• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

5.2 Saran

Penelitian yang penulis lakukan masih dalam tahap kecil namun bermanfaat bagi masyarakat pendukung kebudayaan serta pihak departemen pemerintah yang mengemban tugas menjaga dan melestarikan Budaya Nusantara. Kiranya penelitian ini dapat membuka jalan untuk penelitian berikutnya. Adapun saran yang penulis kemukakan adalah : perlu diadakan pelatihan penelitian gambus agar semakin maraknya industry musik tradisional Melayu, Pemasaran dan management yang jelas agar gambus yang dihasilkan bisa terus berkesinambungan khususnya untuk kegiatan ekonomi pengrajin, pertunjukan kesenian tradisonal secara berkesinambungan. Maksudnya ada festival atau karnaval Budaya Pemerintah yang menjadi wadah bagi para seniman-seniman daerah lainnya untuk lebih menyemangati para pelaku seni. Hal ini bermanfaat untuk kontuinitas dan kelestarian budaya kita Indonesia.

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN, BIOGRAFI RINGKAS SYAHRIAL FELANI SEBAGAI WARGA MASYARAKAT MELAYU

DAN SENIMAN MUSIK MELAYU

Pada bab ini penulis akan menjelaskan gambaran umum tentang lokasi penelitian dan biografi ringkas tentang beliau, yang menyatakan dirinya sebagai orang Melayu, yang pada dasarnya secara keturunan (darah) beliau adalah keturunan Jawa dan Mandailing. Ini juga menjadi salah satu fenomena menarik tentang identitas etnik di dalam kebudayaan Melayu. Beliau, karena lama berada dilingkungan masyarakat Melayu mulai dari bahasa, adat istiadat dan apalagi berbagai kesenian yang Beliau pelajari dari tari-tariannya, membuat instrumen musik, dan memainkan lat musik tersebut.

2.1 Sejarah Berdirinya Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang yang dikenal sekarang ini, sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 merupakan dua wilayah pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli yang berpusat di Kota Medan dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan (lebih kurang 38 km dari Kota Medan menuju Kota Tebing Tinggi). Dalam masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), keadaan Sumatra Timur mengalami pergolakan yang dilakukan oleh rakyat secara spontan menuntut agar Negara Sumatera Timur yang dianggap sebagai prakarsa Van Mook (Belanda) dibubarkan dan wilayah Sumatera Timur kembali masuk Negara Republik Indonesia. Para pendukung NST membentuk Permusyawaratan Rakyat se

Sumatera Timur menentang Kongres Rakyat Sumatera Timur yang dibentuk oleh Front Nasional. Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di Indonesia kemudian bergabung dengan Negara Republik Indonesia (NRI), sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST) tidak bersedia. Akhirnya Pemerintah NRI meminta kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk mencari kata sepakat dan mendapat mandat penuh dari NST dan NIT untuk bermusyawarah dengan NRI tentang pembentukan Negara Kesatuan dengan hasil antara lain Undang-Undang Dasar Sementara Kesatuan yang berasal dari UUD RIS diubah sehingga sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Atas dasar tersebut terbentuklah Kabupaten Deli Serdang seperti tercatat dalam sejarah bahwa Sumatera Timur dibagi atas 5 (lima) afdeling, salah satu di antaranya adalah Deli en Serdang. Afdeling ini dipimpin oleh seorang Asisten Residen beribukota di Medan serta terbagi atas 4 (empat) Onder Afdeling yaitu Beneden Deli beribukota Medan, Bovan Deli beribukota Pancur Batu, Serdang beribukota Lubuk Pakam, dan Padang Bedagei beribukota Tebing Tinggi. Masing-masing afdeling ini dipimpim oleh seorang kontelir.

Selanjutnya dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Timur tanggal 19 April 1946, Keresidenan Sumatera Timur dibagi menjadi 6 (enam) Kabupaten ini terdiri atas 6 (enam) kewedanaan, yaitu: Deli Hulu, Deli Hilir, Serdang Hulu, Serdang Hilir, Bedagei, Padang (Kota Tebing Tinggi) pada waktu itu ibukota berkedudukan di Perbaungan. Kemudian dengan Besluit Wali Negara tanggal 21 Desember 1949 wilayah tersebut adalah Deli Serdang dengan ibukota Medan, meliputi Lubuk Pakam, Deli Hilir, Deli Hulu, Serdang, Padang, dan Bedagei.

