• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN

5.2 Saran

Saran penelitian ini mencakup pada :

1. Penguatan pemahaman kepada ibu menyusui mengenai pentingnya ASI Eksklusif selama enam bulan,

2. Kombinasi pemahaman kultural dan kesehatan secara klinis dalam lingkup pemberian ASI Eksklusif,

3. Pentingnya peran agen kesehatan (suster, perawat, dokter) dalam menyampaikan informasi kesehatan mengenai ASI Eksklusif secara lengkap dan menyeluruh,

4. Adanya evaluasi terhadap pemberian ASI Eksklusif yang dilakukan ibu menyusui oleh institusi kesehatan, untuk dapat meyakinkan dan mengamati pemberian ASI Eksklusif yang benar,

BAB II

DESKRIPSI UMUM PENELITIAN

2.1 Deskripsi Umum Wilayah 2.1.1 Sejarah Desa Lalang

Menurut sejarah yang dapat dikutip dari cerita para orang tua sebagai putra daerah di Desa Lalang, bahwa Desa Lalang dulunya merupakan satu kecamatan yang belum dipecah-pecah menjadi beberapa desa tepatnya pada masa penjajahan. Kecamatan tersebut bernama Kecamatan Serba Nyaman bukan nama Kecamatan seperti sekarang ini yakni Kecamatan Sunggal. Pada masa itu yang memiliki kuasa yang besar adalah seorang datuk bernama Datuk Serba Nyaman atau Datuk Sunggal. Bentuk pemerintahan masih berbentuk kesultanan dan sebagian besar tanah yang ada merupakan milik sultan.

Pada masa Datuk Serba Nyaman tersebut, semua keputusan yang menyangkut tetang daerah ini harus izin darinya terlebih dahulu. Masyarakat masih harus melakukan kerja paksa atau kerja rodi atas perintah Datuk Serba Nyaman tersebut. Pada masa itu masih banyak rakyat yang belum dapat mengenyam pendidikan. Dimana sekolah pada masa itu juga masih memakai batu lai sebagai tempat menulis dan gerip sebagai alat menulisnya.

Sampai pada saat berakhirnya masa penjajahan kira-kira tahun 1950an, pengaruh dari Datuk Serba Nyaman tersebut pun berkurang. Beberapa tokoh masyarakat saat itu sepakat untuk memecah Kecamatan Serba Nyaman atau Sunggal ini menjadi beberapa desa. Naiklah seorang Penghulu bernama Ishak

Pada saat itu Penghulu adalah Kepala Desa dan yang mengangkatnya bukan langsung dari masyarakat melainkan diangkat dari pemerintah. Masyarakat yang tinggal di Desa Lalang adalah mayoritas suku Banten. Suku Banten sebenarnya bukan penduduk asli Desa Lalang ini, akan tetapi karena ada perpindahan yang terjadi pada tahun 1950-an dalam jumlah yang cukup besar maka suku Banten menjadi mayoritas penduduk di Desa Lalang ini. Penghulu Ishak memberikan tanah milik Perkebunan secara cuma-cuma kepada penduduk yang saat itu pindah ke Desa Lalang. Tanah tersebut sebenarnya milik Perkebunan Deli Maatschapaijj atau dikenal dengan Deli May. Perpindahan tersebut terjadi karena adanya proses pembangunan. Pada saat itu sampai sekarang ini juga Desa Lalang di kenal dengan Kampung Banten.

Desa Lalang pada tahun 1960-an juga masih penuh dengan pepohonan, dimana pohon jadi tumbuh-tumbuh di pinggir-pinggir jalan untuk melindungi perkebunan teh. Perkebunan tembakau merupakan tempat masyarakat desa Lalang ini bekerja selain sebagai petani. Namun seiring pembangunan yang terjadi, banyak pengusaha yang tertarik dengan wilayah Desa Lalang ini karena pertambahan penduduknya yang cukup maju. Sampai pada saat ini Desa Lalang tidak lagi di dominasi dengan suku Banten walau pun namanya masih Kampung Banten, namun menurut data dari Badan Statistik tahun 2009 untuk Desa Lalang bahwa suku Melayu adalah suku mayoritas di desa ini.

