• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menopause

2.1.7 Gejala-gejala Menopause

wanita tersebut memasuki usia menopause. Hal ini disebabkan oleh ketika seorang dalam masa kehamilan dan persalinan di usia yang cukup tua akan berpengaruh pada lambatnya proses sistem kerja dari organ reproduksi dan memperlambat proses penuaan dini (Carmellia, 2013).

e. Merokok

Diketahui 59% wanita perokok aktif lebih mungkin berisiko terhadap menopause dini dibanding wanita yang tidak merokok. Wanita yang mempunyai kebiasaan merokok cenderung lebih cepat mengalami masa menopause akibat kerusakan alat-alat reproduksi dan fungsi enzim hati yang dibutuhkan untuk produksi estrogen dihambat (Mary Ann Mayo & Joseph Mayo, 2000).

f. Penggunaan Obat-obat Keluarga berencana (KB)

Pemilihan dalam pemakaian alat kontrasepsi juga dapat mempengaruhi seorang wanita mengalami keterlambatan dalam menopause. Wanita yang menggunakan pil KB lebih lama baru memasuki umur menopause karena obat-obat KB menekan fungsi hormonal dari ovarium (Baziad Ali, 2003).

g. Cuaca dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut

Dari penelitian yang masih sedikit dilakukan, kelihatannya wanita yang tinggal diketinggian lebih dari 2000-3000m dari permukaan laut lebih cepat 1-2 tahun memasuki usia menopause dibanding dengan wanita yang tinggal diketinggian <1000m dari permukaan laut (Baziad Ali, 2003).

Gejala-gejala yang sering dijumpai berhubungan dengan penurunan folikel ovarium dan kemudian kehilangan estrogen pascamenopause adalah sebagai berikut:

2.1.7.1Perubahan Fisik

a. Gangguan pola haid

Gangguan pola haid termasuk anovulasi dan penurunan fertilitas, penurunan keluarnya darah atau justeru hipermenore, frekuensi haid yang tidak teratur dan kemudian diakhiri dengan amenorrhea (Prawirohardjo, 2011).

b. Perubahan thermoregulasi

Gejala-gejala vasomotor seperti hot flush dan keringat malam adalah gejala klinis yang paling umum dialami oleh sebagian besar perempuan pascamenopause, berupa dimulainya kulit kepala, leher dan dada kemerahan mendadak disertai perasaan panas yang hebat dan kadang-kadang diakhiri dengan berkeringat banyak. Lamanya bervariasi dari beberapa detik hingga beberapa menit bahkan satu jam walaupun jarang. Lebih sering dan berat di malam hari atau saat stress (Prawirohardjo, 2011).

Studi epidemiologi menunjukkan gejala vasomotor ini dialami oleh 11-60% wanita pada tahap transisi menopause. Wanita mengalami gejala hot flush rata-rata 2 tahun sebelum siklus menstruasi terakhir (FMP) dan terus mengalami lebih 1 tahun setelah menopause. Hot flush terjadi akibat vasodilatasi perifer dan dapat dirasakan terutama pada wajah, leher dan dada serta jari-jari kaki dan tangan dengan peningkatan suhu kulit 10-15ºC. Patofisiologi hot flush selain vasodilatasi perifer sering dikaitkan dengan estrogen (Schorge, 2008). Penelitian menunjukkan withdrawal dari estrogen atau fluktuasi tingkat estrogen saat menopause yang menyebabkan gejala hot flush. Selain itu, neurotransmitter seperti norepinefrin, serotonin serta sleep dysfunction dan fatigue juga bisa menyebabkan hot flush (Schorge, 2008).

c. Perubahan dermatologi

Penurunan kandungan kolagen kulit, elastisitas dan ketebalan kulit yang terjadi oleh karena penuaan adalah akibat kekurangan estrogen (Prawirohardjo, 2011). Menurut Guinot (2005) dalam Schorge (2008), pada transisi menopause bisa terjadi hiperpigmentasi (age spots), wrinkles serta keluhan gatal. Estrogen berperan dalam menjaga elastisitas kulit, ketika menstruasi berhenti maka kulit terasa lebih tipis, kurang elastis terutama pada daerah sekitar wajah, leher dan lengan. Menurut Wines (2001) dalam Schorge (2008) kulit di bagian bawah mata menjadi menggembung seperti kantong dan lingkaran hitam di bagian ini menjadi lebih permanen dan jelas.

