• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Diharapkan kepada petugas kesehatan diposko pengungsian agar lebih meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya makanan yang cukup kepada keluarga ibu yang memiliki balita ataupun kepada keluarga yang tidak memiliki balita dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat supaya lebih mampu mengatur pola makan anak balita yang lebih baik meskipun hanya mendapatkan makanan dari bantuan pemerintah dan kepada pemerintah setempat untuk lebih bertanggung jawab kepada

kesehatan balita dengan memberikan pemeriksaan secara rutin dengan mengadakan penimbangan balita setiap bulan, pemberian suplemen kapsul vitamin A, penanganan diare dengan oralit jika ada terjangkit, serta imunisasi pada anak balita di pengungsian

2. Diharapkan kepada orang tua balita khususnya ibu agar dapat lebih memotivasi anak mereka supaya mereka mau makan lebih banyak agar tercukupi kebutuhannya dan tidak ada makanan yang tersisa atau terbuang. 3. Kepada penanggung jawab posko pengungsian untuk lebih memberi perhatian pada balita khususnya dalam pengolahan makanan balita agar disediakan tersendiri atau tidak dicampur dengan makanan dewasa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsumsi Energi Dan Protein

Makanan adalah hal yang terpenting dalam kehidupan terutama untuk pertumbuhan. Tanpa asupan makanan dan nutrisi yang cukup, suatu organisme tidak bisa tumbuh dan berkembang secara normal.

Makronutrien atau yang disebut sebagai zat gizi makro yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak adalah jenis zat gizi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan anak. Energi diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, utilisasi bahan makanan, dan aktivitas. Kebutuhan energi disuplai terutama oleh karbohidrat dan lemak. Walaupun protein dalam diet dapat memberikan energi untuk keperluan tersebut, fungsi utamanya yaitu untuk menyediakan asam amino bagi sintesa protein sel, dan hormon maupun enzim untuk mengatur metabolisme (Pudjiadi, 2005).

Menurut Depkes RI (2002), kekurangan energi dan protein pada masa anak-anak akan berdampak secara langsung terhadap gangguan pertumbuhan, perkembangan dan produktifitas. Proses pertumbuhan yang terganggu tersebut akibat dari penggunaan protein tubuh sebagai sumber energi bukan pada fungsi sebagai sumber zat pembangun.

Menurut Sediaoetama (1996), konsumsi energi dan protein lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi

dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi.

Tingkat kesehatan biasanya dipengaruhi oleh asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh seseorang. Jika asupan gizi yang masuk dalam komposisi yang baik maka gizi seseorang juga akan baik. Namun jika yang terjadi adalah yang sebaliknya maka tubuh akan kekurangan zat gizi atau biasa disebut malnutrisi. Masalah tersebut disebabkan oleh kekurangan atau ketidakseimbangan antara energi dan protein yang masuk dalam tubuh (Notoatmodjo, 1996).

Kebutuhan nutrien tertinggi per kg berat badan dalam siklus daur kehidupan adalah pada masa bayi dimana kecepatan tertinggi dalam pertumbuhan dan metabolisme terjadi pada masa ini (Kusharisupeni, 2007). Seorang anak sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Akan tetapi asupan zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan akan mempengaruhi pertumbuhan anak. Kekurangan asupan makanan akan dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari standar (Khomsan, 2004).

Asupan makanan terkait dengan ketersedian pangan namun tidak berarti jika tersedia pangan kemudian akan secara pasti setiap orang akan tercukupi konsumsi makanan yang dikonsumsinya. Apabila anak balita asupan makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya akan menurun sehingga akan mengalami kurang gizi dan mudah terserang penyakit infeksi, maka anak akan kehilangan nafsu makan sehingga intake makanan menjadi kurang. Dua hal ini lah yang menyebabkan gizi kurang. Selama masa pertumbuhan anak balita memerlukan

asupan energi dan protein. Protein diperlukan oleh anak balita untuk pemeliharaan jaringan, perubahan komposisi tubuh dan pertumbuhan jaringan baru (Nur’aeni, 2008). Menurut Arisman (2004), jika asupan protein kurang pada balita maka dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan jaringan dan organ, berat badan dan tinggi badan, serta lingkar kepala. Anak yang tidak cukup menerima asupan makan maka daya tahan tubuh (imunitas) melemah, sehingga hal ini dapat menyebabkan terjadinya gizi kurang.