2.1.2 Lokasi Penelitian

berada di kawasan Desa Lalang, Desa Lalang pada awalnya merupakan satu wilayah kecamatan yang bernama Kecamatan Serba Nyaman, dimana dahulunya wilayah tersebut dikuasai oleh seorang datuk bernama Datuk Serba Nayaman atau Datuk Sunggal. Pada perkembangannya kemudian wilayah Kecamatan Serba Nyaman berubah menjadi Desa Lalang seiring perubahan era pemerintahan.

Masyarakat yang tinggal di Desa Lalang secara mayoritas adalah suku Banten, walaupun suku Banten bukanlah suku asli di wilayah tersebut melainkan terjadi karena migrasi yang terjadi pada sekitar tahun 1950 ketika wilayah tersebut masih berupa lahan perkebunan.

Desa Lalang merupakan salah satu wilayah desa dari 17 wilayah desa yang terdapat di Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan data geografis, Desa Lalang berada pada ketinggian 50 meter diatas permukaan laut.

Wilayah Desa Lalang yang berada di Kabupaten Deli Serdang memiliki jarak 3 Km menuju Kecamatan Sunggal, dan 25 Km menuju ibukota Kabupaten Deli Serdang serta 12 Km menuju ibukota Propinsi Sumatera Utara.

Peta Lokasi Penelitian

Sumber : googlemaps.com

Adapun batas-batas wilayah Desa Lalang adalah sebagai berikut :  Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Paya Gelu Kecamatan Sunggal,  Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sunggal,

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sei Beras Kata Kecamatan Sunggal,

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Medan Krio atau Suka Maju Kecamatan Sunggal.

Berdasarkan data wilayah Desa Lalang tahun 2009, Desa Lalang memiliki 6 dusun yang terdiri dari 20 Rukun Tetangga (RT) dan 8 Rukun Warga (RW), adapun penamaan dusun diurutkan menurut angka, yaitu Dusun I, II, III, IV, V dan VI.

2.2 Data Kependudukan

Data kependudukan Desa Lalang yang menjadi bagian penulisan ini adalah data kependudukan yang memiliki keterkaitan terhadap fokus penelitian, yaitu pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif. Adapun data kependudukan tersebut mencakup jumlah penduduk, tingkat pendididikan, agama, pekerjaan, etnis dan lain sebagainya.

2.2.1 Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga

Penduduk Desa Lalang berdasarkan data kependudukan tahun 2009 berjumlah 9.646 Jiwa, dengan perincian sebagai berikut :

Tabel 1

Data Kependudukan Jenis Kelamin

Pria Wanita Jumlah

Desa Lalang 4.878 Jiwa 4.768 Jiwa 9.646 Jiwa Sumber : Kecamatan Sunggal Dalam Angka, 2009.

Penduduk Desa Lalang menurut agama adalah bahwa mayoritas penduduk menganut agama Islam, sedangkan komposisi penduduk menurut suku atau etnis adalah etnis Melayu yang merupakan suku mayoritas di Desa Lalang.

2.2.2 Komposisi Penduduk Menurut Umur

Kepadatan penduduk Desa Lalang mencapai 7.403 Jiwa (data tahun 2009), adapun komposisi penduduk menurut umur adalah :

Tabel 2

Komposisi Penduduk Menurut Umur

No Golongan Umur Jumlah (Jiwa)

1 0 – 2 Tahun 206 Jiwa

2 1 – 5 Tahun 735 Jiwa

3 6 – 7 Tahun 378 Jiwa

4 8 – 15 Tahun 1.233 Jiwa

5 16 – 56 Tahun 4.302 Jiwa

6 57 Tahun ke atas 549 Jiwa

Jumlah 7.403 Jiwa

Sumber : Profil Desa Lalang Tahun 2009.

2.2.3 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian dan Kelompok Kerja

Mata pencaharian utama penduduk Desa Lalang adalah sebagai buruh tani dan petani, sedangkan menurut data tahun 2008 sumber penghasilan utama penduduk Desa Lalang adalah jasa angkutan, pergudangan dan jasa komunikasi.

