• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Disarankan untuk menggunakan ketel suling dengan kapasitas tekanan mencapai 3,0 bar agar proses ekstraksi minyak akar wangi dapat berlangsung sampai selesai.

2. Bahan baku yang digunakan sebaiknya memiliki perbedaan kandungan air yang nyata, agar dengan mudah dapat terlihat adanya pengaruh pengeringan terhadap rendemen.

3. Sebaiknya bahan langsung disuling ketika selesai dikeringkan agar kadar airnya tidak banyak berubah.

DAFTAR PUSTAKA

Buchi, G.H. 1978. Perfumer and Flavorist. Volume 3:1, Allured Publishing Corporation, Weaton, Illionis.

Chomchalow, N. 2001. The utilization of vetiver as medicinal and aromatic plants with special reference to Thailand. Technical Bulletin No. 2001/1. Office of the Royal Development Projects Board.Bangkok, Thailand.

Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2007. Badan Pusat Statistik Perkembangan Ekspor Indonesia Menurut HS 6 DIGIT : Essential Oil of Vetiver. Rabu, 18 April 2007. [http://www.depdag.go.id.htm].

Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2007. Badan Pusat Statistik Perkembangan Impor Indonesia Menurut HS 6 DIGIT : Essential Oil of Vetiver. Rabu, 18 April 2007. [http://www.depdag.go.id]. Departemen Perdagangan Republik Indonesia Jl. M. I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta Pusat.

Dereinda, R., S.O. Lubis dan B. Dradjat. 1992. Konsep pengembangan agribisnis minyak atsiri dan penerapannya. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Agribisnis. Presiding Temu Usaha Pengembangan Hasil Penelitian Tnnaman Rempah dan Obat tanggal 2 -3 Desember 1992 di Jakarta.Balittro.l lal. 35 – 49.

Disbunhut. 2001. Ikhtisar upaya penanganan akar wangi di Kabupaten Garut. Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Pemerintah Kabupaten Garut.

Djasula Wangi. 2006. Akar Wangi. Makalah disampaikan pada Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006. Solo, 18-20 September 2006.

Guenther, E. 1947. The Essential Oils. Vol. I. Robert E. Krieger Publishing Company, New York.

Guenther, E.S. 1949. Alih bahasa Ketaren, 1987. Minyak Atsiri I. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Guenther, E.S. 1950. Individual essential oils of plant family. Vol. IV D. D. Von Nostrand Company. New York.

Guenther, E. 1947. The Essential Oils. Vol. II. Robert E. Krieger Publishing Company, New York.

Guenther, E. 1972. The Essential Oil. Vol. IV. Robert W. Kringer. Article Publishing Co., Inc. Huntington, New York.

Guenther, E. 1947. The Essential Oils. Vol. III. Robert E. Krieger Publishing Company, New York.

Gusmalini. 1987. Minyak Atsiri. Diktat. FATETA-IPB. Bogor.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan, Jakarta.

1TC. 2003. The United States market for natural ingredients used in dietary supplements and cosmetics. Market Brief 2003. International Trade Centre UNCTAD/WTO, Geneva.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta. Kuspiatini, E. 1980. Mempelajari Pengaruh Perajangan dan Kondisi Penyulingan

(Sistim dan Lama) Daun Sereh Dapur (Cymbopogon flexuosus S) terhadap Rendemen dan Mutu Minyak yang Dihasilkan. FATETA-IPB. Bogor. Lavania, U.C. 2004. Other uses, and utilization of vetiver : Vetiver oil.

[http://www.vetiver. com /ICV3/Proceeding/IND_vetoil.pdf, 2 Nopember 2006].

Lesmayati, S. 2004. Modifikasi Proses Penyulingan Minyak Nilam dengan Peningkatan Tekanan secara Bertahap. FATETA- IPB. Bogor.