2.2 Penyediaan Pangan

Penyediaan pangan adalah pengadaan bahan makanan dari proses memilih dan pengolahan makanan. Upaya mencapai status gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan penyediaan pangan yang cukup. Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui produksi pangan dalam negeri melalui upaya pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur-mayur, dan buah-buahan. Agar produksi pangan dapat dimanfaatkan setinggi-tingginya perlu diberikan perlakuan pascapanen sebaik-baiknya (Almatsier, 2002).

Menurut Suryana (2003), apabila ditinjau dari ketersediaan komoditas pangan per kapita per tahun secara mikro pada tingkat rumah tangga masih terdapat masalah yang tidak seimbang dari sisi kecukupan dan komposisinya. Ketersediaan bahan pangan sumber energi dan protein masih secara dominan dipenuhi oleh pangan sumber karbohidrat, khususnya beras. Kelompok padi-padian menyumbang protein sekitar 56-61%, kacang-kacangan sekitar 19% dari total ketersediaan protein, ketersediaan protein dari pangan hewani masih relatif rendah.

Undang-undang No.7 Tahun 1996 mengartikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya bahan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau, mempunyai pengertian :

a. Pangan bukan berarti hanya beras atau komoditas tanaman pangan tapi mencakup makanan yang berasal dari tumbuhan dan hewan termasuk ikan. Dengan demikian, proses produksi pangan tidak hanya di hasilkan oleh kegiatan subsektor pertanian, tapi juga peternakan, perikanan, dan industri pengolahan pangan.

b. Penyediaan pangan yang cukup diartikan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu untuk memenuhi asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral) yang bermanfaat bagi pertumbuhan, kesehatan, daya tahan jasmani dan rohani. Dengan demikian ketahanan pangan tidak hanya berupa pemenuhan konsumsi pangan saja tapi harus memperhatikan kualitas dan keseimbangan konsumsi gizi.

Ketersediaan pangan di keluarga harus memenuhi jumlah yang cukup untuk memenuhi seluruh anggota keluarga baik jumlah, mutu dan keamanannya. Kemampuan suatu keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi seimbang dipengaruhi oleh daya beli (kemiskinan), pengetahuan dan juga oleh kemampuan wilayah dan rumah tangga memproduksi dan menyediakan pangan secara cukup, aman, dan kontiniu. Keluarga yang mampu memenuhi hal ini disebut sebagai keluarga yang memiliki ketahanan pangan yang baik. Pangan dalam kelurga

dipengaruhi oleh ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana penyediaan pangan mencakup kualitas dan kuantitas bahan pangan untuk memenuhi standart kebutuhan energi bagi individu agar mampu menjalankan aktifitas sehari-hari (Dinkes Prop Sumut, 2006).

Pengukuran ketahanan pangan di tingkat keluarga dapat ditentukan secara kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif menurut Smith (2002) dalam Hamzah (2015), dilakukan dengan menggunakan survei pengeluaran keluarga (household

expenditure survey) dan asupan pangan individu (individual food intake). Dalam

metode kuantitatif, terdapat empat variabel yang digunakan yaitu jumlah konsumsi energi keluarga, tingkat kecukupan energi, diversifikasi pangan, dan persentase pengeluaran pangan (Hamzah, 2015).

