• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 54-77)

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.2 Saran

1. Diharapkan agar kerja sama antara PT. Biofarma (Persero) dengan Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia selalu berjalan dengan baik dalam rangka pembelajaran bagi calon apoteker terutama di bidang industri farmasi untuk mendapatkan pemahaman mengenai tanggung jawab seorang apoteker serta penerapan CPOB dalam industri farmasi. Untuk mendapatkan pemahaman tersebut, sebaiknya pemberian jadwal PKPA diperlukan di awal.

2. Pengembangan produk dan teknologi perlu terus dilakukan agar produk yang dihasilkan dapat lebih bersaing di pasar internasional.

Anonim,2012a.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/projects/genome/probe/doc.Diakses tanggal 22 Mei 2012.

Anonim.2012.http://plasmid.med.harvard.edu/PLASMID/GetVector.Diakses tanggal 22 Mei 2012.

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat

Yang Baik (CPOB). Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hal. 1,

157-158.

Biofarma, 2011. Tentang Kami. http://www.biofarma.co.id/. Diakses tanggal: 22 Mei 2012.

Millipore. 2003. Protein Concentration and Diafiltration by Tangential Flow

Filtration. Billerica: Millipore Corporation. Pages:1-23.

Sundoro, J. 2011. BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) : Anak Terlindung dari

Penyakit Campak, Difteri dan Tetanus.

http://www.bumn.go.id/biofarma/kontribusi/bias-bulan-imunisasi-anak-sekolah-anak-terlindung-dari-penyakit-campak-difteri-dan-tetanus/. 13

Desember 2011. Diakses tanggal: 22 Mei 2012.

USP32/NF27: the official compendia of standards. Rockville (MD): United States Pharmacopeial Convention; 2009. Page 419

WHO. 2006a. WHO Supplementary Training Modules: Validation, Water, Air Handling Systems - Heating, Ventilation and Air Conditioning (HVAC).

http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Js14063e/14.html#Js14063e.14.

Diakses tanggal 23 Mei 2012.

WHO. 2006b. Supplementary Training Modules on Good Manufacturing

OPTIMASI KONSENTRASI POLYACRYLAMIDE GEL PADA

PROSES ELEKTROFORESIS UNTUK RUNNING ESAT-6

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

AMELIA ISYANA WARDHANI, S.Farm.

1106124624

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK JUNI 2012

Halaman

DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Eschericia coli ... 3 2.2 ESAT-6 ... 4 2.3 Lisis Sel ... 4 2.4 Elektroforesis ... 5 2.5 SDS-PAGE ... 6

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN DAN HASIL ... 8

3.1 Alat dan Bahan ... 8 3.2 Cara Kerja ... 9 3.2.1 Lisis Sel ... 9 3.2.2 SDS-PAGE ... 10 3.3 Hasil ... 13 3.3.1 Lisis Sel ... 13 3.3.2 SDS-PAGE ... 14 BAB 4. PEMBAHASAN ... 16 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

5.1 Kesimpulan ... 18 5.2 Saran ... 18

Halaman Gambar 2.1. Escherichia coli ... 3

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa program imunisasi merupakan salah satu upaya pemberantasan penyakit menular. Pemberian vaksin melalui program imunisasi merupakan salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat. Program imunisasi mengacu kepada konsep Paradigma Sehat, dimana prioritas utama dalam pembangunan kesehatan yaitu upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Upaya imunisasi telah diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956 dan upaya ini terbukti paling cost

effective. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi dikembangkan menjadi Program

Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), yaitu tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus dan hepatitis B. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sejak tahun sejak tahun 1984 juga mulai melaksanakan program imunisasi pada anak sekolah. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004 yang mengacu pada himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 mendukung pelaksanaan BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun). (Sundoro,2011) Adanya berbagai program dan regulasi pemerintah tersebut mendukung berkembanganya industri farmasi yang memproduksi sediaan biologis seperti vaksin. Saat ini, PT Biofarma (Persero) yang merupakan produsen vaksin yang menyediakan kebutuhan seluruh vaksin di Negara Indonesia yang terus berkembang pesat dengan adanya dukungan pemerintah.