Pfau and Plattner. 1939. di dalam Guenther, E. 1972. The Essential Oil. Vol. IV. Robert W. Kringer. Article Publishing Co., Inc. Huntington, New York. Pikiran Rakyat. 2005. Pengusaha minyak akar terancam gulung tikar. Rabu, 23

Nopember 2005. [http://www.pikiran-rakyat.com-cetak-2005-l 105-23-0407.htm].

Rao. 1963. di dalam Spon. F.N. 1981. Dictionary of Organic Compounds. Cire and Spoolis Woode. Oxford University Frees, England.

Rohayati, N. 1997. Penggunaan Bentonit, Arang Aktif dan Asam Sitrat untuk Meningkatkan Mutu Minyak Akar Wangi. FATETA-IPB. Bogor.

Rusli, S., N. Nurdjanah, Soediarto, D. Sitepu, Ardi dan D. T. Sitorus. 1985. Penelitian dan Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia. Balai Penelitian Rempah dan Obat, Bogor.

Rusli, S dan Hobir. 1989. Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Minyak Atsiri. Presiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, tanggal 25 - 27 Juli 19f>9 di Bogor. Puslitbangtri.

Rusli et al. 1990. Potensi, Budidaya, Mutu dan Paket Usaha BbRP Jenis Tanaman Minyak Atsiri. Temu Tugas Perkebunan/Tanaman Perkebunan Bukit Tinggi. 15-17 Januari 1990.

Santoso. 1993. Bertanam dan Penyulingan Minyak Akar Wangi. Kanisius, Jakarta.

Santoso, H.B. 1993. Akar Wangi, Bertanam dan Penyulingan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Simonsen, S. J. Dan D. H. R. Barton. 1952. The Terpenes, The Sesquiterpenes and Derivatives. University Press Cambridge. London.

Siregar, S. 1993. Pengaruh Jenis dan Perbandingan Pelarut pada Proses Deterpenasi Minyak Akar Wangi terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Bebas Terpen. Skripsi. FATETA-IPB. Bogor.

Somaatmadja, Dardjo. 1972. Minjak Vetiver. Balai Penelitian Kimia, Bogor. Somaatmadja, D. 1975. The Essential Oil of Indonesia for Export.

Communication 147 . Chemical Research Institute BPK, Bogor.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 1991. Minyak Akar Wangi. SNI 06-2386-199l.UDC: 665.52, 16p.

Sugiharto, J. 1993. Penyulingan Akar Wangi Tanpa Dikeringkan dan Akar Wangi yang Dikeringkan dengan Penyulingan Tipe Uap dan Air. FATETA, IPB. Bogor.

Sukirman, T. dan S, Aiman. 1979. Beberapa Kemungkinan Perbaikan Penyulingan Minyak Nilam. Makalah pada Pekan Diskusi Minyak Atsiri, Aceh.

Uhe. 2007. Flavor and Fragence Market report Newsletter : Indonesian Essential Oils and Aromatic Chemicals. Februari 2007 . George Uhe Company, Inc., 219 River Drive, Garfield, New Jersey.

Lampiran 1. Analisa Mutu Minyak Akar Wangi

Mutu minyak akar wangi dilakukan sesuai dengan SNI 06-2386-1991. Analisa yang dilakukan meliputi bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan ester, kelarutan dalam alkohol 95% dan warna minyak. Prosedur pengujian akar wangi adalah sebagai berikut.

1. Penentuan bobot jenis (SNI 06-2386-1991) Prinsip :

Metode ini berdasar pada perbandingan antara berat minyak pada suhu yang ditentukan dengan berat air oada volume air yang sama dengan volume minyak pada suhu tersebut.

Prosedur :

Mula-mula piknometer yang telah dibersihkan diisi dengan air suling yang bersuhu 20˚C hingga permukaan air mencapai puncak kapiler, kemudian ditimbang dengan teliti. Setelah itu piknometer dikosongkan dan dicuci beberapa kali dengan alkohol, lalu dikeringkan. Kemudian piknometer tersebut diisi dengan minyak akar wangi, ditimbang dan diukur suhunya.

