• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 100-174)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Berdasarkan pengamatan kami selama PKPA, berikut adalah beberapa saran yang dapat kami ajukan :

A. Sumber daya manusia

1. Penambahan jumlah asisten apoteker di subinstalasi produksi dan satelit farmasi yang memiliki beban kerja tinggi seperti IGD dan satelit pusat. 2. Penambahan jumlah pekarya di satelit kirana, satelit IGD, satelit ICU, dan

satelit pusat.

3. Penambahan jumlah apoteker untuk optimalisasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian.

4. Letak Sub Instalasi Produksi RSCM yang jauh dari Gedung A dapat disiasati penambahan pekarya untuk kepentingan pendistribusian.

B. Fasilitas

1. Penambahan mesin pembungkus puyer dan jumlah troli di satelit IGD. 2. Pengadaan tangga untuk satelit ICU karena ada lemari di ICU yang sangat

3. Peresepan online untuk satelit yang belum menerapkan sitem online.

4. Pengadaan buku komunikasi antar satelit untuk satelit pusat, satelit ICU dan satelit pelayanan jantung terpadu (PJT).

5. Penggunaan pintu dengan kunci akses di satelit IGD agar membatasi petugas non farmasi masuk ke dalam satelit.

C. Manajemen pengelolaan perbekalan farmasi

1. Di satelit pusat, pembuatan SOP peresepan obat kemoterapi oleh dokter dilakukan maksimal 3 hari sebelum pelaksanaan kemoterapi.

2. Pendataan jumlah konsumsi rata-rata/hari perbekalan farmasi di tiap satelit sebagai dasar perencanaan pemesanan barang di satelit.

3. Penandaan menggunakan spidol permanen warna biru pada kemasan primer sediaan solid oral di gedung A sebagai penanda obat mendekati waktu kadaluarsa (H-3 bulan).

4. Penandaan label sebelum atau sesudah makan pada kotak penyimpanan obat di satelit agar asisten apoteker dapat mengisi keterangan tersebut di etiket obat.

5. Sentralisasi pencampuran obat sitostatik di Sub Instalasi Produksi RSCM Gedung CMU 2 lantai 3, dimana peralatan yang digunakan telah memenuhi standar yang ditetapkan. Sentralisasi pencampuran obat sitostatik juga akan mempermudah pengawasan, baik kepada petugas maupun peralatan yang digunakan. Dengan demikian, baik kualitas obat maupun keamanan petugas dapat terjamin dengan lebih baik.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency. Departemen Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/

Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Quick, J.D. [ed]. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals 2nd ed. Connecticut: Kumarin Press Inc.

Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lampiran 3. Struktur Organisasi Sub Instalasi Produksi

Kepala Instalasi Farmasi

Kepala Sub Instalasi Produksi

Penanggung Jawab Produksi Steril dan Non Steril

Pelaksana Produksi Non Steril

Pelaksana Repacking Sediaan

Injeksi Serbuk

Penanggung Jawab Aseptik Dispensing

Pelaksana Pencampuran Obat Sitostatika Pelaksana Pencampuran Obat Suntik Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Cair

PENDATAAN PELAYANANAN INFORMASI OBAT (PIO)

TAHUN 2011 DAN MASUKAN PEDOMAN PENGGUNAAN

OBAT

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR

CIPTO MANGUNKUSUMO

YAYAH QOMARIAH, S.Far.

1106047480

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI

HALAMAN JUDUL………...i DAFTAR ISI………...ii DAFTAR TABEL...………....iii DAFTAR GAMBAR...iv DAFTAR LAMPIRAN………..v BAB 1 PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang……….……1 1.2 Tujuan………...2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...3

2.1 Dasar Hukum...3 2.2 Pengertian Pelayanan Informasi Obat (PIO)...3 2.3 Tujuan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit...3 2.4 Manfaat Pelayanan Informasi Obat...4 2.5 Jenis – jenis Informasi Obat...4 2.6 Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat...8 2.7 Sasaran Informasi Obat...9 2.8 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) ...9 2.9 Sarana dan Prasarana...9 2.10 Alur Menjawab Pertanyaan dalam Pelayanan Informasi Obat...10 2.11 Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Luar Negeri...11

BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN………14

3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian...….14 3.2 Metode Pengkajian...14

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN……….15

4.1 Hasil...…...15 4.2 Pembahasan...…...17

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………...21

5.1 Kesimpulan………....21 5.2 Saran………..21

Tabel 4.1. Rekapitulasi PIO ( Nama Obat) Selama Tahun 2011...15 Tabel 4.2. Rekapitulasi PIO (Literatur ) Selama Tahun 2011...16 Tabel 4.3. Rekapitulasi PIO (Objek) Selama Tahun 2011...16 Tabel 4.4. Rekapitulasi PIO (Klasifikasi Perntanyaan) Selama Tahun 2011...17

Lampiran 1. Contoh Keberadaan Pelayanan Informasi Obat Dalam Struktur Organisasi IFRS...24 Lampiran 2. Rekapitulasi PIO ( Nama obat) Selama Tahun 2011...25 Lampiran 3. Rekapitulasi PIO ( Literatur) Selama Tahun 2011...34 Lampiran 4. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan Obat Sitostatika....36 Lampiran 5. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan Obat IV Idmixture

Antibiotik...37 Lampiran 6. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan

Obat IV Idmixture...40 Lampiran 7. Informasi Tambahan Pedoman Penanganan Obat Hight Alert....43 Lampiran 8 Jenis-jenis Insulin dan Cara Kerja Dalam Tubuh...47 Lampiran 9. Konversi Dosis Fentanyl...49 Lampiran 10. Lini Antibiotik...50

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal, sudah tentu mutlak diperlukan suatu pelayanan yang bersifat terpadu, komprehensif dan profesional dari para profesi kesehatan. Rumah sakit merupakan salah satu unit/instansi kesehatan yang sangat vital dan strategis dalam melayani kesehatan masyarakat, dimana aspek pelayanan sangatlah dominan dan menentukan.

Pelayanan kefarmasian merupakan bagian intregral dari sistem pelayanan kesehatan yang tidak terpisahkan. Pelayanan kefarmasian ini merupakan wujud pelaksanaan pekerjaan kefarmasian berdasarkan PP no. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian menurut PP 51 tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dimana salah satu aspek pelayanan kefarmasian yaitu Pelayanan Informasi Obat yang diberikan oleh apoteker kepada pasien dan pihak-pihak terkait lain (Kementrian Kesehatan RI. 2009).

Informasi obat adalah suatu bantuan bagi dokter dalam pengambilan keputusan tentang pilihan terapi obat yang paling tepat bagi seorang pasien. Sebagai hasil kesepakatan WHO dengan Federasi Farmasi Internasional di Vancouver tahun 1997, telah disepakati bahwa format baru pelayanan kefarmasian adalah berbasis pasien dengan prosedur yang dikenal sebagai pelayanan kefarmasian atau Pharmaceutical Care. Format baru ini berdampak kepada rangkaian cara pelayanan yang baru yang akan merubah format lama menjadi lebih disempurnakan khususnya peranan apoteker kepada pelayanan pasien, yang merupakan cerminan dari praktek kefarmasian yang baik Good Pharmacy Practice (GPP).

rumah sakit pada dasarnya adalah untuk menjamin dan memastikan penyediaan dan penggunaan obat yang rasional yakni sesuai kebutuhan, efektif, aman, nyaman bagi pasien. Untuk itu diperlukan upaya penyediaan dan pemberian informasi yang (1) lengkap, yang dapat memenuhi kebutuhan semua pihak sesuai dengan lingkungan masing masing rumah sakit, (2) memiliki data cost effective obat, informasi yang diberikan terkaji dan tidak bias komersial (3) disediakan secara berkelanjutan oleh institusi yang melembaga, dan (4) disajikan selalu baru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian dan kesehatan (Departemen Kesehatan RI. 2006).

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui sistem Pelayanan Informasi Obat (PIO) di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo.

