• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.1.Latar Belakang

Cabai termasuk salah satu komoditas penting rakyat Indonesia. Biasanya paling banyak digunakan dalam bentuk segar maupun olahan untuk konsumsi rumah tangga, industri pengolohaan makanan, dan industri makanan. Selain itu cabai merah dimanfaatkan untuk pembuataan obat-obatan dan kosmetik. Cabai merah mempunyai luas areal penanaman paling besar diantara komoditas sayur-sayuran, sehingga permintaan terhadap komoditas ini cenderung besar (Anonimous, 2011).

Cabai merah besar merupakan salah satu jenis sayuran yang bernilai ekonomi tinggi karena selain rasanya yang pedas dan menyedapkan, cabai mengandung berbagai macam senyawa yang berguna bagi kesehatan manusia, diantaranya vitamin C yang cukup tinggi. Cabai mengandung antioksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan radikal bebas. Cabai juga mengandung capsaicin yang merupakan senyawa penyebab rasa pedas pada cabai. Selain cabai besar, cabai rawit juga banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia

(Sa’id G, 2011).

Mengingat popularitas dan tingkat konsumsinya sangat besar, cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia karena memiliki harga jual yang tinggi. Cabai merupakan tanaman yang dianggap toleran untuk hidup, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Selain di Pulau Jawa (Jawa Barat dan Jawa Tengah), di Sumatera Utara produksi cabai merah besar diprediksi akan terus meningkat, karena menghasilkan

keuntungan yang baik bagi para petaninya. Tingkat produktivitas cabai merah besar Sumatera Utara pada tahun 2010 mencapai 9,23 ton/ha, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 10,79 ton/ha (Sa’id G, 2011).

Daerah sentra produksi cabai di provinsi Sumatera Utara terdapat di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Karo, Batu Bara dan Simalungun. Diantara ketiga kabupaten tersebut, pada tahun 2012-2014 produksi tertinggi berada di Kabupaten Karo. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2015

Gambar 1.1. Perkembangan Produksi Cabai Menurut Kabupaten/Kota Sentra Tahun 2012-2014 di Sumatera Utara

Berdasarkan Gambar 1.1 di atas, selama periode 2012–2014, produksi tertinggi terjadi di Kabupaten Karo pada tahun 2012 sebesar 50.734 ton, sedangkan di tahun 2014 produksi tertinggi di Kabupaten Karo sebesar 33.633 ton. 0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 P ro du k si (T o n)

Perkembangan Produksi Cabai Menurut Kabupaten/Kota Sentra Tahun 2012-2014 di Sumatera Utara

2012 2013 2014

Dalam pembudidayaan tanaman cabai, banyak petani mengalami kesulitan dalam menanam, mengendalikan hama penyakit, gulma dan membuat tanaman sayuran itu terlihat segar dan menarik. Kebanyakan petani menggunakan bahan kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit yaitu dengan pestisida.

Pestisida merupakan salah satu hasil teknologi modern karena mempunyai peranan penting dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal ini terbukti di beberapa negara sedang berkembang produksi pertanian melimpah, namun kesehatan masyarakat terjaga dengan cara yang tepat dan aman. Disisi lain apabila pestisida pengelolaannya tidak baik maka dapat menimbulkan dampak negatif terhadap beberapa aspek kehidupan yang pada akhirnya langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia (Panut, 2004).

Faktor kurangnya pengetahuan petani akan penggunaan pestisida yang benar, serta akibat yang ditimbulkannya baik manusia maupun lingkungan menjadi penyebab tidak terkontrolnya penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya deradasi lingkungan bahkan residu yang dihasilkan akan membahayakan petani dan masyarakat lain. Pengetahuan, sikap dan perilaku petani hortikultura pada umumnya juga masih rendah dalam penanganan pestisida. Petani masih menyepelekan bagaimana cara menyemprot dengan baik, bagaimana takaran pas dan berapa banyak kerugian yang akan di terima. Bahaya keracunan dan potensi pencemaran lingkungan oleh pestisida merupakan akumulasi dan prilaku penggunaan yang kurang baik. Penggunaan pestisida yang kurang terkendali menyebabkan peningkatan residu

pestisida pada hasil-hasil pertanian dan juga dalam lingkungan pertanian (Sudaryono, 1997).

Resiko keracunan dapat diperkecil apabila diketahui perilaku dan cara bekerja yang aman dan tidak mengganggu kesehatan, seperti taat kepada prosedur yang telah ditetapkan. Perilaku penggunaan pestisida yang tidak sesuai anjuran dimungkinkan oleh faktor yang ada dalam diri petani, yaitu persepsi dan pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida sesuai anjuran yang masih keliru atau rendah. Persepsi dan pengetahuan yang benar akan memberikan apresiasi dan pertimbangan yang mengarah pula pada perilaku yang baik dalam penggunaan pestisida dan penanganan oleh petani (Sastro, 1992).

Pola penggunaan pupuk di kalangan petani sayuran juga menjadi sebuah masalah. Unsur hara utama dan esensial bagi tanaman sayuran adalah Fosfor (P) dan Kalium (K). Apabila unsur hara esensial tersebut tidak cukup bagi tanaman maka akan berakibat rendahnya pertumbuhan dan produksi tanaman. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memberikan tambahan suplai kedua unsur hara P dan K dengan penggunaan pupuk anorganik yang optimal melalui rekomendasi pemupukan sesuai dosis berimbang (Izhar, 2010).

Penggunaan dosis pemupukan yang belum tepat oleh petani sayuran secara tidak langsung mengakibatkan kerusakan pada lapisan tanah. Dalam jangka panjang, hal ini berdampak pada berkurangnya tingkat kesuburan tanah dan hal ini tentu akan mengurangi jumlah produksi sayuran. Misalnya, untuk sayuran kubis diperlukan pupuk buatan maksimal berupa Urea sebanyak 100 kg/ha, ZA 250 kg/ha. TSP atau SP-36 250 kg/ha dan KCl 200 kg/ha. Untuk tiap tanaman diperlukan Urea sebanyak 4 g + ZA 9 g, TSP (SP-36) 9 g, dan KCl 7 g. Namun

ada saja petani sayuran yang menambah jumlah dosis pupuk dengan harapan dapat meningkatkan jumlah produksi (Tim Prima Tani Balitsa, 2007).

Dari aspek kesehatan, penggunaan pupuk yang berlebihan pada makanan seperti sayuran dan buah-buahan berdampak buruk bagi kesehatan, hal ini dikarenakan akan mengakibatkan penyakit seperti kanker, tumor, dan penyakit kronis lainnya apabila dikonsumsi dalam jangka panjang. Residu kimia yang ada di dalam makanan tersebutlah yang menjadi faktor utama penyebab penyakit sehingga perlu ada penggunaan pupuk dan pestisida secara tepat untuk meminimalisir dampak buruknya bagi kesehatan.

Dokumen terkait