Pada tanggal 14 November 1956, Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan menjadi Daerah Otonom dan namanya berubah menjadi Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu Undang-undang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956. Untuk merealisasinya dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Pertimbangan Daerah (DPD). Namun, tahun demi tahun terus berlalu merubah perjalanan sejarah dan setelah melalui berbagai usaha penelitian dan seminar-seminar oleh para pakar sejarah dan pejabat Pemerintah Daerah Tingkat II Deli Serdang pada waktu itu (sekarang Pemerintah Kabupaten Deli Serdang), akhirnya disepakati penetapan Hari Jadi Kabupaten Deli Serdang tanggal 1 Juli 1946.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1984, ibukota Kabupaten Deli Serdang dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan lokasi perkantoran di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara tanggal 23 Desember 1986.

2.1.1 Letak Geografis Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’ Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,72 km2. Dari luas Propinsi Sumatera Utara, dengan batas sebagai berikut:

(a) Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera, (b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo,

(d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat.

Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, secara administratif terdapat dua puluh dua (22) Kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang salah satunya adalah Kecamatan Tanjung Morawa.

Berdasarkan hasil sensus penduduk 2013, penduduk Kabupaten Deli Serdang mayoritas bersuku bangsa Jawa (51,77 %), Karo (10,84 %), Toba (10,78 %), Mandailing (6,71%), Melayu (6,22 %), Minangkabau (2,91%) Simalungun (1,68 %), dan lain lain (1,24 %). Sedangkan Agama yang dianut oleh masyarakat Deli Serdang beragama Islam paling besar (78,22%), Kristen (19,30 %), Budha (2,03 %), Hindu (0,17 %), dan lainnya (0,29 %).

2.1.2 Letak Lokasi Penelitian

Kecamatan Tanjung Morawa merupakan tempat tinggal Bapak Syahrial Felani, secara administratif kecamatan Tanjung Morawa mempunyai luas wilayah 13.175 ha yang terdiri atas 26 Desa. Adapun batas-batas wilayah kecamatan Tanjung Morawa adalah sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan STM Hilir, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Patumbak, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Pakam. Dari 26 desa tersebut, beliau tinggal di Desa Tanjung Morawa B, tepatnya berada di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 204 Dusun IV. Di lokasi tersebutlah beliau membuka bengkel instrumen gambus, membuka sanggar tari bernama Tamora 88 dan tinggal bersama keluarganya.

2. 2 Latar Belakang Budaya Melayu

Deskripsi Melayu bisa dilihat kedekatannya dengan agama Islam. Melayu memang sangat erat hubungannya dengan Islam, sehingga adapun sebuah ungkapan ataupun gagasan adat yang bersendikan syarak syarak besendikan kitabbulah, yang artinya asas kebudayaan Melayu adalah hukum Islam (syarak). Sehinnga untuk menjadi orang Melayu harus mengikuti adat isriadat Melayu dan beragama Islam (Takari dan Fadlin, 2009).

Syahrial Felani adalah seorang seniman Melayu yang asalnya bukan dari Melayu asli. Beliau adalah keturunan Jawa dan Mandailing, akan tetapi dia menyatakan bahwa dirinya adalah orang Melayu, dengan kemampuannya bisa berbahasa Melayu, beradat istiadat Melayu dan beragama Islam.

Di samping itu identitas Melayu juga dapat dilihat melalui unsur-unsur kebudayaan Melayu. Secara antropologis, unsur-unsur mencakup : agama, bahasa, organisasi, mata pencaharian hidup, kesenian, pendidikan, dan teknologi. Di bawah ini terdapat tujuh unsur berikut.

