• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 69-146)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

a. Perlu ditingkatkan atau diperbaikinya sarana dan prasarana dalam pengelolaan perbekalan farmasi diantaranya diberlakukan sistem komputerisasi dalam pencatatan stok barang sehingga aktivitas dapat berlangsung lebih efisien dan cepat serta peningkatan kenyamanan konsumen saat menunggu proses pelayanan, dengan penyediaan televisi ataupun radio.

b. Pelayanan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada para pelanggannya harus terus diterapkan sebagai wujud peran apoteker dalam menjalankan keprofesiannya, sehingga keberhasilan terapi dapat tercapai.

347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.

919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.

922/MENKES/PER/X/1993Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas

Terbatas. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement,

Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded.

Kumarian Pers.

Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers.

Umar, Muhammad. (2011). Manajemen Apotek Praktis cetakan keempat. Jakarta: Wira Putra Kencana.

Widiyanti, Teja. (2005). Penerapan Analisis Pareto dalam Manajemen

Persediaan di Suatu Perusahaan Farmasi Industri Sekunder. Yogyakarta :

Lampiran 1. Struktur Organisasi Apotek Atrika

Lampiran 3a. Papan Nama Apotek Atrika

Lampiran 4a. Etalase Obat OTC

Lampiran 6a.Lemari Penyimpanan Obat Topikal dan Bahan Baku di Apotek Atrika

Lampiran 7a. Lemari Penyimpanan Obat Oral Padat di Apotek Atrika

Lampiran 7c. Penyusunan Letak Obat (lanjutan)

Lampiran 8. Lemari Penyimpanan Obat Oral Cair dan Obat yang Mendekati Waktu

Kadaluwarsa di Apotek Atrika

Lampiran 10. Lemari Penyimpanan Obat Generik Berlogo

Lampiran 13. Isi Buku Penerimaan Barang Apotek Atrika

Lampiran 15. Pembukuan Faktur Apotek Atrika

Lampiran 17. Kartu Stok Kecil Apotek Atrika

Lampiran 19. Berita Acara Pemusnahan Resep

POM.53.OB.53.AP.53.P1 BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP

Pada hari ini …… tangggal ……… bulan ……. tahun ………. sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, kami yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Apoteker Pengelola Apotek :

S.I.P.A Nomor :

Nama Apotek :

Alamat Apotek :

Dengan disaksikan oleh :

1. Nama : Jabatan : S.I.K. Nomor : 2. Nama : Jabatan : S.I.K. Nomor :

Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas penyimpanan selama tiga tahun, yaitu:

Resep dari tanggal …………... sampai dengan tanggal ……… seberat ……….. kg.

Tempat dilakukan pemusnahan :

Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada:

1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi

3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek.

1. ( ) ( )

S.I.K No: S.I.P.A. No:

Lampiran 20. Alur Penanganan Resep

Bagian Peracikan

Obat Jadi Obat racikan

Pemberian etiket dan salinan resep

Pemeriksaan kesesuaian obat

Penyerahan obat

Lampiran 21. Label HTKP (Harga, Timbang, Kemas dan Penyerahan)

Keterangan: putih untuk resep non-narkotik dan kuning untuk resep narkotik

Lampiran 28a.Laporan Penggunaan Psikotropika

TUGAS KHUSUS

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ATRIKA

JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT

PERIODE 19 AGUSTUS – 30 AGUSTUS 2013 DAN

30 SEPTEMBER – 25OKTOBER 2013

DAFTAR OBAT GENERIK, HARGA DAN SISTEM

DISTRIBUSI DI ERA SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

RIYON FAJARPRAYOGI, S.Farm.

1206330053

ANGKATAN LXXVII

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

TUGAS KHUSUS

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ATRIKA

JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT

PERIODE 19 AGUSTUS – 30 AGUSTUS 2013 DAN

30 SEPTEMBER – 25OKTOBER 2013

DAFTAR OBAT GENERIK, HARGA DAN SISTEM

DISTRIBUSI DI ERA SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

RIYON FAJARPRAYOGI, S.Farm.

