• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV :PENUTUP

B. Saran

1. Agar tujuan dari suatu penerapan Peraturan Perundang-undangan dapat tercapai, khususnya dalam peraturan Tindak Pidana Menjual Minuman Beralkohol, maka Pembuat Undang-undang sebaiknya menetapkan sanksi yang jelas dan tegas, sehingga tujuan yang ingin dicapai dari suatu peraturan akan tercapai. Penetapan tinggi/rendahnya sanksi denda yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang dalam suatu peraturan hendaknya pembuat undang-undang melihat perkembangan nilai mata uang yang berkembang dalam masyarakat, sehingga sanksi denda ynag diterapkan pada pelaku tindak pidana khususnya pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan

2. Agar sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim pada pelaku tindak pidana menjual minuman beralkohol tanpa izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka Hakim hendaknya melihat secara teliti dan cermat tentang ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Ketelitian dan kecermatan penegak hukum (hakim) dalam menerapkan suatu peraturan pada suatu tindak pidana, maka sanksi yang diterapkan pada pelaku penjual minuman beralkohol tanpa izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB II

PENGATURAN TINDAK PIDANA MENJUAL MINUMAN

BERALKOHOL TANPA IZIN DI PERDA TOBASA NOMOR 35 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT MENJUAL MINUMAN

BERALKOHOL

A. Pengaturan Pidana Denda Dalam KUHP

Pasal 10 KUHP, menyebutkan bahwa hukuman pokok terdiri dari: 1. Hukuman Mati

2. Hukuman Penjara 3. Hukuman Kurungan 4. Hukuman Denda

Pidana denda merupakan bentuk pidana tertua, lebih tua dari pidana penjara, mungkin setua dengan pidana mati. Pidana denda terdapat pada setiap masyarakat, termasuk masyarakat primitif, walaupun bentuknya bersifat primitif pula. Negara Indonesia sendiri mengenal denda ini telah ada sejak zaman Majapahit dan mayarakat tradisional lainnya.37

1) Banyaknya denda sekurang kurangnya dua puluh lima sen;

Pengaturan pidana denda diatur dalam Pasal 30 KUHP yang menyebutkan sebagai berikut:

2) Jika dijatuhkan hukuman denda, dan denda tidak dibayarkan, maka diganti dengan hukuman kurungan;

37

Andi Hamzah, Sistem pidana dan pemidanaan indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, halaman 53.

3) Lamanya hukuman kurungan pengganti itu sekurang-kurangnya 1 hari dan selama-lamanya 6 (enam) bulan;

4) Dalam keputusan hakim ditentukan, bahwa bagi denda setengah rupiah atau kurang, lamanya hukuman kurungan pengganti denda itu 1 (satu) hari, bagi denda yang lebih besar daripada itu, maka tiap-tiap setengah rupiah diganti tidak lebih dari pada 1 (satu) hari, dan bagi sisanya yang tidak cukup setengah rupiah, lamanya pun satu hari;

5) Hukuman kurungan itu dapat dijatuhkan selama-lamanya 8 (delapan) bulan, dalam hal mana denda maksimum itu dinaikkan, karena beberapam kejahatan yang dilakukan, karena berulang melakukan kejahatan atau lantaran hal-hal yang ditentukan dalam pasal 52;

6) Hukuman itu sekali-kali tidak boleh lebih dari 8 (delapan) bulan.

Pembuat undang-undang tidak menentukan suatu batas maksimun yang umun pada pidana denda, namun setiap pasal-pasal dalam KUHP yang bersangkutan ditentukan batas maksimum (yang khusus) pidana denda yang dapat dijatuhkan oleh Hakim. Jumlah pidana denda baik dalam KUHP maupun dalam ketentuan-ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum Tanggal 17 Agustus 1945 adalah tidak sesuai dengan sifat tindak pidana sekarang ini. Jumlah pidana denda menjadi terlalu ringan jika dibandingkan dengan nilai mata uang pada sekarang ini, sehingga jumlah-jumlah itu perlu diperbesar/dipertinggi. Berdasarkan hal itu maka diundangkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1960 yang diatur dalam Pasal (1) ayat (1) yang menyatakan bahwa:

Tiap jumlah pidana denda yang diancamkan, baik dalam Kitap Undang-undang Hukum Pidana, sebagaimana beberapa kali telah ditambah dan dirubah dan terakhir dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 1), maupun dalam ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945, sebagaimana telah diubah sebelum hari berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini harus dibaca dengan mata uang rupiah dan dilipatgandakan menjadi lima belas lipat.

