• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

1. Disarankan para penjual dalam menjajakan makanan sate asongan dengan kebersihan tangan dan anggota tubuh lainnya saat menjajakan jajanan sate asongan.

2. Disarankan para penjual untuk mencuci tangan pakai sabun kesehatan sebelum menjajakan makanan, setelah BAK/BAB, tidak memegang / menggaruk anggota badan lainnya, tidak merokok, serta tidak berbicara saat menjajakan makanan.

3. Disarankan para penjual mempertahankan kondisi agar anggota tubuh khususnya tangan tidak kontak langsung dengan jajanan sate asongan dan akan lebih baik jika memakai penjepit makanan/sarung tangan.

4. Disarankan kepada pihak pengelola Pasar Bengkel lebih memperhatikan pedagang – pedagang dan memberikan penyuluhan kesehatan secara khusus tentang cara-cara penjajahan makanan yang baik dan memenuhi syarat kesehatan.

5. Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Serdang Bedagai hendaknya diadakan penyuluhan tentang higiene sanitasi makanan dan pengawasan terhadap makanan jajanan sehingga makanan jajanan seperti sate asongan yang dijajakan dapat terus memenuhi syarat kesehatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Higiene Penjualan

2.1.1 Pengertian Higiene Penjualan

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya. Misalnya mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring serta membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi lingkungan (Depkes RI, 2004).

Menurut Azwar (2000), higiene adalah usaha kesehatan yang mempelajari kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Misalnya minum air yang direbus, mencuci tangan sebelum memegang makanan, dan pengawasan kesegaran makanan.

Higiene penjualan adalah usaha kesehatan dengan membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan.

2.1.2 Macam-Macam Higiene Penjualan

a. menutup rapat makanan ketika tidak ada pembeli

c. Wadah harus dalam keadaan layak (utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya sesuai dengan jumlah sate asongan)

d. Tersedia tempat penjualan khusus

e. Tempat penjualan terhindar dari jangkauan tikus dan serangga f. Lokasi harus terletak jauh dari tempat pembuangan sampah g. Lokasi harus terletak jauh dari tempat pengolahan limbah h. Lokasi harus terletak jauh dari rumah potong hewan

i. Lokasi harus terletak jauh dari jalan yang ramai dengan kecepatan tinggi j. Harus memiliki tempat sampah tertutup

k. Tempat air bersih mempunyai tutup l. Tersedia tempat cuci tangan

2.2 Perilaku

2.2.1.Pengertian Perilaku

Perilaku merupakan hasil interaksi antara “persons” (diri orang) dengan enviroment (lingkungan). Persons atau “diri orang” adalah sesuatu yang kompleks, karena pada saat merespons stimulus atau lingkungan banyak aspek fisiologis dan psikologis pada orang tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003)

Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika (wikipedia.com).

Selain itu, menurut Skiner yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010) juga memaparkan definisi perilaku sebagai berikut perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Ia membedakan adanya dua bentuk tanggapan, yakni:

1) Respondent Response atau Reflexive Response,

Ialah tanggapan yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Rangsangan yang semacam ini disebut eliciting stimuli karena menimbulkan tanggapan yang relatif tetap.

2) Operant Response atau Instrumental Response,

Adalah tanggapan yang timbul dan berkembangnya sebagai akibat oleh rangsangan tertentu, yang disebut reinforcingstimuli atau reinforcer. Rangsangan tersebut dapat memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu, rangsangan yang demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan.

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Konsep umum menurut Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo (2003), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:

1. Predisposing faktors (faktor-faktor predisposisi) Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Faktor-faktor ini mencangkup umur, pengetahuan, dan sikap, masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan masyarakat.

2. Enabling Faktors (faktor-faktor pemungkin) Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut.

3. Reinforcing faktors (faktor-faktor penguat) Faktor penguat adalah faktor yang memperkuat untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut.

