• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari beberapa penjelasan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran:

1. Perlu adanya peningkatan sosialisasi kebijakan atas zakat pengurang penghasilan kena pajak tersebut baik offline maupun onine, karena kurangnya kerjasama antara pihak Badan atau Lembaga Amil Zakat dan Dirjen Pajak yang mana apabila dilakukan prosedur sesuai dengan Undang-Undang yang sudah ditetapkan, kebijakan tersebut akan banyak diminati oleh para Muzakki atau Wajib Pajak terlebih di masa pandemi saat ini, penggunaan sistem secara Digital seperti pengisian data zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dengan sistem payroll melalui

66

menu e-filling seharusnya sudah menjadi hal yang tidak asing lagi oleh Muzaki atau Wajib Pajak

2. Guna mencapai efektifias penerapan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak baiknya ada peningkatan pelayanan secara offline maupun online, secara offline bisa di setiap kantor pajak di adakan konter zakat dengan maksud agar/apabila ada wajib pajak yang mau membayar PPh, bisa juga sekaligus membayar zakat dan langsung mendapatkan Bukti Setor Zakat (BSZ), secara online atau digital bisa dengan menyediakan informasi dan fitur layanan Lembaga Zakat di website landing page milik dirjen pajak atau Lembaga Zakat sehingga memudahkan waib pajak atau muzaki dalam melaksanakan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

3. Perlu adanya Revisi Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008, terkait prosedur penerapan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dengan sistem payroll khususnya pada mekanisme penginputan data secara otomatis ke kredit pajak sehingga data memudahkan Muzaki atau Wajib Pajak dalam memanfaatkan layanan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak sehingga dapat meningkatkan penghimpunan yang mana nantinya akan berdampak positif kepada masyarakat itu sendiri.

67

DAFTAR PUSTAKA

A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif, 2002.

Ali Muktiyanto dan Hendrian, “Zakat Sebagai Pengurang Pajak”, Jurnal Organisasi dan Manajemen, No. 2 Vol. 4 September, 2008.

Baznas.go.id/pengelolaan zakat pada Tanggal 22 Januari 2021.

Charles Dulles Merpaung dan Gusti Nyoman Putera, Dasar-Dasar Pajak Penghasilan, Jakarta: Integritas Press, 1985.

Elsa Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, Jakarta : PT.Grasindo, 2006.

Gusfahmi, Pajak Menurut Syarah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.

http://kabsemarang.baznas.org/laman-29-dasar-hukum-dan-syarat-wajib-zakat.html diakses pada 20 januari 2021.

http:/www.google.com/url/repository.uinjkt.ac.id/opac/theme/catalog/hasilcairi.jsp?m ethod=similar&qury/c827188743a3.pdf, diakses pada 8 januari 2021.

https://kbbi.web.id/zakat.html diakses pada 12 januari 2021.

https://muslim.or.id/9433-panduan-zakat-4-zakat-emas-dan-perak.html diakses pada 20 januari 2020

https://lazismu.org/latar-belakang diakses pada tanggal 20 Januari 2021.

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39267/uu-no-23-tahun-2011 pada Tanggal 12 januari 2021.

https://rumus.co.id/ptkp/ diakses pada 19 januari 2021.

https://tafsirweb.com/7403-quran-surat-ar-rum-ayat-39.html pada 12 januari 2021.

Ibnu Hajar al- Asqalani. Fathul Bari bi Syarh Shahih Al-Bukhari, Terj. Syaikh Abdul Aziz, .Penerbit: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

68

Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) Jakarta: Widya Cahaya, 2011

Khusnul Khotimah, “Pembayaran Zakat dan Pajak Bagi Pegawai di UJKS Al Hambra Ketintang Surabaya (Perspektif Hukum Islam)”, Skripsi IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011.

Klikpajak.id diakses pada tanggal 19 Januari 2021.

Lexy Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009.

Lili Bariadi, Muhammad Zen. M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, Jakarta: CV.Pustaka Amri, 2005.

M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan Ciputat: Haji Masagung Press, 1995.

M. Ali Hasan, Zakat dan Infak (salah satu solusi mengatasi problema sosial di Indonesia), Cet-2.

M. Irsyad Muzayyin Habib, Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Penghasil Kena Pajak, Jurnal Pemikiran vol 1,Juni 2015.

Mardiasmo, Perpajakan, Yogyakarta: CV Andi Offset, 2006.

Mienati Sonya Lasmana dan Budi Setiorahardjo, Cara Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: Eresco N.V, 1965.