1206330053

ANGKATAN LXXVII

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

HALAMAN JUDUL ... ii DAFTAR ISI ... iii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Sistem Jaminan Sosial Nasional ... 3 2.2 Obat Generik ... 16 2.3 Sistem Pengelolaan Obat Generik di era JKN ... 18 2.4 Sistem Distribusi Obat ... 19

BAB 3 PEMBAHASAN ... 22

3.1 Daftar dan Harga Obat Generik di era SJSN... 22 3.2 Sistem distribusi Obat Generik ... 24

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

4.1 Kesimpulan ... 26 4.2 Saran ... 26

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak seluruh warga negara Indonesia, tercantum dalam falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 bahwa negara mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini dijelaskan dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

Pemerintah telah menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), namun demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi atau terbagi – bagi, sehingga biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.

Demi mewujudkan suatu sistem yang lebih baik, pemerintah menyelenggarakan suatu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berada dalam lingkup Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jaminan Kesehatan Nasional bertujuan agar masyarakat memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan.

Aspek yang penting dalam menjamin terwujudnya pelaksanakan jaminan kesehatan,satu diantaranya adalah aspek ketersediaan obat, dimana kemudahan mendapatkan obat yang aman, berkhasiat, bermutu dan terjangkau akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan. Pemerintah melakukan penyusunan pedoman dan daftar obat yang masuk dalam jaminan kesehatan Nasional (JKN). Pedoman tersebut dituangkan dalam bentuk Formularium Nasional, dan akses terhadap penyediaan daftar dan harga obat yang berkeadilan

melalui aplikasi e-catalogue.Dalam penyusunan tersebut tentu diperlukan kajian-kajian yang penting dalam menetapkan daftar dan harga obat generik yang digunakan, serta alur distribusinya.

1.2 Tujuan

Tujuan penyusunan tugas khusus ini adalah :

a. Memahami daftar obat generik yang digunakan dalam Jaminan Kesehatan Nasional.

b. Memahami penetapan harga obat generik di era Jaminan Kesehatan Nasional.

c. Memahami sistem distribusi obat ke tiap – tiap penyedia pelayanan kesehatan.

2.1 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Definisi dari Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial (UU No. 40 tahun 2004). Program ini bertujuan menjamin agar setiap orang atau warga Negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkanasas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pelaksanaan SJSN berdasarkan prinsip: kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehatihatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib dan amanat, serta hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta. Bentuk – bentuk jaminan sosial yang diberikan yaitu jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian.

Pemberlakuan SJSN pada 1 Januari 2014, diawasi dan di evaluasi oleh suatu badan yang disebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pelaksanaan Jaminan sosial dilakukan secara bertahap, dimana pada 1 Januari 2014 akan diawali dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

2.1.1 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Jaminan Kesehatan Nasional merupakan bagian dari SJSN. Jaminan kesehatan nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Tujuannya adalah menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

2.1.1.1 Kepesertaan

Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:

b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pegawai Negeri Sipil;

b) Anggota TNI; c) Anggota Polri; d) Pejabat Negara;

e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri; f) Pegawai Swasta; dan

g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.

Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: a) Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan

b) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan

c) belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan

b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.

c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: a) Investor;

b) Pemberi Kerja; c) Penerima Pensiun; d) Veteran;

e) Perintis Kemerdekaan; dan

f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar Iuran.

4) Penerima pensiun terdiri atas:

b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.

Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

5) WNI di Luar Negeri

Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.

6)Syarat pendaftaran

Syarat pendaftaran akan diatur kemudian dalam peraturan BPJS. 7) Lokasi pendaftaran

Pendaftaran Peserta dilakukan di kantor BPJS terdekat/setempat. 8) Prosedur pendaftaran Peserta

a) Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.

b) Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.

c) Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.