Perhitungan : Bobot jenis d20 = m m m m − − 1 1 2 Keterangan :

m = massa, dalam gram, piknometer kosong

m1= massa, dalam gram, piknometer berisi air pada 20°C m2 = massa, dalam gram, piknometer berisi contoh pada 20°C

2. Penentuan indeks bias (SNI 06-2386-1991) Prinsip :

Metode ini berdasar pada pengukuran langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap.

Prosedur :

Dengan mengatur slide akan diperoleh garis batas antara terang dan gelap yang paling jelas, dan jika garis berhimpit dengan titik potong dua garis yang bersilangan, maka indeks bias dapat dibaca pada skala. Suhu tidak boleh berbeda lebih dari ± 2°C dari suhu referensi dan harus dipertahankan dengan toleransi ± 0,2°C. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil.

Perhitungan :

ndt =ndt’ + 0,00039 (t’-t) Keterangan :

n : indeks bias minyak akar wangi t : suhu tertentu sebagai pembanding d : kerapatan minyak akar wangi t’ : suhu pengerjaan

0,00039 : nilai koreksi minyak akar wangi

3. Penentuan kelarutan dalam alkohol 95% (SNI 06-2386-1991) Prinsip :

Metode ini berdasar pada ketentuan minyak dalam alkohol.

Prosedur :

Sebanyak 1 ml minyak dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml, kemudian ditambahkan etanol 95% dan dikocok hingga rata, setiap penambahan 1,5 ml etanol 95% diamati sifat kelarutannya. Apakah larutan jernih atau keruh. Batas jumlah penambahan etanol sampai 10 ml. Nilai kelarutan diukur pada suhu 20˚C, dan jumlah alkohol yang dibutuhkan (ml) merupakan nilai kelarutannya. Nilai ini akan semakin berkurang bila minyak makin lama disimpan.

Perhitungan :

Kelarutan dalam 95% alkohol = 1 volume dalam Y volume, menjadi keruh dalam Z volume.

Bila larutan itu tidak seluruhnya bening, catat apakah kekeruhan tersebut “lebih besar daripada”, “sama seperti”, atau “lebih kecil daripada” kekeruhan larutan pembanding.

4. Penentuan bilangan asam (Guenther, 1949) Prinsip :

Bilangan asam didefinisikan sebagai jumlah mg potasium hidroksida yang dibutuhkan untuk menetralkan asam bebas dalam 1 gram minyak. Bila minyak disimpan, terkena cahaya dan udara, maka lama kelamaan akan terjadi oksidasi aldehid dan hidrolisa ester yang akan meningkatkan bilangan asamnya.

Prosedur :

Cara pengukuran bilangan asam menurut Guenther (1949) adalah mula-mula 2,5 gram minyak akar wangi dimasukkan ke dalam sebuah labu penyabunan 100 ml, ditambahkan 15 ml alkohol 95% dan 3 tetes larutan PP. Asam bebas dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga timbul warna merah (isi labu harus digoyang selama titrasi).

Perhitungan : Bilangan asam = ) ( 1 , 0 1 , 56 gram sampel massa dipakai yang NaOH ml jumlah x

5. Penentuan bilangan ester (SNI 06-2386-1991) Prinsip :

Hidrolisa dengan menyabunkan ester-ester dengan soda berlebih (KOH), dan terbentuk sabun, kemudian KOH sisa dinetralkan dengan asam (HCL). Bilangan ester merupakan jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan ester-ester dalam 1 gram minyak, reaksi penyabunannya adalah sebagai berikut :

RCOO’R + NaoH RCOONa + R’OH KOH (sisa) + HCL KCL + H2O

Dimana : R dan R’ = alifatik, aromatik, radikal asiklis (R = dapat juga berupa atom H).