2.2.1 Agama

Islam adalah kepercayaan setiap warga masyarakat Melayu, karena Melayu sendiri pun berlandaskan Islam. Untuk itu saya akan menjelaskan bagaimana proses masuknya agama islam ke peradaban Melayu. Jika di Indonesia Islam berkembang pada Zaman kerajaan Hindu-Budha berkat hubungan dagang dengan Negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para

musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahien. Pada abad IV di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, yaitu kerajaan Taruma Negara yang dilanjutkan dengan kerajaan Sunda sampai abad XVI (Luckman Sinar, 1986).

Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad VII hingga abad XIV,kerajaan Budha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatera. Hal ini di deskripsikan oleh seorang penjelajah Tiongkok yang bernama I-Tsing, yang mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada saat puncak kejayaannya Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah, dan Kamboja (Luckman Sinar, 1986:65).

Di abad XIV juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, yaitu Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dari Wiracarita Ramayana(sejarah dari Ramayana).

Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke XII, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorakan Islam, seperti Samudra Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit sekaligus menandai akhir dari era ini (Takari dan Fadlin 2009).

Di samping itu ada pendapat dari yang Mansur menyatakan: “Besar kemungkinannya bahwa Islam dibawah oleh para wirausahawan Arab ke Asia Tenggara pada abad pertama dari tarikh Hijriyah atau abad ke VII-M. hal ini menjadi lebih kuat, menurut Arnold dalam The Preaching of Islam sejarah

dakwah Islam dimulai pada abad II Hijriah, yaitu para pedagang Islam melakukan perdagangan dengan sailan atau Srilangka. Pendapat yang sama juga dikemukakanoleh Burger dan Prajudi (2004). Mansur menambahkan Van leur dalam bukunya Indonesian Trade and Society (2003), menyatakan pada 674 di pantai Barat Sumatera telah terdapat perkampungan (koloni) Arab Islam.

Perkampungan perdagangan ini dimulai dibicarakan lagi pada 618 dan 626. Tahun-tahun berikutnya perkembangan perdagangan ini dimulai mempraktekan ajaran agama Islam. Hal ini mempengaruhi pula perkampungan Arab yang terdapat disepanjang jalan perdagangan di Asia Tenggara. Mansur juga mengkritik keras adanya upaya sebagian sejarawan yang menyatakan bahwa Islam baru masuk ke Indonesia setelah runtuhnya Kerajaan Hindu Majapahit (1478) dan ditandai berdirinya kerajaan Demak.

Pada umumnya keruntuhan Kerajaan Hindu Majapahit sering didongengkan akibat serangan dari kerajaan Islam Demak. Pada hal realitas sejarahnya yang benar adalah Kerajaan Hindu Majaphit runtuh akibat serangan raja Girindrawirdhana dari kerajaan Hindu Kediri pada tahun 1478 M. al-Atts mengatakan sarjana Barat melangsungkan penelitian ilmiah terhadap sejarah dan kebudayaan Kepulauan Melayu-Indonesia telah lama menyebarkan bahwa masyarakat kepulauan ini seolah-olah merupakan masyarakat penyaring, penapis, serta penyatu unsur-unsur berbagai kebudayaan.

Banyak pertanyaan mengatakan kenapa Melayu sangat erat hubungan dengan Islam? Atau apa pengaruh yang diberikan Islam kepada masyarakat Melayu harus berdasarkan Islam. Al-Attas menguraikan bahwa ajaran Islam selalu memberikan keterangan dan memiliki sifat asasi insan itu ialah akal, dan unsur hakikat inilah yang menjadi perhubungan antara dia dan hakikat semesta.

Sebagaimana kegelapan lenyap dipancari sinar surya yang membuat setiap umat Islamselalu mencari kebenaran berdasarkan akal. Demikian juga kedatangan Islam dikepulauan Melayu di Indonesia yang membawa Rasionalisme dan pengetahuan akhlakserta menegaskan suatu sistem masyarakat yang terdiri rari individu-individu. Jadi Islam membawa peradaban yang mudah diterima, intelektualitasme, dan ketinggian budi insane ditanah Melayu. Al-Attas juga menunjukan bukti bahwa dari tangan ulama-ulama Islam lahirlah budaya sastra, tulisan, falsafah, buku, dan lain-lain,yang tidak dibawa peradaban sebelumnya. Islam memang tidak meninggalkan kebudayaan patung (candi) sebagaimana kebudayaan

Pra-Islam (sumber

Disisi lain ada juga disebut dengan ras Proto-Melayu pedalaman, yaitu orang Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, yang memiliki kepercayaan adat istiadat sendiri. Memang pada dasarnya orang luar mengenal sebagian orang Asia itu adalah orang Melayu, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan lain sebagainya. Tetapi pada kenyataannya mereka tidak mengatakannya mereka sebagai orang Melayu, karena mereka memiliki agama, bahasa dan kebudayaan yang tidak sama dengan konsep kebudayaan Melayu.

