• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan pengujian aktivitas antijamur ekstrak rimpang laja gowah (Alpinia malaccensis (Burm.f.) Roscoe) terhadap jamur.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, M.R dan Moss, M.O. (1995). Food Microbiology. Cambridge: The Royal Society of Chemistry. Halaman 181-182; 203-205.

Anonim. (2010). Laja Gowah(Alpinia malaccensis (Burm.f.)Roxb.). www.abuanjeli.wordpress.com/2010/08/31/a037/, diakses pada 24 Januari 2015.

Aqel, Hazem, Al-Charchafchi, F., Ghazzawi, D. (2012). Biochemical, antibacterial and antifungal activity of extracts from Achillea fragrantissima and evaluation of volatile oil composition. Pelagia Research Library. 3(3): 349-356.

Chanda, S. dan Kaneria M. (2010). Antioxidative and antibacterial effects of seed and fruit rind of nutraceutical plants belonging to the Fabaceae family. Food and Function. 2010a;1: 308-315.

Depkes RI. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 19.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 333-337.

Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Halaman 1, 9-10.

Dey, P.M. (2012). Methods in Plant Biochemistry. Volume I. USA: Academic Press. Halaman 81-82.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Republik Indonesia. Halaman 1, 10-11.

43

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 32, 896.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 891- 898, 1035.

Dwidjoseputro. (1978). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Penerbit Djambatan. Halaman 15-17.

Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia. Edisi kedua. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 6, 49, 240.

Hayek, S. A., Gyawali, R., dan Ibrahim, S. A. (2013). Antimicrobial Natural Products. Dalam: Vilas, A. M. (ed). Microbial Pathogens and Strategies for Combating them: Science, Technology and Education. Formatex. Halaman 911, 915-916.

Hernani dan Endjo, D. (2004). Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 2-3.

Hill, G dan Holman, J. (2000). Chemistry in Context. Edisi kelima. London: Nelson Tholnes Ltd. Halaman 32, 502, 534.

Holt, G.J., Kneg, N.R., Sneath, A.H., Starley, T.J, Witirams, T.S. (1988). 9th edition. Bergey’s Manual Od Determinative Bacteriology. London: Williams & Wilkins Company. Halaman 187.

Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A. (1996). Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Halaman 369.

Killeen, G., Madigan, C., Connolly, C., Walsh, G., Clark, C., Hynes, M., Timmins, B., James, P., Headon, D., Power, R. (1998). J. Agric. Food Chem. 46: 3178

Lay, B.W dan Sugiyo Hastowo. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Halaman 34, 72-73.

Marliana, E dan Saleh, C. (2011). Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Etanol, Fraksi n-Heksana, Etilasetat dan Metanol dari Buah Labu Air (Lagenari siceraria (Molina) Standl. Jurnal Kimia Mulawarman. 8(2): 63-69.

Mursito. (2001). Ramuan Tradisional untuk Kesehatan Anak. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 2.

Naufalin, R., Jenie, B.S., Kusnandar, F., Sudarwanto, M., Rukmini, H. (2005). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Bunga Kecombrang Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak Pangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 16(2): 119-125.

44

Odugbemi, T. (2008). A Textbook of Medicinal Plants from Nigeria. Nigeria: University of Lagos Press. Halaman 219-220.

Oxoid. (1982). The Oxoid Manual of Culture Media, Ingredients and Other Laboratory Services. Fifth Edition. Hampshire: Oxoid Limited. Halaman 212, 224.

Pelczar, M. J dan E. C. S. Chan. (1986). Dasar- Dasar Mikrobiologi. Terjemahan: R. S.Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo, dan S. L. Angka. Jakarta: Penerbit UI Press. Halaman 132-133.

Prasetyo, D.P dan Sasongko, H. (2014). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 70% Daun Kersen (Muntingia calabura L.) terhadap Bakteri Bacillus subtilis dan Shigella dysenteriae Sebagai Materi Pembelajaran Biologi SMA Kelas Xuntuk Mencapai Kd 3.4 pada Kurikulum 2013. JUPEMASI-PBIO. 1(1): 98-102.

Pratiwi, S. T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga. Halaman 22, 24-31, 106-108, 174.