Tabel 3

Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)

1 PNS (Pegawai Negeri Sipil) 47 Jiwa

2 TNI 73 Jiwa 3 Polri 64 Jiwa 4 BUMN 37 Jiwa 5 Wiraswasta 479 Jiwa 6 Tani 1.573 Jiwa 7 Pertukangan 113 Jiwa

8 Buruh tani 1.689 Jiwa

9 Purnawirawan/pensiunan 98 Jiwa

10 Nelayan -

12 Karyawan 189 Jiwa

13 DLL 135 Jiwa

Sumber : Profil Desa Lalang Tahun 2009.

Adapun komposisi penduduk Desa Lalang menurut usia kelompok kerja adalah :

Tabel 4

Komposisi Penduduk Menurut Usia Kelompok Kerja

No Umur Jumlah (Jiwa)

1 10 – 14 Tahun -

2 15 – 19 Tahun 74 Jiwa

3 20 – 26 Tahun 379 Jiwa

4 27 – 40 Tahun 1.709 Jiwa

5 41 – 56 Tahun 1.586 Jiwa

6 57 Tahun ke atas 1.274 Jiwa

Jumlah 5.022 Jiwa

Sumber : Profil Desa Lalang Tahun 2009.

2.2.4 Penduduk Desa Lalang Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Adapun komposisi masyarakat secara umum dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, berikut komposisi penduduk Desa Lalang berdasarkan tingkat pendidikan :

Tabel 5

Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)

1 Taman Kanak-kanak 239 Jiwa

2 Sekolah Dasar (SD) 869 Jiwa

3 SMP/SLTP 412 Jiwa

4 SMA/SLTA 367 Jiwa

5 Diploma 76 Jiwa

6 Sarjana S1 s/d S3 3 Jiwa

Jumlah 1.966 Jiwa

Sumber : Profil Desa Lalang Tahun 2009.

2.3 Sarana dan Prasarana Kesehatan

Adapun sarana kesehatan di Desa Lalang adalah di wilayah desa ini terdapat 1 rumah sakit bersalin berjumlah 1 unit, Poliklinik atau Balai Pengobatan berjumlah 1 unit, Poliklinik Desa (Polindes) 1 unit, Apotek terdapat 2 unit, toko obat lainnya terdapat 2 unit. Untuk tenaga kesehatan di Desa Lalang terdapat 2 orang dokter pria, 1 dokter wanita, 3 orang dokter gigi dan bidan sebanyak 10 orang.

Kegiatan posyandu di Desa Lalang berlangsung secara aktif dengan kegiatan yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu dan berjadwal (seminggu sekali, dua minggu sekali dan sebulan sekali) tergantung pada usaha kesehatan yang akan dilakukan.

2.4 Program ASI Eksklusif

lebih mungkin untuk bertahan hidup dalam enam bulan pertama kehidupan dibandingkan anak yang tidak disusui. Mulai menyusui pada hari pertama setelah lahir dapat mengurangi resiko kematian baru lahir hingga 45 persen.

Menyusui juga mendukung kemampuan seorang anak untuk belajar dan membantu mencegah obesitas dan penyakit kronis di kemudian hari. Anak yang mendapat ASI jatuh sakit jauh lebih jarang daripada anak yang tidak disusui. Selain manfaat bagi bayi, ibu memberikan ASI Eksklusif juga kecenderungan lebih kecil untuk menjadi hamil lagi dalam enam bulan pertama setelah melahirkan, lebih cepat pulih dari persalinan, dan lebih cepat kembali ke berat badan sebelum hamil. Bukti- bukti menunjukan bahwa mereka mengalami sedikit depresi pasca melahirkan dan juga menurunkan resiko kanker ovarium dan payudara di kemudian hari.

ASI Eksklusif memberikan banyak sekali manfaat bagi ibu dan bayi. Dengan banyaknya manfaat yang diberikan, pemerintah membuat program untuk mendukung pemberian ASI Eksklusif. Program ASI Eksklusif merupakan program dari pemerintah agar bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur nasi, bubur susu, biskuit, dan lain – lain selama 6 bulan pertamanya.