Seperti contoh penulis. saya beragama Kristen Protestan, saya berasal dari suku Batak Toba, saya menggunakan bahasa Batak dan bercampur dengan bahasa Indonesia, dan saya juga melakukan adat istiadat suku saya sendiri. Namun demikian, jika orang luar menyatakan saya orang Melayu saya pasti akan menjawab saya juga orang Melayu, karena pada dasarnyabahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Begitu juga dengan objek penelitian saya, Syahrial Felani adalah seorang yang bukan berasal dari Melayu asli melainkan suku Jawa, akan tetapi beliau memyatakan dirinya Melayu, karena beliau menggunakan adat

istiadat Melayu, beragama Islam, dan juga paham betul tentang kesenian budaya Melayu.

2. 2.2 Bahasa

Bahasa Melayu menjadi bahasa nasional dan bahasa pengantar di semua lembaga publik di sebagian Asia, seperti Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Bahasa Melayu yang menjadi lingua franca penduduk Nusantara sejak sekian lama. Bahasa Melayu juaga telah dipergunakan oleh mayarakat Indonesia, termasuk etnik Melayu.

Akan tetapi dalam kebudayaan Melayu penggunaan bahasa khususnya dialek memiliki perbedaan dari lima kabupaten, jika orang Melayu di pesisir Timur, Serdang Bedagai, Pangkalan Dodek, Batubara, Asahan, dan Tanjung Balai, memakai bahasa Melayu dengan mengalihkan huruf vokal “o” di ujung kosa-kosa kata yang baku menggunakan vocal “a,” sebagai contoh kemano

(kemana), siapo (siapa). Di Langkat dan di Deli mengalihkan hurufvokal “a” menjadi “e” di ujung kosa-kosa katanya, seperti contoh, kemane (kemana), siape

(siapa).

Dari sini kita bisa melihat meskipun akar kebudayaan etnik Melayu itu satu rumpun, namun ada juga perbedaan-perbedaan kecil yang membedakan etnik Melayu. Adapun perbedaan-perbedaan tersebut dikarenakan adanya kebiasaan yang sudah dibawa dari nenek moyang yang pada saat itu mereka memiliki satu pengelompokan yang berbeda-beda (Zein, 1975:89).

Bahasa yang digunakan dan difungsikan oleh Syahrial Felani adalah bahasa Indonesia. Biarpun beliau sendiri orang Jawa, akan tetapi dia lebih senang menggunakan dalam pergaulan sehari-hari.Beliau juga dalam berkesenian

selalu menggunakan bahasa Melayu dialek Deli dan Serdang, terutama untuk pertunjukan teater.

2.2.3 Mata Pencaharian

Bagi orang Melayu yang tingal di desa, mayoritas mereka menjalankan aktivitas pertanian. Aktivitas pertanian termasuk mengusahakan tanaman padi, karet, kelapa sawit, kelapa, dan tanaman campuran (mixed farming). Dikawasan pesisir pantai, umumnya orang Melayu bekerja sebagai nelayan, yaitu menangkap ikan dilaut dengan menggunakan alat-alat penangkap ikan. Orang Melayu yang tinggal di kota kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai pekerja disektor perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain.

Penguasaan ekonomi dikalangan orang Melayu perkotaan relatif masih rendah dibandingkan dengan penguasaan ekonomi oleh penduduk non-pribumi, terutama orang Tionghoa. Banyak yang tinggal di kota-kota besar dan mampu hidup berkecukupan. Selain itu banyak orang Melayu yang mempunyai pendidikan yang tinggi, seperti di universitaas di dalam maupun di luar negeri.

