• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 Kesimpulan dan saran

5.2 Saran

Dalam perencanaan tidak dilakukan analisa waktu pelaksanaan, pekerja yang dibutuhkan, peralatan yang digunakan dan pembiayaan-pembiayaan lain. Tulisan ini hanya memuat gambaran umum. Akan banyak kondisi dilapangan yang justru dapat menghasilkan perhitungan yang sama sekali berbeda. Untuk itu pendekatan-pendekatan yang dilakukan dan analisa yang lebih kompleks didepan akan sangat membantu dalam merencanakan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep-konsep dasar

Dalam mendesain Pelat beton prategang ataupun pelat beton bertulang biasa, maka hal yang sangat perlu diperhatikan diawal perencanaan adalah memahami konsep-konsep dasar dari karakteristik beton, perilakukanya,dsb. Sehingga kita dapat melakukan kontrol terhadap perencanaan yang akan kita buat.

Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Pada batang beton bertulang, prategang pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangannya. Kekuatan tarik beton polos hanyalah merupakan suatu fraksi saja dari kekuatan tekannya dan masalah kurang sempurnanya kekuatan tarik ini ternyata menjadi faktor pendorong dalam pengembangan material komposit yang dikenal sebagai “beton bertulang”. Timbulnya retak-retak awal pada beton bertulang yang disebabkan oleh ketidakcocokan (non compatibility) dalam regangan-regangan baja dan beton barangkali merupakan titik awal dikembangkannya suatu material baru seperti “beton prategang”. Penerapan tegangan tekan permanen pada suatu material seperti beton, yang kuat menahan tekanan tetapi lemah dalam menahan tarikan, akan meningkatkan kekuatan tarik yang nyata dari material tersebut, sebab penerapan tegangan tarik yang berikutnya pertama-tama harus meniadakan prategang tekanan. Dalam tahun 1904, Freyssinet mencoba memasukkan gaya- gaya yang bekerja secara permanen

pada beton untuk melawan gaya-gaya elastic yang ditimbulkan oleh beban dan gagasan ini kemudian telah dikembangkan dengan sebutan “prategang”.

2.1.1 Material Untuk Beton Prategang 2.1.1.1 Beton

Beton, khususnya beton mutu tinggi , adalah komponen utama dari semua elemen beton prategang. Dengan demikian, kekuatan dan daya tahan jangka panjang beton prategang harus diperoleh dengan menggunakan jaminan kualitas dan kontrol kualitas yang memadai pada tahap produksinya. Kekuatan tekan kubus 28 hari minimum yang ditentukan di dalam peraturan I.S. adalah 40 N/mm2 untuk batang pratarik dan 30 N/mm2 untuk batang pascatarik. Perbandingan standar kekuatan silinder terhadap kekuatan kubus dianggap sebesar 0,8 bila tidak tersedia data percobaan yang relevan. Kadar semen minimum sebesar 300 sampai 360 kg/m 3 telah ditetapkan terutama untuk memenuhi persyaratan daya tahan. Untuk mengamankan terhadap susut yang berlebihan, peraturan B.S. menetapkan bahwa kadar semen dalam campuran sebaiknya tidak melebihi 530 kg/m3. Tegangan beton sesaat sesudah penyaluran gaya prategang (sebelum terjadinya kehilangan tegangan sebagai fungsi waktu) tidak boleh melampaui nilai sebagai berikut :

1. Tegangan serat tekan terluar 0,6 f’ci

2. Tegangan serat tarik terluar 1 f 'ci 4

3. Tegangan serat tarik terluar pada ujung-ujung komponen struktur di

atas perletakan sederhana 1 f 'ci 2

Bila tegangan tarik terhitung melampaui nilai tersebut diatas, maka harus dipasang tulangan tambahan (non-prategang atau prategang) dalam daerah tarik

untuk memikul gaya tarik total dalam beton, yang dihitung berdasarkan asumsi suatu penampang utuh yang belum retak. Tegangan beton pada kondisi beban layan (sesudah memperhitungkan semua kehilangan prategang yang mungkin terjadi) tidak boleh melampaui nilai berikut:

1. Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang, beban mati dan beban hidup tetap 0,45f’c

2. Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang, beban mati dan beban hidup total 0,65f’c