Tanggung jawab untuk mencapai target tersebut bukan hanya bagian dari pihak regulasi ataupun pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab bagi

seluruh tenaga kesehatan. Masing-masing mempunyai tanggung jawab yang berbeda, dan farmasis ataupun apoteker juga mempunyai tanggung jawab terutama dalam hal praktek kefarmasian dan asuhan kefarmasian. Apoteker tidak hanya mempunyai peranan dalam hal manajemen sediaan farmasi, tetapi juga dalam hal menyediakan produk farmasi yang berkualitas, baik dalam mengembangkan suatu bentuk sediaan ataupun melalui penelitian untuk menemukan produk farmasi yang baru, khususnya vaksin.

PT. Biofarma (Persero) melalui Divisi Penelitian dan Pengembangan Bagian Pengembangan Vaksin Kombinasi (PVK) berusaha mengembangkan suatu produk vaksin baru untuk mengatasi salah satu penyakit yang tergolong berprevalensi tinggi di Indonesia yakni tuberkulosis (TB), salah satunya adalah vaksin antituberkulosis. Dalam proses pengembangan vaksin tersebut tentunya dibutuhkan peran serta farmasis, khususnya apoteker.

Oleh karena itu, melalui Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di Divisi Riset dan Pengembangan PT. Biofarma (Persero), Bagian Pengembangan Vaksin Kombinasi (PVK), peserta PKPA diberi tugas khusus yaitu melakukan penelitian mengenai optimasi konsentrasi polyacrylamide gel pada proses elektroforesis untuk running protein ESAT-6 pada proyek penelitian pengembangan vaksin antituberkulosis, hingga diperoleh konsentrasi gel elektroforesis yang paling baik dan optimal untuk ESAT-6.

1.2 Tujuan

Pemberian tugas khusus kepada peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bertujuan untuk mengetahui konsentrasi polyacrylamide gel pada proses elektroforesis yang paling baik dan optimal untuk running protein ESAT-6.

2.1 Escherichia coli

Gambar 2.1 Escherichia coli

Kingdom : Phylogenetica Divisi : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang diketahui genetika,

analisa biologi molekular, pertumbuhan, evolusi dan struktur genomnya. Bakteri ini adalah bakteri pertama yang digunakan untuk rekayasa genetika dan produksi protein rekombinan. Saat ini, E. coli merupakan sistem ekspresi prokariotik yang paling sering digunakan. Bakteri ini menjadi organisme standar untuk sintesa protein yang digunakan di bidang farmasetika, karena mampu menghasilkan produk yang tidak mengandung subunit lain atau membutuhkan modifikasi post-tranlasi substansial. Saat ini telah banyak strain yang tersedia yang mampu memproduksi protein di sitoplasma maupun periplasma, ratusan vektor yang meregulasi berbagai promoter dan tag yang dapat membantu purifikasi protein dengan lebih efisien. (Paciello, 2006).

2.2 ESAT-6

ESAT-6 merupakan sekretori sasaran antigen awal dari Mycobacterium

tuberculosis. ESAT-6 adalah protein sekretori dengan bobot molekul 6 kDa dan

merupakan antigen sel T yang ampuh.

2.3 Lisis Sel

Lisis sel atau distrupsi sel adalah metode biologis sel untuk melepaskan molekul biologis termasuk organela, protein, DNA, RNA dan lemak dari dalam sel. Lisis sel sangat peting untuk ekstraksi DNA, RNA dan protein dari dalam sel. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan metode lisis sel yang akan digunakan adalah (Molecular Station, 2011):

1. Volume Sel

Besar sampel yang dilisis merupakan parameter penting dalam lisis sel. Bila hanya terdapat beberapa mikroliter sampel, perhatian perlu dilakukan untuk meminimalisasi kehilangan dan mencegah kontaminasi silang. Bila sampel dalam jumlah besar maka perlu diperhatikan efisiensi dan reprodusibilatas proses.

2. Jumlah Sampel Sel yang Dilisis

Permasalah yang muncul bila terdapat muncul bila memiliki banyak sampel adalah pengaturan waktu yang mempertimbangkan kemungkinan terjadinya kontaminasi silang, kecepatan proses, dan pembersihan alat setelah tiap sampel dilisis.