9) Hak dan kewajiban Peserta

a)

Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan a) identitas Peserta dan b) manfaat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

b)

Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk: a. membayar iuran dan b. melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja.

10) Masa berlaku kepesertaan

a)

Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta.

b)

Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau meninggal dunia.

c)

Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan diatur oleh Peraturan BPJS.

11) Pentahapan kepesertaan

Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; Anggota TNI/PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya; Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.

2.1.1.2 Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) a. Iuran

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).

b. Pembayar Iuran

1)

bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.

2)

bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja.

3)

bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.

4)

Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

c. Pembayaran Iuran

1) Telah ditetapkan iuran Pemerintah untuk PBI sebesar Rp 19.225 per orang per bulan untuk sejumlah 86,4 juta di tahun 2014 atau Rp 16,61 Trilyun 2) Bagi PNS, TNI dan Polri ditetapkan 5% dgn rincian 3% APBN dan 2%

PNS.

3) Bagi Pekerja penerima upah, ditetapkan 4,5% dengan rincian 4% dibayarkan oleh pemberi kerja dan ½% oleh pekerja sampai dengan 30 Juni 2015. Pada 1 Juli 2015 iuran JKN ditetapkan 5% dengan rincian 4% pemberi kerja dan 1% pekerja.

4) Bagi seseorang yang bekerja secara mandiri dimana iuran yang bersangkutan ditetapkan sebagai nominal rupiah sebagai berikut:

a) Pengobatan jalan / rawat inap kelas 1 : Rp 59.500 per orang per bulan b) Pengobatan jalan / rawat inap kelas 2 : Rp 42.500 per orang per bulan c) Pengobatan jalan / rawat inap kelas 3 : Rp 25.500 per orang per bulan. Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja.

Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal.

BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan.

d. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan

BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s.

Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.

Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut.

e. Pertanggungjawaban BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iuran biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.

Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan

program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya.

Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya.

2.1.1.3 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional

Program JKN memiliki manfaat yang terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Pemberian fasilitas ambulans untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.

Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan:

a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak.

c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.

Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi: a. Tidak sesuai prosedur; b. Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS; c. Pelayanan bertujuan kosmetik; d. General checkup, pengobatan

alternatif; e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi; f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana ; dan g. Pasien Bunuh Diri /Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba.

2.1.2 Kebijakan Pelayanan Kesehatan

BPJS bekerja sama dengan penyedia pelayanan kesehatan (PPK) baik tingkat I (primer) maupun tingkat 2 dan 3 (sekunder dan tersier). Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan pasal 29 menyebutkan mengenai Prosedur Pelayanan Kesehatan yaitu:

a. Untuk pertama kali setiap peserta didaftarkan oleh BPJS kesehatan pada satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh BPJS kesehatan setelah mendapat rekomendasi dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.

b. Dalam jangka waktu paling sedikit 3 bulan selanjutnya peserta berhak memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang diinginkan.

c. Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar.

d. Dalam keadaan tertentu, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta yang:

1) Berada di luar wilayah fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta daftar atau,

2) Dalam keadaan kegawat daruratan medis.

e. Dalam hal peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan. Fasilitas kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Fasilitas kesehatan wajib menjamin peserta yang dirawat inap mendapatkan obat dan bahan medis habis pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi pasien.

g. Fasilitas kesehatan rawat jalan yang tidak memiliki sarana penunjang, wajib membangun jejaring dengan fasilitas kesehatan penunjang untuk

menjamin ketersedian obat, bahan medis habis pakai, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.

Tabel 2.1 Penyedia Pelayanan Kesehatan Jenjang

Rujukan

Pengertian Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Tingkat I Mampu memberikan pelayanan kesehatan dasar

1. Puskesmas

2. Puskesmas perawatan 3. Balai pengobatan

4. Praktek perorangan (dokter, bidan maupun perawat)

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 69-146)

Dokumen terkait