Program pemberian ASI Eksklusif dikeluarkan oleh pemerintah dalam bentuk Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Ai Susu Ibu Eksklusif. Menurut Peraturan Pemerintah tersebut Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang

diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Didalamnya juga disebutkan bahwa tenaga kesehatan wajib memberikan informasi dan edukasi ASI Eksklusif kepada ibu dan anggota keluarga bayi yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai. Dalam peraturan ini petugas kesehatan dilarang memberikan susu formula bayi atau produk bayi lainnya. Apabila terjadi pelanggaran peraturan tersebut akan dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa teguran lisan atau teguran tertulis.

Peraturan Pemerintah ini menjamin pemenuhan hak bayi dan perlindungan ibu menyusui serta meningkatkan peran keluarga, masyarakat dan pemerintah dalam pemberian ASI Eksklusif hingga bayi berusia enam bulan. Tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusui dini, menempatkan ibu dan bayi dalam satu ruang rawat. Selain itu, ada juga keharusan penyediaan ruang menyusui di tempat kerja dan fasilitas umum serta pembatasan promosi susu formula. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 mengenai Pemberian ASI Eksklusif pada 1 Maret 2012 ini merupakan tanda keseriusan pemerintah bagi peningkatan kualitas SDM sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa dengan memberikan ASI sebagai makanan yang paling sempurna bagi bayi.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan mengenai bagaimana pengetahuan ibu menyusui mengenai pola pemberian ASI Eksklusif di Desa Lalang Kecamatan Sunggal pada saat ini. Dalam penulisan ini, Desa Lalang dipilih sebagai lokasi penelitian dikarenakan letak desa tersebut berdekatan dengan tempat tinggal penulis. Hal ini dimaksudkan agar biaya yang diperlukan tidaklah terlalu banyak dan tentu saja untuk tidak memakan waktu yang lama di dalam melakukan penelitian lapangan.

Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional diarahkan pada peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan dilaksanakan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kualitas SDM dapat dibangun jika kesehatan SDM tidak mengalami penurunan karena kualitas SDM dapat dibentuk dari bayi dengan cara memberikan ASI Eksklusif karena dapat mencegah berbagai penyakit pada bayi.

Menyusui adalah suatu proses yang bersifat alami. Beragam ibu di seluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku maupun literatur lainnya mengenai ASI1 (Air Susu Ibu), bahkan ibu yang buta huruf sekalipun

1

dapat menyusui anaknya dengan baik. Walaupun demikian, dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang alamiah tidaklah selalu mudah terutama tentang menyusui, selalu terdapat beberapa kendala penunjang ketidak berhasilan pemberian ASI oleh ibu terhadap bayi.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2012 dilaporkan bahwa 65% populasi bayi di dunia berusia satu tahun atau kurang, hanya 35% bayi yang diberikan ASI secara eksklusif pada usia 0-4 bulan. Pada tahun 2012 UNICEF melaporkan bahwa 136,7 juta bayi lahir di dunia hanya 32,6% yang mendapatkan ASI secara eksklusif sampai usia 6 bulan. Suatu angka yang mengingatkan seluruh tenaga kesehatan akan pentingnya menyusun suatu strategi untuk meyakinkan setiap perempuan mampu dan mau menyusui bayinya sejak lahir hingga berusia 6 bulan.

Pada tahun 1999, setelah pengalaman selama 9 tahun UNICEF memberikan klarifikasi mengenai rekomendasi jangka waktu Pemberian ASI Eksklusif. Rekomendasi Eksklusif bersama World Health Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan pemberian ASI di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Persentasi bayi yang menyusui secara eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah, terutama ibu bekerja sering mengabaikan pemberian ASI

dengan alasan kesibukan bekerja. Padahal tidak ada yang bisa menandingi kualitas ASI, bahkan susu formula sekalipun.