Ridwan Mas’ud dan Muhammad, Zakat dan Kemiskinan: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat, Yogyakarta: UII Press, 2005.

Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, Bandung: Eresco, 1986

Safri Numantu, Pengantar Perpajakan, Jakarta: Granit, 2003.

Sheikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin, Sifat Zakat Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2012.

Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan, Konsep dan isu, Jakarta : Kencana, 2006.

Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan, Konsep, Teori, dan Isu, Jakarta: Kencana, 2006.

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D, Bandung: Alfa Beta, 2008.

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2014.

Trisni Suryarini dan Tarsis Tarmudji, Pajak di Indonesia, Yogyakarta: Graham Ilmu, 2012.

Umrotul Hasanah, Manajemen Zakat Modern: Instrument Pemberdayaan Ekonomi Umat, Malang: UIN Maliki Press, 2010.

Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.

Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan

Wirawan ED Radianto, Memahami Pajak Penghasilan Dalam Sehari, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

www.Pajakku.com diakses pada tanggal 19 Januari 2021.

70

72

Protokol Wawancara

Dalam penelitian ini, Peneliti akan Melakukan Wawancara Kepada Informan yang memberikan kontribusi dan informasi dalam penelitian ini. Mereka ialah Subjek dalam penelitian ini selaku penyelenggara penerapan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dengan sistem payroll di LAZISMU.

Pertanyaan Wawancara kepada Bapak Bayu Dwi Nugroho selaku Kepala Divisi Corporate Fundraising LAZISMU

1. Bagaimana Mekanisme Zakat pengurang penghasilan kena pajak dengan sistem payroll di LAZISMU

Jawaban :

Berikut mekanisme pengurangan penghasilan kena pajak dengan system payroll di LAZISMU:

a. Manajemen perusahaan memberikan fasilitas kepada pimpinan dan karyawan untuk menunaikan zakat dengan perhitungan langsung dalam daftar gaji. Contoh penghitungan untuk wajib pajak perorangan :

Anto memperoleh gaji sebesar Rp. 3.600.000 dengan biaya potongan gaji pengurangan pajak yaitu :

• Biaya jabatan (5%) = Rp 180.000 • Iuran JHT/THT = Rp. 200.000

Contoh perhitungan zakat harta penghasilan

Pak ubay adalah karyawan BUMN ternama di Jakarta. Setiap bulannya menerima gaji bersih sebear Rp. 7.500.000,- maka secara nishab penghasilan pak ubay sudah masuk nishab zakat penghasilan, pak ubay wajib mengeluarkan zakatnya. Dengan perhitunmgan sebagai berikut :

Penghasilan selama setahun pak bay Rp. 90.000.000,- zakat pak ubay adalah Rp. 90.000/000.- x 2,5% = Rp. 2.250.000,-/ tahun. Jika diunaikan zakatnya perbulan sebesar Rp. 7.500.000 x 2,5% = Rp. 187.500,-/ bulan.

b. Karyawan mengisi formulir kesediaan membayar zakat melalui potongan langsung yang ditujukan kepada bagian payroll untuk dikeluarkan zakat penghasilannya kepada LAZISMU

c. Bagian HRD/payroll perusahaan menyerahkan daftar karyawan yang mengikuti sistem pemotongan zakat penghasilan langsung ke LAZISMU

d. Pembayaran zakat dilakukan dari gaji setiap bulan dan di transfer ke rekening LAZISMU oleh bagian keuangan perusahaan

e. Karyawan memperoleh bukti setoran zakat dan laporan donasi atas zakat yang ditunaikan, berikut gambar kwitansi bukti stor zakat di LAZISMU.

Untuk lebih jelasnya bagi karyawan perusahaan yang sudah mencapai nishab dan ingin menggunakan system payroll sebagai pembayaran zakat dapat mengikuti Langkah-langkah sebagai berikut :

5. Karyawan mendaftarkan diri ke HRD dan mengisi formulir kesepakatan berzakat via autodebet dari rekening gaji ke rekening LAZISMU

74

6. HRD mencantumkan informasi perhitungan pembayaran zakat kedalam slip gaji karyawan yang sudah mengisi formulir

7. LAZISMU memberikan kwitansi atau bukti penerimaan pembayaran zakat kepada HRD perusahaan sebagai bukti pemotongan pajak

8. HRD menginput penghasilan bersih yang sudah dikurangi pembayaran zakat karyawan kedalam E-feeling

Menurut Bapak Bayu jika mengenai mekanisme secara Regulasi bisa dilihat dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan.