2. Mengetahui frekuensi data Pelayanan Informasi Obat (PIO) selama tahun 2011.

3. Mengetahui nama dan jumlah obat yang paling banyak ditanyakan. 4. Mengetahui nama dan jumlah literatur yang paling banyak ditanyakan. 5. Mengetahui nama dan jumlah klasifikasi pertanyaan yang paling banyak

ditanyakan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Hukum

Dasar hukum pelayanan informasi obat (PIO) adalah:

1. Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2006.

2. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Dimana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

2.2 Pengertian Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan di rumah sakit. Pelayanan informasi obat meliputi penyediaan, pengolahan, penyajian, dan pengawasan mutu data/informasi obat dan keputusan profesional. Penyediaan informasi obat meliputi tujuan, cara penyediaan, pengolahan, dan pengawasan mutu data/informasi obat (Departemen Kesehatan RI. 2006).

2.3 Tujuan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit

Tujuan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit adalah :

1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.

2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.

3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan - kebijakan yang berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Departemen Kesehatan RI. 2006).

2.4 Manfaat Pelayanan Informasi Obat

Manfaat Pelayanan Informasi Obat bagi pasien, adalah : 1. Kesalahan penggunaan obat menurun.

2. Ketidak patuhan menurun.

3. Efek obat yg tak diinginkan menurun.

4. Menjamin keamanan & efektifitas pengobatan. 5. Membantu pencegahan masalah.

Manfaat Pelayanan Informasi Obat bagi staf farmasis adalah : 1. Citra farmasis meningkat.

2. Kepuasan kerja meningkat. 3. Menarik pelanggan.

4. Pendapatan/omzet meningkat (Departemen Kesehatan RI. 2006).

2.5 Jenis – jenis Informasi Obat (World Health Organization. 1988)

Dilihat dari sifat dan sumbernya, informasi obat dapat dibedakan menjadi 2, yakni informasi non-komersial dan informasi komersial, dengan berbagai bentuk. Jenis-jenisnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 2.1. Jenis-jenis informasi obat menurut sumber dan bentuknya :

Kelebihan dan kekurangan masing-masing jenis informasi obat : 1. Informasi non-komersil

Textbook/handbook merupakan sumber informasi utama apabila diperlukan informasi yang mendalam. Banyak sekali buku-buku tersedia, namun yang penting adalah memilih buku yang tepat sesuai kebutuhan. Dalam hal informasi obat, dapat dipilih 2 kelompok buku, yakni:

- Buku tentang obat. Buku ini mengupas sifat-sifat farmakologi, farmakokinetik dan efek samping obat.

- Buku tentang pengobatan/terapetik, yang informasinya berangkat dari masalah klinik (penyakit).

Yang perlu diperhatikan adalah seberapa sering buku tersebut direvisi. Makin sering direvisi, makin baik sebagai bahan informasi mutakhir. Bila waktu yang tersedia untuk membaca terbatas, gunakan handbook. b) Buku Referensi

Beberapa buku referensi dapat dijadikan pegangan, yang paling utama adalah buku-buku pedoman yang telah disepakati, misalnya Pedoman Pengobatan, Pedoman Penggunaan Antibiotika, dan lain-lain baik yang berskala lokal (misalnya Rumah Sakit), nasional maupun internasional. c) Buletin Obat dan Pengobatan

Buletin biasanya bersifat periodik dan berisi promosi terhadap pemakaian obat dan pengobatan secara rasional. Informasinya objektif, penilaian terhadap manfaat/keamanan obat tidak bias dan rekomendasi-rekomendasinya praktis untuk diterapkan dalam praktek sehari-hari. Umumnya disediakan secara cuma-cuma oleh badan-badan yang berkecimpung di kegiatan tersebut, dan sangat dihargai keberadaannya karena objektivitas informasi tersebut. Beberapa contoh buletin yang diakui misalnya; Australian Prescriber (Australia), Drug and Therapeutic Bulletin (U.K.), Prescrire (Perancis), Drug Information Newsletter (Singapura), Lembaran Obat dan Pengobatan (Indonesia).

d) Majalah kedokteran

tertentu (misalnya Tubercule, American Journal of Respiratory Diseases). Umumnya memuat artikel-artikel dalam bidang terapetik dan informasi klinik. Majalah khusus umumnya juga memuat infomasi lebih rinci untuk penyakit-penyakit tertentu. Hati-hati membaca majalah, karena seringkali terdapat kontroversi antara satu penelitian dengan penelitian yang lain, yang seringkali justru membingungkan untuk diterapkan di klinik.