Penilaian kualitas pangan telah dikembangkan di Amerika Serikat dengan menggunakan alat kuesioner. Menurut Bickel et al (2000) dalam Hamzah (2015), penilaian ketahanan pangan keluarga secara kualitatif dapat dilakukan dengan menanyakan kondisi kejadian perilaku dan reaksi subjektif, yaitu:

1. Kekhawatiran bahwa anggaran pangan rumah tangga atau ketersediaan pangan kemungkinan tidak mencukupi

2. Persepsi bahwa konsumsi orang dewasa atau anak-anak dalam keluarga tidak mencukupi dari segi kualitas

3. Kejadian mengurangi konsumsi dewasa dalam keluarga atau berbagai akibat yang muncul dari pengurangan asupan makanan tersebut

4. Kejadian mengurangi makanan atau berbagai akibat yang muncul dari pengurangan asupan makanan tersebut pada anak-anak dalam suatu keluarga

Isi dari pertanyaan dalam kuesioner tersebut kemudian dikategorikan ke dalam skala ketahanan pangan yang terdiri dari 4 kategori tingkat keparahan yang sebagai berikut.

1. Tahan Pangan/terjamin yaitu jika suatu keluarga tidak menunjukkan tidak ada atau hanya sedikit bukti ketidaktahanan pangan

2. Tidak Tahan pangan tanpa kelaparan/ kelaparan ringan yaitu jika hanya sedikit atau tidak ada pengurangan asupan makanan pada setiap anggota keluarga

3. Tidak Tahan Pangan dengan Kelaparan Sedang yaitu jika asupan makanan orang dewasa dalam keluarga dikurangi sehingga terjadi kelaparan yang berulang

4. Tidak Tahan Pangan dengan Kelaparan Berat yaitu jika keluarga yang memiliki anak melakukan pengurangan asupan makanan sehingga terjadi kelaparan pada anak

2.3 Kebutuhan Zat Gizi Pada Balita

Peran gizi dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia telah dibuktikan dari berbagai penelitian. Gangguan gizi pada awal kehidupan memengaruhi kualitas kehidupan berikutnya. Gizi kurang pada balita tidak hanya memengaruhi gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga memengaruhi kualitas

kecerdasan dan perkembangan dimasa mendatang. Kebutuhan energi protein balita berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata perhari yang dianjurkan oleh Permenkes RI No 75 Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kebutuhan Konsumsi Energi Dan Protein Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi Anjuran (AKG) Rata-Rata Per Hari No. Kelompok umur Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) Energi (kkal) Protein (gr) 1 0-6 bulan 6 61 550 12 2 7-11 bulan 9 71 725 18 3 1-3 tahun 13 91 1125 26 4 4-6 tahun 19 112 1600 35

Sumber: Angka Kecukupan Gizi, 2013

2.3.1 Energi

Energi dibutuhkan oleh tubuh yang berasal dari zat gizi yang merupakan sumber utama yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Energi yang diperlukan tubuh ini dinyatakan dalam satuan kalori. Setiap 1 (satu) gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori, 1 (satu) gram lemak menghasilkan 9 kalori dan 1 (satu) gram protein menghasilkan 4 kalori (Budiyanto, 2004).

Energi diartikan sebagai suatu kapasitas untuk melakukan suatu pekerjaan Jumlah energi yang dibutuhkan seseorang tergantung pada usia, jenis kelamin, berat badan dan bentuk tubuh. Energi dalam tubuh manusia timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Dengan demikian agar dapat tercukupi kebutuhan energinya diperlukan intake zat-zat makanan yang cukup pula ke dalam tubuhnya ( Muchlis, 2013).

Kebutuhan energi balita sehat dapat dihitung berdasarkan usia dan berat badan. Kebutuhan energi dalam sehari pada balita usia 1-3 tahun adalah 1125

kalori per kilogram berat badan, sedangkan pada anak prasekolah kebutuhan energi dalam sehari 4-6 tahun adalah 1600 kalori per kilogram berat badan (Permenkes, 2013). Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian. Setelah itu bahan makanan sumber karbohidrat, seperti padi-padian, umbi-umbian dan gula murni.

2.3.2 Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2010).

Protein juga merupakan sumber asam amino esensial yang diperlukan sebagai zat pembangun, yaitu untuk pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum, hemoglobin, enzim, hormon serta antibodi, mengganti sel-sel tubuh yang rusak, memelihara keseimbangan asam basa cairan tubuh dan sumber energi (Adriani dan Wirjatmadi, 2010).