3. Tegangan serat tarik terluar dalam daerah tarik yang ada pada awalnya

mengalami tekan 1 f 'ci 2

Dimana : F’c = Mutu beton

Untuk beton bertulang biasa nilai F’c (mutu beton) 30 Mpa, sedang untuk beton prategang F’c (mutu beton) yang digunakan 30 Mpa

2.1.1.2 Baja Prategang

Baja prategang dapat berbentuk kawat-kawat tunggal, strands yang terdiri atas beberapa kawat yang dipuntir membentuk elemen tunggal dan batang-batang bermutu tinggi. Tiga jenis yang umum digunakan adalah:

1. Kawat-kawat relaksasi rendah atau stress-relieved tak berlapisan. 2. Strands relaksasi rendah atau stress-relieved strands tak berlapisan. 3. Batang-batang baja mutu tinggi tak berlapisan.

Kawat-kawat stress-relieved adalah kawat-kawat tunggal yang ditarik- dingin yang sesuai dengan standar ASTM A 421; stress-relieved strands mengikuti standar ASTM A 416. Strands terbuat dari tujuh kawat dengan memutir enam diantaranya pada pitch sebesar 12 sampai 16 kali diameter di sekeliling kawat lurus yang sedikit

≤ ≥

lebih besar. Pelepasan tegangan dilakukan sesudah kawat-kawat dijalin menjadi strand. Besaran geometris kawat dan strand sebagaimana disyaratkan dalam ASTM masing-masing tercantum di dalam Tabel 2.1 dan 2.2.

Tabel 2.1 Kawat-kawat untuk Beton Prategang (Nawy,2001) Diameter

Nominal

Kuat tarik minimum (Psi)

Tegangan minimum pada ekstensi 1% (Psi

Tipe BA Tipe WA Tipe BA Tipe WA

0,192 250.000 212.500

0,196 240.000 250.000 204.000 212.500

0,250 240.000 240.000 204.000 204.000

0,276 235.000 235.000 199.750 199.750

Tabel 2.2 Strand Standar Tujuh Kawat untuk Beton Prategang (Nawy,2001)

100.000 psi = 689,5 MPa

0,1 in = 2,54 mm, 1 in.2 = 645 mm2

Berat: kalikan dengan 1,49 untuk mendapatkan berat dalam kg per 1000 m. 1000 lb = 4448 Diameter nominal strand (in) Kuat patah strand (min.lb) Luas baja nominal strand (in²) Berat nominal strand (lb/1000 ft) Beban minimum ekstensi 1% (lb) Mutu 250 1/4(0,250) 9.000 0,036 122 7.650 5/16(0,313) 14.500 0,058 197 12.300 3/8(0,375) 20.000 0,080 272 17.000 7/16(0,438) 27.000 0,108 367 23.000 ½(0,500) 36.000 0,144 490 30.600 3/5(0,600) 54.000 0,216 737 45.900 Mutu 270 3/8(0,375) 23.000 0,085 290 19.550 7/16(0,438) 31.000 0,115 390 26.350 ½(0,500) 41.000 0,153 520 35.100 3/5(0,600) 58.600 0,217 740 49.800

Untuk memaksimumkan luas baja strand 7 kawat untuk suatu diameter nominal, kawat standar dapat dibentuk menjadi strand yang dipadatkan seperti terlihat dalam Gambar 2.1(b); ini berbeda dengan strand 7 kawat standar yang terlihat pada gambar 2.1(a).

Gambar 2.1 Jenis strand

2.2 Sistem Prategang 2.2.1 Pratarik (Pre-tension)

Pada cara ini, tendon pertama-tama ditarik dan diangkur pada abutmen tetap. Beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan dengan melingkupi tendon yang sudah ditarik tersebut. Jika kekuatan beton sudah mencapai yang disyaratkan maka tendon dipotong atau angkurnya dilepas. Pada saat baja yang ditarik berusaha untuk berkontraksi, beton akan tertekan. Pada cara ini tidak digunakan selongsong tendon.

b. beton dicor dan dibiarkan mengering

c. tendon dilepas, gaya tekan ditransfer ke beton

Gambar 2.2 Proses pembuatan beton prategang pratarik

Langkah pertama dalam pratarik adalah penarikan tendon kekuatan tinggi (biasanya 7-wire strand) di antara perletakan pada tempat pratarik. Beton kemudian dimasukkan ke dalam perancah dan setelah kekuatan beton yang diinginkan tercapai, tendon ditarik kembali dan bahan akan menjadi prategang.

