BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.2. Saran
1. Disarankan kepada setiap pasien psoriasis vulgaris untuk lebih sering memeriksakan tekanan darahnya, sehingga dapat menurunkan kejadian penyakit kardiovaskular dan secara tidak langsung mencegah terjadinya komplikasi yang dapat ditimbulkannya.
2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian serupa di tempat lain atau penelitian lainnya yang terkait dengan penelitian ini untuk menggunakan sampel yang lebih banyak, atau menggunakan jenis psoriasis yang lebih bervariasi, atau mencari hubungan diantara keduanya (psoriasis vulgaris terhadap tekanan darah), sehingga bisa mendapatkan hasil yang lebih memuaskan serta memperluas cakupan penelitian yang dilakukan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis
2.1.1. Deskripsi Umum / Definisi
Psoriasis merupakan suatu penyakit inflamasi kronik pada kulit, dengan dasar genetik yang kuat, disertai adanya perubahan secara kompleks pada pertumbuhan dan perkembangan epidermal, diikuti perubahan biokimia, imunologi, abnormalitas vaskular, serta sistem saraf yang masih belum diketahui
bagaimana hubungannya (Gudjonsson et al., 2008).
Psoriasis ditandai dengan adanya lesi berupa makula eritem berbatas tegas, ditutupi oleh skuama kasar berlapis, berwarna putih seperti mika, disertai fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz (Siregar, 2000).
2.1.2. Etiologi
Menurut Siregar (2000), Ada beberapa faktor predisposisi dan pencetus yang dapat menimbulkan penyakit ini.
Faktor – faktor predisposisi :
1. Faktor herediter bersifat dominan autosomal dengan penetrasi tidak lengkap.
2. Faktor – faktor psikis, seperti stress dan gangguan emosi.
3. Infeksi lokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis paru, dermatomikosis, artritis, dan radang menahun ginjal.
4. Penyakit metabolik, seperti diabetes mellitus yang laten. 5. Gangguan pencernaan, seperti obstipasi.
6. Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh pada
Faktor – faktor provokatif yang dapat mencetuskan atau menyebabkan penyakit ini bertambah hebat ialah :
1. Faktor Trauma. Gesekan dan tekanan pada kulit sering dapat menimbulkan lesi
psoriasis pada tempat trauma, dan ini disebut fenomena Koebner.
2. Faktor infeksi. Infeksi streptokokus di faring dapat merupakan faktor pencetus pada penderita dengan presdisposisi psoriasis. Pada bentuk psoriasis ini, sebaiknya dilakukan apusan tenggorokan untuk mencari infeksi lokal. Apabila infeksi tenggorokan sembuh, biasanya psoriasisnya juga akan sembuh.
3. Obat – obatan. Obat kortikosteroid merupakan obat bermata dua. Pada
permulaan, kortikosteroid dapat menyembuhkan psoriasis, tetapi apabila obat ini dihentikan penyakit akan kambuh kembali, bahkan lebih berat daripada sebelumnya menjadi psoriasis pustulosa atau generalisata. Obat lain seperti antimalaria (klorokuin) dan obat antihipertensi betablocker dapat memperberat penyakit psoriasis.
4. Sinar ultraviolet dapat menghambat pertumbuhan sel – sel epidermis, tetapi
apabila penderita sensitif terhadap sinar matahari, malahan penyakit psoriasis akan bertambah hebat karena reaksi isomorfik.
5. Stres psikologis. Pada sebagian penderita, faktor stres dapat menjadi faktor
pencetus. Penyakit ini sendiri dapat menyebabkan gangguan psikologis pada penderita, sehingga menimbulkan satu lingkaran setan, dan hal ini memperberat penyakit. Sering pengobatan psoriasis tidak akan berhasil apabila faktor stres psikologis ini belum dapat dihilangkan.
6. Kehamilan. Kadang- kadang wanita yang menderita psoriasis dapat sembuh
saat hamil, tetapi akan kambuh kembali sesudah bayinya lahir, dan penyakit ini akan kebal terhadap pengobatan selama beberapa bulan.
