Menjaga agar tidak terjadi komplikasi akibat hiperkolesterolemia, diabetes mellitus dan lain-lain

c. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang wajar sehingga kualitas hidup penderita tidak menurun

d. Mengobati penyakit penyerta seperti dibetes mellitus, kelainan pada ginjal, hipertiroid, dan sebagainya yang dapat memperberat kerusakan organ. 2.7.4 Pencegahan Tersier

Menurut Sobel (1998), tujuan utama adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut dan mencegah cacat/kelumpuhan dan kematian karena penyakit hipertensi. Pencegahan tersier penyakit hipertensi adalah sebagai berikut:

a. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang normal sehingga kualitas hidup penderita tidak menurun

b. Mencegah memberatnya tekanan darah tinggi sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada jaringan organ otak yang mengakibatkan stroke dan kelumpuhan anggota badan

c. Memulihkan kerusakan organ dengan obat antihipertensi 2.8 Kerangka Konsep

Karakteristik Penderita Hipertensi Rawat Inap 1. Sosiodemografi Umur Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Tempat tinggal Status Perkawinan 2. Keluhan Utama 3. Derajat Hipertensi 4. Komplikasi Hipertensi 5. Lama Rawatan Rata-Rata 6. Keadaan Sewaktu Pulang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya arus globalisasi di segala bidang berupa perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada pola hidup masyarakat. Indonesia dewasa ini sedang dihadapkan pada terjadinya transisi epidemiologi, transisi demografi dan transisi teknologi, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi menjadi penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung, hipertensi, ginjal, stroke, dan penyakit degeneratif lainnya yang akhir-akhir ini banyak terjadi di masyarakat. Terjadinya transisi epidemiologi disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan dalam hal sosial ekonomi, lingkungan, dan perubahan struktur penduduk yang mengakibatkan masyarakat mengadopsi perilaku hidup yang tidak sehat yang diduga sebagai faktor risiko terjadinya penyakit tidak menular (Rahajeng dan Sulistyowati, 2011).

Berdasarkan Status Global Noncommunicable Diseases (NCD) World Health Organization (WHO) tahun 2014 melaporkan bahwa pada tahun 2012 sebesar 68% penyebab kematian semua umur di dunia adalah karena Penyakit Tidak Menular (PTM). Perhatian terhadap PTM makin hari makin meningkat, hal tersebut dikarenakan semakin meningkatnya frekuensi kejadian di masyarakat.

Penyakit hipertensi sebagai salah satu penyakit tidak menular dewasa ini menjadi masalah yang besar dan serius, karena prevalensi penyakit hipertensi yang tinggi dan cenderung meningkat. Hipertensi sering kali tidak menunjukkan

gejala sehingga menjadi pembunuh diam-diam (the silent killer of death) dan menjadi penyebab utama timbulnya penyakit jantung, stroke dan ginjal (Suiraoka, 2012).

Sekitar 972 juta orang atau 26,4% penduduk diseluruh dunia menderita hipertensi. Sebanyak 333 juta (proporsi 34,26%) berada di negara maju dan 639 juta (65,74%) berada di negara berkembang.Hipertensi telah membunuh 9,4 juta warga dunia setiap tahunnya sedangkan di kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya dan diketahui terdapat 36% orang dewasa yang menderita hipertensi di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2000).

Dokumen terkait