Berdasakan ketentuan diatas maka denda yang tertinggi yang diancamkan dalam KUHP terdapat dalam pasal 403 yang dahulunya sebesar Rp.10.000,- sekarng menjadi Rp.150.000.-38

Ketentuan diatas berbeda halnya dengan batas maksimun umum pidana denda, maka KUHP satu batas minimum yang umum denda pidana, yaitu 25 (dua puluh lima) sen, sebagaimana yang diatur yang dalam Pasal 30 ayat (1). Mengingat Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1960, maka batas minimum yang umum denda sekarang menjadi 15 x 25=Rp 3,75 (tiga rupiah tujuh puluh lima sen).

Pasal (1) ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1960 juga menentukan bahwa:

Ketentuan dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap jumlah pidana denda dalam ketentuan-ketentuan tindak pidana yang telah dimaksudkan dalam tindak pidana ekonomi.

39

Berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (2) jika pidana denda tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana kurungan. Lamanya pidana kurungan pengganti denda ditentukan dalam kasus demi kasus dalam putusan hakim, pada umumnya minimal (1) satu hari atau maksimum 6 (enam) bulan dalam Pasal 30 ayat (3) KUHP. Maksimum ini dapat dinaikkan menjadi 8 (delapan) bulan dalam

38

Mohammad Ekaputra dan Abul Khair, Sistem Pidana dalam KUHP dan

Pengaturannya Menurut Konsep KUHP Baru, USU Press, Medan, 2010, halaman 80. 39

hal gabungan (concursus), residivis dan delik jabatan menurut Pasal 52 dan bis (Pasal 30 ayat 5 KUHP)

Berdasarkan ketentuan Pasal 30 KUHP tersebut, pidana denda dalam KUHP adalah hanya berbentuk uang dan tidak boleh berbentuk barang. Denda yang tidak dibayar oleh terpidana baik kerena ketidakmampuan atau ketidakmauannya, maka pidana denda itu dapat diganti kedalam pidana kurungan yang disebut dengan hukuman subsider atau pengganti.40

Menurut Pasal 31 KUHP, bagi pelaku tindak pidana yang dijatuhi dengan pidana denda dapat menjalani pidana kurungan sebagai pengganti. Para pelaku tindak pidana jika merasa tidak mampu membayar denda dan seandainya dendanya dibayar dan sisanya tidak, maka kurungan sebagai pengganti dikurang secara seimbang. Menjatuhkan hukuman denda hendaknya disesuaikan dengan kemampuan dan kekuatan ekonomi sipelanggar, jika sipelanggar ada tanda-tanda insyaf dalam kesalahanya atau atas dasar pertimbangan Hakim dalam hal-hal yang dapat meringankan.41

Pola pidana denda sebagaimana diatur dalam KUHP tidak mengenal minimum khusus dan maksimum umum. Pola yang ditetapkan oleh KUHP adalah minimum umum dan maksimum khusus. Sistem penetapan jumlah ancaman pidana seperti yang tertuang dalam KUHP ini disebut dengan istilah sistem maksimum atau menurut istilah Colin Howard42

40

Yesmil Anwar dan Adang, Op.cit.,halaman 167. 41

P.A.F.Lamintang, Hukum Penitensir Diindonesia, Amico, Bandung 1984, halaman 147.

42

Collin Howard, An Analisis of Sentencing Outhority dalam P.R Clazebrook (ed).