Tempat penarikan yang juga berfungsi sebagai tempat pengecoran dan perawatan beton, harus dapat diatur sehingga memungkinkan untuk rotasi produksi harian yang membutuhkan tenaga minimum.

Alat yang umum digunakan untuk pelepasan kabel yang telah ditarik adalah dengan penggergajian atau pemotongan dengan api. Pada saat pemotongan harus diusahakan agar tegangan yang terjadi tetap simetris. Pemotongan harus dilakukan secara bertahap dan sedekat mungkin dengan produk untuk meminimalisasi jumlah energi yang ditransfer secara dinamis oleh tegangan ikat selama pelepasan.

Penggunaan kepala ikat yang memungkinkan untuk pelepasan gaya tarik dengan menggunakan mesin hidrolis dapat mengurangi kemungkinan terhadap kerusakan ikatan di ujung produk.

Untuk mendapatkan siklus produksi harian, beton harus mencapai kekuatan yang diijinkan untuk melakukan pelepasan kabel dalam waktu lebih kurang 16 jam. Ini dapat dicapai dengan memanaskan beton atau menggunakan beton berkekuatan awal tinggi. Pemanasan dapat dilakukakan baik dengan pemanasan elektris, perawatan dengan uap panas (sistem basah) atau dengan mensirkulasi cairan panas (sistem kering).

2.2.2. Pascatarik (Post-tension)

Dengan cetakan yang sudah disediakan, beton dicor di sekeliling selongsong (ducts). Posisi selongsong diatur sesuai dengan bidang momen dari struktur. Biasanya baja tendon tetap berada di dalam selongsong selama pengecoran. Jika beton sudah mencapai kekuatan tertentu, tendon ditarik. Tendon bisa ditarik di satu sisi dan di sisi yang lain diangkur. Atau tendon ditarik di dua sisi dan diangkur secara bersamaan. Beton menjadi tertekan setelah pengangkuran.

b. Tendon Ditarik dan Gaya Tekan Ditransfer

c. Tendon Diangkur dan Di-grouting

Gambar 2.3 Proses Pembuatan Beton Prategang Pascatarik

2.3 Konsep pemberian prategang

Dalam pemberian prategang pada pelat beton prategang satu arah, maka tinjauan atau pendekatan yang dilakukan adalah dengan melakukan analisa balok pada pelat persatuan panjang, untuk itu berikut akan dibahas nalisa prategang pada balok untuk berbagai kondisi perletakan.

2.3.1 Pemberian prategang pada balok sederhana

Gaya prategang P yang memenuhi kondisi geometri dan pembebanan tertentu untuk elemen seperti yang terlihat pada gambar 2.2, ditentukan dari prinsip-prinsip mekanika dan hubungan tegangan-regangan. Kadang-kadang penyederhanaan dibutuhkan, seperti pada balok prategang yang diasumsikan bersifat homogen dan elastis. Suatu balok persegi panjang yang ditumpu sederhana yang mengalami gaya

prategang P konsentris ditunjukkan pada gambar II.4(a). Tegangan tekan di penampang balok tersebut seragam dan mempunyai intensitas :

c P f A = − (2.1)

dimana Ac = bh, adalah luas penampang yang lebarnya b dan tinggi totalnya h. Tanda minus digunakan untuk tekan dan tanda plus digunakan untuk tarik. Jika beban transversal bekerja di balok, yang menimbulkan momen M di tengah bentang, maka tegangannya menjadi :

t c g P Mc f A I = − − (2.2) b c g P Mc f A I = − + (2.3) dimana :

ft = tegangan di serat atas fb = tegangan di serat bawah

c = h/2 untuk penampang persegi panjang

Ig = momen inersia bruto penampang (bh3/12 dalam hal ini)

Persamaan 2.3 menunjukkan bahwa adanya tegangan tekan prategang P/A mengurangi tegangan lentur tarik Mc/I sebesar yang dikehendaki di dalam desain, mungkin hingga tarik hilang sama sekali (bahkan sampai menjadi tekan), atau tarik masih ada sampai yang diperkenankan dalam peraturan. Pada bab ini ditinjau penampang yang tak retak dan berprilaku elastis: ketidakmampuan beton untuk menahan tegangan tarik secara efektif digantikan oleh gaya tekan pada beton prategang.

