• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP

VI.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis dapat memberikan saran-saran yang bersifat konstruktif, yaitu:

1. Implementasi Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 tentang Perizinan Usaha Warnet dilihat dari indikator komunikasi dan koordinasi, disposisi atau sikap implementor, sumber daya, struktur organisasi, dan kejelasan isi kebijakan/undang-undang secara umum sudah cukup baik, namun untuk kedepannya semua aspek tersebut masih memiliki beberapa kekurangan sehingga para pelaksana kebijakan dalam hal ini Dinas KOMINFO perlu melakukan pembenahan dan perbaikan dengan tujuan agar pelaksanaan kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan maksimal dan mencapai tujuan seperti yang sudah ditetapkan

2. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka perlu ditingkatkan sosialisasi dan komunikasi kepada pengusaha/pemilik usaha warung internet dan masyarakat umum, agar mereka semakin sadar akan tujuan dari peraturan tersebut. Adanya komunikasi kepada masyarakat ini supaya masyarakat mengerti mengenai apa yang menjadi hak dan tanggungjawabnya dalam menjalankan usaha warnet yang tertib dan nyaman bagi masyarakat pengguna layanan agar mereka sadar dan mengerti untuk menggunakan internet secara tepat dan bertanggungjawab, serta melakukan fungsi pengawasan dan pembinaan secara lebih intens dan lebih bertindak tegas kepada pengusaha warnet yang melanggar aturan dengan menutup paksa atau melarang warnet beroperasi kembali.

BAB II

METODE PENELITIAN II.1.Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Danin (2002: 41), penelitian deskriptif adalah penelitian yang memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian yang sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya dan mencoba menganalisa untuk memberikan kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh.

Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007: 3), penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

II.2.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Komunikasi dan Informatika Jl. Sidorukun No. 35 Medan, Provinsi Sumatera Utara.

II.3.Populasi dan Sampel penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah keseluruhan kecamatan yang ada di Kota Medan yaitu 21 kecamatan dengan jumlah warnet yang sudah mengurus izin usaha sebanyak 430. Adapun penentuan wilayah dan informan yang akan menjadi sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan

purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel secara sengaja yang lebih mengutamakan tujuan penelitian daripada sifat populasi.

Selain faktor mudahnya kecamatan tersebut dijangkau dan dikenali oleh peneliti, yang menjadi alasan kuat peneliti memilih kecamatan Medan Baru sebagai sampel penelitian adalah dikarenakan kecamatan Medan Baru merupakan salah satu daerah dimana terdapat banyak warnet yang sudah memiliki izin usaha, yaitu terdapat sekitar 43 warnet, dan juga berdasarkan tanyajawab dengan pihak Dinas Kominfo menyatakan bahwa pemilik usaha warnet di wilayah medan baru terkenal sulit untuk ditertibkan, padahal diwilayah ini terdapat beberapa kampus dan sekolah.

II.4.Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif yang menjadi informan penelitian ditentukan secara sengaja. Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2007: 76).

Adapun informan dalam penelitian ini adalah:

1. Informan kunci merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian,

2. Informan utama merupakan mereka yang terrlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti,

Berdarkan uraian tersebut, maka informan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Informan kunci adalah Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan.

2. Informan utama adalah masyarakat yang mengurus surat perizinan usaha warung internet.

II.5.Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data dan informasi, keterangan- keterangan yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Teknik pengumpulan data primer

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung ke lokasi penelitian (field research) untuk mendapatkan data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data primer tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a) Metode Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap sejumlah acuan yang berkenaan dengan topik penelitian ke lokasi penelitian.

b) Metode Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. c) Kuesioner, yaitu suatu daftar yang berisi rangkaian pertanyaan mengenai

suatu masalah yang akan diteliti, yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang relevan serta informasi yang dibutuhkan diperoleh secara serentak.