3. Tingkat Kesulitan Sel untuk Dilisis

Beberapa sel sulit untuk dilisis. Semakin tinggi tingkat kesulitan pelisisan sel, semakin besar tenaga dan kekuatan ionik larutan dapar yang dibutuhkan untuk melisis sel.

4. Efisiensi Lisis Sel

Over-lysis dapat mempengaruhi molekul target yang diinginkan,

tergantung pada bagian sel, organela, atau fraksi yang ingin diisolasi. Bila fraksinasi subselular digunakan, lebih penting untuk mendapatkan hasil lisis yang memuaskan dan tidak merusak komponen subselular organela. Namun, ini menyebakan efisiensi lisis lebih rendah dan membutuhkan sel dalam jumlah yang

lebih banyak. Untuk memaksimalkan proses lisis sel, penting untuk memperhatikan waktu pengerusakan sel dan reprodusibilitas metode.

5. Lisis sel dan Molekul yang akan Diisolasi

Penting untuk tahu metode lisis yang akan digunakan untuk memperoleh protein target. Apabila yang diinginkan protein nukleus, perhatian diperlukan untuk melakukan lisis sel dan mengisolasi membran nukleus. Setelah membran nukleus diisolasi, lisis membran nukleus dan bebaskan molekul yang diinginkan. Metode ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi dari organela sel.

Perlakuan terhadap molekul perlu diperhatikan dengan mempertimbangkan penggunaan larutan pelisis atau metode tertentu. Contohnya, bila ingin mengisolasi protein-fosfor yang sensitive terhadap fosfatase, maka jangan melisis dan mengekspos protein-fosfor secara langsung dengan protease dan enzim fosfatase. Molekul target perlu dilindungi dari kondisi enzimatik. Temperatur yang rendah pada proses lisis dan penggunaan inhibitor (seperti, inhibitor protease dan inhibitor fosfatase) sangat penting.

2.4 Elektroforesis

Elektroforesis adalah proses perpindahan molekul bermuatan dalam larutan dengan cara memberikan medan listrik pada campuran. Karena, molekul dalam medan listrik akan bergerak tergantung pada muatan, bentuk, dan ukurannya. Elektroforesis digunakan untuk pemisahan molekul yang sederhana dan relatif cepat. Metode ini digunakan untuk analisa dan pemurnian molekul besar seperti protein dan asam nukleat, namun dapat juga digunakan untuk molekul bermuatan lain yang lebih sederhana seperti gula, asam amino, peptida, nukleotida, dan ion sederhana. (Amersham Bioscience Inc., 1999)

Setelah elektroforesa, analisa kualitatif dapat dilakukan dengan metode

staining atau pewarnaan. Staining dilakukan karena sebagian besar protein dan

semua asam nukleat tidak tampak secara langsung sehingga gel harus diproses untuk menentukan lokasi dan jumlah molekul yang terpisah.

Analisa kuantitatif dapat dilakukan untuk menentukan jumlah, ukuran dan

ditentukan dengan berbagai cara, seperti membandingkan intensitas warna band baik dengan cara pewarnaan atau autoradiografi dengan standar yang telah diketahui kuantitasnya pada gel yang sama, densitometri, atau dengan menggunakan alat radioanalitik. Penentuan ukuran makromolekul berdasarkan mobilitasnya juga memerlukan standar yang ukuran molekulnya diketahui sebagai pembanding. Standar ukuran protein dan asam nukleat mengandung sekelompok molekul yang telah terkarakterisasi dan dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran molekul protein atau asam nukleat yang tidak diketahui melalui perbandingan secara visual.