Rachmawati, R., Nuria, M.C dan Sumantri. (2011). Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Kloroform Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L) Urb) Serta Identifikasi Senyawa Aktifnya. Jurnal. Semarang: Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam. Bandung: ITB. Halaman 191-193.

Roslizawaty,R., N.Y., Fakhrurrazi., dan Herrialfian. Aktivitas Antibakterial Ekstrak Etanol dan Rebusan Sarang Semut (Myrmecodia sp.) terhadap Bakteri Escherichia coli. Jurnal Medika Veterinaria. 7(2): 91-94.

Siregar, A.F., Sabdono, A., dan Pringgenies, D. (2012). Potensi Antibakteri Ekstrak Rumput Laut terhadap Bakteri Penyakit Kulit Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis dan Micrococcusluteus.Journal Of Marine Research. 1(2): 152-160.

Soebagio. (2005). Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang (UM-PRESS).

Stefanovic, O., Radojevic, I., Vasic, S., dan Comic, L. (2012). Antibacterial Activity of Naturally Occurring Compounds from Selected Plants. Dalam: Bobbarala, V. (ed). Antimicrobial Agents. Kroasia: InTech. Halaman 2-3. Supardi, I dan Sukamto. (1999). Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan

Pangan. Bandung : Penerbit Alumni. Halaman 138-141; 175-177; 182-184.

45

Tim Mikrobiologi FK Brawijaya. (2003). Bakteriologi Medik. Cetakan Pertama. Malang: Bayu Media Publishing.

Tisnadjaja D. (2006). Bebas Kolesterol dan Demam Berdarah. Cibinong: Niaga Swadaya. Halaman 3.

Trease, E. (1983). Pharmacognosy. Edisi kedua belas. London: Aldon Press. Halaman 135-136.

Venn, R.F. (2008). Principles and Practices of Bioanalysis. Edisi kedua. Boca Raton: Taylor and Francis Group. Halaman 23-25.

Volk, W.A. dan Wheeler, M.F. (1993). Mikrobiologi Dasar. Jilid I. Alih Bahasa: Markam. Jakarta: Erlangga. Halaman 33-40; 218-219.

World Health Organization. (1992). Quality Control Methods For Medicinal Plant Material. Switherland: WHO. Halaman 19-25.

19 BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental parametrik. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas. Parameter yang diukur adalah besarnya zona hambat di sekitar pencadang kertas. Tahapan-tahapan penelitian meliputi pengumpulan dan pengolahan sampel, skrining fitokimia, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak etanol rimpang laja gowah dengan cara perkolasi kemudian difraksinasi berturut-turut dengan pelarut n-heksana dan etil asetat. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi USU Medan pada bulan Oktober 2014-Februari 2015.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, alat tanur, aluminium foil, autoklaf (Fisons), blender (Philips), cakram kertas, cawan petri, inkubator (Fiber Scientific), jangka sorong, jarum ose, kaca objek, Laminar Air Flow Cabinet (Astec HLF I200 L), lampu bunsen, lemari pendingin (Toshiba), lemari pengering, oven (Memmert), pinset, pipet mikro (Eppendorf), rotary evaporator (Haake D), seperangkat alat perkolator, spektrofotometervisible (Dynamica Halo Vis-10) dan timbangan analitik (Mettler Toledo).

20 3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang laja gowah (Alpinia malaccensis (Burm.f.) Roscoe), air suling, mueller hinton agar, nutrient broth dan bahan-bahan yang berkualitas proanalisa (E. Merck): etanol, dimetilsulfoksida (DMSO), n-heksana, etil asetat, raksa (II) klorida, natrium hidroksida, iodium, bismuth (III) nitrat, kalium iodida, besi (III) klorida, α-naftol, asam nitrat pekat, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, timbal (II) asetat, asam asetat anhidrat, isopropanol, kloroform, metanol,natrium klorida, benzena, serbuk magnesium, toluena dan amil alkohol. Bakteri yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923dan Escherichia coli ATCC 25922.

3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi dan Media 3.3.1 Pembuatan larutan pereaksi

3.3.1.1 Pereaksi Mayer

Sebanyak 2,266 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. Pada wadah lain, 50 g kalium iodida dilarutkan dalam 100 ml air suling, kemudian 60 ml larutan I dicampurkan dengan 10 ml larutan II dan ditambahkan air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1989).