2. Teknik pengumpulan data sekunder, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan-bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Data sekunder tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a) Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai literatur seperti buku, dokumen, majalah, jurnal, internet dan berbagai bahan yang berhubungan dengan objek penelitian. b) Studi Dokumentasi yaitu dengan menggunakan catatan-catatan yang ada

dalam lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan masalah penelitian.

II.6.Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk membuat suatu deskripsi dari gejala yang diteliti. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitain ini adalah analisis data kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh dilapangan dari para key informan.

Teknik analisis data ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data dan informasi, kemudian data yang diperoleh akan dianalisis sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian dan kemudian dapat menarik kesimpulan.

Menurut Miles dan Huberman (dalam proposal penelitian Christin Mandasari), analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu:

a. Reduksi Data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstakan dan transformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan.

b. Penyajian Data; penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang meliputi: berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih.

c. Menarik kesimpulan; penarikan kesimpulan menurut Miles dan Huberman hanyalah sebagian dari satu kegiatan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan- kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada masa ini, telah menempatkan internet menjadi layaknya sebuah kebutuhan pokok bagi kalangan umum. Hal ini dikarenakan sifat berita internet yang global, sehingga kita dapat terkoneksi ke seluruh jaringan di dunia, berkomunikasi dengan siapapun dan dimanapun, mendapatkan pengetahuan informasi atau sesuatu yang kita butuhkan dengan cepat. Di Indonesia kesadaran masyarakat akan internet sudah berkembang sangat pesat. Terutama bagi mereka para pelajar, mahasiswa, pengajar dan masyarakat umum lainnya.

Di Indonesia internet sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat pengguna layanan ini. Informasi melalui internet dapat mereka peroleh dari warung-warung internet yang ada. Diwarung internet ini masyarakat dapat menyewa berupa fasilitas yaitu berupa perangkat komputer yang telah terhubung pada akses internet. Warung internet (selanjutnya akan disebut dengan warnet) merupakan salah satu dari kemudahan yang dapat di nikmati oleh masyarakat pengguna layanan ini. Bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap informasi melalui internet ini membuat pengusaha penyedia warnet semakin bertambah, hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya jumlah warnet yang ada pada saat ini.

Melihat semakin maraknya kegiatan usaha warnet tersebut maka diperlukanlah peran serta pemerintah untuk membina, menata serta melakukan pengawasan secara intensif terhadap setiap kegiatan usaha warnet tersebut melalui kebijakan pemberian izin usaha warnet. Adanya kebijakan mengenai perizinan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada intinya adalah untuk menciptakan suatu kondisi bahwa setiap kegiatan pembangunan sesuai dengan peruntukannya, disamping itu agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pembangunan.

Dalam penyelenggaraannya izin usaha tersebut diperlukan peranserta dari pemerintah maupun masyarakat, agar dalam pengaturannya akan dapat mengurus kepentingan masyarakat di daerah menurut prakarsa sendiri yang sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penyelenggaraan pelaksanaan pembangunan di daerah maka akan dilakukan oleh pemerintah daerah itu sendiri, melalui penyelenggaraan izin usaha tersebut, maka pemerintah daerah yang dalam penelitian ini adalah Pemerintah kota Medan diharapkan dapat menata segala persoalan yang berkaitan dengan kegiatan usaha warung internet tersebut.

Warnet yang merupakan salah satu bidang usaha yang ada di Kota Medan, merupakan suatu bidang usaha yang tidak terlepas dari berbagai macam persoalan. Jumlah warnet di kota Medan ini sudah terbilang banyak, dari data Diskominfo Medan, jumlah warnet yang terdata sekitar 806 warnet. Namun, dari jumlah tersebut, sampai bulan juli 2013 baru 356 yang terdata pada Dinas Kominfo yang sudah memiliki izin. Maka dari itu diperlukan penataan serta pengawasan yang teratur dari pemerintah kota Medan terhadap kegiatan usaha warnet tersebut, guna memberikan perlindungan bagi kepentingan umum dan menjadikan kegiatan usaha warung internet sebagai sarana yang tertib, aman dan nyaman serta dapat bermanfaat bagi masyarakat. Untuk itu maka pemerintah kota Medan dalam hal ini membuat kebijakan Peraturan Walikota Nomor 28 Tahun 2011 yang mengatur tentang penyelenggaraan perizinan usaha warung internet. Melalui penyelenggaraan, penataan serta pengaturan dalam pemberian izin usaha warnet, akan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dalam kegiatan usaha warnet, serta untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian/pengawasan usaha warnet dan meningkatkan pelayanan terhadap usaha warnet yang aman, nyaman dan sehat.