2.5 SDS-PAGE

SDS-PAGE merupakan salah satu variasi dari teknik elektroforesa. Teknik ini menggunakan SDS, suatu detergen anionik, untuk mendenaturasi dan memberikan muatan negatif pada protein. PAGE merupakan teknik elektroforesa dengan format vertikal yang seringkali digunakan untuk analisa DNA dan protein dengan berat molekul kecil. Teknik ini mengggunakan poliakrilamid sebagai media pemisahan. (Amersham Bioscience Inc., 1999)

Elektroforesis polyacrylamide gel SDS-PAGE digunakan untuk memisahkan protein menjadi individu sub unit polipeptida. Sampel protein didenaturasi menggunakan Sodium Dodecyl Sulphate (SDS/lauryl sulphate) dan β-mercaptoethanol, serta panas sehingga membentuk kompleks SDS-polipeptida yang bermuatan listrik negative. Jumlah kompleks SDS-protein dapat dipisahkan melalui proses elektroforesis berdasarkan perbedaan besar muatan listrik dan ukurannya melalui pori-pori matriks dari polyacrylamide gel. Perkiraan ukuran atau berat molekul dari rantai polipeptida sampel yang diuji dapat diketahui dengan menggunakan penanda (Bench Marker Protein) yang telah diketahui berat molekulnya pada proses elektroforesis.

Poliakrilamid merupakan matriks yang sering digunakan sebagai media stabilisasi pada pemisahan protein. Gel poliakriakrilamid dibuat dari polimer akrilamid yang berikatan sambung silang (crosslinked). Bahan yang digunakan untuk itu adalah N, N‟ metilenbisakrilamid (atau „bis‟). Konsentrasi akrilamid yang digunakan pada gel dinyatakan dalam % T (% w/v) yaitu jumlah gram

akrilamid dan „bis‟ setiap 100 cm3 campuran gel sebelum terjadi polimerisasi. Konsentrasi matriks mempengaruhi pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul protein. Konsentrasi poliakrilamid yang rendah digunakan untuk pemisahan protein dengan berat molekul besar dan sebaliknya. Proses polimerisasi akrilamid dan “bis” merupakan reaksi ikatan radikal bebas. Proses ini diinisiasi dengan pembentukan radikal , umumnya dengan campuran ammonium persulfat (≤ 0,3 %) dan TEMED (≤ 0,2 %). Persulfat mengaktivasi TEMED, sehingga menghasilkan elektron bebas. Radikal ini akan bereaksi dengan molekul akrilamid dan menghasilkan radikal baru yang bereaksi dengan molekul akrilamid lainnya, dan seterusnya hingga membentuk polimer.

Sebelum dimasukkan ke dalam sumuran di gel, sampel dilarutkan dalam larutan dapar. Untuk memastikan disolusi yang sempurna, loading buffer seringkali ditambahkan dengan SDS, yang mengurai aggregate, dan bahan pereduksi, 2-merkaptoetanol, yang berfungsi mereduksi ikatan disulfida. Pewarna, seperti bromofenol biru, dapat ditambahkan untuk mengamati running sampel dan kemungkinan terjadinya pergerakan sampel yang tidak sesuai jalur. Pewarna yang digunakan tidak boleh terikat pada protein.

Lokasi dan konsentrasi protein yang terpisah dapat diketahui dengan metode pewarnaan. Pewarna yang digunakan adalah pewarna yang mampu memberi warna bend protein, namun tidak mewarnai gel poliakrilamid. Pewarna yang umumnya digunakan untuk pewarnaan protein adalah Coomassie™ Brilliant Blue atau silver staining. Coomassie Blue staining memiliki batas deteksi hingga 0,1-0,3 µg protein dalam satu band atau bahkan kurang untuk beberapa protein.

Silver staining system memiliki sensitivitas 100 kali lebih baik, dengan batas

Selama Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Biofarma (Persero) Divisi Penelitian dan Pengembangan pada Bagian Pengembangan Vaksin Kombinasi (PVK), mahasiswa diberikan tugas khusus untuk melakukan penelitian mengenai optimasi konsentrasi polyacrylamide gel pada proses elektroforesis untuk running protein ESAT-6 pada proyek penelitian pengembangan vaksin antituberkulosis, hingga diperoleh konsentrasi gel elektroforesis yang paling baik dan optimal untuk ESAT-6.

Elektroforesis digunakan untuk pemisahan molekul yang sederhana dan relatif cepat. Metode ini digunakan untuk analisa dan pemurnian molekul besar seperti protein dan asam nukleat, namun dapat juga digunakan untuk molekul bermuatan lain yang lebih sederhana seperti gula, asam amino, peptida, nukleotida, dan ion sederhana.