e) Bentuk verbal dan bentuk-bentuk lain

Selain dengan cara membaca yang cukup menyita waktu, tenaga maupun biaya, informasi dapat pula diperoleh dari sejawat lain, pusat pelayanan informasi, atau dengan mengikuti pendidikan berkelanjutan. Salah satu contoh misalnya di pusat-pusat pelayanan kesehatan yang besar, misalnya di rumah sakit, banyak dibentuk Komisi Farmasi dan Terapi (KFT) yang berfungsi untuk membantu para praktisi medik dalam menjalankan tugas pelayanan. Komisi terdiri dari berbagai ahli klinis dan farmasis. Secara berkala, Komisi ini bertemu untuk membicarakan hal-hal baru dalam hal terapetik, atau kalau perlu merevisi kesepakatan-kesepakatan pedoman pengobatan sebelumnya. Informasi obat dalam bentuk disket juga sudah mulai banyak dijumpai, begitu pula jaringan-jaringan international yang melayani informasi secara cepat melalui Medline, Popline, E-mail, Cosy, dan sebagainya. Semuanya dapat dimanfaatkan, namun sayangnya biaya masih relatif mahal.

2. Informasi Komersial

Informasi yang bersifat komersial umumnya dari industri farmasi dan tersebar sangat luas di seluruh dunia. Bentuk informasi sangat beragam, mulai dalam bentuk tulisan, verbal maupun dengan disket, CD-ROM atau pita video.

Informasinya sangat jelas dan mudah dicerna namun juga dapat bias. Segi positif terlalu ditekankan, sedangkan segi negatifnya seringkali dilupakan atau disinggung secara ringan. Hal ini dapat dimengerti, karena tujuannya memang untuk meningkatkan penjualan. Kegiatan komersil ini juga

seminar atau penulisan artikel di majalah, dengan sponsor industri farmasi. Informasi ini tetap bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perkembangan berlangsung, namun praktisi kesehatan harus hati-hati dalam menelaah kualitas informasinya. Kesulitan yang sering dihadapi adalah dalam hal memastikan kebenarannya, karena informasi ini sangat cepat berkembang dan beredar, jauh lebih cepat dari majalah dan buku-buku acuan/standar. Bentuk-bentuk informasi yang dapat ditemui meliputi: a) Iklan/advertensi di majalah kedokteran

Tidak dapat dipungkiri, bahwa iklan obat menyediakan informasi obat yang paling cepat dapat mencapai praktisi medik. Sayangnya, sangat banyak iklan yang mengabaikan komponen-komponen informasi seperti yang telah digariskan oleh WHO (WHO. 1988), pedoman WHO tersebut menggariskan bahwa harus ada 4 komponen utama informasi dalam setiap iklan, yaitu:

1. Informasi tentang nama generik obat, sifat farmakologik dan farmakokinetika.

2. Informasi tentang indikasi dan bukti manfaat klinik.

3. Informasi tentang kekuatan sediaan sediaan, aturan pakai dan cara pemberian.

4. Informasi tentang keamanan, meliputi efek samping maupun peringatan, pembatasan/kontraindikasi.

b) Lembaran informasi produk

Lembaran informasi produk umumnya disertakan dalam kemasan obat, atau dicetak dalam bungkusnya, ditujukan untuk para pemakai obat. Sebenarnya jenis informasi ini relatif paling layak dipercaya, karena untuk saat ini merupakan satu-satunya jenis informasi dari industri farmasi yang penyiapannya dikontrol oleh Departemen Kesehatan RI. Bentuknya sederhana dan mencakup semua komponen informasi tentang obat yang digunakan, tanpa ditambah pesan-pesan komersil. Sayangnya justru jenis informasi ini seringkali tidak sampai ke tangan pasien karena kesalahan teknis penyerahan obat ke pasien.

c) Bentuk-bentuk lain

Sangat banyak bentuk-bentuk informasi yang lain, yang seringkali sulit dibedakan apakah dari industri farmasi atau bukan, misalnya simposium, seminar, handbook, majalah kedokteran, atau buku terbitan resmi hasil penelitian uji klinik suatu obat. Buku-buku seperti MIMS, ISO dan sejenisnya juga cukup membantu praktisi medik untuk mencari kandungan bahan aktif suatu sediaan, dan informasi-informasi lain yang relevan, misalnya pilihan bentuk dan kekuatan sediaan, harga, dan sebagainya. Tetapi jangan digunakan untuk mencari indikasi, efek samping dan lain-lain, karena biasanya informasi tentang hal ini sangat terbatas dan tidak netral.