Reshaping The Criminal Law. steven &sons, Ltd, London , 1987. halaman 407.

disebut dengan istilah sistem

maksimum (sistem indefinite) adalah penetapan maksimum pidana untuk tiap tindak pidana. Sistem ini dapat juga disebut dengan sistem atau pendekatan tradisional atau dalam KUHP berbagai negara sistem ini disebut dengan sistem absolut. Secara umum sistem ini berarti bahwa setiap tindak pidana ditetapkan bobot atau kualitasnya sendiri-sendiri yaitu dengan menetapkan ancaman pidana maksimum. Keuntungan dari sistem ini adalah:

1) Dapat menunjukkan keseriusan;

2) Memberikan flesiblitas dan direksi kepada kekuasaan pemidanaan;

3) Melindungi kepentingan pelanggar itu sendiri dengan menetapkan batas-batas kebebasan dari kekuasaan pemidanaan.43

Menurut Collin Howard44

1) Dengan dianutnya sistem maksimum, akan membawa konsekuensi yang cukup sulit dalam menetapkan maksimum khusus untuk tiap-tiap tindak pidana;

bahwa disamping adanya keuntungan dalam menetapkan nilai maksimum yang diterapkan pada pelaku tindak pidana yang diatur dalam KUHP namun sistem maksimum juga memiliki kelemahan, yaitu:

2) Dalam setiap kriminalitas setiap pembentuk undang-undang selalu dihadapkan pada masalah pemberian bobot dengan menetapkan kualifikasi ancaman pidana maksimumnya;

3) Dalam menetapkan maksimum pidana untuk menunjukkan tingkat keseriusan atau kualitas dari tindak pidana, bukanlah pekerjaan yang mudah dan sederhana;

43

Yesmili Anwar dan Adang , Op. Cit., halaman 144. 44

4) Untuk mengatasi semua itu, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai urutan tingkat atau gradasi nilai dari norma-norma sentral masyarakat dan kepentingan hukum yang akan dilindungi.45

Kedudukan pidana denda dalam sistem KUHP yang berlaku sekarang, terdapat kelemahan yang terkandung didalam pidana itu sendiri. Menurut Niniek Suparmi menyebutkan bahwa kelemahan-kelemahan pidana denda tersebut adalah:

1) Bahwa pidana denda ini dapat membayar atau ditanggung oleh pihak ketiga (majikan, suami atau istri, orang tua, teman/kenalan baik, dan lainnya) sehingga pidana yang dijatuhkan tidak secara langsung dirasakan oleh terpidan sendiri. Hal mana membawa akibat tidak tercapainya sifat dan tujuan pemidanaan untuk membina sipembuat tindak pidana agar menjadi anggota masyarakat yang berguna, serta mendidik sipembuat tindak pidana untuk mempertanggungjawabkan perbuatnnya;

2) Bahwa pidana denda juga dapat membebani pihak ketiga yang tidak bersalah, dalam arti pihak ketiga dipaksa turut merasakan pidaan tersebut, misalnya uang yang dialokasikan bagi pidana denda yang dijatuhkan pada kepala rumah tangga yang melakukan kesalahan mengemudi karena mabuk, akan menciutkan anggaran rumah tangga yang bersangkutan; 3) Bahwa pidana denda itu akan menguntungkan bagi orang-orang yang

mampu, karena bagi mereka yang tidak mampu maka besarnya pidana denda tetap merupakan beban atau masalah, sehingga mereka cendrung

45

untuk menerima jenis pidana yang lain yaitu pidana perampasan kemerdekaan;

4) Bahwa terdapat kesulitan dalam pelaksanaan penagihan utang denda oleh jaksa selaku exsekutor, terutama bagi terpidana yang tidak ditahan atau tidak berada dalam penjara. Disatu pihak dapat diadakan upaya paksa dalam bentuk peraturan perundang-undangan agar terpidana membayar denda dengan memberikan wewenang kepada Jaksa selaku eksekutor, untuk melelang barang yang disita, dan kalau barang yang disita tidak ada baru diterapkan pidana pengganti denda.46

Pidana denda yang diterapkan pada pelaku tindak pidana yang mempunyai kelememah-kelemahan tetapi juga mempunyai keuntungan. Menurut Jam Remmelink menyebutkan keuntungan dari pidana denda yaitu:

1. Pidana denda tidak hampir tidak menyebabkan stigmitisasi;

2. Terpidana tidak dicerabut dari lingkungan keluarga atau kehidupan sosialnya;

3. Pada umunnya terpidana tidak akan kehilangan pekerjaannya;

4. Pidana denda dengan mudah dapat dibayar (bila perlu dengan cara angsuran);

5. Sekalipun lebih kecil ketimbang ancaman penjatuhan pidana badan, darinya juga muncul daya kerja prevesi umum;

6. Negara pun tidak menderita kerugian dari penjatuhan pidana denda.47

46

Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, USU Press, Medan, 2010, halaman 150.