Masih terdapat banyak kebiasaan memberi cairan pada bayi selama 6 bulan pertama yang masih dilakukan di banyak belahan dunia yang berakibat buruk bagi gizi dan kesehatan bayi, rendahnya pemberian ASI Eksklusif merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak. Seperti diketahui bayi yang diberi ASI setidaknya usia 6 bulan lebih rentan mengalami kekurangan nutrisi, walaupun secara kultural terdapat beragam pengetahuan masyarakat mengenai sumber nutrisi lain yang dapat diberikan kepada bayi pada rentang usia 6 bulan namun ketika hal ini dihadapkan pada aspek kesehatan menjadi suatu hal yang kontradiksi karena memuat hal lain yang mempengaruhi tata cara berfikir dan berbuat.

Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat bila bayi hanya diberi ASI saja selama enam bulan pertama kehidupannya. Peningkatan sesuai dengan lamanya pemberian ASI Eksklusif serta lamanya pemberian ASI bersama – sama dengan makanan padat setelah bayi berumur enam bulan.

Saat ini penerapan pola pemberian makan terbaik untuk bayi sejak lahir sampai anak berumur 2 (dua) tahun tersebut belum dilaksanakan dengan baik khususnya dalam hal pemberian ASI Eksklusif. Beberapa kendala dalam hal pemberian ASI Eksklusif karena ibu tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi Bayi. Hal ini antara lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, kurangnya dukungan keluarga serta rendahnya kesadaran masyatakat tentang manfaat pemberian ASI

Eksklusif. Selain itu kurangnya dukungan tenaga kesehatan, fasilitas, pelayanan kesehatan, dan produsen makanan bayi menghambat keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya.

Di pedesaan, persentase pemberian makanan prelakteal non-susu (air putih, air gula, air tajin, air kelapa, sari buah, teh manis, madu, pisang, nasi/bubur, dan lainnya) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Menurut tingkat pendidikan dan status ekonomi terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan status ekonomi, cenderung semakin tinggi persentase pemberian makanan prelakteal berupa susu. Sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan dan status ekonomi, semakin tinggi persentasi pemberian makanan prelakteal non-susu (air putih, air gula, air tajin, air kelapa, sari buah, teh manis, madu, pisang, nasi/bubur, dan lainnya).

Rendahnya pemberian ASI secara eksklusif maka pemerintah membuat sebuah peraturan yaitu PP No. 33 tahun 2012, yang bertujuan agar bayi bisa mendapatkan haknya untuk memperoleh ASI secara eksklusif. PP No. 33 tahun 2012 tentang ASI Eksklusif memiliki butir-butir di antaranya setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya. Di dalamnya juga disebutkan bahwa tenaga kesehatan wajib memberikan informasi dan edukasi ASI Ekslusif pada ibu dan anggota keluarga bayi yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai. Dalam peraturan ini petugas kesehatan dilarang memberikan susu formula bayi atau produk bayi lainya akan dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa teguran lisan atau teguran tertulis.

Pemberian ASI Eksklusif dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor sosial budaya, pengaruh promosi susu formula, dukungan petugas kesehatan, kesehatan ibu, status pekerjaan ibu, tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan serta sikap ibu. Pengaruh kebudayaan barat, urbanisasi dan kemajuan teknologi menyebabkan pergeseran nilai sosial budaya masyarakat.

Memberi ASI pada bayi dianggap tidak modern dan menempatkan ibu pada kedudukan lebih rendah dibandingkan dengan ibu golongan atas. Perkembangan industri susu formula yang pesat dengan berbagai promosi di media massa dapat menyebabkan salah pengertian. Pemberian susu formula dianggap lebih baik daripada ASI. Pengetahuan dan sikap petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI sangat menentukan keberhasilan ibu menyusui. Disamping itu kondisi kesehatan bayi dan ibu sangat berpengaruh dalam pemberian ASI. Bayi sehat, tidak mengidap penyakit tertentu dan tidak mengalami kecacatan lebih mudah untuk menyusu dan sebaliknya. ASI yang diproduksi jumlahnya cukup apabila kondisi kesehatan ibu baik dan konsumsi makanannya cukup dari segi kualitas dan kuantitas.

