• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Bagi pekerja yang berusia > 31 tahun disarankan untuk menyesuaikan jam kerja dengan standar jam kerja maksimal perhari yang telah ditetapkan pemerintah dan jam istirahat agar kesehatan tetap terjaga dan terhindar dari kelelahan otot akibat bekerja.

2. Pada pekerja proses pengadukan yang melakukan aktivitas angkat-angkut harus memperhatikan dengan benar cara mengangkat wajan besar/kancah dan dodol yang telah masak, agar terhindar dari keluhan nyeri pinggang dan kondisi yang fatal yaitu fraktur tulang belakang.

3. Pada proses pengemasan disarankan untuk membuat meja dan kursi yang sesuai postur tubuh agar pekerja dapat bekerja dengan nyaman.

4. Bagi pekerja pembuatan dodol yang mengalami keluhan nyeri/pegal tingkat berat disarankan untuk melakukan istirahat (tidak bekerja) agar otot yang kaku dapat kembali rileks. Istirahat dapat dilakukan selama beberapa hari sampai kondisi memungkinkan untuk bekerja. Jika keluhan nyeri tidak berkurang atau semakin parah disarankan untuk melakukan pemeriksaan serta perawatan secara medis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ergonomi

2.1.1 Definisi Ergonomi

Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum) sehinga ergonomi secara bahasa berarti hukum kerja. Pada berbagai Negara digunakan istilah yang berbeda, seperti Arbeitswissenschaft di Jerman, Human Factor Engineering, atau Personal Research di Amerika Utara. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai suatu disiplin yang mengkaji keterbatasan, kelebihan serta karakteristik manusia, dan memanfaatkan informasi tersebut dalam merancang produk, mesin, fasilitas, lingkungan, dan bahkan sistem kerja, dengan tujuan utama tercapainya kualitas kerja yang terbaik tanpa mengabaikan aspek kesehatan, keselamatan, serta kenyamanan manusia penggunanya (Iridiastadi, 2014).

Ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama- sama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya, yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesehatan kerja. Tidak jarang pula ergonomi diberikan pengertian sebagai ilmu tentang bekerja (study work) atau ilmu tentang kerja. Untuk ergonomi, di Indonesia digunakan pula istilah tata karya atau tata kerja (Suma’mur, 2009).

12

Definisi lain dari ergonomi adalah kajian interaksi antara manusia dan mesin, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja sistem secara keseluruhan (Bridger, 2009).

Ergonomi merupakan suatu pendekatan yang bersifat multidisiplin. Beberapa ilmu yang terkait erat dengan ergonomi antara lain adalah ilmu mengenai rekayasa, matematika dan statistic, anatomi dan fisiologi, psikologi terapan, dan sosiologi. Ergonomi merupakan perpaduan dari berbagai bidang ilmu seperti antropologi, biometrika, fisiologi kerja, dan sibernatika (Suma’mur, 2009).

Konsep dasar ergonomi adalah menciptakan keselarasan atau kesesuaian anatara manusia dengan pekerjaannya. Intinya adalah ergonomi bertujuan menciptakan kesesuaian antara keterbatasan manusia dengan pekerjaannya. Hal ini dikarenakan manusia memiliki keterbatasan baik keterbatasan dari segi fisik, psikis dan psikologi sedangkan saat bekerja, manusia berinteraksi dengan sistem kerja seperti interaksi antara peralatan, mesin, sistem kerja dan lingkungan kerja dengan bahaya-bahaya yang kemungkinan terjadi sehingga dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja.

Fokus utama ergonomi dalam sistem bekerja adalah manusia, karena keterlibatan manusia dalam pekerjaan memiliki peran penting dalam keberhasilan manusia untuk mencapai tujuannya. Dalam hal mencapai tujuan perlu dilakukan penyesuaian antara manusia dengan sistem kerja seperti peralatan, mesin dan lingkungan kerja sehingga didapatkan hasil kerja yang efektif, produktif dan terjaminnya keselamatan dan kesehata kerja.