47

Jam Remmelink, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, halaman 235.

Pidana denda terbesar yang dicantumkan di dalam KUHP tercantum dalam pasal 303 ayat (1) yang setelah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang : penertiban perjudian, yang menjadi sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 menyebutkan sebagai berikut:

1) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 303 ayat (1) kitab undang- undang hukum pidana, dari hukuman penjara selama-lamanaya 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 90.000 (sembilan puluh ribu rupiah) menjadi hukuman penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah);

2) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (1) Kitap Undang Undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan atau denda sebanyak banyaknya empat ribu lima ratus rupiah, menjadi hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah);

3) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat 2 Kitab Undang- undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya denda 6 (enam) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000.000 (lima belas juta rupiah);

4) Merubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis. Pasal 82 ayat (1) mengatur sebagai berikut:

“kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam denda saja menjadi hapus, kalau dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan- aturan umum dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya.

Ketentuan pembayaran denda maksimum untuk tindak pidana pelanggaran sebagaiman yang diatur dalam Pasal 82 KUHP dikenal juga lembaga hukum

afkoof (penembusan) atau sering juga disebut dengan schikking (perdamaian).48

Pasal 82 ayat (1) KUHP meneyebutkan, bahwa tenggang waktu untuk membayar lunas uang denda tertinggi yang telah diancamkan bagi sesuatu Pejabat yang dimaksud didalam Pasal 82 ayat (1) KUHP itu adalah jaksa. Sesuai dengan ketentuan Pasal 82, orang-orang yang telah diancam dengan pidana pokok berupa pidana denda saja, setiap waktu mereka dapat membebaskan diri mereka dari kemungkinan dituntut, maupun setelah mereka itu dituntut didepan pengadilan. Orang-orang memebebaskan diri dari tuntutan dengan cara membayar uang denda tertinggi yang telah diancamkan bagi pelanggaran-pelanggaran yang telah mereka lakukan, dan ditambah dengan biaya-biaya perkara. Mereka yang telah dimulai dituntut didepan pengadilan, apabila para pelanggar itu secara sukarela, telah membayar uang denda tertinggi kepada Jaksa bagi pelanggaran-pelanggaran yang telah mereka lakukan, dengan sendirinya Jaksa juga tidak akan menuntut mereka didepan pengadilan. dan apabila mereka itu tidak dituntut didepan pangadilan, dengan sendirinya mereka juga tidak perlu menghadapi ke sidang pengadilan.

48

Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah Hukum Pidana II, Badan Penyediaan Bahan Kuliah Fakultas Hukum Universitas di Penegoro, Semarang, 1984, halaman 63.

pelanggaran itu ditetapkan oleh jaksa. Tenggang waktu yang ditetapkan oleh jaksa untuk membayar lunas uang denda tertinggi, tidak selalu harus berakhir sebelum dimulainya suatu sidang pengadilan. Seorang pelanggar apabila telah datang kepada seorang jaksa untuk menyatakan kesanggupannya untuk membayar lunas uang denda tertinggi bagi pelanggaran yang telah dilakukan, dan jaksa telah memberikan kesempatan kepadanya untuk membayar lunas uang denda tertingi itu dalam satu bulan, maka ini tidak berarti bahwa jaksa tidak boleh melimpahkan perkaranya kepengadilan sebelum tenggang waktu untuk membayar denda yang telah ia tetapkan itu berakhir.49

Sistem pidana denda sebagaimana diatur didalam konsep KUHP baru, sistem pidana umum khusus yang selama ini tidak dikenal dalam KUHP. Menurut Barda Nawawi Arief, dianutnya pidana minimum khusus ini didasarkan pada pokok pemikiran sebagai berikut;

Pidana denda dalam konsep KUHP Tahun 2008 masih tetap dipertahankan, hal ini karena pidana denda sebagai salah satu sarana dalam politik kriminil dipandang tidak kalah efektif jika dibandingkan dengan jenis pidana lainnya. Satuan terkecil pidana denda sebagaimana diatur didalam Pasal 80 ayat (2) konsep KUHP baru yaitu sebesar Rp.15.000 (lima belas ribu rupiah) ditetapkan berdasarkan kepada jumlah upah “maksimum harian”.