3.3.1.2 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g Natrium hidroksida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).

21

Sebanyak 4 g Kalium Iodida ditimbang kemudian dilarutkan dalam air suling secukupnya sampai KI larut dengan sempurna, lalu ditambahkan 2 g iodium sedikit demi sedikit. Setelah semuanya larut, dicukupkan dengan air suling hingga volume 100 ml (Depkes RI, 1989).

3.3.1.4 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8,0 g bismuth (II) nitrat dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat dan dilarutkan 27,2 g kalium iodida dalam 50 ml air suling, lalu dicampurkan kedua larutan dan dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1989). 3.3.1.5 Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml, lalu disaring (Ditjen POM, 1979).

3.3.1.6 Pereaksi asam klorida 2 N

Asam klorida pekat sebanyak 16,6 ml ditambahkan air suling sampai 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.3.1.7 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida hingga 100 ml (Depkes RI, 1989).

3.3.1.8 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 10 tetes asam asetat anhidrat dicampur dengan 1 tetes asam sulfat pekat. Larutan selalu dibuat baru (Depkes RI, 1989).

3.3.1.9 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g alfa naftol dilarutkan dalam 15 ml etanol 95 % ditambahkan dengan asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1989).

22 3.3.1.10 Pereaksi kloralhidrat

Sebanyak 50 g kloralhidrat dilarutkan dalam 20 ml air (Depkes RI, 1995). 3.3.2 Pembuatan media

3.3.2.1 Media mueller hinton agar

Komposisi : Meat infusion 6,0 g/L Casein Hydrolysate 17,5 g/L

Starch 1,5 g/L

Agar No. 1 10 g/L

Cara pembuatan:

Sebanyak 35,0 g mueller hinton agar(MHA) disuspensikan ke dalam air suling sebanyak 1000 ml, lalu dipanaskan sampai bahan larut sempurna dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Oxoid, 1982). 3.3.2.2 Media nutrient broth

Komposisi : Lab-Lemco Powder 1 g/L Yeast Extract 2 g/L

Peptone 5 g/L

Sodium Chloride 5 g/L Cara pembuatan:

Sebanyak 13 g media nutrient broth (NB) dilarutkan dengan air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna, kemudian media dimasukkan dalam erlenmeyer steril yang bertutup dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit (Oxoid, 1982).

23

Sebanyak 3 ml media MHA cair dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu diletakkan pada sudut kemiringan 30-45o dan dibiarkan memadat, kemudian disimpan di lemari pendingin (Lay, 1994).

3.4 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini disterilkan lebih dahulu sebelum dipakai. Media pertumbuhan disterilkan di autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit dan alat-alat gelas disterilkan di oven pada suhu 160 – 170oC selama 1 – 2 jam. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan cara dibakar dengan nyala bunsen (Lay, 1994).

3.5 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.5.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan tumbuhan yang sama dengan daerah lain. Bahan tumbuhan yang digunakan adalah rimpang laja gowah (Alpinia malaccensis (Burm.f.) Roscoe), diambil dari Namo Rambe, Kelurahan Tangkahan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

3.5.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI Bogor.

3.5.3 Pembuatan simplisia

Rimpang laja gowah (Alpinia malaccensis (Burm.f.) Roscoe) dicuci bersih dari pengotoran dengan air sampai bersih dan ditiriskan. Kemudian diiris 1 – 2 cm, dikeringkan di lemari pengering dengan 40oC. Rimpang laja gowah dianggap

24

kering apabila sudah rapuh (dapat dipatahkan). Simplisia rimpang laja gowah yang telah kering diserbuk menggunakan blender, kemudian disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat. Gambar simplisia dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 47 – 48.

3.6 Karakterisasi Simplisia 3.6.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia rimpang laja gowah (Alpinia malaccensis (Burm.f.) Roscoe) dengan mengamati bentuk, bau, rasa dan warna.

3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia rimpang laja gowah (Alpinia malaccensis (Burm.f.) Roscoe). Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Selain itu, pemeriksaan mikroskopik juga dilakukan dengan menggunakan aquades (hasil dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 49).