Prosedur :

Sampel sebanyak 1,5 gram ditimbang dengan teliti dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml. Lalu ditambahkan 5 ml etanol, sampai 3 tetes larutan PP dan sedikit batu didih. Campuran tersebut kemudian dinetralkan

ditambah 25 ml larutan KOH dalam alkohol 0,5 N. Setelah itu didihkan ± 1,5 jam dengan menggunakan pendingin tegak. Setelah itu didinginkan kemudian kelebihan KOH dititrasi kembali dengan larutan HCL 0,5 N dan PP sebagai indikator. Penetapan blanko juga dibuat, yaitu di dalam labu erlenmeyer yang berisi 5 ml alkohol netral, 25 ml KOH dalam alkohol 0,5 N, dididihkan selama 1,5 jam dengan menggunakan pendingin balik, kemudian setelah didinginkan dititrasi dngan larutan HCL 0,5 N. Perhitungan : Bilangan ester = contoh gram x HCl N x Vsampel Vblanko ) 56,1 ( − 6. Warna Prinsip :

Pengamatan dilakukan secara visual dengan menggunakan indera penglihatan (mata) langsung terhadap contoh minyak.

Prosedur :

Contoh minyak akar wangi dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml. Tabung tersebut disandarkan pada kertas putih lalu diamati warnanya dengan jarak pengamatan ± 30 cm.

Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam Hubungan Lama Penjemuran dan Pengeringan terhadap Rendemen

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P

waktu_pengeringan 1 0.3403 0.3403 0.3403 2.10 0.221 perajangan 1 0.1176 0.1176 0.1176 0.72 0.443 waktu_pengeringan*perajangan 1 0.2346 0.2346 1.450 0.296 Error 4 0.6494 0.6494 0.1623 Total 7 1.3419 S = 0.402911 R-Sq = 51.61% R-Sq(adj) = 15.32%

Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam Hubungan Lama Penjemuran dan Pengeringan terhadap Bobot Jenis

Source DF Type III SS MS F value Pr>F

jam_pengeringan 1 0.000146 0.000146 0.35 0.5849

perlakuan_fisik 1 0.001004 0.001004 2.42 0.195

jam_pengeringan*perlakuan_fisik 1 0.000122 0.000122 0.29 0.617

R-Square Coeff Var Root MSE berat_jenis Mean 0.433581 2.037267 0.020377 1.000225

Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam Hubungan Lama Penjemuran dan Pengeringan terhadap Indeks Bias

Source DF Type III SS MS F value Pr>F

jam_pengeringan 1 0.0000148 0.0000148 7.85 0.0487

perlakuan_fisik 1 0.0000021 0.0000021 1.11 0.3513

jam_pengeringan*perlakuan_fisik 1 0.00000003 0.00000003 0.02 0.9039 R-Square Coeff Var Root MSE indeks_bias Mean

0.691838 0.090415 0.001375 1.521013

Duncan Grouping Mean N jam_pengeringan

A 1.522375 4 6

B 1.51965 4 12

Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam Hubungan Lama Penjemuran dan Pengeringan terhadap Bilangan Asam

Source DF Type III SS MS F value Pr>F jam_pengeringan 1 108.43121 108.43121 40.91 0.0031

perlakuan_fisik 1 1.9277643 1.9277643 0.73 0.4418

jam_pengeringan*perlakuan_fisik 1 17.348700 17.348700 6.55 0.0627 R-Square Coeff Var Root MSE bilangan_asam Mean

0.923343 14.11346 1.628071 11.53559

Duncan Grouping Mean N jam_pengeringan

A 15.217 4 6

B 7.854 4 12

Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam Hubungan Lama Penjemuran dan Pengeringan terhadap Bilangan Ester

Source DF Type III SS MS F value Pr>F jam_pengeringan 1 25.436634 25.436634 3.99 0.1164 perlakuan_fisik 1 18.757506 18.757506 2.94 0.1613 jam_pengeringan*perlakuan_fisik 1 0.1268820 0.1268820 0.02 0.8946

R-Square Coeff Var Root MSE bilangan_ester Mean 0.634915 7.801439 2.524143 32.35484

Dokumen terkait