2.2.3 Ruang Lingkup Perilaku Manusia

Menurut Notoatmodjo (2010), seorang psikolog pendidikan, membedakan adanya tiga bidang perilaku yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. a. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hal apa yang diketahui oleh orang atau responden terkait dengan sehat dan sakit atau kesehatan.

misal : tentang penyakit (penyebab, cara penularan, cara pencegahan), gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan, KB, dll

b. Sikap (attitude)

Sikap adalah bagaimana pendapat atau penilaian orang/responden terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, sehat-sakit dan faktor yang terkait dengan faktor resiko kesehatan.

Misal: bagaimana pendapat atau penilaian responden terhadap DBD, anak gizi buruk, tentang lingkungan, gizi makanan, dll

c. Tindakan atau praktik (practice)

Tindakan adalah hal apa yang dilakukan oleh responden terkait dengan kesehatan (pencegahan penyakit), cara peningkatan kesehatan, cara memperoleh pengobatan yang tepat, dll

2.2.4 Higiene perorangan

Higiene perorangan atau yang lebih dikenal dengan istilah Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani,personal artinya perorangan dan hygiene berar ti sehat.

Personal hygiene atau higiene perorangan adalah cara perawatan diri seseorang untuk memelihara kesehatannya (Agus, 2009).

Higiene perorangan yaitu suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untukkesejahteraan fisik dan psikis (Perry, 2005). Higiene perorangan dapat dilihat dari cara seseorang makan, mandi, mengenakan pakaian sehari-hari, serta kebersihan badan meliputi rambut, kuku, badan, telinga, gigi, dan sebagainya.

2.2.5 Tujuan Higiene Perorangan

Menurut Depkes RI (2007), tujuan higiene dan sanitasi makanan dan minuman adalah:

a. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan konsumen.

b. Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan melalui makanan.

c. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan di institusi.

Menurut Chandra (2007) , tujuan dari higiene dan sanitasi makanan antara lain sebagai berikut :

a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan. b. Mencegah penularan wabah penyakit.

c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan

e. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang disebarkan oleh perantara-perantara makanan.

2.2.6 Macam-Macam Higiene Perorangan

Menurut Mosby, dalam Prista 2007, bahwa :“kebersihan seseorang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dasar kesehatan seseorang untuk kesehatan fisik dan kesehatan psikis”

Macam-macam higiene perorangan : 1. Perawatan kulit kepala dan rambut. 2. Perawatan mata.

3. Perawatan hidung. 4. Perawatan telinga.

5. Perawatan kuku tangan dan kuku kaki. 6. Perawatan genetalia.

7. Perawatan kulit seluruh tubuh. 8. Kebiasaan buang air besar di jamban. 9. Kebiasaan minum air yang sudah di masak

2.2.7 Higiene Perorangan Sebagai Pencegahan Kontaminasi Bakteriologi Saat melakukan penjamahan makanan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seseorang penjamah makanan untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh bakteriologik, yaitu :

1. Tangan penjamah makanan harus selalu dijaga kebersihannya yaitu : Kuku dipotong pendek, sehingga tidak menjadi tempat berkumpulnya kotoran yang dapat mencemari makanan, mandi sehari minimal dua kali untuk menjaga kebersihan kulit dan tubuh, tubuh harus bebas dari kosmetik, kulit harus bebas luka, karena akan menjadi media penularan penyakit.

2. Selalu mencuci tangan pada waktu melakukan aktifitas penjamahan makanan, yaitu, sebelum melakukan aktifitas penjamahan makanan, setelah keluar dari toilet, untuk yang biasa merokok harus mencuci tangan setelah merokok, setelah membuang sampah atau kotoran lain, setelah mengerjakan pekerjaan lain diluar penjamahan makanan, seperti bersalaman atau membersihkan alat dan mengelap.

3. Tidak merokok ketika menjamah makanan

4. Berperilaku hidup bersih dan sehat serta menjauhkan sifat/perilaku buruk seperti menggaruk-garuk kulit, rambut, lubang hidung, telinga, rongga mulut dan gigi, kuku, mencicipi makanan dengan jari atau menjilat pada peralatan yang kontak pada makanan, meludah sembarangan di sembarang tempat, apabila batuk atau bersin terbuka tidak ditutup dengan sapu tangan atau tissue, menyisir rambut ditempat penjamahan makanan.