3.6.3 Penetapan kadar air a. Penjenuhan toluen

Toluen sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan 2 ml air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,1 ml. b. Penetapan kadar air simplisia

25

Labu berisi toluen tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,1 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.6.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam aquadest sampai 1000 ml) dengan menggunakan botol bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 – 24 jam dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.6.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dengan menggunakan botol bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 – 24 jam dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang

26

berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.6.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2,5 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama, lalu dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Kurs porselin bersama isinya dipijarkan perlahan hingga arang habis, lalu dinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.6.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu cuci dengan air panas, kemudian residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap, lalu dinginkan dan ditimbang beratnya. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.7 Skrining Fitokimia

Skrining Fitokimia dari serbuk simplisia, ekstrak etanol, n-heksana dan etil asetat meliputi pemeriksaan golongan senyawa alkaloida, flavonoida, saponin, tanin, glikosida, glikosida antrakinon dan steroida/triterpenoida.

27

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanasakan di atas penangas air selama 2 menit, lalu didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan sebagai berikut:

a. Filtrat sebayak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal bewarna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan merah atau jingga.

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruham paling sedikit dua dari tiga percobaan (Depkes RI, 1995).

3.7.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambahkan 20 ml air panas, lalu dididihkan selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, kemudian dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Depkes RI, 1995). 3.7.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok selama 10 detik, jika terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

28 3.7.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna hijau, biru atau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Harborne, 1987).

3.7.5 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 95% dengan air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, lalu direfluks selama 1 jam, kemudian didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0.4 M, lalu dikocok dan didiamkan 5 menit, kemudian disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air diuapkan dengan temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa dipakai untuk percobaan berikut:

a. Larutan sisa dimasukkan ke dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi molish, kemudian ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung sehingga terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan yang menunjukkan adanya glikosida.

b. Larutan percobaan diuapkan di atas penangas air, kemudian dilarutkan sisa dalam 5 ml asam asetat anhidrat, lalu ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya warna biru atau hijau menunjukkan adanya glikosida (Depkes RI, 1995).

29 3.7.6 Pemeriksaan glikosida antrakinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambah 5 ml asam sulfat 2 N, kemudian dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzena, lalu dikocok dan didiamkan. Lapisan benzena dipisahkan dan disaring. Lapisan benzena dikocok dengan 2 ml NaOH 2 N, kemudian didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzena tidak berwarna menunjukkan adanya glikosida antrakinon (Depkes RI, 1989).

3.7.7 Pemeriksaan steroida/triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu disaring, kemudian filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan 10 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann – Burchard). Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru hijau menunjukkan adanya steroida/triterpenoida (Harborne, 1987).

3.8 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi menggunakan cairan penyari etanol.

Cara kerja :

Sebanyak 350 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana bertutup, kemudian direndam dengan cairan penyari etanol selama 3 jam. Massa dimasukkan ke dalam perkolator, cairan penyari etanol dituang secukupnya sampai terdapat selapis cairan penyari di atas serbuk simplisia, kemudian mulut perkolator ditutup dengan aluminium foil dan plastik dan dibiarkan selama 24 jam. Kran perkolator dibuka setelah 24 jam, cairan perkolat dibiarkan menetes

30

dengan kecepatan 1 tetes per detik dan ditampung ke dalam botol berwarna bening. Perkolasi dihentikan apabila 500 mg cairan perkolat terakhir diuapkan diatas penangas air tidak meninggalkan sisa. Perkolat dipekatkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada suhu tidak lebih dari 40oC sampai diperoleh ekstrak kental kemudian dikeringkan dengan freeze dryer. Bagan pembuatan ekstrak etanol secara perkolasi dapat dilihat di Lampiran 6, halaman 51.