2.1.3. Patogenesis
Dalam proses terjadinya psoriasis, faktor genetik dan faktor imunologi merupakan dua hal penting yang memiliki pengaruh besar terhadap perjalanan penyakit ini.
1. Faktor genetik
Hal yang menyokong adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis
berkaitan dengan HLA (Human Leukocyte Antigen). Psoriasis tipe I (awitan dini,
bersifat familial) berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II (awitan lambat, bersifat nonfamilial) berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27 (Djuanda, 2010).
2. Faktor Imunologi
Sel T dan sitokin memegang peranan yang sangat penting dalam patofisiologi terjadinya psoriasis. Ekspresi secara berlebihan dari sitokin tipe-1
seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFN- dan TNF-α telah terbukti dijumpai pada
beberapa studi, termasuk ekspresi berlebih dari IL-8 yang memicu akumulasi neutrofil. IL-12 menjadi sinyal utama bagi perkembangan Th1, yang memicu pengeluaran dari IFN- . Sitokin tipe-2 seperti IL- 10 memegang pengaruh besar terhadap imunoregulasi dengan cara menghambat produksi sitokin proinflamasi tipe-1. IL-15 memicu berkumpulnya sel-sel inflamasi, angiogenesis dan produksi
sitokin inflamasi, seperti IFN- , TNF-α , dan IL-17, dimana semua sitokin
tersebut mengalami up-regulated pada psoriasis. Beberapa sitokin yang
mengalami down-regulated yaitu TGF- dan sel NK (Natural Killer) turut
memicu terjadinya proliferasi sel yang abnormal pada penderita psoriasis (James
Berikut gambar yang dapat menjelaskan bagaimana pengaruh faktor imunologi terhadap kejadian psoriasis.
Gambar 2.1. : Pengaruh faktor imunologi terhadap Psoriasis vulgaris.
Sumber : Nestle, F.O., Kaplan, D.H., Barker, J., 2009. Mechanisms of
Pembesaran dan pemanjangan papil dermis menyebabkan epidermo-dermal bertambah luas dan menyebabkan lipatan di bawah lapisan stratum spinosum bertambah banyak. Proses ini juga menyebabkan masa pertumbuhan kulit menjadi lebih cepat dan masa pertukaran kulit menjadi lebih pendek dari normal, dari 28 hari menjadi 3-4 hari. Stratum granulosum tidak terbentuk dan di dalam stratum korneum terjadi parakeratosis. Dengan pemendekan interval proses keratinisasi sel epidermis dan stratum basalis menjadi stratum korneum, proses pematangan dan keratinisasi gagal mencapai proses yang sempurna. Selain proses keratinisasi terganggu, proses biokimiawi di dalam masing-masing sel berubah. Dengan mikroskop elektron dapat dilihat, di dalam sel epidermis, produksi tonofilamen keratin dan butir-butir keratohialin berkurang dan adenosin 35 monofosfat (AMP siklik) pada lesi psoriasis berkurang. Ini sangat penting dalam pengaturan aktivitas mitosis sel epidermis (Siregar, 2000).
2.1.4. Gambaran Klinis
Psoriasis memiliki ciri khas atau disebut tanda klasik yaitu lesi yang berwarna kemerahan (eritema), berbatas tegas lesi ditutupi oleh skuama kasar berlapis, berwarna putih seperti mika.
Lesi dari psoriasis ini memiliki predileksi di daerah scalp, kuku,
permukaan ekstensor dari ekstremitas atas dan bawah, regio umbilikal, dan juga
sakrum (James et al., 2006). Biasanya, lesi bersifat simetris, walau terkadang
dijumpai unilateral (Gudjonsson et al., 2008). Perasaan subjektif seperti rasa gatal atau terbakar juga sering dikeluhkan oleh penderita (James et al., 2006).
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi : lentikular, numular, atau plakat, dapat berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut oleh Streptococcus (Djuanda, 2010).
Psoriasis yang menyerang kuku jari tangan dan kaki memberi gambaran
berupa lubang kecil pada kuku yang disebut pits. Warna kuku menjadi kabur dan
bagian kuku bebas agak terpisah dari dasarnya oleh karena terbentuk zat tanduk subungual. Umumnya, kelainan kuku dimulai dari bagian distal dan menyebar ke bagian proksimal, hingga terjadi onikolisis. Mukosa hampir tidak pernah terkena penyakit ini, kemungkinan karena pertumbuhan epitel mukosa mirip dengan petumbuhan kulit yang psoriasis (Siregar, 2000).