50

1. Guna menghindari adanya disparatis pidana yang sangat mencolok untuk delik-delik yang secara hakiki berbeda kualitasnya.

49

P.A.F Lamintang, Op. Cit., halaman 82. 50

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditia Bakti, Bandung, 2003, halaman 138.

2. Lebih mengefektifkan pengaruh prevensi generasi (pencegahan umum) khususnya bagi delik-delik yang dipandang membahayakan dan meresahkan masyarakat

3. Dianalogkan dengan pemikiran bahwa apabila pemikiran dalam hal-hal tertentu maksimum pidana (umum dan khusus) dapat diperberat, minimum pidana hendaknya dapat diperberat dalam hal-hal tetentu.

Konsep KUHP baru Tahun 2008 ancaman pidana denda dirumuskan dengan menggunakan sistem kategori. Sistem ini dimaksudkan agar dalam perumusan tindak pidana tidak perlu disebutkan suatu jumlah denda tertentu, melainkan cukup dengan menunjuk kategori denda tertentu sebagaimana yang ditentukan dalam buku kesatu. Dasar pemikiran penggunaan sistem kategori ini adalah bahwa pidana denda termasuk jenis pidana yang relatif lebih sering berubah nilainya kerena perkembangan nilai mata uang. Sistem kategori akan lebih mudah dilakukan perubahan dan penyesuaian, sebab yang diubah tidak seluruh ancaman pidana denda yang terdapat dalam perumusan tindak pidana, melainkan cukup mengubah pasal yang mengatur kategori denda dalam buku kesatu. Penjelasan dalam Pasal 80 konsep KUHP disebutkan, bahwa pidana denda dirumuskan secara kategoris. Perumusan secara kategoris ini dimaksudkan agar:

1) Diperoleh pola yang jelas tentang maksimum denda yang dicantumkan untuk berbagai tindak pidana dan;

2) Lebih mudah melakukan penyesuaian, apabila terjadi perubahan ekonomi dan moneter.

Pasal 80 konsep KUHP baru menentukan sebagai berikut :

1) Pidana denda merupakan pidana berupa sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan

2) Jika tidak ditentukan minimum khusus maka pidana denda paling sedikit Rp 15.000 (lima belas ribu)

3) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan kategori yaitu: a) Kategori I Rp. 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah); b) Kategori II Rp. 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah); c) Kategori III Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah);

d) Kategori IV Rp. 75.000.000 (tujuh puluh lima juta rupiah); e) Katergori V Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah); f) Kategori VI Rp. 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah);

4) Pidana denda paling banyak untuk korporasi lebih tinggi berikutnya

5) Pidana denda paling banyak untuk korporasi yang melakukan tindak pidana diancam dengan:

a. Pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun adalah pidana denda kategori V;

b. Pidana denda paling sedikit untuk koorporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah pidana kategori IV;

6) Pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun adalah pidana denda kategori VI;

7) Dalam hal terjadi perubahan nilai mata uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Berikut ini akan disajikan pasal-pasal lainnya didalam konsep KUHP Tahun 2008 yang mengatur tentang pidana denda, sebagai berikut:

Pasal 81

1) Dalam penjatuhan pidana denda, wajib dipertimbangkan kemampuan pidana;

2) Dalam menilai kemampuan terpidana, wajib dipertimbangan apa yang dapat dibelanjakan oleh terpidana sehubung dengan keadaan pribadi dan kemasyarakatannya;

3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi untuk tetap diterapkan untuk tindak pidana tertentu..

pasal 82

1) Pidana denda dapat dibayarkan dengan cara mencicil dalam tenggang waktu sesuai dengan putusan hakim;

2) Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dibayar penuh dalam tenggang waktu yang ditetapkan, maka untuk pidana denda yang tidak dibayar tersebut dapat diambil dari kekayaan atau pendapatan terpidana.