Gambar 2.4 Pengaruh gaya prategang pada balok sederhana

2.3.2 Pemberian prategang pada balok statis tak tentu

Struktur statis tak tentu mempunyai beberapa kelebihan dibanding struktur statis tertentu, diantaranya adalah momen lentur yang terjadi lebih kecil sehingga defleksinya berkurang dan penampang juga menjadi lebih kecil. Pada struktur statis tertentu, perubahan bentuk pada struktur dapat terjadi tanpa tekanan pada tumpuan, dan gaya-gaya dalam dapat ditentukan dengan prinsip statika. Pada struktur statis tak tentu, gaya-gaya dalam tergantung pada kekakuan relatif pada bagian tertentu. Di samping keseimbangan gaya-gaya dalam, kompaktibilitas geometri juga harus dipertimbangkan. Perbedaan yang signifikan pada struktur statis tertentu dan statis tak tentu adalah adanya aksi tahanan yang berkembang pada struktur statis tak tentu akibat adanya perubahan bentuk yang ada padanya. Reaksi terjadi di daerah tumpuan pada struktur menerus, dan oleh karena itu dalam menganalisa perilaku balok menerus (statis tak tentu) harus diperhatikan reaksi yang terjadi diatas karena untuk

gn

P P M-

M-M+

eksentrisitas Kabel Diagram momen akibat eksentrisitas P (M1)

M+ Reaksi skunder (R)

R

Diagram momen skunder akibat reaksi skunder (M2) Lendutan (? )

bentang dan kekakuan tertentu nilai reaksi ini bisa sangat mempengaruhi konstruksi yang akan di bangun. Reaksi ini sering juga disebut sebagai reaksi skunder. Dan reaksi skunder ini juga yang akan menghasilkan momen skunder.

Terjadinya reaksi sekunder dan momen sekunder diuji dengan memakai suatu balok menerus dua-bentangan yang diberi prategang dengan suatu kabel lurus yang terletak pada suatu eksentrisitas yang merata sepanjang bentang, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.4(a). Akibat kerja gaya prategang P, balok akan melendut dengan jarak ∆ seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.4(b) kalau tidak dikekang pada tumpuan tengah B. Suatu reaksi sekunder R yang dihasilkan dari pengubahan posisi tendon pada balok seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.4(c) sehingga timbul gaya skunder R di tumpuan tengah dan karena gaya tersebut lendutan (∆) tidak mungkin terjadi pada tumpuan ini. Sebagai konsekuensi dari reaksi sekunder yang bekerja ke bawah ini timbul momen-momen sekunder pada balok menerus ABC seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.4(d) dan kita peroleh juga nilai posisi tendon yang baru.

(a)

gn

P P M-

M-M+ Asumsi posisi tendon awal

Posisi kabel yang baru Diagram momen total M1+M2 = M3 Posisi tendon yang baru

(c)

Gambar 2.5. (a) eksentrisitas kabel, (b) Reaksi skunder dan momen akibat reaksi skunder, (c) Letak tendon yang baru dan momen total

Istilah-istilah yang umum dipakai dalam studi batang beton prategang menerus didefenisikan di bawah ini.

Momen primer, Momen primer adalah momen lentur yang nyata pada suatu penampang struktur statis tak tentu yang diakibatkan oleh eksentrisitas tendon terhadap garis berat yang sesungguhnya. Dengan memperhatikan Gambar II.12, momen primer pada setiap potongan melintang balok menerus duabentangan adalah -Pe karena momen tersebut merupakan suatu momen negative.

Momen sekunder (momen lentur parasitis), Momen sekunder adalah momen tambahan yang ditimbulkan pada suatu penampang struktur statis tak tentu yang diakibatkan oleh reaksi-reaksi sekunder yang timbul sebagai konsekuensi dari pemberian potongan pada struktur. Variasi momen sekunder pada suatu balok menerus dua bentangan yang diberi prategang dengan suatu tendon eksentris lurus ditunjukkan dalam.

Momen resultan, Momen resultan pada suatu penampang struktur prategang statis tak tentu ialah jumlah momen-momen primer dan sekunder.

Garis tekanan atau garis desakan, Garis tekanan adalah tempat kedudukan tekanan resultan pada penampang-penampang yang berlainan pada suatu batang struktural.