2.6 Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat (Departemen Kesehatan RI.

2006)

Ruang lingkup kegiatan meliputi: 1. Pelayanan

a. Menjawab pertanyaan b. Menerbitkan bulletin

c. Membantu unit lain dalam mendapatkan informasi obat d. Menyiapkan materi untuk brosur/leaflet informasi obat

e. Mendukung kegiatan Panitia/Komite Farmasi dan Terapi dalam menyusun dan merevisi formularium.

2. Pendidikan

Pelayanan informasi obat melaksanakan fungsi pendidikan terutama pada rumah sakit yang berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan :

a. Mengajar dan membimbing mahasiswa.

b. Memberi pendidikan pada tenaga kesehatan dalam hal informasi obat. c. Mengkoordinasikan program pendidikan berkelanjutan di bidang

informasi obat.

d. Membuat/menyampaikan makalah seminar/symposium 3. Penelitian

b. Melakukan penelitian penggunaan obat baru

c. Melakukan penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan obat, baik secara mandiri maupun bekerja sama dengan pihak lain.

d. Melakukan kegiatan program jaminan mutu.

Dengan adanya keterbatasan waktu, dana dan sumber-sumber informasi, maka jenis pelayanan yang dilaksanakan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit disesuaikan dengan kebutuhan.

2.7 Sasaran Informasi Obat (Departemen Kesehatan RI. 2006)

1. Pasien dan atau keluarga pasien

2. Tenaga kesehatan: dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten apoteker, dan lain lain.

3. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain.

2.8 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) (Departemen

Kesehatan RI. 2006)

Pelayanan informasi obat merupakan bagian integral dari instalasi farmasi yang tata organisasinya disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit masing-masing. (Contoh struktur organisasi dapat dilihat pada lampiran 1).

Persyaratan Sumber Daya Manusia (SDM), adalah :

1. Mempunyai kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dengan mengikuti pendidikan pelatihan yang berkelanjutan

2. Menunjukkan kompetensi profesional dalam penelusuran, penyeleksian dan evaluasi sumber informasi.

3. Mengetahui tentang fasilitas perpustakaan di dalam dan di luar rumah sakit, metodologi penggunaan data elektronik.

4. Memiliki latar belakang pengetahuan tentang terapi obat.

5. Memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.

2.9 Sarana dan Prasarana

ketersediaan dan perkiraan kebutuhan akan perlengkapan dalam pelaksanaan pelayanan informasi obat. Sarana ideal untuk pelayanan informasi obat, sebaiknya disediakan sarana fisik, seperti :

1. Ruang kantor. 2. Ruang rapat. 3. Perpustakaan. 4. Komputer.

5. Telepon dan faksimili.

6. Jaringan internet, dan lain lain. 7. In house data base.

Apabila tidak ada sarana khusus, pelaksanaan pelayanan informasi obat dapat menggunakan ruangan instalasi farmasi beserta perangkat pendukungnya.

2.10 Alur Menjawab Pertanyaan dalam Pelayanan Informasi Obat

(Departemen Kesehatan RI. 2006)

Menjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya merupakan kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertanyaan yang masuk dapat disampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap muka) atau tertulis (surat melalui pos, faksimili atau e-mail). Pertanyaan mengenai obat dapat bervariasi dari yang sederhana sampai dengan yang bersifat urgen dan kompleks yang membutuhkan penelusuran literatur serta evaluasi secara seksama. Namun apapun bentuk pertanyaan yang datang, apoteker sebagai petugas yang memberi pelayanan informasi obat hendaknya mengikuti suatu pedoman pelaksanaan baku. Kemampuan berkomunikasi yang baik disamping kemampuan menganalisa pertanyaan merupakan dasar dalam memberikan pelayanan informasi obat yang efektif. Permintaan mengenai informasi obat yang ditangani secara profesional, ramah dan bersifat rahasia, tidak hanya akan meningkatkan pelayanan kepada pasien atau penanya lainnya tetapi juga dapat meningkatkan profesionalitas dari pelayanan informasi obat maupun pelayanan farmasi secara keseluruhan.