Gambar 2.2. : Karakteristik kulit pada Psoriasis vulgaris.
Sumber : Schön, M.P., Boehncke, W.H., 2005. Medical Progress Psoriasis.
2.1.5. Diagnosis
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, tanda Auspitz dan fenomena
Koebner (isomorfik). Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah
warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores (Djuanda, 2010). Dibawah skuama tersebut, pada lapisan kulit terdapat eritem homogen yang mengkilat, akan dijumpai tanda perdarahan apabila terjadi pelepasan atau trauma pada kulit akibat adanya vasodilatasi dari pembuluh darah dibawahnya. Hal tersebut dikenal sebagai Auspitz’s sign (Gudjonsson et al., 2008). Trauma pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang
sama dengan kelainan psoriasis dan disebut fenomenon Koebner yang timbul
kira-kira setelah 3 minggu (Djuanda, 2010).
Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang terakhir tidak khas, hanya sekitar 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis (Djuanda, 2010).
Fenomena Koebner biasa terjadi setelah 7-14 hari pasca trauma. (Gudjonsson et
al., 2008).
Pemeriksaan histopatologi juga memegang peranan yang penting dalam
penegakkan diagnosa psoriasis. Pada plak psoriasis, foci neutrofil berjumlah
sangat banyak dan biasanya membentuk mikroabses munro pada stratum korneum. Lapisan granular menghilang akibat parakeratosis. Pada plak yang telah berkembang sempurna, dapat dijumpai akantosis epidermal dengan pemanjangan
rete ridges, penipisan dermal papillae, dan juga pelebaran dari pembuluh darah
kapiler dalam dermal papillae. Dua hal yang disebutkan sebelummya memiliki
pengaruh besar terhadap penemuan Auspitz’s sign (James et al., 2006).
2.1.6. Bentuk Klinis
Menurut Djuanda (2010), psoriasis memiliki berbagai bentuk yang berbeda sesuai dengan klinisnya, diantaranya :
2.1.6.1. Psoriasis Vulgaris
Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak. Tempat predileksinya seperti yang telah diterangkan diatas.
2.1.6.2. Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak
dan diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian
atas sehabis influenza atau morbili.
2.1.6.3. Psoriasis Inversa (psoriasis fleksural)
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan namanya.
2.1.6.4. Psoriasis Eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering tetapi pada bentuk ini kelainanya eksudatif seperti dermatitis akut.
2.1.6.5. Psoriasis Seboroik (seboriasis)
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak, selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.
2.1.6.6. Psoriasis Pustulosa
Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata, dan generalisata. Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmo-plantar (Barber), sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch).
2.1.6.7. Eritroderma psoriatik
Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dengan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulitnya meninggi.
2.2. Tekanan Darah
Tekanan darah didefinisikan sebagai tekanan hidrostatik yang dihasilkan akibat adanya penekanan pada dinding pembuluh darah (Tortora, 2012). Istilah tekanan darah yang sering dipakai sebenarnya lebih ditujukan pada tekanan
arterial. Tekanan darah dipengaruhi oleh dua hal, yaitu Cardiac output (CO) dan
juga Total Peripheral Resistance (TPR). Cardiac output itu sendiri ditentukan
oleh Stroke volume (SV) dan Heart Rate (HR). Stroke volume dipengaruhi oleh
kontraktilitas jantung, afterload, dan preload (Lee, 2011).
Gambar 2.3. : Faktor – faktor yang mempengaruhi tekanan darah.
Sumber : Kaplan, N.M., 2006. Kaplan’s Clinical Hypertension. 9th ed.