Pergeseran garis tekanan dari garis berat diperoleh sebagai perbandingan momen resultan dan gaya prategang pada penampang tersebut.

Garis prategang (garis titik berat kawat baja atau garis CGS). Tempat kedudukan titik berat gaya prategang sepanjang struktur adalah garis prategang atau garis titik berat kawat baja.

Profil kabel atau tendon konkordan. Suatu profil tendon dimana eksentrisitasnya pada semua potongan melintang berbanding lurus dengan momen lentur yang disebabkan oleh sesuatu pembebanan pada suatu struktur statis tak tentu dengan tumpuan tegar (rigid) adalah suatu profil konkordan. Penegangan suatu tendon yang diletakkan dengan profil sedemikian tidak menimbulkan reaksi sekunder apapun dan dengan demikian momen sekundernya sama dengan nol. Menurut Guyon, tendon-tendon pada struktur statis tak tentu, yang ditempatkan berimpit dengan garis tekanan atau garis desakan, tidak akan menimbulkan momen-momen sekunder pada struktur.Kalau profil tendon dibuat berimpit dengan garis tekanan resultan, seluruh reaksi sekunder akan hilang dan profil kabel dapat dianggap konkordan.

2.4 Analisa statis tak tentu beton prategang 2.4.1 Perhitungan strukutur akibat beban luar

Untuk analisa struktur akibat beban luar antara lain akibat berat sendiri balok dan akibat beban mati tambahan digunakan metode persamaan tiga momen.

Gambar 2.6 Gambar Bidang Momen Akibat Beban Terpusat

Pada prinsipnya persamaan tiga momen bertujuan mencari bidang momen sebagai muatan akibat beban luar. Hal ini bertujuan untuk mencari nilai reaksi- reaksi pada tumpuan. Berikut ini prinsip persamaan tiga momen untuk struktur pada gambar di atas.

ΣMB = 0

RA(L) – P (1/2 L) = 0 RA = ½ P RB = ½ P

MC = RA (1/2 L) = ¼ PL = Mmax (2.4)

Bidang momen sebagai muatan :

0 B M Σ = 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2 4 3 2 2 2 4 3 2 2 A L L x PL x L x PL x L L R L   +  + =                3 3 3 2 1 2 48 48 1 16 1 16 A A AL A o A PL PL R L R PL R PL R ϕ + = = = =

Cara yang sama dapat dikerjakan pada struktur yang berbeda, berikut contoh sederhana lainnya:

(a)

(b)

Gambar 2.7 Gambar Bidang Momen Akibat Suatu Momen Bekerja Pada Salah Satu Tumpuan

Gambar 2.8 Gambar Bidang Momen Akibat Beban Merata Bekerja Di Sepanjang Bentang

Untuk gambar 2.6(a),bidang momen sebagai muatan : 0 1 2 2 3 B A M R L ML L Σ =   =   2 1 3 A R L= ML 0 1 3 A A R = ML→→→ϕ (2.6) 0 A M Σ = 1 1 2 3 B R L= MLL     2 1 6 B R L= ML 0 1 6 B B R = ML→→→ϕ (2.7)

Untuk gambar 2.6(b), bidang momen sebagai muatan :

0 0 1 6 B A A M R ML ϕ Σ = = →→→ (2.8) 0 0 1 3 A B B M R ML ϕ Σ = = →→→ (2.9)

Untuk gambar 2.7, bidang momen sebagai muatan :

3 0 0 1 24 B A A M R QL ϕ Σ = = →→→ (2.10) 3 0 0 1 24 A B B M R QL ϕ Σ = = →→→ (2.11)

2.4.2 Metode desain struktur prategang

Setelah menghitung reaksi-reaksi akibat beban luar dengan metode diatas, maka data/hasil yang didapatkan dari hasil perhitungan akan menjadi acuan untuk melakukan desain struktur beton prategang. Ada dua metode analisa desain struktur beton prategang yang dikenal umumnya diantaranya adalah :