Namun dalam pelaksanaan peraturan walikota tentang pemberian izin usaha warnet tersebut, pemerintah kota Medan dalam hal ini Dinas Komunikasi dan Informatika harus dapat bersikap tegas terhadap warnet-warnet yang

membandel karena kenyataannya terdapat banyak jasa layanan warnet yang belum mematuhi peraturan tersebut, baik yang sudah memiliki izin maupun yang belum memiliki izin masih melakukan banyak penyimpangan sehingga meresahkan masyarakat. Berikut kutipan beritanya:

Rabu, 2013-05-08 05:30:00 Wib

KOMINFO MEDAN GELAR RAZIA, PULUHAN WARNET TERJARING Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kota Medan dibantu aparat kepolisian dari Polresta Medan dan Kodim menggelar razia usaha warung internet (warnet) yang beroperasi sampai 24 jam,tidak memiliki izin, tidak memblockir situs porno, dan ketentuan bilik yang menyalah aturan, Rabu (08/05/2013) dini hari. Razia kali ini dipusatkan di daerah Jalan Bilal – Jalan Gagak Hitam dan Jalan Amal. Tim Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kota Medan yang diketuai langsung Oleh Kabid Postel Arbani Harahap S.Sos MM melakukan razia warung internet (warnet) yang tidak memiliki izin usaha serta pelanggaran lainnya di daerah- daerah tersebut. Di dalam razia puluhan Warnet terjaring Tim Kominfo dan Aparatur Negara. Tim pertama mendatangi Ayu Net di Jalan Bilal, di warnet tersebut tim menemukan warnet ini melanggar izin operasional karena saat tim mendatangi warnet jam menunjukkan pukul 00:30 WIB, kemudian tim memeriksa kesalahan lainnya, ternyata warnet ini tidak memiliki izin, oleh tim langsung didata dan diminta untuk membuat izin dari Dinas Kominfo. Dari Jalan Bilal tim bergerak menuju Beib Net, Sky Net dan Days Net Jalan Gagak Hitam, disana tim memeriksa surat izin operasional warnet, ternyata ketiga warnet tersebut hanya memiliki surat izin operasional rekomendasi yang tidak ada izin tetap untuk itu tim menghimbau kepada pemilik untuk mengurus izin resminya. Kepala Dinas Kominfo Kota Medan Drs Darussalam Pohan MAP yang ikut turun dalam razia tersebut mengatakan, berdasarkan Peraturan Walikota (Perwal) Kota Medan No 28 tahun 2011 tentang Perizianan Usaha Warung Internet, pengusaha warnet wajib memiliki izin, beroperasi sejak pukul 06.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB pada hari biasa, dan sampai pukul 02.00 WIB pada hari libur . Selanjutnya, kata Darussalam Pohan, “pengelola warnet juga wajib memblokir situs porno, perjudian. Bagi yang mengunakan sekat pebatas/bilik komputer, ketinggiannya juga tidak boleh melebihi di atas 150 centimeter serta pada siang hari pemilik warnet tidak diizinkan untu anak sekolah yang masih berseragam sekolah masuk dan bermain internet. Pengelola yang melanggar Perwal ini akan dijatuhi sanksi pencabutan izin usaha atau pencopotan koneksi internetnya agar membuat pemilik warnet yang tidak mematuhi peraturan tersebut jera dan tidak

melanggar”, kata Kadis Kominfo. (berita pemkomedan.go.id)