Tekanan arteri rata-rata dapat diperoleh melalui perhitungan berikut (Sherwood, 2010) :
Tekanan arteri rata – rata = tekanan darah diastolik + 1/3 (tekanan darah
sistolik – tekanan darah diastolik)
Tekanan darah seseorang dapat diukur dengan menggunakan stetoskop dan sfigmomanometer. Pada saat melakukan pengukuran, akan didapati tekanan darah sistolik dan diastolik. Yang dimaksud dengan tekanan darah sistolik adalah tekanan darah tertinggi yang dicapai arteri selama sistol, sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah terendah yang dicapai arteri selama diastol (Tortora, 2012).
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa.
Klasifikasi TD TD sistolik (mmHg) TD diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99
Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 ≥ 100
Sumber : Department of Health and Human Services. 2003. The Seventh Report of
The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. The National Heart, Lung, and Blood Institute,
The Executive Committee.
Selain itu, menurut National Heart, Lung and Blood Institute (2010),
terdapat juga kelompok tekanan darah rendah. Yang dimaksud dengan tekanan darah rendah adalah suatu keadaan ketika tekanan darah lebih rendah dari normal, dimana tekanan darah sistolik pasien < 90 mmHg atau tekanan darah diastolik pasien < 60 mmHg.
2.3. Psoriasis terhadap peningkatan tekanan darah
Beberapa dekade belakangan ini, studi epidemiologis menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara psoriasis dan kejadian penyakit kardiovaskular dimana salah satu penyebabnya adalah akibat peningkatan tekanan darah. Hal tersebut diperkuat oleh salah satu penelitian yang dilakukan oleh Cohen et al. (2010) yang menunjukkan hasil yang cukup signifikan bahwa 38,8% pasien psoriasis menderita hipertensi dibandingkan 29,1% pada kontrol.
Berdasarkan data penelitian, dibandingkan dengan pasien hipertensi tanpa psoriasis, pasien psoriasis dengan hipertensi memiliki kemungkinan 5 kali lebih
besar untuk mendapatkan monotherapy antihypertensive regimen
(95 % CI 3,607,05), kemungkinan 9,5 kali lebih besar untuk mendapatkan dual
antihypertensive regimen (95% CI 6,68 – 13,65), 16,5 kali lebih besar untuk
mendapatkan triple antihypertensive regimen (95% CI 11,01 – 24.84), dan 19,9
kali lebih besar untuk mendapatkan quadruple antihypertensive regimen atau
centrally-acting agent pada analisis multivariable setelah menyesuaikan berbagai
faktor resiko, sehingga didapatkan kesimpulan bahwa hipertensi pada pasien psoriasis cenderung lebih sulit untuk dikontrol (Armstrong et al., 2011).
Patofisiologi terjadinya peningkatan tekanan darah pada psoriasis vulgaris belum diketahui secara pasti. Salah satu faktor yang menyumbang peran besar
dalam kejadian tersebut adalah endothelin-1, yang merupakan suatu peptida yang
dihasilkan oleh keratinosit akibat autokrin dari growth factor sel tersebut dan
proses inflamasi pada psoriasis. Endothelin-1 memiliki efek vasokonstriksi
sistemik yang sangat poten dan berkontribusi sangat besar dalam kejadian peningkatan tekanan darah (Wakkee et al., 2007).
Selain endothelin-1, angiotensin-II juga berpengaruh terhadap
patofisiologi terjadinya peningkatan tekanan darah pada psoriasis. Penelitian yang
dilakukan oleh Huskic et al. (2008) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dari
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) pada pasien psoriasis, dimana ACE
tersebut merupakan suatu karboksipeptidase yang memiliki peranan penting dalam regulasi tekanan darah tubuh dengan mengkatalisis konversi dari
Peningkatan kadar ACE dalam tubuh pasien psoriasis akan menyebabkan
dua hal penting, yaitu peningkatan jumlah angiotensin-II (akibat banyaknya
angiotensin-I yang dikonversi) dan juga inaktifasi dari bradikinin, dimana
bradikinin memiliki efek vasodilatasi dari pembuluh darah yang sangat poten
dengan cara meningkatkan produksi dari NO (Nitric Oxide), meningkatkan
permeabilitas kapiler, dan juga menstimulasi produksi dari IL-6 dan IL-8 (Hayashi
et al., 2000). Selain itu, ACE juga mendegradasi substansi P (SP), dan pada
akhirnya berpengaruh terhadap perkembangan dari psoriasis.