Pada penelitian ini optimasi dilakukan dengan cara me-running ESAT-6 pada berbagai macam konsentrasi polyacrylamide gel, yakni pada konsentrasi 12%, 15%, dan 18%. Sehingga hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai elektroforegram ESAT-6 yang baik, jelas, dan mudah diamati.

3.1 Alat dan Bahan

A. Alat Perlindungan Diri (APD)

No. Nama Alat Jumlah

1 Jas Lab 1

2 Masker 1

3 Sarung Tangan 1

B. Lisis Sel

No. Nama Alat Kapasitas Jumlah

1 Tube polipropilen (Falcon) 15 mL 24

2 Tube polipropilen (Falcon) 50 mL 1

3 Mixing-mix - 1

4 Sentrifuge - 1

6 Tip (Finntip) 10 µl q.s.

No. Nama Bahan Jumlah

1 Cell lytic B reagent (Sigma Aldrich) 9 ml 2 10x buffer stock B 1 ml 3 5M Imidazole 20 µl 4 Protease inhibitor 25 µl 5 Lysozyme 100 µl C. SDS-PAGE

No. Nama Alat Kapasitas Jumlah

1 Vial 10 mL 2 2 Pipet Mikro 1-2 ml, 200-1000 µl, 20 – 100 µl, 1-10 µl 1 3 BIO-RAD kit 1 4 Sonikator 1

5 Pipet Mikro (Finnpippette) 200-1000 µl 6 Tip (Finntip) 10 µl, 300 µl, 5

ml, 1ml

q.s.

7 Botol 500 ml 2

8 Eppendorf 1,5ml

No. Nama Bahan Jumlah

1 DIW q.s

2 Akrilamid (bis) q.s

3 Buffer Resolving gel q.s

4 SDS 10 % q.s 5 APS q.s 6 TEMED q.s 7 Stacking buffer q.s 8 Β-mercaptoetanol q.s 9 Buffer sampel q.s 10 Buffer running q.s

11 Coomassie brilliant blue q.s

12 Metanol q.s

13 Asam asetat glasial q.s

3.2 Cara Kerja 3.2.1 Lisis Sel

1. Pembuatan buffer lisis.

Dalam 10 ml larutan mengandung komponen: Cell lytic B reagent 9 ml

Protease inhibitor 25 µl Lysozyme 2 µl Benzonase 2 µl DIW ad 10 ml

2. Komponen bauffer lisis dikocok homogen.

3. Pellet sampel di aduk menggunakan vortex hingga mencair dan tidak terdapat gumpalan.

4. Buffer lisis ditambahkan ke dalam cairan pellet. Kebutuhan larutan pelisis adalah 8 ml untuk 100 ml kultur, sehingga untuk 10 ml kultur ditambahkan 800 µl buffer lisis. Lalu vortex campuran tersebut hingga homogen menggunakan vortex.

5. Sampel digoyangkan selama 1 jam.

6. Sampel di sentrifugasi pada kecepatan putaran 4000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 °C.

7. Lysate dan pellet dipisahkan pada 2 tabung falcon 15 ml yang berbeda.

Lysate disimpan dalam coldroom (2-8 °C) dan pellet disimpan pada freezer (-20 °C).

3.2.2 SDS-PAGE

A. Penyiapan Gel SDS-PAGE

A.1 Menyiapkan peralatan SDS-PAGE

1. Mencuci bersih dan dikeringkan seluruh komponen vertical elektroforesis. 2. Menyemprot pelat kaca dengan alkohol dan dikeringkan dengan tisu

khusus.