2.4.2.1 Metode peralihan tumpuan

Gambar 2.8 (a) menunjukkan balok beton prategang menerus dua bentang. Dalam bagian (b), tumpuan tengah diasumsikan telah ditiadakan. Karena adanya reaksi atau gaya sekunder R di tumpuan dalam yang disebabkan oleh prategang eksentris, maka momen semula akibat prategang, yaitu M1 = Pe e1, akan disebut momen primer, dan momen M2 yang disebabkan oleh reaksi akan disebut momen sekunder. Efek momen sekunder adalah memindahkan lokasi garis tekan C, di tumpuan antara struktur menerus, dan untuk mengembalikan penampang balok di tumpuan ke posisi semula sebelum pemberian prategang, lihat gambar 2.8(c). Garis tekan adalah garis pusat gaya tekan yang bekerja di sepanjang bentang balok. Reaksi sekunder R menyebabkan lawan lendut∆ ternetralisir dan balok tersebut harus ditahan di tumpuan sementara oleh reaksi R yang sama besar dan berlawanan arah, apabila garis C di tumpuan tengah ada di atas garis cgc. Apabila kedua garis berimpit, maka reaksi R akan menjadi nol.

Diagram momen lentur struktur primer M1 akibat gaya prategang ditunjukkan dalam gambar 2.9(a). Apabila ini digabungkan dengan diagram momen sekunder M2 dalam gambar 2.9(b), maka diagram momen yang dihasilkan M3 = M1 + M2 [gambar 2.9(c)] dapat dibuat dengan menggunakan gaya prategang untuk kondisi dimana serat bawah balok tepat menyentuh tumpuan antara, dan garis tekan C bergerak pada jarak y dari profil tendon cgs, yaitu garis T [gambar 2.9(d)]. Sebagai

perjanjian tanda, diagram momen lentur digambar pada sisi tarik kolom. Perjanjian seperti ini dapat membantu kesalahan

dalam melakukan superposisi di dalam analisis struktur portal dan sistem lain yang elemen vertikalnya mengalami momen.

(a)

(b)

(c)

(d)

(Gambar 2.9 Momen Sekunder Di Balok Prategang Menerus. (a) Profil tendon sebelum pemberian prategang. (b) Profil sesudah pemberian prategang apabila balok

tidak dikekang di tumpuan tengah. (c) Reaksi sekunder untuk mengeleminasi lawan lendut. (d) Reaksi R pada balok yang ditumpu sederhana secara teoritis. (e) Diagram

(c)

(d)

Gambar 2.10 Superposisi Antara Momen Sekunder Hanya Akibat Prategang dan Transformasi Garis C. (a) Momen primer M1. (b) Momen sekunder M2. (c) Superposisi (b) dan (c) untuk mendapatkan momen M3. (d) Transformasi garis C

Deviasi garis C dari garis cgs adalah : 2 e M y P = (2.12)

Dan lokasi yang baru untuk cgs profil tendon ditentukan dari momen netto M3 = M1 + M2 dengan menggunakan tanda momen yang memadai, positif di atas dan negatif di bawah garis alas. Eksentrisitas batas yang dihasilkan dari garis C adalah :

3 3 ' e M e e P = = (2.13)

Dimana Pe adalah gaya prategang efektif sesudah semua kehilangan terjadi. Dapat dilihat bahwa e’ bernilai negatif apabila garis tekan ada di atas sumbu netral, seperti pada penampang tumpuan antara. Tegangan serat beton hanya akibat

prategang di tumpuan antara menjadi ;

2 ' 1 t e e c P e f A r   = − +   (2.14) 2 ' 1 e e b b c P e C f A r   = −   (2.15)

Tegangan serat beton di tumpuan akibat prategang dan momen di tumpuan akibat berat sendiri adalah :

2 ' 1 e t t e D t c e C P M f A r S   = − + +   (2.16.a) 2 ' 1 e e b D b c b P e C M f A r S   = − −   (2.16.b)

Sebagai alternatif, dengan menggunakan nilai momen M3 di persamaan 2.16, momen netto di penampang tersebut adalah M4 = M3 – MD, dan tegangan serat beton di tumpuan dimana tendon ada di atas sumbu netral dievaluasi dari,

4 t e t c P M f A S = − − (2.17.a) 4 e b c b P M f A S = − + (2.17.b)

Persamaan 2.8 dan 2.9 harus memberikan hasil yang sama apakah diterapkan di penampang tumpuan, tengah bentang atau di penampang lain di sepanjang bentang asalkan perjanjian tanda yang benar digunakan.