Angiotensin-II dipercaya memiliki efek vasokonstriksi yang sangat kuat
pada kapiler pembuluh darah dalam tubuh dan juga sintesis dari IL-6 dan IL-8
yang memilik efek proinflamasi (Kranzhofer et al., 1999). Hal tersebut turut
memberi peranan penting dalam peningkatan tekanan darah pada pasien psoriasis.
Gambar 2.4. : Angiotensin II menghasilkan Oksidatif stress.
Sumber : Sowers, J.R., 2002. Hypertension, Angiotensin II, and
NADPH oksidase juga ikut teraktivasi oleh berbagai stimulus
patofisiologis, termasuk peningkatan angiotensin-II, untuk menghasilkan radikal
oksigen bebas (O2-) yang akan menghasilkan senyawa peroksinitrit (OONO-).
Peristiwa tersebut akan menyebabkan destruksi dari NO pada endotel pembuluh darah (endothelium-dependent vasodilatation loss), mengaktivasi respon inflamasi yang pada akhirnya akan menyebabkan hipertensi (Sowers, 2002), dan juga memperparah kondisi dari psoriasis itu sendiri.
Selain mediator – mediator inflamasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, faktor-faktor lain seperti riwayat merokok, riwayat hipertensi pada keluarga dan penggunaan obat-obatan oleh responden juga dapat mempengaruhi tekanan darah pada pasien psoriasis vulgaris.
Penelitian yang dilakukan oleh Naldi et al. (2005) menunjukkan bahwa
setiap orang yang memiliki riwayat merokok 1,6 kali lebih beresiko untuk terjadinya psoriasis vulgaris. Merokok itu sendiri juga dapat meningkatkan kadar oksidatif LDL, menurunkan kadar HDL di sirkulasi darah, disfungsi endotel, serta
meningkatkan platelet adhesiveness, yang akan menyebabkan vasokonstriksi
sehingga mempercepat terjadinya plak aterosklerotik, dan pada akhirnya beresiko untuk meningkatkan tekanan darah (Strom & Libby, 2011).
Seseorang yang memiliki riwayat hipertensi pada keluarganya juga memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami peningkatan tekanan darah di kemudian harinya, terutama first-degree family members. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, terdapatnya faktor keturunan yang berhubungan dengan kejadian hipertensi seperti diabetes mellitus dan peningkatan kadar kolesterol serum. Kedua, keluarga memiliki budaya dan gaya hidup yang tidak jauh berbeda, seperti konsumsi garam yang tinggi, aktifitas fisik yang kurang, riwayat merokok serta mengkonsumsi alkohol. Ketiga, adanya interaksi antara genetik dan faktor lingkungan disekitarnya (Tozawa et al., 2001).
Obat-obatan yang memiliki efek vasokonstriktor seperti NSAID, baik yang selektif maupun non-selektif dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah (Armstrong & Malone, 2003). NSAID menghambat produksi dari prostaglandin
dan mengganggu fungsi normal ginjal yang berujung pada peningkatan tekanan darah. Pengobatan terhadap psoriasis vulgaris dengan menggunakan steroid oral dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan retensi cairan yang akan
memicu peningkatan tekanan darah seseorang.Selain itu, pemberian cyclosporine
sebagai terapi juga dapat menyebabkan disfungsi dari HNF4α, suatu hepatic
nuclear factor, sehingga menyebabkan gangguan dari renin-angiotensin-system,
ABSTRAK
Psoriasis termasuk dalam penyakit kulit kelompok papuloskuamosa atau dermatosis eritroskuamosa yang ditandai dengan adanya eritema dan skuama serta
bersifat kronis. Sekitar 85% - 90% kasus yang dijumpai berjeniskan chronic
plague (psoriasis vulgaris). Psoriasis vulgaris dapat mengenai laki-laki dan perempuan pada semua usia. Penyebab psoriasis vulgaris juga masih belum diketahui. Akan tetapi, berbagai faktor seperti autoimun, genetik dan lingkungan memegang peranan penting dalam proses terjadinya penyakit ini.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana tekanan darah pada pasien psoriasis vulgaris.