13

Peranan penting ergonomi dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja, antara lain : desain suatu sitem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga visual (visual display unit station). Hal tersebut untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain suatu perkakas kerja (hand tools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletakan instrumen dan sistem pengendali agar didapatkan optimasi dalam proses transfer informasi dengan dihasilkannya suatu respon yang cepat dengan meminimalkan risiko kesalahan, serta didapatkan optimasi, efisiensi kerja, dan hilangnya risiko kesehatan akibat kerja yang kurang tepat (Nurmianto, 1996).

2.1.2 Tujuan Ergonomi

Secara umum tujuan penerapan ergonomi (Tarwaka, 2004) yaitu:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

3. Menciptakan keseimbangan nasional antara berbagai aspek meliputi aspek teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

14

2.1.3 Konsep Keseimbangan Dalam Ergonomi

Dari sudut pandang ergonomi, antara tuntutan tugas dengan kapsitas kerja harus selalu dalam garis keseimbangan sehingga tercapai performansi kerja yang tinggi. Dalam kata lain, tuntutan tugas pekerjaan tidak boleh terlalu rendah (underload) dan juga tidak boleh terlalu berlebihan (overload). Hubungan antara kemampuan kerja, tuntutan tugas dan performa sebagai konsep dasar ergonomi dapat dijelaskan pada bagan dibawah ini.

Gambar 2.1 Konsep Keseimbangan Ergonomi

Sumber : Manuaba (2000)

a. Tuntutan tugas

Tuntutan tugas dipengaruhi oleh karakteristik tugas dan material yang digunakan, karakteristik organisasi dan budaya kerja serta karakteristik lingkungan tempat kerja.

Material Characteristics Task/Work Place Characteristics Organizational Characteristics Environmental Characteristics Task Demands Personal Capacity Physiological Capacity Psycological Capacity Biomechanical Capacity Work Capacity Performance Quality Stress Fatigue Accident Discomfort Diseases

15

b. Kapasitas kerja

Kapasitas kerja seseorang ditentukan oleh karakteristik individu baik fisik, mental maupun kognitif, kapasitas psikologi, kapasitas fisiologi serta kapasitas biomekanik yang berhubungan dengan kemampuan dan daya tahan sistem muskuloskeletal tubuh.

c. Performa

Performa kerja seseorang tergantung pada rasio dan besarnya tuntutan tugas terhadap besarnya kemampuan individu yang bersangkutan. Agar performa kerja yang optimal dapat terpenuhi, perlu adanya keseimbangan antara tuntutan tugas dengan kapasitas yang dimiliki (Manuaba, 2000 dalam Tarwaka, 2004).

2.2 Anatomi dan Fisiologi Organ dalam Sistem Musculoskeletal

Manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan postur tubuh dan bergerak dengan bebas karena adanya sistem otot-rangka (musculoskeletal). Sistem otot-rangka (musculoskeletal) manusia dibentuk oleh komponen utama, seperti otot, tulang, ligament, tendon, dan sendi.

2.2.1 Muskuler/Otot

Struktur tubuh manusia mempunyai sekitar 400 otot yang memiliki fungsi masing-masing. Secara keseluruhan bobot otot hampir mencapai 40-50% bobot tubuh dan hampir 50% otot mengkonsumi metabolisme tubuh. Berdasarkan aktivitas geraknya, otot rangka dapat dikelompokkan menjadi:

16

b. Otot antagonis, yakni otot yang bekerja berlawanan dengan otot sinergis yaitu bekerja berlawanan arah.

c. Otot fleksor, yakni otot yang bekerja dengan membengkokkan sendi.

d. Otot ekstensor, yakni otot yang bekerja dengan meluruskan kembali sendi ke posisi awal.

e. Otot abduktor, yakni otot yang bekerja dengan menggerakkan anggota tubuh menjauhi garis tengah tubuh.

f. Otot adduktor, yaitu otot yang menggerakkan anggota tubuh mendekati garis tengah tubuh.