5. Pakaian yang dikenakan harus selalu bersih dan rapih.

6. Semua kegiatan penjamahan makanan harus terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindugan kontak langsung dengan tubuh dapat dilakukan dengan menggunakan sarung tangan dari plastik, menggunakan penjepit makanan serta menggunakan alat lain, misalnya sendok ataupun garpu.

2.3. Jajanan Sate

Jajanan Sate adalah makanan yang terbuat dari potongan daging kecil-kecil yang ditusuk sedemikian rupa dengan tusukan lidi atau bambu kemudian dipanggang menggunakan bara arang atau dimasak dengan bumbu hingga matang. Sate disajikan dengan berbagai macam bumbu yang bergantung pada variasi resep sate. Daging yang dijadikan sate antara lain daging ayam, kambing, domba, sapi, kelinci. Tidak hanya jenis daging, ada banyak bahan yang bisa dijadikan sate termasuk kerang, udang, siput, cumi, hati ayam, telur puyuh, tahu, tempe, jengkol dan kentang.

1. Sate kerang adalah makanan yang terbuat dari bahan kerang yang diolah dengan bumbu dan dimasak hingga matang lalu ditusuk dengan menggunakan lidi atau bambu.

2. Sate udang adalah makanan yang terbuat dari bahan udang yang diolah dengan bumbu dan dimasak hingga matang lalu ditusuk dengan menggunakan lidi atau bambu.

3. Sate siput adalah makanan yang terbuat dari bahan siput yang diolah dengan bumbu dan dimasak hingga matang lalu ditusuk dengan menggunakan lidi atau bambu.

4. Sate cumi adalah makanan yang terbuat dari bahan cumi yang diolah dengan bumbu dan dimasak hingga matang lalu ditusuk dengan menggunakan lidi atau bambu.

5. Sate hati ayam/jeroan adalah makanan yang terbuat dari bahan hati ayam/jeroan yang diolah dengan bumbu dan dimasak hingga matang lalu ditusuk dengan menggunakan lidi atau bambu.

6. Sate telur puyuh adalah makanan yang terbuat dari bahan telur puyuh yang diolah dengan bumbu dan dimasak hingga matang lalu ditusuk dengan menggunakan lidi atau bambu.

7. Sate tahu adalah makanan yang terbuat dari bahan tahu yang diolah dengan bumbu dan dimasak hingga matang lalu ditusuk dengan menggunakan lidi atau bambu.

8. Sate tempe adalah makanan yang terbuat dari bahan tempe yang diolah dengan bumbu dan dimasak hingga matang lalu ditusuk dengan menggunakan lidi atau bambu.

9. Sate jengkol adalah makanan yang terbuat dari bahan jengkol yang diolah dengan bumbu dan dimasak hingga matang lalu ditusuk dengan menggunakan lidi atau bambu.

10.Sate kentang adalah makanan yang terbuat dari bahan kentang yang diolah dengan bumbu dan dimasak hingga matang lalu ditusuk dengan menggunakan lidi atau bambu.

Sate juga merupakan hidangan yang sangat populer di Indonesia, dengan berbagai suku bangsa dan tradisi seni memasak telah menghasilkan berbagai jenis sate. Di Indonesia, sate dapat diperoleh dari pedagang sate keliling, pedagang kaki lima di warung tepi jalan, hingga di restoran kelas atas, serta kerap disajikan dalam pesta dan kenduri. Resep dan cara pembuatan sate beraneka ragam

bergantung variasi dan resep masing-masing daerah. Hampir segala jenis daging dapat dibuat sate. Sebagai negara asal mula sate, Indonesia memiliki variasi resep sate yang kaya ( Wikipedia, 2012 )