Di samping itu menurut Metzger (dalam Takari dan Fadlin 2009) kelemahan orang Melayu dalam ekonomi adalah kurangnya mayarakat Melayu menghargai budaya lama, pemalas, dan kurangnya sifat ingin tahu. Untuk itu, sekarng ini tidak semua masyarakat Melayu hidup bertani, berkebun dan menjadi nelayan saja. Banyak juga orang Melayu yang profesinya menjadi guru, dosen, musisi, dan pejabat-pejabat tinggi. Orang Melayu di Sumatera Utara mempunyai pola hidup untuk mengejar ilmu setinggi-tingginya, bersaing dengan kelompok etnik lain. Bahkan ada juga yang belajar ke luar negeri, karena orang Melayu menjunjung tinggi pendidikan. Mereka ini ingin pintar dan cerdas, untuk dapat

membantu semua orang. Bagi sebahagian besar orang Melayu, mereka mengamalkan ajaran agama Islam untuk terus mencari ilmu, yang sangat berharga yang tidak bisa hilang sampai mati.

Syahrial Felani sebelumnya pernah terjun ke dunia transportasi sebagai supir ataupun kernek. Namun pada saat ini, mata pencaharian Syahrial Felani adalah seorang musisi, selain seorang musisi beliau juga mengajar sebagai guru tari di Binjai, pembuat alat musik gambus, dan menjual beberapa asesoris seperti pakaian perlengkapan pertunjukan kesenian Melayu.

2.2.4 Pendidikan

Sebelum penjajahan Belanda, orang Melayu mendapat pendidikan Agama. Selama penjajahan, peluang pendidikan ala Eropa terbatas untuk orang Melayu di pedesaan, dan terpusat di daerah perkotaan, Pendidikan gaya Eropa sendiri hanya di kembangkan setelah Indonesia merdeka.

Orang Melayu mengalami sebuah perkembangan yang pesat dalam dunia pendidikan. Karena seperti kita ketahui, orang Melayu sangat menjunjung tinggi yang namanya pendidikan ataupun ilmu. Inilah yang mereka bisa maju ke depan lebik baik, karena mereka juga ingin di hormati bukan dilecehkan.

Dalam pendidikan formal, Syahrial Felani sendiri menyatakan nasibnya kurang baik, dikarenakan hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) saja. Namun beliau mempunyai alasan yang cukup kuat untuk tidak melanjutkan tingkat pendidikan selanjutnya, demi kebutuhan ekonomi dalam keluarga.

2.2.5 Teknologi

Etnik Melayu pada dasarnya ingin terus berusaha menguasai teknologi, yang di antaranya bisa kita lihat dari pemakaian alat musik keyboard yang mereka gunakan dalam memainkan lagu-lagu Melayu. Sama halnya dengan teknologi-teknologi lainnya seperti alat komunikasi yang dikenal dengan hanphone yang lazim digunakan semua masyarakat di Indonesia termasuk suku Melayu.

Kemudian ada lampu sebagai alat penerang dirumah, kebanyakan mereka tidak menggunakan lampu teplok yang digunakan pada zaman dahulu untuk menerangi rumahnya. Kemudian ada komputer sebaagai alat untuk mempermudah dalam menyimpan data, dan terkadang laptop juga dipakai atau alat yang lebih canggih di bandingkan dengan komputer dipergunakan pada saat bersekolah, karena alat ini mudah untuk di bawa.

Kendaraan juga sebagai teknologi yang sudah ada pada masyarakat Melayu. Untuk mempermudah perjalanan seperti sepeda motor, yang dulunya mereka menggunakan sepeda sebagai alat kendaraan untuk mencapai tujuan. Tetapi sekarang mereka sudah beralih ke sepeda motor atau yang lebih dikenal dengan “kereta,’’ bahkan ada juga yang menggunakan transportasi kendaraan mobil yang mempermudah perjalanan serta memiliki fasilitas yang baik untuk menepuh perjalanan jauh.

Televisi juga sudah dimiliki oleh masyarakat Melayu untuk mengetahui berita-berita dari luar daerah dan dapat mengetahui keadaan Negara. Radio juga menjadi salah satu yang sudah ada dimiliki oleh masyrakat Melayu bahkan ada radio yang sudah memiliki kaset sehingga mereka tinggal memasukan kasetnya saja dan didengarkan.