Otot dibentuk oleh kumpulan serat otot (muscle fiber), jaringan ikat, dan saraf. Serat otot berbentuk relatif besar, memanjang, dan berbentuk silindris, dengan ukuran garis tengah berkisar dari 10 hingga 100 mikrometer (µm), dan panjang hingga 750.000 µm, atau 2,5 kaki (75 cm) (Sherwood, 2007).

Ketika melakukan kontraksi, otot memerlukan energi yang diperoleh dari hasil pemecahan molekul ATP (adenosine diphosphate) dan energi. Jika kontraksi terjadi terus menerus pada saat melakukan suatu pekerjaan, aliran darah ke otot terhambat sehingga energi diperoleh dari senyawa glukosa otot (glikogen). Glukosa kemudian mengalami glikolisis menjadi asam piruvat dan ATP yang menghasilkan energi untuk pergerakan/kontraksi otot serta asam laktat sebagai produk sampingan yang mengakibatkan timbulnya rasa pegal atau kelelahan. Otot yang berkontraksi terus-menerus dapat mengalami kejang otot (Iridiastadi, 2014).

17

2.2.2 Skeletal

2.2.2.1 Tulang/Rangka

Sistem rangka manusia tersusun dari 206 buah tulang yang memiliki bentuk, ukuran dan tekstur yang berbeda. Tulang sangat berperan sebagai penyokong struktur tubuh dan pembentuk formasi rangka tubuh. Sistem rangka memiliki beberapa fungsi yaitu:

a. Sebagai penyokok, menahan jaringan dan memberi bentuk tubuh. b. Pelindung organ-organ penting di dalam tubuh

c. Sebagai alat gerak pasif

d. Sebagai tempat penyimpanan kalsium

e. Sebagai tempat pembentukan sel darah merah (hematopoiesis)

Tulang tersusun atas sel-sel (osteocytes, osteoblast, dan osteoclast), matriks organic yang tersusun dari serat kolagen, dan garam-garam organik, seperti fosfor dan kalsium. Bagian luar tulang berwujud padat, tapi di dalamnya terdapat perencah tulang spons yang menyerupai sarang lebah. Hal ini yang membuat tulang bersifat kuat namun ringan, sehingga tulang mampu menopang tubuh tanpa membebani manusia. Ada beberapa jenis tulang yaitu:

a. Tulang panjang (seperti pada lengan dan kaki) yang bekerja seperti tuas sehingga bisa digunakan untuk menggerakkan tubuh.

b. Tulang pendek (seperti pada pergelangan tangan dan kaki) yang memiliki kekuatan lebih besar dari tulang panjang namun gerakkan terbatas.

c. Tulang pipih (seperti pada tengkorak) untuk perlindungan organ tubuh. d. Tulah dengan bentuk tidak beraturan (seperti tulang belakang).

18

2.2.2.2 Sendi

Sendi adalah penghubung antar dua tulang sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan. Ada beberapa jenis sendi yaitu:

a. Synarthrosis (suture) : Hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan, strukturnya terdiri atas fibrosa.

b. Amphiarthrosis : Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan, strukturnya adalah kartilago. Contoh: Tulang belakang.

c. Diarthrosis : Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang terdiri dari struktur sinovial.

2.2.3 Ruas Tulang Belakang (Low Back Region)

Bagian-bagian dari ruas tulang belakang dikelompokkan menjadi: a. Tulang leher (Vertebra Cervicalis) sebanyak 7 ruas

b. Tulang punggung (Vertebra Thoracic) sebanyak 12 ruas dan bersatu dengan tulang rusuk yang berfungsi melindungi organ tubuh seperti jantung dan paru-paru

c. Tulang pinggang (Vertebra Lumbalis) sebanyak 5 ruas yang membentuk pinggang

d. Tulang ekor (Vertebra Coccyaglis) sebanyak 4 ruas

Ruas tulang belakang berfungsi untuk menegakkan/menopang postur struktur tulang belakang manusia. Postur tegak juga meningkatkan gaya mekanik struktur tulang belakang lumbrosakral. Punggung tersusun dari beberapa komponen yaitu :

19

a. Otot punggung didukung oleh punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat dan fleksibel. Semua otot ini berfungsi untuk menahan agar tulang belakang dan diskus tetapdalam posisi normal.

b. Diskus adalah bantalan tulang rawan yang berfungsi sebagai penahan goncangan.Tiap diskus mengandung cairan yang mengalir ke dalam dan keluar diskus. Cairan ini berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan punggung bergerak bebas.