2.4. Escherichia coli

2.4.1. Pengertian Escherichia Coli

Escherichia coli merupakan flora normal saluran pencernaan manusia dan hewan. Sejak 1940 di Amerika Serikat telah ditemukan strain-strain E.coli yang tidak merupakan flora normal saluran pencernaan. Strain tersebut dapat menyebabkan diare pada bayi. Serotipe dari E. coli yang dapat menyebabkan diare pada manusia disebut E.coli enteropatogenik. Bakteri ini merupakan bakteri berbatang pendek, habitat utamanya adalah usus manusia dan hewan. E. coli dipakai sebagai organisme indikator, karena jika terdapat dalam jumlah yang lebih banyak, menunjukkan bahwa pangan atau air telah mengalami pencemaran. (Gaman, 1992).

E.coli tidak dapat memproduksi H2S2, tetapi dapat membentuk gas dari glukosa , menghasilkan tes positif terhadap indol, dan memfermentasi laktosa. Bakteri ini mempunyai masa inkubasi 4-7 hari dan dapat tumbuh baik pada suhu antara 8oC-46oC, dengan suhu optimum dibawah temperature 37oC , jika berada dibawah temperature minimum atau sedikit diatas temperature maksimum tidak segera mati melainkan berada dalam kedanaan dormansi. ( Dwijoseputro, 1998) 2.4.2. Manfaat Escherichia Coli

Adalah anggota flora normal usus. E.coli berperan penting dalam sintesis vitamin k, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan penyerapan

zat-zat makanan. E.coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Di dalam lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan (Ganiswarna, 1995).

2.4.3. Patogenesis Escherichia Coli

Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui rute gastrointestinal, sesampainya di lambung, bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, tetapi apabila jumlah bakteri cukup banyak, ada bakteri yang dapat lolos sampai ke dalam duodenum, dan yang lolos tersebut akan berkembang biak sehingga jumlahnya mencapai 100 juta koloni atau lebih per mililiter cairan usus halus. Dengan memproduksi enzim urinase, bakteri akan mencairkan lapisan lender dengan menutupi permukaan sel epitel mukosa usus sehingga bakteri dapat masuk ke dalam membran sel epitel mukosa. Ada dua cara tergantung pada bakteri apa yang menginfeksi:

a. Bakteri langsung menginvasi sel epitel mukosa usus sehingga sel epitel rusak, terbuka, dan lepas.

b. Bakteri mengeluarkan toksin yang menyebabkan ATP, cAMP. cAMP merangsang sekresi cairan usus tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel usus. Cairan ini menyebabkan dinding usus akan mengadakan kontraksi sehingga terjadi hipermotilitas untuk mengalirkan cairan ke bawah atau ke usus besar. Tetapi, ada pula bakteri yang mampu melakukan kedua infeksi tersebut.

Melalui jalur mana pun bakteri menginfeksi, akan menyebabkan gangguan sehingga kerja usus halus maupun usus besar abnormal atau diare. Diare ada yang bercampur lendir dan darah atau disentri. Ada 5 strain penyebab diare: 1. Enteropathogenic E.coli (EPEC)

Terutama menyerang bayi dan anak-anak. Pada usus halus, bakteri ini membentuk koloni dan akan menyerang vili sehingga penyerapan terganggu. 2. Enterotoxigenic E.coli (ETEC)

Patogenesis hampir sama dengan kolera. Penyerangan dengan menghasilkan toksin, ada yang memiliki toksin LT saja, ST saja ataupun keduanya. Bakteri ini melekat pada sel mukosa usus halus dan menyeksresikan toksin.

3. Enteroinvasive E.coli (EIEC)

Patogenesis hampir sama dengan Shigella spp. Bakteri ini menembus sel mukosa usus besar dan menimbulkan kerusakan jaringan mukosa sehingga lapisan mukosa terlepas.

4. Enterohaemmoragic E.coli (EHEC)

Memproduksi toksin Shiga, sehingga disebut juga Shiga-toxin producing strain(STEC). Toksin merusak sel endotel pembuluh darah, terjadi pendarahan yang kemudian masuk ke dalam usus.