Balita yang sedang dalam masa pertumbuhan secara fisiologis kebutuhan protein relatif lebih besar dari pada orang dewasa. Menurut Permenkes (2013), kebutuhan protein balita sehat (1-3 tahun) dalam sehari 26 gram per kilogram berat badan sedangkan pada balita sehat pra sekolah (>3-4 tahun) dalam sehari 35 gram per kilogram berat badan.

Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang.

Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologi tertinggi.

Padi-padian dan hasilnya relatif rendah dalam protein, tetapi karena dimakan dalam jumlah banyak, memberi sumbangan besar terhadapa konsumsi protein sehari. Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi,bahan makanan nabati yang kaya dalam protein adalah kacang-kacangan. Sayur dan buah-buahan rendah dalam protein, gula,sirup, lemak, dan minyak murni tidak mengandung protein.

2.3.3 Lemak

Lemak merupakan simpanan energi bagi manusia dan hewan. Tumbuhan juga menyimpan lemak dalam biji, buah, maupun lembaga yang dipergunakan oleh manusia sebagai sumber lemak dalam hidangan makanan. (Yuniastuti, 2008).

Seperti halnya karbohidrat dan protein, lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Besar energi yang dihasilkan per gram lemak adalah lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat atau 1 gram protein. 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori (Budianto, 2009).

Lemak dan minyak merupkan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein.

Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak sering kali ditambahkan dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan

bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng, shortening (mentega putih), lemak (gajih), mentega, dan margarin. Lemak yang ditambahkan ke dalam bahan pangan atau dijadikan bahan pangan membutuhkan persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Berbagai bahan pangan seperti daging, ikan, telur, susu, apokat, kacang tanah, dan beberapa jenis sayuran mengandung lemak atau minyak yang biasanya termakan bersama bahan tersebut.

Tabel 2.2 Tingkat Kecukupan Lemak Untuk Balita

Umur Gram 0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun 34 36 44 62 Sumber : Angka Kecukupan Gizi, 2013

2.3.4 Mineral dan vitamin

Pada dasarnya dalam ilmu gizi, nutrisi atau yang lebih dikenal dengan zat gizi dibagi menjadi 2 macam, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi. Makronutrisi terdiri dari protein, lemak, karbohidrat dan beberapa mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang besar. Sedangkan mikronutrisi (mikronutrient) adalah nutrisi yang diperlukan tubuh dalam jumlah sangat sedikit (dalam ukuran miligram sampai mikrogram), seperti vitamin dan mineral (Sandjaja, 2009).

Menurut Almatsier (2001), vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sangat kecil. Vitamin dibagi menjadi 2 kelompok yaitu vitamin yang larut dalam air (vitamin B dan C) dan vitamin yang tidak larut dalam air (vitamin A, D, E dan K). Satuan untuk vitamin yang larut dalam lemak dikenal dengan Satuan Internasional (S.I) atau I.U (International Unit). Sedangkan

yang larut dalam air maka berbagai vitamin dapat diukur dengan satuan milligram atau mikrogram.

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan, berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim (Almatsier, 2001).

Tabel 2.3 Angka Kecukupan Vitamin Dan Mineral Untuk Balita

Umur kalsium (mg) Yodium (µg) zat besi (mg) vitamin A (mcg) Vitamin C (mg) 0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun 4-5 tahun 200 250 650 1000 90 120 120 120 - 7 8 9 375 400 400 450 40 50 40 45 Sumber : Angka Kecukupan Gizi 2013

2.4 Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi dan penyerapan serta penggunaan zat gizi. Status gizi seseorang dikatakan baik, bila terdapat keseimbangan fisik dan mental, sedangkan keadaan kurang gizi merupakan akibat dari sangat kurangnya masukan energi dan protein dalam jangka waktu yang lama secara relativ dibandingkan metabolismenya ( Suhardjo, 2003).

Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi optimal dapat terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier,2010).

2.5 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah upaya menginterpretasikan semua informasi yang diperoleh melalui penilaian antropometri, konsumsi makanan, biokimia, dan klinik yang berguna untuk menetapkan status kesehatan perorangan atau kelompok orang yang dipengaruhi oleh konsumsi dan utilisasi zat-zat gizi (Almatsier,2011).

Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dengan metode antropometri sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dengan metode survei konsumsi makanan (Supariasa,2001).

2.5.1 Penilaian Secara Langsung dengan Metode Antropometri

Metode antropometri secara umum adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi bahwa antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan, atas dan tebal lemak dibawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi (Supariasa,2001).

2.5.2 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri 1. Indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah parameter yag sangat labil. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunya jumlah makanan yang

dikonsumsi. Berdasarkan karaketristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara penggukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa dkk, 2001).

Kelebihan indeks BB/U

1. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat 2. Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis

3. Berat badan dapat berfluktuatif

4. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan 5. Dapat mendeteksi kegemukan (over weight) Kelemahan indeks BB/U

Indeks BB/U juga mempunyai beberapa kekurangan, antara lain:

1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun asites

2. Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional, umur sering sulit di taksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik.

3. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun.

4. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan

5. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat.

2. Indikator Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu (Supariasa dkk, 2001)

Keuntungan Indeks TB/U

Keuntungan dari indeks TB/U antara lain: 1. Baik untuk menilai status gizi masa lampau

2. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. Kelemahan Indeks TB/U

Adapun kelemahan indeks TB/U adalah:

1. Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun

2. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya

3. Ketepatan umur sulit didapat

3. Indikator Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Indeks berat badan menurut tinggi badan merupakan indeks yang independen terhadap umur. Dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa dkk, 2001).

Keuntungan indeks BB/TB

Adapun keuntungan indeks ini adalah: 1. Tidak memerlukan data umur

2. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus) Kelemahan indeks BB/TB

Kelemahan indeks ini adalah:

1. Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan, atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan

2. Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita

3. Membutuhkan dua macam alat ukur 4. Pengukuran relatif lebih lama

5. Membutuhkan dua orang untuk melakukannya

6. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional.

2.6 Pengukuran Konsumsi Makanan 2.6.1 Metode Food Record

Prinsip dari metode food record ini digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta mencatat semua yang ia makan dan minum setiap kali sebelum makan dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut.

Kelebihan Metode Food Record

1. Metode ini relatif murah dan cepat

2. Dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar. 3. Dapat diketahui konsumsi zat gizi sehari 4. Hasilnya relatif lebih akurat

Kekurangan Metode Food Record

1. Metode ini terlalu membebani responden, sehingga sering menyebabkan responden merubah kebiasaan makanannya.

2. Tidak cocok untuk responden yang buta huruf

3. Sangat tergantung pada kejujuran dan kemampuan responden dalam mencatat dan memperkirakan jumlah konsumsi.

2.7 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi

Begitu banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi balita diantaranya yaitu :

a. Konsumsi Gizi

Makanan memang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa, karena makanan bagi anak dibutuhkan juga untuk pertumbuhan, dimana dipengaruhi oleh ketahanan makanan (food security) keluarga mencakup pada ketersediaan makanan dan pembagian yang adil makanan dalam keluarga, dimana kepentingan budaya bertabrakan dengan kepentingan biologis anggota-anggota keluarga. Aspek terpenting yang perlu diperhatikan adalah keamanan pangan (food safety) yang

mencakup pembebasan makanan dari berbagai “racun” fisika, kimia dan biologis, yang kian mengancam kesehatan manusia.

b. Ketersediaan pangan

Asupan zat gizi (energi dan protein) dipengaruhi oleh ketersediaan pangan ditingkat keluarga dan jika tidak cukup dapat dipastikan konsumsi setiap anggota keluarga tidak terpenuhi (Depkes RI, 2002). Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan

Dokumen terkait