Ruas-ruas tulang belakang saling berhubungan antar satu sama lainnya karena adanya jaringan tulang rawan yang disebut cakram (intervertebral disc). Pada tubuh manusia terdapat 24 buah Intervertebral disc. Tulang rawan ini berfungsi sebagai penyangga agar vertebra tetap berada pada posisinya dan juga memberi fleksibilitas pada ruas tulang belakang ketika terjadi pergerakan atau perubahan posisi pada tubuh.

Intervertebral disc terdiri atas dua bagian yaitu annulus fibrosus dan nucleus pulposus. Annulus fibrosus tersusun atas lapisan konsentris dan materi fibrosus yang menyerupai lapisan bening yang saling berseberangan. Annulus fibrosus berfungi membantu pergerakan tulang belakang, mentransfer gaya, peredam kejutan serta membatasi dan menstabilkan gerakan persendian di tulang punggung. Nucleus pulposus massa semi cairan dan cenderung menyerap cairan dari jaringan sekitarnya sehingga memiliki tekanan osmotic yang tinggi.

2.2.4. Jaringan Penghubung

Jaringan penghubung dalam sistem musculoskeletal adalah ligamen, tendon, dan fasciae yang tersusun atas kolagen dan serabut elastis. Ligamen

20

berfungsi sebagai penghubung antar tulang, sedangkan tendon berfungsi menghubungkan otot dengan tulang. Tendon dikelilingi oleh lapisan pembungkus yang berperan besar untuk meredam gesekan ketika bergerak. Jika produksi cairan terhambat, maka rasa sakit dan ngilu akan dirasakan ketika melakukan gerakan yang berulang-ulang. Ligamen dan tendon adala dua jenis jaringan yang paling sering menderita kelainan akibat kerja dalam jangka panjang (Chaffin dkk, 2006 dalam Iridiastadi, 2014). Jaringan penghubung lainnya adalah jaringan fasciae, yaitu jaringan yang menjadi pengumpul dan pemisah otot serta terdiri dari sebagian besar serabut elastis yang mudah terdeformasi.

2.3 Musculoskeletal Disorders (MSDs)

2.3.1 Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskletal (Grandjean, 1993; Lemsters, 1996 dalam Tarwaka, et al. 2004).

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua (Tarwaka, et al. 2004) yaitu :

a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pemberian beban dihilangkan.

21

b. Keluhan menetap (irreversible), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pemberian beban kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Studi tentang MSDs telah banyak dilakukan dan hasil studi tersebut menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot rangka tersebut, yang banyak dialami pekerja adalah otot bagian pinggang (Low Back Pain).

Keluhan otot skelet umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15 - 20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai okseigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993; dalam Tarwaka, 2004).

Gejala nyeri musculoskeletal tergantung pada rasa sakit yang disebabkan oleh cedera atau kerja berlebihan dan apakah kronis atau akut. Gejala dapat berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya. Gejala umum musculoskeletal meliputi (Wise, 2014)

22

b. Otot terasa seperti ditarik-tarik atau keram karena terlalu lama bekerja c. Lelah

d. Gangguan tidur

e. Sensasi terbakar pada otot

Apabila mengalami lebih dari satu atau beberapa dari gejala umum tersebut, maka dapat dikatakan bahwa seseorang mengalami keluhan musculoskeletal.