5. Enteroaggregative E.coli (EAEC)

Bakteri ini melekat pada sel mukosa usus halus dan menghasilkan enterotoksindan sitotoksin sehingga mukosa rusak dan mukus keluar bersama diare. (Jawetz, 1996)

Diare yang dialami oleh orang yang terinfeksi bakteri E.coli akan menyebabkan tubuh lemah, karena mengalami dehidrasi berat. Dehidrasi ini bisa membahayakan, jika penderita tak mendapatkan cairan tubuh pengganti, misalnya dari minum banyak air secara kontinyu. Terutama E.coli 0157:H7 dalam jangka lama dapat merusak ginjal dan organ tubuh lainnya yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan racun dari tubuh. Pada anak-anak, E.coli dapat menciptakan racun yang dapat melemahkan dinding usus kecil. Lapisan-lapisan beberapa pembuluh darah kecil pada ginjal juga bisa menjadi lemah. Ini merupakan komplikasi serius yang disebut dengan sindrom uremik hemolitik (HUS), dan dapat memungkinkan bagi penderita mengalami kegagalan ginjal atau komplikasi lain, seperti kelumpuhan, kebutaan dan kejang. Bakteri E.coli bisa berbahaya dan menimbulkan dampak yang paling parah pada anak-anak atau orang tua yang system kekebalannya lemah. Hal ini mungkin karena pertahanan tubuh alami pada anak-anak masih berkembang, dan orang dewasa yang memiliki kekebalan lemah, sehingga mereka tidak memiliki flora usus yang sehat dan antibodi yang diperlukan untuk menangkal infeksi. Orang dewasa yang sehat biasanya bisa bertahan dari akibat terburuk dari infeksi bakteri ini, karena unsure-unsur pada saluran pencernaan mereka masih berfungsi secara normal, serta pertahanan alami tubuh yang kuat akhirnya bisa menangkal bakteri ini (Dwidjoseputro,1998).

2.5 Salmonella

2.5.1 Pengertian Salmonella

Salmonella adalah organisme yang kompleks yang memproduksi berbagai faktor virulensi, termasuk antigen permukaan (surface antigens), faktor-faktor yang berperan pada invasi, endotoksin, sitotoksin, dan enterotoksin. Genus

Salmonella terdiri atas kelompok mikroorganisme yang secara biokimiawi dan serologis beragam. Di Amerika Serikat, jumlah kasus infeksi Salmonella yang dilaporkan, dua kali lebih besar dibandingkan kasus shigellosis (Tim Mikrobiologi, 2003) .

Menurut Lesmana (2006) Salmonella adalah organisme yang termasuk dalam family Enterobacteriaceae, dengan sifat-sifat sebagai berikut :

1. Bentuk batang 2. Negatif-Gram 3. Tidak berspora

4. Mempunyai flagel peritrik 5. Tidak berkapsul

6. Hidup secara aerob atau fakultatif anaerob

Di alam bebas, kuman ini dapat ditemukan di air, udara, makanan (terutama yang protein tinggi) yang dapat menimbulkan infeksi pada manusia dan hewan baik domestik maupun hewan liar. Salmonella bersifat host-adapted pada hewan, dan infeksi pada manusia biasanya mengenai daerah usus. Infeksi muncul dalam bentuk diare akut yang sembuh sendiri. Pada beberapa kesempatan organisme ini dapat menyebabkan penyakit yang invasif, meliputi bakteremia dan septikemia yang mengancam jiwa atau osteomielitis. Organisme ini ditemukan pada hewan domestik. Kasus pada manusia dan pembawa yang sedang dalam penyembuhan juga merupakan sumber yang penting.transmisinya melalui fekal-oral, biasanya dari mengingesti makanan yang terkontaminasi. Infeksi lebih sering dan lebih berat pada pasien yang mengalami penurunan asam lambung atau pasien immunocompromised atau pasien yang menjalani splenektomi. Penyakit ini dapat

dipersulit oleh artritis reaktif atau menjadi tahap pembawa (karier) kronik (Irianto, 2014).