2. Menurut Bapak Bagaimana Efektivitas Zakat Pengurang Penghasilan Kena Pajak di LAZISMU Pusat

76

Zakat pengurang penghasilan kena pajak ini sudah ada sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan yang keduanya beberapakali melakukan perubahan-perubahan sehingga saat ini yang berlaku pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan Undang- Undang Nomor 38 Tahun 2008, yang keduanya menegaskan bahwa yang dikecualikan dari objek pajak salah satunya adalah zakat. Pembayaran zakat tersebut dijelaskan pula pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 6/PJ/2011 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Cara LAZISMU agar banyak yang mengetahui tentang kabar baik tersebut, dengan maksud agar kaum Muslim tidak terbebankan dengan kewajiban ganda yaitu bayar pajak dan zakat, maka Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah melakukan sosialisasi adanya zakat pengurang Penghasil Kena Pajak (PKP) dengan cara melalui beberapa media, seperti : majalah LAZISMU, media cetak, media sosial, dari karyawan LAZISMU memberikan informasi kepada Muzzaki melalui Email Base, Whatsapp, dan di konter-konter LAZISMU, bahwasannya Bukti Setor Zakat (BSZ) dari LAZISMU dapat dilampirkan kepada kantor pajak sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

Perlakuan zakat menjadi pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) dapat dilihat pada tabel berikut.

Penghasilan Neto Rp65.000.000

Zakat Penghasilan Rp 1.625.000

Penghasilan Neto Setelah Zakat Rp63.375.000

PTKP (TK/0) Rp54.000.000

PKP Rp 9.375.000

PPh 21 terutang 5% x PKP Rp 468.750

Pada SPT 1770 S:

PPh 21 terhutang Rp 468.750

(-) kredit pajak PPh yang dipotong

oleh pihak lain Rp 550.000

PPh lebih bayar Rp -81.250

Penghasilan Neto Rp65.000.000 Zakat Penghasilan Rp 1.625.000

Penghasilan Neto Setelah Zakat Rp63.375.000 PTKP (TK/0) Rp54.000.000

PKP Rp 9.375.000

PPh 21 terutang 5% x PKP Rp 468.750 Pada SPT 1770 S:

PPh 21 terhutang Rp 468.750 (-) kredit pajak PPh yang dipotong oleh pihak lain Rp 550.000

PPh lebih bayar Rp -81.250 Sumber : Data diolah sendiri

Data diatas menjelaskan jika Zakat dijadikan sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP), hasilnya adalah lebih bayar, maksudnya pembayaran atas pajak penghasilan dengan melampirkan bukti setor zakat, mengakibatkan pembayaran PPh 21 berlebih senilai 81.250 ribu, dan kelebihan bayar tersebut dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak, akan tetapi harus melalui proses restitusi dan diaudit terlebih dahulu, Coba bandingkan apabila zakat dijadikan sebagai pengurang langsung pajak penghasilan atau sebagai kredit pajak, pada SPT Wajib Pajak Orang Pribadi (1770 S) adalah sebagai berikut:

78

Penghasilan Neto Rp65.000.000

PTKP (TK/0) Rp54.000.000

PKP Rp11.000.000

PPh 21 terhutang - kredit pajak dari Rp 550.000

pembayaran zakat Rp 275.000

PPh 21 terhutang Rp 275.000

Pada SPT 1770 S:

PPh 21 terhutang + zakat yang

Dikreditkan Rp 275.000

Jumlah PPh 21 terutang Rp 275.000

(-) Kredit Pajak PPh yang dipotong Rp 550.000

oleh pihak lain

PPh Lebih/Kurang bayar Rp 550.000

Nihil (0)

Penghasilan Neto Rp65.000.000 PTKP (TK/0) Rp54.000.000

PKP Rp11.000.000

PPh 21 terhutang - kredit pajak dari Rp 550.000 pembayaran zakat Rp 275.000

PPh 21 terhutang Rp 275.000 Pada SPT 1770 S:

PPh 21 terhutang + zakat yang Dikreditkan Rp 275.000

Jumlah PPh 21 terutang Rp 275.000

(-) Kredit Pajak PPh yang dipotong Rp 550.000 oleh pihak lain

PPh Lebih/Kurang bayar Rp 550.000 Nihil (0)

Sumber : Data Diolah Sendiri

Dari data di atas nampak bahwa perbedaan kedua pola perlakuan zakat tersebut dapat mempengaruhi SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi (1770 S). Perlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP) menjadi lebih pembayaran pajak penghasilannya sebesar Rp81.250, sedangkan perlakuan zakat sebagai pengurang langsung PPh atau kredit pajak, SPT tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi (1770 S) menjadi nihil, atau bebas PPh.