2.3.2 Tahapan Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Gejala MSDs biasanya sering disertai dengan keluhan subjektif sehingga sulit untuk menentukan derajat keparahan tersebut. Berdasarkan beratnya gambaran klinis, The Occupational Repetitition Strain Injuries Advisory Commite membagi keluhan MSDs ke dalam 3 derajat (Harrianto, 2009), yaitu:

a. Derajat 1, timbulnya kumpulan gejala regional dalam bentuk rasa nyeri dan rasa lelah yang hebat yang dirasakan selama bekerja, tetapi hilang pada saat tidur malam atau pada saat libur. Biasanya tidak ditemukan kelainan fisik dan tidak mempengaruhi penampilan kerja. Kondisi ini dapat timbul setelah bekerja untuk beberapa bulan, tetapi biasanya bersifat sementara.

b. Derajat 2, gejala sering kali timbul waktu malam dan sampai mengganggu tidur malam. Selain itu, terkadang dapat ditemukan kelainan fisik. Biasanya penampilan kerja akan menurun, terutama untuk melakukan pekerjaan dengan gerakan berulang-ulang, maupun bekerja dalam posisi yang janggal/kurang nyaman secara terus menerus. Kondisi ini dapat timbul setelah bekerja berbulan-bulan dan kadang bersifat permanen.

23

c. Derajat 3, gejala tetap timbul pada waktu malam maupun istirahat/libur. Pekerjaan yang ringan, tanpa gerakan berulang-ulang maupun posisi kerja yang janggal dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat serta keluhan-keluhan lainnya. Kelainan fisik hampir selalu dapat ditemukan dan kondisi ini timbul setelah bekerja berbulan-bulan atau bertahun-tahun dan biasanya bersifat memerlukan tindakan rehabilitasi.

2.3.3 Pencegahan Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Tindakan ergonomis untuk mencegah adanya sumber penyakit dengan melalui dua cara yaitu rekayasa teknik (desain stasiun dan alat kerja) dan rekayasa manajemen (kriteria dan organisasi kerja), (Occupational Safety and Health Administration (OSHA) dalam Tarwaka, et al, 2004).

2.3.3.1 Rekayasa Teknik

Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif sebagai berikut :

a. Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya akibat penggunaan alat atau bahan yang digunakan.

b. Substitusi, yaitu menggantikan alat atau bahan yang memiliki potensi bahaya lebih tinggi dengan alat atau bahan yang berpotensi bahaya lebih aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur penggunaan peralatan.

c. Partisi, yaitu memisahkan antara sumber bahaya dengan pekerja.

d. Ventilasi, yaitu menambahan ventilasi sebagai celah untuk pertukaran gas dan mengurangi resiko sakit.

24

2.3.3.2 Rekayasa Manajemen

Rekayasa manajemen dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :

a. Pendidikan dan pelatihan, agar pekerja lebih memahami lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat menyesuaikan dan inovatif dalam melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap risiko sakit akibat kerja. b. Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti

disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan, sehingga dapat meminimalisir risiko terhadap sumber bahaya.

c. Pengawasan yang intensif, agar dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin terhadap kemungkinan terjadinya risiko sakit akibat kerja.

Selain pencegahan teknik dan manajemen, tempat kerja harus diperhatikan sesuai aspek ergonomi. Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya bertujuan untuk menyesuaikan pekerjaan, peralatan dan lingkungan kerja dengan manusia atau sebaliknya dengan tujuan agar tercapainya produktivitas dan efisiensi yang tinggi melalui pemanfaatan sumber daya manusia yang seoptimal-optimalnya (Suma’mur, 2009).

2.4 Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Paparan dari faktor risiko ergonomi di tempat kerja dapat menyebabkan atau memberi konstribusi bagi perkembangan musculoskeletal disorders atau disebut faktor risiko MSDs. Adapun faktor risiko yang biasanya muncul memberikan kontribusi terhadap timbulnya MSDs (Kuntodi, 2008) dapat dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu faktor pekerjaan, faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor pekerjaan meliputi; postur kerja/janggal, postur statis,

25

penggunaan tenaga berlebihan, pergerakan repetitif, beban/force dan durasi. Faktor individu meliputi; umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, kekuatan fisik, masa kerja, dan indeks masa tubuh (IMT). Sedangkan faktor lingkungan meliputi; getaran dan mikroklimat (Bridger, 1995; Bernard & Cohen 1997; Peter Vi, 2000; Kumar, 2001 dalam Bukhori, 2010).