Jika musisi Melayu sudah dari dulu diperkenalkan alat rekam, seperti merekam suara penyanyi, bunyi instrument musik Melayu, Syarial Felani sudah menggunakan teknologi yang cukup canggih. Beliau menggunakan laptop untuk mengolah untuk mencoba hal-hal yang baru dalam proses pembahaasan lagu-lagu. Beliau juga membuat suatu alat bantu seperti spull guitar untuk membantunya agar suara yang dihasilkannya cukup kuat untuk didengar. Karena suara alat musik gambus yang begitu lembut, sulit untuk didengar jika tidak menggunakan alat bantu. Pada saat proses pembuataan alat musik gambus, dulunya beliau menggunakan gergaji manual untuk pemotongan pada kayu. Akan tetapi, sekarang ini beliau sudah menggunakan gergaji mesin (senso,

chinshaw) untuk mempermudah pemotongan kayu. Jika dilihat kondisi saat ini beliau sudah mengikuti perkembangan zaman dan sudah menikmati teknologi yang sudah ada untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari serta alat-alat rekaman yang digunakannya untuk kepentingannya sebagai seniman Melayu.

2.2.6 Kesenian

Kesenian yaitu sebuah hasil karya yang diciptakan oleh penciptanya sendiri untuk menghasilkan sebuah keindahan. Adapun seni musik yaitu salah satu media ungkapan hati (sumber: www. wikipedia.com). Untuk itu kesenian ini menjadi warisan yang diturunkan secara turun-temurun, agar masyarakat Melayu dapat dikenal dan memiliki identitas untuk diperkenalkan pada masyarakat lain.

Musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya, didalam musik terkandung nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi bagian dari pada proses enkulturasi juga yang terjadi dalam musik kebudayaan masyarakat

Melayu Sumatera Utara. Pertunjukan musik tradisisonal megikuti aturan-aturan tradisional. Pertunjukan ini, selalu berkaitan dengan penguasaan alam, mantera (jampi) yang tujuannya menjauhkan bencana, mengusir hantu atau setan. Musik tradisi Melayu berkembang secara improvisasi berdasarkan transmisi.

Berdasarkan sistem klasifikasi yang ditawarkan oleh Curt Sachs dan Eric M. Von Horn bostel (1914), maka keseluruhan alat-alat musik Melayu Sumatera Utara dapat dikelompokan kedalam klasifikasi (1) idiofon penggetar utamanya badannya sendiri, (2) membranofon, penggetar utamanya membrane, (3) kordofon, penggetar utamanya senar, (4) aerofon, penggetar utamanya kolom udara. Instrument musik Melayu itu sendiri ialah gendang ronggeng, gendang rebana (hadrah, taar), kompang, gendang silat (gendang dua muka), gedombak, tabla, dan baya (membranofon). Tetawak, gong, canang, calempong, ceracap (kesi), dan gambang (idiofon). Ud, Gambus, biola, dan rebab

(kordofon). Akordion, bangsi, seruling, nafiri, dan puput batang padi (aerofon). Dalam sistem klasifikasi diatas, gambus merupakan alat musik Melayu yang berpengaruh pada masa masuknya Islam terjadinya kontak budaya, yang dianggap musik dari luar menjadi bagian dari tradisi musik Melayu. Gambus merupakan salah satu alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik. Alat musik ini identik dengan bernafaskan Islam, alat musik ini juga memiliki fungsi sebagai pengiring tarian zapin dan nyanyian pada waktu diselenggarakan pesta pernikahan atau acara syukuran. Begitu juga dengan bapak Syahrial Felani yang merupakan musisi Melayu juga pembuat alat musik gambus.

2.2.7 Sistem Organisasi

Sistem politik Melayu adalah musyawarah, yang dijalankan konteks kebudayaan. Musyawarah yang dijalankan, biasanya membahas mengenai berbagai hal seperti pengelolaan sistem tanah adat berdasarkan budaya dan

Dokumen terkait