Dari data di atas ketertarikan para Muzaki tidak terlalu signifikan, setelah mengetahui Kelebihan pembayaran atas pajak penghasilan setelah melampirkan bukti setor zakatnya, akan tetapi dapat diminta kembali kelebihan bayar tersebut kepada pihak pajak namun dengan proses yang cukup panjang. Berbeda cerita apabila Muzakki itu sebagai pengusaha akan sangat tertarik, atau pribadi yang memiliki usaha pastinya tertarik, ada juga Muzakki yang mempunyai perusahaan konstruksi, dia melampirkan bukti setor zakat sebagai pengurang PKP, karena nominal yang lumayan besar. Jadi, bermaanfaat untuk mereka tapi jika Penghasilan kaum menengah yang memang dibayarkan pajaknya dahulu oleh kantor dengan sistem Payroll untuk membayar zakat ke LAZISMU dan itu buktinya dilampirkan ke kantor pajak, dengan nominal kecil tersebut berkisar <100.000,00-300.000,00 yang mana nantinya harus di audit, kebanyakan mereka (Muzzaki) merasa risih. Maka mengakibatkan muzakki tidak lagi melampirkan bukti setor zakat tersebut saat pembayaran pajak.

Masyarakat Muslim yang mau membayar keduanya (zakat dan pajak) enggan melampirkan Bukti Setor Zakat (BSZ) tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Dan banyaknya masyarakat Muslim yang masih memilih untuk membayar hanya salah satunya, yaitu pajak atau zakat saja.

Bapak Bayu Dwi Nugroho Berkata : bahwasannya faktor yang meningkatkan penghimpunan di LAZISMU bukan dari zakat pengurang penghasilan bruto tersebut, ini hanya sebagai nilai tambah saja, bicara pada zakat harus transparansi kepada Muzakkinya, dilihat dari sisi pengurang penghasilan kena pajak (PPKP) tidak banyak yang tertarik akan PPKP tersebut, karena memang untuk karyawan yang nominalnya mungkin tidak terlalu besar, jadi tidak terlalu signifikan untuk hal tersebut, mereka lebih kepada kemudahan bagaimana bisa zakat ke LAZISMU, kerjasama dengan layanan perbankan, ada dampaknya dari PPKP itu tetapi tidak terlalu signifikan, dan belum efektif, efektif dalam kata bahwa dari LAZISMU sendiri tergencar memberitahui PPKP ini namun, kembali lagi kepada teknis, karena rana teknis pelaporannya ada di pajak sendiri, kita belum tahu apakah kantor pajak melakukan sosialisasi PPKP tersebut atau tidak.

80

LAZISMU rutin dalam memberikan informasi bahwa ada fasilitas dari dirjen pajak yang bisa mengurangi pajak penghasilan bruto, buktinya dengan adanya amnesti pajak. Pelaporan zakat atas pergurang pajak dilakukan dengan sistem PKP setelah dilampirkan bukti setor zakat. Akan tetapi, lembaga zakat mengalami kendala atas pengimputan pelaporan dengan kurangnya laporan audit dari Dirjen Pajak. Menurut Staff Corporate LAZISMU Bayu Dwi Nugroho, baik BAZNAS maupun LAZ sudah mengusulkan ke kantor pajak perihal muzakki yang melakukan PPKP setelah dilampirkan bukti setor pajak dan kemudian direstitusi tanpa perlu diaudit. BAZNAS maupun LAZ juga telah melakukan sosialisasi dengan mengusulkan pembayaran zakat dengan administrasi perpajakan dan penyediaan fasilitas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), untuk pemungutan zakat dilakukan melalui pemanfaatan KPP sebagai konter zakat, namun belum ada tindak lanjutnya sampai saat ini. Dari pernyataan diatas bahwa jelas, kebijakan atas zakat pengurang penghasilan kena pajak tersebut belum efektif karena kurangnya kerjasama antara pihak Badan atau Lembaga Amil Zakat dan Dirjen Pajak, seharusnya Pemerintah lebih memperhatikan kebijakan tersebut, yang apabila dilakukan prosedur sesuai dengan Undang-Undang yang sudah ditetapkan, kebijakan tersebut akan banyak diminati oleh para Muzakki atau Wajib Pajak.

Dokumen terkait