2.5 Kehilangan prategang

Pratengang efektif pada beton mengalami pengurangan secara berangsur- angsur sejak dari tahap transfer akibat berbagai sebab. Secara umum ini dinyatakan sebagai “kehilangan prategang”. Penentuan secara tepat besarnya semua kehilangan tersebut-khususnya yang bergantung pada waktu-sulit dilakukan karena kehilangan tersebut bergantung pada berbagai faktor yang saling berkaitan. Metode-metode empiris untuk memperkiraan kehilangan berbeda beda menurut peraturan atau rekomendasi, seperti metode Prestressed Concrete Institute, cara komite gabungan ACI-ASCE, cara lump-sum ASSHTO, cara Comité Eurointernationale du Béton (CEB), dan FIP (Federation Internationale de la Précontrainte). Derajat kerumitan masing-masing metode bergantung pada pendekatan yang dipilih dan catatan praktek yang telah diterima. Perkiraan kehilangan yang sangat teliti tidak saja dihindari melainkan juga tidak dijamin karena adanya faktor-faktror yang saling berkaitan yang mempengaruhi perkiraan tersebut. Dengan demikian, perkiraan lump-sum

kehilangan lebih realistis, khususnya dalam desain rutin dan kondisi rata-rata lainnya. Kehilangan lump-sum seperti dirangkum di dalam Tabel 2.3 yang dikutip dari AASHTO dan Tabel 2.4 yang dikutip dari PTI. Kehilangan yang

Dicantumkan meliputi perpendekan elastis, relaksasi baja pratengan, rangkak dan susut, dan tabel tersebut berlaku hanya untuk kondisi pembebanan standar,mkondisi lingkungan, prosedur, konstruksi, kontrol kualitas dan beton normal, dan pentingnya serta besarnya system. Analisis lebih rinci harus dilakukan jika kondisi-kondisi standar tidak terpenuhi.

Tabel 2.3 Kehilangan lump-sum dari AASHTO. (Nawy, 2001) Jenis baja prategang Kehilangan Total

f’c = 4000Psi

(27,6 N/mm²)

f’c = 5000Psi

(34,5 N/mm²)

Strand pratarik 45.000 Psi (310 N/mm²)

Kawat atau strand pascatarik*

32.000 Psi (221N/mm²) 33.000 Psi (228 N/mm²)

Batang 22.000 Psi (152 N/mm²) 23.000 Psi (159 N/mm²)

*. Kehilangan karena gesekan tidak termasuk. Kehilangan seperti ini harus dihitung Tabel 2.4 Perkiraan Kehilangan Prategang Untuk Pascatarik (Nawy, 2001)

Bahan tendon pasca tarik Kehilangan prategang, Psi

Slab Balok dan Joists

Strand 270K stress-relieved dan

Kawat 240K stress-relieved

30.000 Psi (207 N/ mm²) 35.000 Psi (241 N/ mm²)

Batang 20.000 Psi (221 N/mm²) 25.000 Psi (228 N/mm²)

Catatan: Tabel perkiraan kehilangan prategang dimaksudkan untuk memberikan basis industry pascatarik yang umum untuk menentukan persyaratan tendon di proyek-proyek di mana besar kehilangan prategang tidak ditetapkan oleh perencana. Nilai-nilai kehilangan ini didasarkan atas penggunaan beton berbobot normal dan atas nilai rata-rata dari kuat beton, level prategang dan kondisi pengeksposan. Nilai aktual kehilangan dapat sangat bervariasi di atats atau di bawah nilai di tabel ini, jika beton mengalami tegangan pada kekuatan rendah, jika beton mengalami prategang tinggi, atau jika kondisi ekposnya sangat kering atau sangat basah. Nilai di tabel ini tidak mencakup kehilangan akibat friksi.

Rangkuman sumber-sumber untuk mendapatkan nilai kehilangan prategang dan tahapan terjadinya dicantumkan dalam Tabel 2.5, di mana subskripi menunjukkan “awal” dan subskrip j menunjukkan taraf pembebanan sesudah pendongkrakan. Dari tabel ini, kehilangan total pratengang dapat dihitung untuk komponen struktur pascatarik sebagai berikut:

∆fpT = ∆fpA + ∆fpF + ∆fpES + ∆fpR + ∆fpCR + ∆fpSH

Di mana ∆fpES hanya berlaku apabila tendon didongkrak secara sekuensial, dan bukan secara simultan. Dalam hal pascatarik, perhitungan kehilangan akibat

Dokumen terkait