Keadaan sosial budaya masyarakat tidak saja seluruhnya bersifat negatif, tetapi ada juga yang bersifat positif yang dapat dimanfaatkan dalam pembangunan kesehatan. Pembangunan dalam suatu negara, selain berdampak positif juga menimbulkan hal-hal yang negatif seperti banyak wanita karier yang tidak dapat mengatur dan memberi ASI Eksklusif secara optimal kepada anaknya.

Pendapat Sayogyo pada tahun 1994 yang menyatakan bahwa dengan semakin meningkatnya sosial ekonomi keluarga akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam susunan makanan baik jenis maupun jumlahnya. Semakin meningkatnya pendapatan semakin bertambah pula persentase pembelanjaan termasuk makanan pengganti ASI sehingga ibu cenderung tidak memberikan ASI secara eksklusif. Tekanan ekonomi memaksa ibu bekerja untuk mencari penghasilan sehingga tidak mempunyai kesempatan memeberikan ASI secara eksklusif. Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu berpengaruh dalam praktek menyusui. Semakin tinggi tingakat pendidikan ibu, pengetahuan ibu semakin baik. Hal ini akan memberi kecenderungan ibu dalam bersikap dengan memberikan yang terbaik bagi bayi yaitu dengan memberikan ASI Eksklusif.

1.2 Tinjauan Pustaka

Untuk membuat sesuatu konstruksi pemikiran yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan, maka penelitian ini beranjak dari konsepsi kebudayaan sebagai dasar dalam menjelaskan mengenai fenomen pengetahuan ibu tentang pemberian ASI Eksklusif pada bayi, yang kemudian dilanjutkan dengan konsepsi mengenai tema kesehatan dalam lingkup antropologi sebagai bagian deskripsi mengenai pengetahuan dan perilaku ibu menyusui terhadap pemberian ASI Eksklusif.

1.2.1 Kebudayaan

Koentjaraningrat (1996:72-73) mengatakan kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. Dimana perkembangan si anak akan sangat berpengaruh dari bagaimana si ibu dapat memenuhi kebutuhan makanan anaknya, karena sejak lahir anak langsung berhadapan dengan keluarga terutama ibu, dalam sebuah keluarga ibu mempunyai peranan penting dalam merawat dan memperhatikan kesehatan anaknya. Dengan demikian hampir semua tindakan manusia adalah “kebudayaan” karena jumlah tindakan yang dilakukannya dalam kehidupan bermasyarakat yang tidak dibiasakannya dengan belajar (yaitu tindakan naluri, releksi, atau tindakan- tindakan yang dilakukan akibat suatu proses fisiologi, maupun berbagai tindakan membabibuta), sangat terbatas. Bahkan berbagai tindakan yang merupakan nalurinya (misalnya makan, minum, dan berjalan) juga telah banyak dirombak oleh manusia sendiri sehingga terjadi tindakan kebudayaan.

Kebudayaan yang diungkapan Koentjaraningrat (1996) dalam penelitian ini diaplikasikan pada bentuk deskripsi mengenai latar belakang pengetahuan dan perilaku hingga tindakan ibu menyusui terhadap keberadaan ASI Eksklusif sebagai nutrisi utama yang diberikan kepada bayi, latar belakang pengetahuan tersebut juga mendeskripsikan secara lebih lanjut mengenai pemahaman secara individual maupun pemahaman secara kultural mengenai pemberian nutrisi terhadap bayi yang dimiliki oleh suatu kebudayaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Cohen (1975:45) bahwa kebudayaan adalah strategi adaptasi manusia

yang digunakan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan tempat tinggal. Lebih lanjut konsep kebudayaan sebagaimana pendapat E.B Tylor (1871:1) yang mengatakan bahwa :

Culture or civilization ... is that complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society.

Terjemahan bebas :

"Budaya atau peradaban ... adalah bahwa keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat."

Secara umum pendapat Tylor (1871:1) mengenai kebudayaan dapat diartikan bahwa kebudayaan atau peradaban merupakan suatu bentuk secara keseluruhan yang didalamnya terdapat aspek pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, norma, dan kemampuan lainnya serta perilaku yang diperlukan

Dokumen terkait