3. Menyusun pelat kaca.

4. Ditempatkan susunan alat SDS-PAGE diatas permukaan rata

A.2 Menyiapkan resolving gel

1. Menentukan volume bahan untuk membuat gel.

Untuk gel ukuran 8 cm x 7,3 cm x 0,75 mm diperlukan larutan gel ± 5 ml 2. Dibuat 10 ml larutan untuk 2 gel. Penelitian ini menggunakan gel dengan

3. Menyiapkan wadah yang sesuai dengan volume yang diperlukan untuk gel dan diberi label.

4. Memipet air deionisasi sebanyak 3,40 ml. masukkan ke dalam wadah yang telah disiapkan.

5. Mencampur 4 ml stok bis-acrylamide (untuk polyacrylamide gel dengan konsentrasi 12%), 5 ml stok bis-acrylamide (untuk polyacrylamide gel dengan konsentrasi 15%), 6 ml stok bis-acrylamide (untuk polyacrylamide

gel dengan konsentrasi 18%); 2,5 ml stock buffer resolving; dan 100 μl

stock SDS 10% dihomogenkan, kemudian dilakukan degassing salama 2 menit dengan menggunakan sonikator.

6. Kemudian ditambahkan 45 μl stock APS (ammonium persulfat) 10% dan 4,5 μl TEMED.

7. Campuran komponen gel diaduk hingga homogen.

8. Campuran komponen gel dipipet dan dimasukkan ke ruangan diantara kedua pelat kaca secara hati-hati, hingga 1 cm dibawah posisi dasar well. Hindari terjadinya gelembung

9. Melapisi permukaan larutan dengan air deionisasi. Tempatkan gel pada posisi vertikal pada suhu kamar. Polimerisasi biasanya terjadi setelah 45-60 menit.

10. Setelah polimerisasi terjadi, buang air deionisasi dari permukaan gel. Keringkan cairan di bagian atas gel dengan cara menghisap memakai potongan kertas saring.

A.3 Menyiapkan stacking gel

1. Menyiapkan wadah untuk stacking gel dan beri label

2. Memipet air deionisasi sebanyak 3,125 ml. masukkan ke dalam wadah yang telah disiapkan

3. Ditambahkan stok acrylamide 0,575 ml ; stok buffer stacking gel sebanyak 1,25 ml; SDS 10% sebanyak 50 µl kemudian lakukan degassing salama 2 menit.

4. Kemudian ditambahkan stock APS (ammonium persulfat) 20 μl dan TEMED 2,0 μl.

5. Segera dikocok campuran dengan gerakan memutar

6. Dibuang air deionisasi dari permukaan gel pertama (resolving gel), keringkan dengan kertas saring

7. Memasukkan stacking gel langsung dibagian atas gel pemisah dengan memasukkan pipet

8. Segera pasang comb pada stacking gel, hindari terjadinya gelembung udara. Tempatkan gel secara vertical diatas permukaan yang rata pada temperature kamar dan biarkan gel terpolimerisasi selama 30-45 menit

B. Penyiapan sampel

Sementara menunggu gel terpolimerisasi, siapkan sampel yang akan diuji : 1. Menyiapkan sampel untuk analisis protein

2. Bila perlu sampel diencerkan, encerkan sampel dengan stok buffer sampel 3. Menyiapkan wadah untuk membuat campuran 50 µl β-mercaptoethanol

dan 950 µl buffer sampel

4. Diencerkan sampel 1:2 dengan campuran β-mercaptoethanol dan buffer sampel

5. Dipanaskan pada 95 °C selama 4 menit

6. Diamkan beberapa menit sampai suhu sampel sama dengan suhu ruangan, sampel siap untuk dimasukkan ke dalam well gel

C. Running sampel

1. Setelah polimerisasi selesai, angkat comb secara hati-hati, jaga agar cetakan well pada gel tidak berubah

2. Dilepaskan kaca beserta bingkai cetakan dari tempat penjepitnya, buka bingkai cetakan yang menahan pelat kaca

3. Dipasang gel pada elektroforesis

4. Dituangkan buffer (running) elektroda yang telah diencerkan pada bejana elektroforesis didalam dan bawah (inner dan lower chamber)