2.4.1 Faktor Pekerjaan

1. Postur Janggal (Awkward Posture)

Postur janggal adalah postur dimana posisi tubuh (tungkai sendi dan punggung) secara signifikan menyimpang dari posisi netral. Postur janggal merupakan deviasi dari gerakan tubuh atau anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktivitas kerja secara berulang-ulang dan dalam waktu relatif lama. Semakin lama bekerja dengan postur janggal, maka semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan posisi tersebut, sehingga dampak kerusakan otot rangka yang ditimbulkan semakin fatal. Postur janggal pada leher (Cohen, et al, 1997 dalam Bukhori, 2010) :

a. Menunduk ke arah depan sehingga sudut yang dibentuk oleh garis vertical dengan sumbu ruas tulang leher > 200.

b. Tengadah, setiap postur dari leher yang mendongak ke atas atau ekstensi. c. Miring, setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan maupun ke kiri,

tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh garis vertical dengan sumbu dari ruas tulang leher.

d. Rotasi leher, setiap postur leher yang memutar, baik ke kanan dan atau ke kiri tanpa melihat berapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan.

26

Postur janggal pada punggung :

a. Membungkuk, postur punggung membungkukkan badan hingga membentuk sudut 200 terhadap vertikal dan berputar.

b. Rotasi badan, berputar (twisting) adalah adanya rotasi dan torsi pada tulang punggung (gerakan, postur, posisi badan yang berputar balik ke arah kanan, kiri) dimana garis vertikal menjadi sumbu tanpa memperhitungkan berapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan.

c. Miring, memiringkan badan (bending) dapat didefinisikan sebagai fleksi dari tulang punggung, deviasi bidang median badan dan garis vertikal, tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk, biasanya dalam arah ke depan atau ke samping.

Postur janggal pada bahu :

a. Aduksi adalah posisi bahu menjauhi garis tengah atau vertikal tubuh.

b. Abduksi adalah posisi bahu mendekati garis tengah tubuh atau vertikal tubuh. c. Fleksi adalah posisi tubuh bahu diangkat menuju kearah vertikal tubuh, depan

dada.

d. Ekstensi adalah posisi bahu menjauhi arah vertikal tubuh, atau lengan berada di belakang badan.

Postur janggal pada lengan :

a. Fleksi adalah posisi lengan bawah diangkat menuju kearah vertikal tubuh, depan dada. Fleksi penuh pada siku terkuat pada sudut 900.

27

b. Ekstensi adalah posisi lengan bawah menjauhi arah vertikal tubuh, atau lengan berada dibelakang badan. Ekstensi penuh pada siku adalah besarnya dusut yang dibentuk oelh sumbu lengan atas dan sumbu lengan bawah >1350.

Postur janggal pada pergelangan tangan :

a. Deviasi radial adalah postur tangan yang miring kearah ibu jari. b. Deviasi ulnar adalah postur tangan yang miring kearah kelingking.

c. Ekstensi pergelangan tangan adalah posisi tangan yang menekuk kearah punggung tangan di ukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu tangan sebesar > 450.

d. Fleksi pergelangan tangan adalah posisi tangan yang menekuk kearah telapak, diukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu tangan sebesar > 450. Perputaran (rotasi) pergelangan tangan yang berisiko adalah melakukan perputaran keluar (supinasi) daripada perpustakaan ke dalam (pronasi).

Postur janggal pada kaki :

a. Jongkok (squatting) yaitu posisi tubuh dimana perut menempel pada paha sehingga terjadi fleksi maksimal pada daerah lutut, pangkal paha, dan tulang lumbal.

b. Berlutut (kneeling) yaitu posisi tubuh dimana sendi lutut menekuk, permukaan lutut menyentuh lantai dan berat tubuh bertumpu pada lutut dan jari-jari kaki.

c. Berdiri pada satu kaki (stand on one leg) yaitu posisi tubuh dimana tubuh bertumpu pada satu kaki.

28

2. Postur Statis (Static Posture)

Postur statis (pembebanan statis) mengacu pada aktivitas fisik dimana

Dokumen terkait