• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Bagi pemilik usaha IRT keripik sanjai balado di Kecamatan Payakumbuh Barat diharapkan agar dapat meningkatkan higiene sanitasi dalam proses pengelolaan keripik sanjai balado dan meningkatkan fasiltas sanitasi seperti menyediakan tempat sampah yang sesuai dengan syarat kesehatan yaitu tertutup, kedap air, kuat atau kokoh dan memisahkan sampah organik dan anorganik serta menutup SPAL.

2. Kepadatan lalat pada tempat pembuatan keripik sanjai balado masih tergolong tinggi, oleh karena itu perlu adanya upaya pengendalian terhadap tempat-tempat perindukan lalat seperti menjaga kebersihan di tempat-tempat pengolahan keripik sanjai balado, tidak membuat tumpukan sampah sisa bahan baku makanan keripik sanjai balado di dekat tempat pengolahan, menyediakan tempat sampah yang kuat, kedap air dan tertutup.

3. Bagi pemilik usaha IRT keripik sanjai balado di Kecamatan Payakumbuh Barat dan karyawan disarankan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai pengelolaan makanan secara berkala.

4. Bagi pihak pemerintah Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Payakumbuh dan Puskesmas Kecamatan Payakumbuh Barat agar meningkatkan program pembinaan dengan meningkatkan pengetahuan dan kepedulian pemilik usaha dengan melakukan cross check secara berkala serta memberikan penyuluhan mengenai higiene sanitasi pengelolaan makanan dan pengendalian lalat.

103

5. Peningkatan edukasi dan pemahaman masyarakat baik konsumen maupun produsen oleh Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh tentang makanan sehat dan aman yang dapat dilakukan melalui media massa, baik media cetak maupun media elektronik.

6. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan pada proses pembuatan keripik sanjai balado.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi Makanan

Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama dan erat kaitannya antara satu dengan lainnya yaitu melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu maupun masyarakat). Tetapi dalam penerapannya, istilah higiene dan sanitasi memiliki perbedaan yaitu higiene lebih mengarahkan aktifivitasnya kepada manusia (individu maupun masyarakat), sedangkan sanitasi lebih menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan hidup manusia (Azwar, 2000).

2.1.1 Pengertian Higiene

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya. Misalnya mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring serta membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi lingkungan (Depkes RI, 2004).

Menurut Azwar (2000), higiene adalah usaha kesehatan yang mempelajari kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Misalnya

8

minum air yang direbus, mencuci tangan sebelum memegang makanan, dan pengawasan kesegaran makanan.

2.1.2 Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).

Menurut Azwar (2000), sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam usaha higiene dan sanitasi adalah:

1. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan.

2. Higiene perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan dan minuman oleh karyawan yang bersangkutan.

3. Keamanan terhadap penyediaan air.

4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.

6. Pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat perlengkapan. 2.1.3 Pengertian Makanan

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang menurut Maslow menduduki peringkat pertama dari sederet kebutuhan lain. Setiap individu membutuhkan sejumlah makanan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Oleh

9

ekonom, makanan dijadikan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Makanan merupakan bagian budaya yang sangat penting (Khomsan, 2003).

Menurut Kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh penjamah makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum. Makanan jajanan tidak termasuk makanan yang disajikan jasa boga, rumah makan/restaurant, dan hotel.

Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan yang dikonsumsi selain atau antara waktu makanan utama dalam sehari. Oleh karena itu, makanan ini biasa disebut snack yang berarti sesuatu yang dapat mengobati rasa lapar dan memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh (Anonim, 2007).

Makanan ringan yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dimakan untuk dinikmati rasanya. Produk yang termasuk dalam kategori makanan ringan menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK00.05.52.4040 Tanggal 9 Oktober 2006 tentang kategori pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati 9dari umbi dan kacang)dalm bentuk keripik, kerupuk, jipang. Selain itu pangan olahan yang berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik) juga masuk ke dalam kategori makanan ringan (Putri, 2011).

Menurut Notoatmodjo (2007) ada empat fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia, yaitu:

10

1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.

2. Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari.

3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain.

4. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit. Menurut Soemirat (2009), makanan dapat terkontaminasi mikroba karena beberapa hal:

1. Mengolah makanan atau makan dengan tangan kotor. 2. Memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan.

3. Menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja, perabotan bersih dan lain-lainnya.

4. Dapur, alat masak dan makanan yang kotor.

5. Makanan yang sudah jatuh ke tanah masih dimakan.

6. Makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkaunya.

7. Makan mentah dan matang disimpan bersama-sama. 8. Makanan dicuci dengan air kotor.

9. Makanan terkontaminasi kotoran akibat hewan yang berkeliaran disekitarnya. 10. Sayuran dan buah-buahan yang ditanam pada tanah yang terkontaminasi. 11. Memakan sayuran dan buah-buahan yang terkontaminasi.

12. Penjamah makanan yang sakit atau carrier penyakit. 13. Pasar yang kotor, banyak insekta dan sebagainya.

11

2.1.4 Pengertian Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan adalah salah satu upaya pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan (Sumantri, 2010).

Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia (Chandra, 2007). Sedangkan menurut Oginawati (2008), sanitasi makanan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh dan berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan yang dapat merusak makanan dan membahayakan kesehatan manusia.

Menurut Chandra (2007) dan Oginawati (2008), terdapat 6 tahapan yang harus diperhatikan di dalam upaya sanitasi makanan, yaitu:

1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. 2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. 3. Keamanan terhadap penyediaan air bersih.

4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.

12

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.

6. Pencucian, pembersihan, dan penyimpanan alat-alat atau perlengkapan. Menurut Mulia (2005), sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu faktor fisik, faktor kimia, dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan. Faktor kimia disebabkan oleh adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat-obat-obatan pertanian untuk kemasan makanan, dan lain-lain. Faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit.

2.1.5 Tujuan Higiene dan Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan/pemborosan makanan. Higiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Prabu, 2008).

Menurut Depkes RI (2007), tujuan higinene dan sanitasi makanan dan minuman adalah:

13

a. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehtan konsumen.

b. Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan melalui makanan.

c. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan di institusi.

Selain itu menurut Chandra (2007) dan Oginawati (2008), tujuan dari higiene dan sanitasi makanan antara lain;

a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan. b. Mencegah penularan wabah penyakit.

c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

e. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang disebarkan oleh perantara-perantara makanan.

2.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

Menurut Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011, untuk mencapai tersedianya makanan yang sehat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka upaya higiene sanitasi makanan harus mendasarkan 6 prinsip, yakni upaya pemilihan bahan baku, upaya penyimpanan bahan baku, upaya pengolahan makanan, upaya penyimpanan makanan masak, upaya pengangkutan makan masak dan upaya penyajian makanan.

14

2.2.1 Pemilihan Bahan Baku

Pemilihan bahan baku haruslah yang masih segar, masih utuh, tidak retak atau pecah. Untuk makanan yang cepat membusuk tidak boleh terdapat kotoran dan tidak ada ulat. Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang sudah membusuk atau rusak. Salah satu upaya untuk mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas karena kurang dapat dipertanggung jawabkan kualitasnya. Sanitasi makanan yang buruk bisa disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, misalnya virus, jamur, dan parasit yang terdapat di dalam makanan (Sumantri, 2010).

Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, pemilihan bahan makanan adalah pemilihan semua bahan baik terolah maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong Beberapa hal yang harus diingat tentang pemilihan bahan makanan adalah:

1. Hindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yag tidak jelas. 2. Gunakan catatan tempat pembelian bahan makanan.

3. Mintalah informasi atau keterangan asal-usul bahan yang dibeli.

4. Belilah bahan di tempat penjualan resmi dan bermutu, seperti rumah potong pemerintah atau tempat potong resmi yang diawasi pemerintah, tempat pelelangan ikan resmi, dan pasar bahan dengan sistem pendinginan.

15

5. Tidak membeli bahan makanan yang sudah kadaluwarsa atau membeli daging/unggas yang sudah terlalu lama disimpan, khususnya organ dalam (jeroan) yang poyensial mengandung bakteri.