5. Dimasukkan 10 μl sampel ke dalam lubang gel dengan menggunakan pipet mikro

7. Dipasang tutup pada mini tank, periksa kelengkapan rangkaian alat, hubungkan alat dengan power supply

8. Dijalankan proses elektroforesis pada tegangan konstan. Untuk elektroforesis dengan menggunakan alat mini-protein C3 Bio-RAD disarankan menggunakan voltase 200V/ kurang. Akhir proses elektroforesis ditandai bila batas sampel telah mencapai bagian dasar gel 9. Mematikan listrik pada power supply, buang buffer (running) elektroda

dari chamber dalam dan bawah. Angkat pelat dari chamber

10. Dipisahkan alat menggunakan spatula kemudian lepaskan gel dari pelat dengan mengalirkan air secara perlahan. Setelah gel lepas dan masuk kedalam wadah, buang air ke dalam wadah dengan cara menghisap memakai pipet

11. Mengisi wadah tersebut dengan larutan pewarna sehingga menutupi seluruh permukaan gel

12. Merendam gel dalam larutan pewarna selama ± 60 menit sambil digoyang secara perlahan dengan roller mixer

13. Setelah proses staining selesai dilakukan, proses selanjutnya adalah destaining yaitu proses menghilangkan pewarna menggunakan air hangat sampai warna hilang (bening)

14. Merekam profil hasil elektroforesis

3.3 Hasil

3.3.1 Lisis Sel

10 mL kultur sel di lisis dengan mengunakan lysis reagent sebanyak 800 µL. Bila dilihat secara visual setelah sentrifugasi bahwa secara umum pellet yang dihasilkan pada suhu 25 °C tidak tampak jelas (transparan), sedangkan pellet yang berasal dari kultur yang diinkubasi pada suhu 37 °C tampak jelas (keruh).

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 3.3.2 SDS-PAGE

Berdasarkan hasil uji protein dengan metode SDS-PAGE, diketahui bahwa ekspresi protein pada sampel ESAT-6 adalah sebagai berikut :

Gel I (konsentrasi 12%)

Hasil uji protein sampel ESAT-6 pada konsentrasi polyacrylamide gel 12% menggambarkan bahwa pemisahan pita-pita protein ESAT-6 0,1 mM tidak sempurna seperti pada pemisahan pita-pita Bench Marker Protein. Begitu pula dengan pemisahan pita-pita protein pada ESAT-6 0,25 mM; ESAT-6 0,50 mM; ESAT-6 0,75 mM; ESAT-6 1,0 mM; ESAT-6 1,5 mM; ESAT-6 uninduced; maupun ESAT-6 cadangan. Selain itu pada bagian bawah pita protein seluruh sampel ESAT-6 terjadi smearing.

Gel II (konsentrasi 15%) kDa 180 115 82 64 49 37 26 15 19 Keterangan :

1. Bench Marker Protein 2. ESAT-6 0,1 mM 3. ESAT-6 0,25 mM 4. ESAT-6 0,50 mM 5. ESAT-6 0,75 mM 6. ESAT-6 1,0 mM 7. ESAT-6 1,5 mM 8. ESAT-6 uninduced 9. ESAT-6 cadangan 6 kDa 180 115 82 64 49 37 26 15 19 6 Keterangan :

1. Bench Marker Protein 2. - 3. ESAT-6 0,1 mM 4. ESAT-6 0,25 mM 5. ESAT-6 0,5 mM 6. ESAT-6 0,75 mM 7. ESAT-6 1,0 mM 8. ESAT-6 1,5 mM 9. ESAT-6 uninduced

1 2 3 4 5 6 7 8

Hasil uji protein sampel ESAT-6 pada konsentrasi polyacrylamide gel 15% menggambarkan bahwa pemisahan pita-pita protein ESAT-6 0,1 mM tidak sempurna seperti pada pemisahan pita-pita Bench Marker Protein. Begitu pula dengan pemisahan pita-pita protein pada ESAT-6 0,25 mM; ESAT-6 0,50 mM; ESAT-6 0,75 mM; ESAT-6 1,0 mM; ESAT-6 1,5 mM; maupun ESAT-6 uninduced. Selain itu pada bagian bawah pita protein seluruh sampel ESAT-6 terjadi smearing. Namun pada sumur nomor 2 ditemukan pita-pita protein yang seharusnya tidak ada, karena pada saat penelitian dilakukan, sumur nomor 2

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 54-77)

Dokumen terkait