3.9 Pembuatan Fraksi n-Heksana dan Etil Asetat

Pembuatan fraksi-fraksi dilakukan secara ekstraksi cair-cair (ECC) menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat. Sebanyak 10 g ekstrak etanol ditambahkan etanol dan 20 ml air suling, lalu dimasukkan kadalam corong pisah, kemudian ditambahkan 50 ml n-heksana, lalu dikocok dan didiamkan sampai terdapat 2 lapisan yang terpisah. Lapisan n-heksana (lapisan atas) diambil dengan cara dekantasi dan fraksinasi dilakukan sampai warna lapisan n-heksana jernih, kemudian ditambahkan 50 ml etil asetat pada lapisan air, lalu dikocok dan didiamkan sampai terdapat 2 lapisan yang terpisah. Lapisan etil asetat (lapisan atas) diambil dengan cara dekantasi dan fraksinasi dilakukan sampai warna lapisan etil asetat jernih, fraksi air (fraksi sisa) diambil dan semua fraksi yang diperoleh diuapkan sampai diperoleh ekstrak kental. Masing-masing fraksi yang diperoleh dilakukan uji aktivitas antibakteri. Bagan fraksinasi dapat dilihat di Lampiran 7, halaman 52.

31

Ekstrak etanol rimpang laja gowah(Alpinia malaccensis (Burm.f.) Roscoe) ditimbang 1 g kemudian dilarutkan dengan pelarut DMSO hingga 2 ml hingga diperoleh konsentrasi ekstrak 500 mg/ml, kemudian larutan tersebut diencerkan kembali dengan pelarut DMSO sehingga didapat konsentrasi 400 mg/ml; 300 mg/ml, 200 mg/ml; 100 mg/ml. Prosedur yang sama dilakukan dengan fraksi n -heksana dan etil asetat.

3.11 Pembiakan Bakteri

3.11.1 Pembuatan stok kultur bakteri

Satu koloni bakteridiambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanamkan pada media MHAmiring dengan cara menggores, setelah itu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36 ± 1o

C selama 18 – 24 jam. 3.11.2 Penyiapan inokulum bakteri

Kultur bakteri yang telah tumbuh diambil dari stok kultur dengan jarum ose steril lalu disuspensikan dalam tabung yang berisi 10 ml larutan Nutrient Broth, kemudian diukur kekeruhan larutan dengan menggunakan alat spektrofotometer visible pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25% (Ditjen POM, 1995).

3.12 Uji Aktivitas Antibakteri

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media Mueller Hinton Agar sebanyak 15 ml dengan suhu 45o – 50oC. Selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan suspensi bakteri tercampur rata dan dibiarkan memadat. Pengujian aktivitas

32

antibakteri dengan metode difusi cakram kertas dilakukan dengan meletakkan cakram kertas yang telah direndam dalam beberapa konsentrasi larutan uji ekstrak etanol di atas media padat yang telah diinokulasi bakteri, kemudian dibiarkan selama 15 menit, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36 ± 1o

C selama 18-24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar cakram dengan menggunakan jangka sorong. Uji aktivitas antibakteri fraksi n-heksana dan etil asetat dilakukan cara yang sama.

33 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan LIPI Bogor adalah Alpinia malaccensis (Burm.f.) Roscoe, suku Zingiberaceae (Hasil dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 45).

4.2 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia rimpang laja gowah yaitu panjang rimpang 5-20 cm, lebar 4-6 cm, kadang-kadang bercabang, berkas patahan berserat pendek, warna kulit rimpang coklat sedangkan warna daging rimpang coklat keunguan, berbau khas, dan rasa agak tajam. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia memperlihatkan adanya epidermis dan jaringan korteks, parenkim, butir pati, minyak atsiri dan berkas pembuluh. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 49.

Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia rimpang laja gowah dapat dilihat pada Tabel 4.1 (Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11, halaman 59 dan 60).

34

No. Parameter Hasil (%)

1. Kadar Air 8,60

2. Kadar Sari Larut Air 29,69

3. Kadar Sari Larut Etanol 18,35

4. Kadar Abu Total 4,97

5. Kadar Abu Tidak Larut Asam 0,36

Penetapan kadar air pada simplisia dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam simplisia yang digunakan. Kadar air simplisia ditetapkan untuk menjaga kualitas simplisia karena kadar air berkaitan dengan kemungkinan pertumbuhan jamur/kapang. Hasil penetapan kadar air diperoleh lebih kecil dari 10% yaitu 8,60%. Kadar air yang melebihi 10% dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, keberadaan jamur atau serangga, serta mendorong kerusakan mutu simplisia (Trease, 1983; WHO, 1992).

Penetapan kadar sari dilakukan menggunakan dua pelarut, yaitu air dan

Dokumen terkait