Menurut Lesmana (2006) salmonellosis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan infeksi yang disebabkan oleh genus Salmonella, namun seringkali salmonellosis digunakan secara khusus untuk gastroenteritis yang disebabkan keracunan makanan karena Salmonella. Infeksi oleh karena Salmonella dapat dibagi menjadi dua :

1. Infeksi non-tifoid (yang paling dominan adalah penyakit diare)

2. Demam tifoid atau demam enterik yang disebabkan oleh Salmonella ser. Typhi dan Salmonella ser. Paratyphi.

2.5.2 Sifat Salmonella sp.

Menurut Adam dan Moss (1995) Salmonella termasuk dalam kelompok Enterobacteriaceae. Salmonella mempunyai masa inkubasi 3-5 hari dan dapat tumbuh diatas suhu 5°C sampai dengan 47°C dengan suhu optimum 37°C. Bakteri ini sensitif terhadap panas dan segera hancur dengan suhu pasteurisasi. Pada makanan beku, jumlah pertumbuhan Salmonella menurun dengan perlahan, penurunan dapat terjadi karena suhu tempat penyimpanan.

Menurut Tim Mikrobiologi (2003) Salmonella resisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brillian, natrium tetratiumat dan natrium dioksikholat). Senyawa ini menghambat kuman koliform karena itu bermanfaat untuk isolasi Salmonella dari tinja.

2.5.3 Klasifikasi Salmonella sp.

Klasifikasi genus Salmonella bersifat kompleks, dengan sekitar 2000 serotipe di dalamnya. Banyak dari serotype ini diberi nama binomial, misalnya

Salmonella typhimurium dan Salmonella enteritidis, meskipun keduanya bukan spesies yang berbeda, hanya berbeda dalam serotype. Dalam praktik klinis, laboratorium mengidentifikasi organisme berdasarkan nama binomial. Pada saat ini dikenal ada dua spesies dalam genus Salmonella, yaitu :

1) Salmonella enterica yang terdiri dari enam subspesies, masing-masing adalah :

S. enterica subsp. enterica (subspesies I) S. enterica subsp. salamae (subspesies II) S. enterica subsp. arizona (subspesies IIIa) S. enterica subsp. diarizona (subspesies IIIb) S. enterica subsp. houtenae (subspesies IV) S. enterica subsp. indica (subspesies VI)

2) Salmonella bongori (dahulu dimasukkan ke sub spesies V)

Sub spesies I biasanya diisolasi dari manusia dan hewan berdarah panas; sedangkansubspesies II, IIIa, IIIb, IV dan VI serta S. bongori biasanya terdapat pada hewan-hewan berdarah dingin serta di lingkungan alam bebas (jarang pada manusia) (Todar, 2012)

2.5.4 Dampak Kesehatan Akibat Salmonella sp.

Salmonella sp. pada manusia dan hewan ternak dapat menyebabkan penyakit yang bersifat asimptomatik hingga infeksi yang parah yang berakhir dengan mortalitas yang tinggi. Bahkan jauh lebih penting terhadap kesehatan manusia, salmonellosis dapat tertular akibat kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan yang bersifat reservoir (Libby, et al. 2004).

Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis. Penyakit ini terus meningkat dengan semakin intensifikasinya produksi peternakan dan teknik laboratorium yang semakin canggih. Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi. Jika tertelan akan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis. Gejala Salmonellosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis. Selain gastroenteritis, beberapa spesies Salmonella juga dapat menimbulkan gejala penyakit lainnya. Misalnya demam enterik seperti demam tifoid dan demam paratifoid, serta infeksi lokal.

Bakteri ini merupakan indikator keamanan pangan. Artinya, karena semuas serotipe Salmonella yang diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam air atau makanan dianggap membahayakan kesehatan. Berbagai standar air minum maupun makanan siap santap mensyaratkan harus

Dokumen terkait