Desain penelitian yang digunakan bersifat deskriptif cross-sectional.
Responden penelitian berjumlah 10 orang, yang merupakan pasien psoriasis vulgaris di RSUP Haji Adam Malik Medan. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan total sampling, dimana semua sampel dipilih
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Responden yang telah memenuhi syarat
dan bersedia untuk menjadi partisipan, selanjutnya akan menandatangani informed
consent, dan diwawancarai mengenai riwayat psoriasis serta dilakukan pengukuran tekanan darah. Data kemudian diolah dengan menggunakan program pengolahan data statistik.
Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa 6 orang (60%) tergolong prehipertensi dan 2 orang (20%) tergolong tekanan darah tinggi. Hanya 2 orang responden saja (20%) tergolong tekanan darah normal, serta tidak dijumpai partisipan yang tergolong tekanan darah rendah (0%).
Pasien psoriasis vulgaris dalam penelitian ini cenderung mengalami peningkatan tekanan darah. Oleh karena itu, pengukuran tekanan darah harus dilakukan lebih sering dan teratur oleh pasien psoriasis vulgaris sehingga dapat dideteksi secara dini serta mencegah komplikasi yang mungkin terjadi di kemudian hari.
ABSTRACT
Psoriasis, a papulosquamous skin disease, is an inflammatory skin disease characterized by epidermal hyperproliferation and scaly erythematous patches. It affects both gender in all group of ages, with chronic plague (psoriasis vulgaris) accounting for 85% - 90% cases. Although the exact aetiology of psoriasis vulgaris remains unclear, autoimmune provoking inflammatory process, familial genetics, and environmental factors play a significant role in the disease initiation. The aim of this study was to assess the blood pressure in patients with psoriasis vulgaris.
The study was designed as a descriptive cross-sectional study. Total of 10 patients who have been diagnosed with psoriasis vulgaris by a dermatologist at Haji Adam Malik Hospital participated in this study. Written informed consent was obtained from all patients who were chosen based on inclusion and exclusion criteria using total sampling method. Then, all patients were subjected to detailed history taking and blood pressure measurement. Analysis of the data was carried out using statistical program.
The results of this study show that 6 people (60%) were categorized into prehypertension and 2 people (20%) into high blood pressure. Only 2 people (20%) were categorized into normal blood pressure, and no participants were categorized as low blood pressure (0%).
Most of the patients with psoriasis vulgaris in this study tend to have increasing blood pressure. Therefore, blood pressure measurement should be performed regularly to prevent any further complication that might be happen in the future.
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
Oleh : HENDRY 100100214
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh : HENDRY 100100214
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
LEMBAR PENGESAHAN
Gambaran Tekanan Darah pada Pasien Psoriasis Vulgaris di Poliklinik Kulit & Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan
Nama : Hendry
NIM : 100100214
Pembimbing Penguji I
(dr. Ramona Dumasari Lubis, Sp.KK) (dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD)
NIP. 19721004 200501 2 001 NIP. 19680525 200003 1 001 Penguji II (dr. Bambang Praguyo, Sp.B) NIP. 19800228 200501 1 003 Medan, 27 Desember 2013 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH ) NIP. 19540220 198011 1 001
ABSTRAK
Psoriasis termasuk dalam penyakit kulit kelompok papuloskuamosa atau dermatosis eritroskuamosa yang ditandai dengan adanya eritema dan skuama serta bersifat kronis. Sekitar 85% - 90% kasus yang dijumpai berjeniskan chronic plague (psoriasis vulgaris). Psoriasis vulgaris dapat mengenai laki-laki dan perempuan pada semua usia. Penyebab psoriasis vulgaris juga masih belum diketahui. Akan tetapi, berbagai faktor seperti autoimun, genetik dan lingkungan memegang peranan penting dalam proses terjadinya penyakit ini.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana tekanan darah pada pasien psoriasis vulgaris.
Desain penelitian yang digunakan bersifat deskriptif cross-sectional. Responden penelitian berjumlah 10 orang, yang merupakan pasien psoriasis vulgaris di RSUP Haji Adam Malik Medan. Teknik pengambilan sampel pada