6. Membeli daging unggas yang tidak terkontaminasi dengan racun/toksin bakteri pada makanan.

Menurut Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011, ada 2 jenis bahan makanan, yaitu bahan makanan mentah (segar) dan bahan makanan terolah (olahan pabrik):

1. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan, seperti:

a. Daging, susu, telur, ikan/udang, buah, dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna, dan rasa. Sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.

b. Jenis tepung dan biji-bijian dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak bernoda, dan tidak berjamur.

c. Makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tecium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur.

2. Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan tetapi digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut, yaitu:

16

a. Makanan dikemas harus mempunyai label dan merek, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak atau pecah, belum kadaluwarsa, dan kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan. b. Makanan tidak dikemas harus berbau dan segar, tidak basi, tidak busuk,

tidak rusak, tidak berjamur, dan tidak mengandung bahan berbahaya. 3. Bahan makanan siap santap yaitu bahan makanan yang dapat langsung

dimakan tanpa pengolahan seperti bakso, soto, dan lain-lain.

Menurut Depkes RI (2004), sumber bahan makanan yang baik adalah: 1. Pusat penjualan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang

dikendalikan dengan baik misalnya swalayan.

2. Tempat-tempat penjualan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah dengan baik.

2.2.2 Penyimpanan Bahan Baku

Menurut Permenkes RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011, bahan makanan yang digunakan dalam proses produksi baik bahan baku, bahan tambahan maupun bahan penolong, harus disimpan dengan cara penyimpanan yang baik karena kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan mutu dan keamanan makanan. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.

17

Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci. Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).

Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, mensyaratkan tersedianya ruang atau gudang untuk menyimpan bahan makanan dan terdapat sarana untuk penyimpanan bahan makanan dingin. Ada 4 cara penyimpanan bahan makanan, yaitu:

a. Penyimpanan sejuk (cooling) yaitu penyimpanan pada suhu 100ºC-150ºC untuk jenis minuman, buah dan sayuran.

b. Penyimpanan dingin (chilling) penyimpanan pada suhu 40ºC-100ºC untuk bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali.

c. Penyimpanan dingin sekali (Freeezing), penyimpanan pada suhu 0ºC-40ºC untuk jenis bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

d. Penyimpanan beku (frozen), yaitu penyimpanan pada suhu < 0ºC untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.

Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah:

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.

2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi.

18

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan yaitu dalam suhu yang sesuai, ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm dan kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80-90%.

4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm. b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm. c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.

5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri), sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan. Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First In First Out (FIFO).

Sedangkan menurut Depkes RI (2000) dalam penyimpanan bahan makanan hal-hal yang diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan memenuhi syarat.

2. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga mudah untuk mengambilnya, tidak menjadi tempat bersarang/bersembunyi serangga dan tikus, tidak mudah membusuk dan rusak, dan untuk bahan-bahan yang mudah membusuk harus disediakan tempat penyimpanan dingin.

3. Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan untuk riwayat keluar masuk barang dengan sistem FIFO (First In First Out).

19

2.2.3 Pengolahan Bahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan jalan menggunakan sarung tangan plastik dan penjepit makanan (Arisman, 2009).

Tujuan pengolahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai, serta mempunyai bentuk yang mengundang selera (Azwar, 2000). Dalam pengolahan makanan, ada empat aspek yang harus diperhatikan yaitu penjamah makanan, cara pengolahan, tempat pengolahan, dan peralatan pengolahan makanan (Kusmayadi, 2008). 2.2.3.1Tenaga Penjamah Makanan

Penjamah Makanan adalah seorang tenaga yang menjamah makanan mulai dari mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun menyajikan makanan. Mengingat pekerja merupakan sumber kontaminan yang potensial dalam memindahkan cemaran, maka perlu dibakukan tata cara pelaksanaan dan tata tertib pekerja selama berada dilingkungan pabrik pengolahan pangan. Tata tertib ini terutama menyangkut pekerjaan yang perlu dilakukan dan bagaimana cara melakukan agar menghasilkan produk yang bermutu dan sehat (Sihite, 2000).

Syarat yang ditetapkan pada penjamah makanan menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003 antara lain :

20

1. Memiliki temperamen yang baik

2. Memiliki pengetahuan dan higiene perorangan yang baik seperti menjaga kebersihan panca indera (mulut, hidung, tenggorokan, telinga), kebersihan kulit, kebersihan tangan (potong kuki dan mencuci tangan), kebersihan rambut (pakai tutup kepala), dan kebersihan pakaian kerja.