Berdasarkan kutipan di atas terlihat bahwa terdapat permasalahan dalam pelaksanaan Peraturan Walikota N0 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet di kota Medan. Banyaknya pengusaha warnet yang belum memiliki izin usaha serta melakukan banyak pelanggaran menandakan bahwa belum maksimalnya pemerintah kota Medan dalam melakukan kegiatan pengawasan, penataan dan pembinaan terhadap kegiatan usaha warnet tersebut serta belum adanya kesadaran dari pengusaha warnet untuk mematuhi peraturan tersebut.

Pemerintah kota Medan, dalam hal ini Dinas Komunikasi dan Informatika sesuai dengan Perwal Nomur 28 Tahun 2011 tentang Perizinan Usara Warung

Internet, memiliki peran melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang komunikasi dan informatika untuk melakukan pembinaan, pengaturan, pengendalian/pengawasan dan pemberian izin terhadap kegiatan usaha warnet di kota Medan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat umum terhadap usaha warnet yang aman, nyaman dan sehat serta melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka peneneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang bagaimana “Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usana Warung Internet di Kota Medan”

I.2 .Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana proses Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet di Kota Medan?

I.3.Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana proses Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Medan No 28 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet.

I.4.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Secara Ilmiah : bermanfaat untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

2. Secara Praktis : sebagai bahan masukan bagi Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan dalam memberikan pelayanan dan pengawasan yang sesuai untuk diterapkan dalam perizinan usaha warung internet. 3. Secara Akademis : bermanfaat untuk menambah pengetahuan teoritis dan

I.5.Kerangka Teori

Menurut Kerlinger (Singarimbun, 2008: 37), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.

Untuk memudahkan penulis dalam menyusun penelitian ini, maka dibutuhkan teori-teori sebagai pedoman kerangka berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. Pedoman tersebut disebut kerangka teori. Kerangka teori merupakan bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, subvariabel atau masalah pokok yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2002: 92). Adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

I.5.1.Kebijakan Publik

I.5.1.1.Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Parsons (Wayne Parsons, 2005:3) kata “publik” berisi kegiatan aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur dan diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama. Publik itu dipandang sebagai suatu ruang atau domain dalam kehidupan yang bukan privat atau murni milik individual, tetapi milik bersama atau milik umum. Sedangkan kata “kebijakan” menurut Heclo (Wayne Parsons, 2005:14) adalah istilah yang banyak disepakati bersama. Dalam penggunaan yang umum, istilah kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang “lebih besar” ketimbang keputusan tertentu, tetapi “lebih kecil” ketimbang gerakan sosial. Jadi, kebijakan (policy) adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Heclo mengatakan bahwa ada perbedaan pendapat mengenai apakah kebijakan itu merupakan tindakan yang diniatkan (intended) atau tidak. Sebuah kebijakan mungkin saja merupakan sesuatu yang tidak disengaja, tetapi ia tetap dilaksanakan dalam implementasi atau praktik administrasi.

Dari pengertian konsep publik dan kebijakan diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah tindakan maupun keputusan yang pemerintah

lakukan atau tidak dengan tujuan untuk mengatur masyarakat di suatu wilayah. Ini sama seperti pendapat Thomas R. Dye (Indiahono, 2009:17), yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Maknanya adalah Dye hendak menyatakan bahwa apapun kegiatan pemerintah baik yang eksplisit maupun implisit merupakan kebijakan. Interpretasi dari kebijakan menurut Dye harus dimaknai dengan dua hal penting, yaitu: pertama, kebijakan haruslah dilakukan oleh badan pemerintah, dan kedua, kebijakan tersebut mengandung pilihan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.