pasal 83

1) Jika pengambilan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) tidak memungkinkan, maka pidana pidana denda ynag tidak dibayar tersebut diganti dengan pidana kerja sosial, pidana pengawasan, atau pidana penjara, dengan ketentuan pidana pidana denda tersebut tidak melebihi pidana kategori (I)

2) Lamanya pidana pengganti sebagimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a) Untuk pidana kerja sosial pengganti, berlaku ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (3) dan ayat ( 4);

b) Untuk pidana pengawasan, paling singkat (1) bulan dan paling lama (1) tahun;

c) Untuk pidana penjara pengganti, paling singkat (1) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun yang dapat dipererat paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan jika ada pemberatan pidana denda karena pembarengan atau karena adanya faktor pemberatan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134;

3) Perhitungan lamanya pidana pengganti didasarkan pada ukuran, untuk setiap pidana denda Rp. 2.500 (dua ribu lima ratus rupiah) atau kurang disepadankan dengan:

a) 1 (satu) jam pidana kerja sosial pengganti;

b) 1 (satu) hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti. 4) Jika setelah menjalani pidana pengganti, sebagaian pidana denda dibayar,

maka lamanya pidana pengganti dikurangi menurut ukuran yang sepadan sebagaimana ketentuan pada ayat (3).

Pasal 84

a) Jika pengambilan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) tidak dapat dilakukan, maka untuk pidana denda diatas kategori I yang tidak dibayar diganti dengan penjara paling lama sebagaimana yang dicantumkan untuk tindak pidana yang bersangkutan.

b) Ketentuan Pasal 83 ayat 4 berlaku untuk pasal ini sepanjang mengenai pidana penjara pengganti

Pasal 85

Jika pengambilan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) tidak dapat dilakukan, maka untuk korporasi dikenakan pidana pengganti berupa pencabutan izin usaha atau pembubaran koorporasi

Pidana denda yang diterapkan pada pelaku tindak pidana diharapkan dapat memberikan pengaruh yang sigitifikan kepada pelaku tindak pidana dan dapat mencegah individu lainnya untuk melakukan tindak pidana. Mengingat sanksi pidana denda materil yang sangat besar akan dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana jika melakukan tindak pidana, sehingga kenikmatan dan kepuasan yang diperoleh pelaku pidana dari hasil kejahatan yang dilakukan dapat dihapus atau dihilangkan, karena nilai denda yang dijatuhkan tidak seimbang dengan tindak pidana yang dilakukan.51

(1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500 :

B. Pengaturan Pidana Menjual Minuman Beralkohol di KUHP

Pengaturan tindak pidana menjual minuman beralkohol diatur dalam Pasal 300 ayat (1) angka (1), Pasal 537, dan Pasal 538 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

1. Pasal 300 ayat (1) angka (1) KUHP berbunyi sebagai berikut:

(a) Barang siapa dengan sengaja menjual atau menyuruh minum minuman yang memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan nyata mabuk

51

Simons52 berpendapat bahwa ketentuan yang diatur dalam pasal 300 KUHP merupakan salah satu tindak pidana yang sifatnya harus dipandang sebagai tindakan pidana yang membahayakan bagi nyawa dan kesehatan. Van Bammelen dan Van Hanttun53

1. Unsur subjekitf : dengan sengaja.

berpendapat bahwa tindak pidana yang dimasudkan dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 300 KUHP lebih tepat digolongkan dalam pengertian delik-delik yang dapat menimbulkan bahaya, karena adanya bahaya yang ditimbulkan oleh minum minuman yang sifatnya memabukkan bagi orang-orang yang meminumnya .

Berdasarkan ketentuan Pasal 300 ayat (1) angka (1), dapat dikemukakan beberapa rumusan yaitu;

Kesengajaan dalam tindak pidana ini artinya:

a) Pembuat menghendaki untuk melakukan perbuatan menjual dan atau memeberikan;

b) Pembuat mengetahui bahwa yang diberikan itu adalah suatu minuman yang memabukkan;

c) Pembuat menyadari dan mengetahui bahwa orang yang dijuali atau yang diberi itu adalah orang yang telah nyata mabuk;

2. Unsur objektif : menjual, memberikan minuman yang memabukkan kepada

Dokumen terkait