d. Perubahan endometrial

Perubahan mikroskopis pada endometrium dapat menggambarkan tingkat estrogen dan progesteron sistemik sehingga menunjukkan perubahan endometrial secara dramatis pada transisi menopause. Pada wanita yang anovulatori, tidak ada korpus luteum terbentuk maka tidak ada produksi progesterone. Pada fase lanjut transisi menopause, endometrium menunjukkan peningkatan estrogen akibat tidak dilawan (unopposed) oleh progesterone. Tetapi setelah menopause, terjadi atrofi endometrium akibat kurangnya stimulasi dari estrogen (Schorge, 2008).

e. Perubahan genitourinaria

Uretritis dengan disuria, inkontinensa urgensi, dan meningkatnya frekuensi berkemih merupakan gejala lanjutan dari penipisan mukosa urethra dan kandung kemih.karena kehabisan estrogen, vagina kehilangan kolagen, jaringan adipose, dan kemampuan untuk mempertahankan air. Ketika dinding vagina mengerut, rugae akan mendatar dan lenyap (Prawirohardjo, 2011).

Osteoporosis, masalah tulang yang paling menonjol, berkurangnya massa tulang dengan rasio mineral terhadap matriks yang normal. Dengan kata lain ia merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa dan kepadatan tulang sehingga tulang menjadi lemah. Apabila terus berlanjut, maka tulang menjadi lebih rapuh dan bahkan dengan tekanan yang ringan saja dapat menyebabkan tulang menjadi fraktur (Prawirohardjo, 2011). Osteoporosis banyak terjadi pada orang lanjut usia dan paling banyak mengenai wanita menopause. Estrogen memiliki efek protektif pada tulang dengan mencegah kehilangan tulang secara keseluruhan. Jumlah wanita yang telah mengalami menopause dan kehilangan kepadatan tulang sampai 1.5 million per tahun di Amerika karena kehilangan estrogen yang terjadi pada saat menopause (Schorge, 2008).

g. Peningkatan berat badan

Perubahan hormone setelah menopause memberikan dampak di kemudian hari pada wanita saat pascamenopause (Spencer dan Brown, 2006). Wanita dalam masa transisi pascamenopause sering melaporkan mengalami kenaikan berat badan yang cepat dibandingkan sebelum menopause (Schorge, 2008). Kenaikan berat badan sepanjang periode ini berkaitan dengan distribusi lemak pada bagian abdomen yang menyebabkan obesity sentral (Dallman, 2004). Penelitian menunjukkan wanita mengalami kenaikan berat badan kira-kira 2-3 kg selama periode pascamenopause karena perubahan hormone mengakibatkan distribusi lemak tubuh lebih tinggi di bagian abdominal dibanding subkutan (Lovejoy, 1998). Didapati tingkat obesitas pada wanita pasca menopause stadium lanjut lebih tinggi dibanding wanita pasca menopause stadium awal (Zhang, 2013).

a. Stabilitas emosional

Pendapat bahwa menopause memiliki efek yang merugikan pada kesehatan jiwa tidak didukung dalam kepustakaan psikiatrik. Pada awal pascamenopause sering dijumpai kelelahan, gugup, nyeri kepala, insomnia, depresi, iritabilitas, nyeri sendi dan otot, berpusing putar dan berdebar-debar. Stabilitas emosional selama perimenopause dapat diganggu oleh pola tidur yang buruk, hot flush sendiri berdampak buruk pada kualitas tidur (Prawirohardjo, 2011).

b. Kognisi dan penyakit Alzheimer

Efek yang menguntungkan dari estrogen pada kognisi khususnya pada memori verbal. Perempuan tiga kali lebih banyak yang menderita Alzheimer dibanding laki-laki. Estrogen mampu melindungi fungsi sistem saraf pusat melalui berbagai mekanisme (Prawirohardjo, 2011).

Dokumen terkait