Selain Dye, James E. Anderson mendefenisikan kebijakan publik sebagai suatu arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Kebijakan publik dalam kerangka substantif adalah segala aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan masalah publik yang dihadapi. Kebijakan publik haruslah diarahkan untuk memecahkan masalah publik untuk memenuhi kepentingan dan penyelenggaraan urusan-urusan publik.

Menurut Charles O. Jones (Tangkilisan, 2003:3) kebijakan publik terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:

1. Goals atau tujuan yang diinginkan,

2. Plans atau rancangan yang spesifik untuk mencapai tujuan, 3. Program yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan, 4. Decision atau keputusan yaitu tindakan untuk menentukan tujuan,

membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program, dan

5. Efect yaitu dampak dari program baik disengaja maupun tidak dan primer maupun sekunder.

I.5.1.2.Bentuk dan Macam Kebijakan

Keputusan yang dihasilkan oleh aktor kebijakan tersebut diturunkan dalam berbagai bentuk variasi. Adapun bentuk-bentuk kebijakan tersebut adalah sebagai berikut :

Bentuk kebijakan ditinjau berdasarkan pembuatnya:

1. Pusat: dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan yang berkedudukan di pusat dan digunakan untuk mengatur seluruh warga negara dan wilayah Indonesia.

2. Daerah: dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan yang berkedudukan di daerah dan digunakan untuk mengatur daerahnya masing-masing.

Bentuk kebijakan ditinjau berdasarkan tujuannya:

1. Law Order adalah Kebijakan mengenai hukum dan tatanan hukum. Adapun bentuk kebijakan ini umumnya berupa undang-undang atau peraturan-peraturan yang diumumkan oleh pemerintah.

2. Distributive Order adalah kebijakan yang bersifat mengarahkan penguasa dalam mendistribusikan sumber daya yang dimilikinya dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan oleh negara. Misalnya perijinan usaha, kekuasaan kepada kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain.

3. Re-Distributive Order adalah kebijakan yang bersifat mengarahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi terhadap pelaksanaan tata pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan negara secara umum. Bentuk kebijakan ini umumnya berupa kewajiban pembayaran pajak bagi warga negara.

Bentuk kebijakan ditinjau berdasarkan wujud nyata nya:

1. Gerakan (contohnya): Gerakan Orang Tua Asuh (GNOTA), Gerakan Penghijauan.

2. Peraturan perundangan: Peraturan Walikota No 23 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet.

3. Pidato atau pernyataan pejabat publik: Pidato Presiden 4. Program: Program KB

I.5.1.3.Proses Kebijakan Publik

Dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kebijakan publik, Dunn (Tangkilisan, 2003:7) mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan, yaitu:

1. Agenda setting: adalah proses pengumpulan isu-isu dan masalah publik yang mencuat ke permukaan melalui proses problem structuring. Menurut Dunn problem structuring memiliki empat fase yaitu: pencarian masalah, pendefenisian masalah, spesifikasi masalah, dan pengenalan masalah. Woll mengatakan bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat,

b) Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik yang pernah dilakukan,

c) Isu tersebut mampu dikaitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik yang ada,

d) Terjadinya kegagalan pasar, dan

e) Tersedianya teknologi atau dana untuk menyelesaikan masalah publik.

2. Policy formulation: adalah mekanisme proses untuk menyelesaikan masalah publik, dimana pada tahap ini para analis mulai menerapkan beberapa teknik untuk menentukan sebuah pilihan yang terbaik yang akan dijadikan kebijakan. Dalam menentukan kebijakan tersebut, aktor kebijakan dapat menggunakan analisis biaya dan manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil tidak ditentukan dengan informasi yang serba terbatas. Para aktor kebijakan tersebut harus mengidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui psoses peramalan (forecasting)untuk memecahkan masalah yang didalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih.

3. Policy adoption: adalah penetapan keputusan yang sudah ditetapkan untuk menjadi solusi dari masalah publik tersebut. Tahap ini dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a) Mengidentifikasi alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan langkah terbaik dalam mencapai tujuan tertentu bagi kemajuan

Dokumen terkait