Gambat 2.1 Alur menjawab pertanyaan dalam PIO

2.11 Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Luar Negeri

Semua negara harus memberikan pelayanan informasi obat secara mandiri atau sebagai bagian dari jaringan regional. Layanan ini harus mencakup mengumpulkan, meninjau, mengevaluasi, mengindeks dan mendistribusikan informasi tentang obat-obatan untuk petugas kesehatan. Pelayanan informasi obat sebaiknya didirikan di rumah sakit pendidikan utama. Hal ini memungkinkan akses ke pengalaman klinis, perpustakaan, fasilitas penelitian dan kegiatan pendidikan. Salah satunya adalah Pelayanan Informasi Obat di Singapura dan Australia.

1. Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Singapura

Pelayanan Informasi Obat di Singapore General Hospital melayani kebutuhan informasi dari dokter, apoteker, perawat dan profesional kesehatan lainnya. Pelayanan ini dikelola oleh seorang apoteker secara full-time, menangani hampir 500 pertanyaan setiap bulan. Sumber informasi yang digunakan termasuk Medline, Micromedex, dan database Cochrane, serta berbagai buku referensi

menambah kelebihan dari pelayanan informasi obat di Rumah Sakit tersebut. Beberapa koleksi jurnalnya antara lain:

1. American Journal of Health-system Pharmacy. 2. Annals of Pharmacotherapy (sebelumnya DICP). 3. Australian Adverse Drug Reaction Bulletin.

4. Journal of Hospital Pharmacy & Practice (sebelumnya Australias Journal of Hospital Pharmacy).

5. Australian Prescriber. 6. Clinical Pharmacokinetics. 7. Drug and Therapeutics Bulletin. 8. Drugs.

9. Drugs and Therapy Perspectives. 10. Lippincott's Hospital Pharmacy. 11. Pharmacoeconomics.

12. Pharmacotherapy. 13. Prescrire International.

Selain memberikan bukti berdasarkan respon verbal dan tertulis secara klinis berorientasi pertanyaan. Apoteker di Singapore General Hospital juga memberikan dukungan penelitian untuk Komite Farmasi dan Terapi (KFT), yaitu dengan berpartisipasi dalam mengevaluasi penggunaan narkoba dan kegiatan penelitian, dan berpartisipasi dalam mempromosikan penggunaan narkoba secara rasional bersama pemerintah dan pihak rumah sakit. Selain itu juga melakukan kegiatan mengajar termasuk instruksi untuk mahasiswa apoteker di Universitas Nasional Singapura, dan untuk pengembangan staf (dalam bentuk pendidikan berkelanjutan bagi apoteker, teknisi farmasi, dan asisten farmasi). Selain itu juga, PIO disana memberikan kuliah pendidikan untuk dokter dan perawat, serta masyarakat, berdasarkan permintaan (www.singaporegeneralhospital.com).

2. Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Australia (World Health Organization. 2007)

konsumen. Di Australia, PIO/DIC (Drugs Information Center) berada di rumah sakit dan dibawah farmasi klinis. Di Australia juga terdapat lembaga independen yaitu National Prescribing Service (NPS). Organisasi ini didanai pemerintah untuk meningkatkan kualitas pengobatan pasien dan memberikan pendidikan kepada konsumen. NPS menyediakan layanan telepon bebas pulsa untuk praktisi kesehatan. Hal yang berbeda adalah NPS menyediakan pelayanan untuk penggunaan obat yang merugikan, selain itu juga tersedia layanan obat psikotropika. Selain layanan telepon NPS juga dapat di lihat di situs the Society of

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 100-174)

Dokumen terkait