3. Sehat berdasarkan surat keterangan sehat yang menyatakan: a. Bebas penyakit kulit

b. Bebas penyakit menular seperti influenza, dan diare c. Bukan carrier dari suatu penyakit infeksi

d. Bebas TBC, pertusis, dan penyakit pernapasan berbahaya lainnya

e. Sudah mendapatkan imunisasi Chotypa (cholera, Thypus, dan Parathypus)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kebersihan pribadi penjamah makanan (Depkes RI, 2000) adalah sebagai berikut :

1. Mencuci tangan, kebersihan tangan penjamah makanan yang bekerja mengolah dan memproduksi pangan sangat penting sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Penjamah harus selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan keluar dari kamar mandi. Selain itu, kuku juga harus dirawat dan dibersihkan serta dianjurkan supaya tidak memakai perhiasan seperti cincin sewaktu bekerja.

2. Pakaian, hendaknya penjamah makanan memakai pakaian khusus dengan ukuran yang pas dan bersih, umumnya pakaian berwarna terang (putih) dan penggunaannya khusus waktu bekerja saja.

21

3. Topi atau penutup kepala, semua penjamah makanan hendaknya memakai topi atau penutup kepala untuk mencegah jatuhnya rambut kedalam makanan atau kebiasaan menggaruk kepala.

4. Sarung tangan / celemek, hendaknya penjamah makanan memakai sarung tangan dan celemek (apron) selama mengolah makanan dan sarung tangan ini harus dalam keadaan baik dan bersih.

5. Tidak merokok, penjamah makanan sama sekali tidak di izinkan merokok selama pengolahan makanan.

2.2.3.2Cara Pengolahan Makanan

Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih dalam setiap pengolahan, penjamah makanan mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan, serta penjamah tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan peralatan seperti penjepit makanan. Menurut Depkes RI (2000), syarat- syarat proses pengolahan makanan adalah:

a. Jenis bahan yang digunakan, baik bahan tambahan maupun bahan penolong serta persyaratan mutunya.

b. Jumlah bahan untuk satu kali pengolahan c. Tahap-tahap proses pengolahan

d. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan dengan mengingat faktor waktu, suhu, kelembaban, tekanan dan sebagainya, sehingga tidak mengakibatkan, pembusukan, kerusakan dan pencemaran.

22

2.2.3.3Tempat Pengolahan Makanan

Tempat pengolahan makanan adalah tempat dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan yang terolah ataupun makanan jadi yang biasanya disebut dapur. Dapur merupakan tempat pengolahan makanan yang harus memenuhi syarat higiene dan sanitasi, diantaranya konstruksi dan perlengkapan sanitasi (Cahyadi, 2008).

Syarat-syarat tempat pengolahan makanan menurut Depkes RI (2000) adalah sebagai berikut:

1. Lantai

Harus dibuat dari bhan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tahan lama dan kedap air. Lantai harus dibuat dengan kemiringan 1-2% ke saluran pembuangan air limbah.

2. Dinding dan Langit- langit

Dinding harus dibuat kedap air sekurang-kurangnya satu meter dari lantai. Bagian dinding yang kedap air tersebut dibuat halus, rata dan bewarna terang serta dapat mudah dibersihkan. Demikian juga dengan langit- langit harus terbuat dari bahan yang bewarna terang.

3. Pintu dan Jendela

Pintu dan jendela harus dibuat sedemikian rupa sehingga terhindar dari lalu lintas lalat dan serngga lainnya.dengan demikian harus diperhatikan pintu masuk dan keluar harus selalu tertutup atau pintu yang harus bisa ditutup sendiri.

23

4. Ventilasi Ruang Dapur

Secara garis besarnya ventilasi terbagi atas dua macam yaitu ventilasi alam dan buatan. Ventilasi alam terjadi secara alamiah dan disyaratkan 10% dari luas lantai dan harus dilengkapi dengan perlindungan terhadap serangga dan tikus.

5. Pencahayaan

Pencahayaan yang cukup diperlukan pada tempat pengolahan makanan untuk dapat melihat dengan jelas kotoran lemak yang tertimbun dan lain- lain.

Dokumen terkait