• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

5.3 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan penulis untuk para peneliti selanjutnya adalah:

1. Para peneliti selanjutnya sebaiknya memperluas objek penelitian sehingga dapat lebih meningkatkan generalisasi hasil penelitian.

2. Para peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan lebih dari satu tahun pengamatan untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya dalam beberapa tahun.

3. Para peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat menambah variabel-variabel lainnya seperti leverage, press visibility, tingkat pendidikan, dan kompetisi politik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transparansi Informasi Keuangan

Transparansi merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban pemerintahan atas penggunaan keuangan daerah kepada masyarakat. Oleh karena itu, transparansi merupakan salah satu elemen penting demi terwujudnya good

governance yang menjamin kemudahan dan kebebasan akses bagi publik untuk

memperoleh berbagai macam informasi termasuk informasi keuangan berupa laporan keuangan pemerintahan daerah.

Menurut Folscher (2000) dalam Medina (2012) mengungkapkan tentang beberapa keuntungan dari adanya transparansi:

1. Transparansi dapat mengurangi ketidakpastian yang memberikan kontribusi pada stabilitas fiskal dan makro ekonomi sehingga penyesuaian-penyesuaian dikemudian hari dapat diminimalisir.

2. Meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Legislatif, media, dan masyarakat dapat melaksanakan fungsi kontrol terhadap pemerintah lebih baik jika mereka mempunyai informasi tentang kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan penerimaan atau pengeluaran pemerintah. Para pejabat publik akan berlaku lebih bertanggung jawab jika keputusan yang diambil dilakukan secara terbuka atau transparan untuk publik dan dapat mencegah adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme.

3. Transparansi dapat meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah dan membangun hubungan sosial yang lebih erat, misalnya masyarakat dapat memahami kebijakan pemerintah dan bahkan mendukung kebijakan tersebut.

4. Meningkatkan iklim investasi. Pemahaman yang jelas terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah akan mengundang investor baik dalam negeri maupun luar negeri untuk lebih berinvestasi.

Styles dan Tennyson (2007) mengatakan bahwa suatu cara yang paling baik dan cost effective bagi pihak pemerintah untuk menyebarkan informasinya pada masa kini adalah dengan melalui media internet yaitu dengan mempublikasikan informasi laporan keuangannya melalui website resmi. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh bagi pemerintahan daerah dalam mengungkapkan informasi keuangannya pada website resmi adalah:

1. Media internet menawarkan biaya yang rendah bagi pengguna dan penyedia informasi.

2. Internet dapat diakses dimana saja dan kapan saja sehingga cenderung

tidak memiliki batasan pagi pengguna dan penyedia informasi.

3. Informasi yang diungkapkan dapat disajikan dengan berbagai macam bentuk sehingga memudahkan dalam penggunaannya.

2.2 E-Government

E-Government biasa dikenal dengan e-gov, pemerintah digital, online

mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan, penataan sistem manajemen, dan proses kerja di lingkungan pemerintahan dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Melalui penerapan

e-government, pemerintah dapat mempermudah akses informasi bagi masyarakat,

unit bisnis, pegawai, stakeholder, dan hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. Ada tiga model penyampaian E-Government, antara lain:

1. Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C)

Adalah penyampaian layanan publik dan informasi satu arah oleh pemerintah ke masyarakat, memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah, contohnya G2C : Pajak

online, mencari pekerjaan, layanan jaminan sosial, dokumen pribadi

(kelahiran dan akte perkawinan, aplikasi paspor, lisensi pengarah), layanan imigrasi, layanan kesehatan, beasiswa, penanggulangan bencana. 2. Government-to-Business (G2B)

Adalah transaksi-transaksi elektronik dimana pemerintah menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan bagi kalangan bisnis untuk bertransaksi dengan pemerintah. Mengarah kepada pemasaran produk dan jasa ke pemerintah untuk membantu pemerintahan menjadi lebih efisien melalui peningkatan proses bisnis dan manajemen data elektronik. Aplikasi yang memfasilitasi interaksi G2B maupun B2G adalah Sistem

e-procurement. Contoh : Pajak perseroan, peluang bisnis, pendaftaran

penjualan yang dilaksanakan oleh pemerintahan, hak paten merk dagang, dan lain-lain.

3. Government-to-Government (G2G)

Adalah memungkinkan komunikasi dan pertukaran informasi online antar departemen atau lembaga pemerintahan melalui basis data terintegrasi, contoh: konsultasi secara online,blogging untuk kalangan legislatif, pendidikan secara online, pelayanan kepada masyarakat secara terpadu.

Moon (2002) berpendapat bahwa secara umum E-Government memiliki lima aspek utama: (1) interaksi antara lembaga pemerintahan, (2) pelayanan berbasis web/internet, (3) e-commerce, (4) demokrasi secara digital untuk pertanggungjawaban pemerintahan yang lebih transparan, (5) e-finance. Salah satu fokus utama dari E-Government adalah legitimasi negara dan hubunganya dengan masyarakat serta legitimasi hukum, bersama-sama dengan adanya lingkup e-democrazy dan e-government (Brown, 2005).

2.3 Pemerintahan Daerah di Indonesia

Menurut UU RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

provinsi. Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kota dan daerah kabupaten. Setiap daerah provinsi, daerah kota, dan daerah kabupaten mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah lainnya. Tiap pemerintahan daerah dipimpin oleh kepala daerah. Sebutan kepala daerah untuk pemerintahan provinsi, pemerintahan kota, dan pemerintahan kabupaten, masing-masing ialah gubernur, walikota, dan bupati.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah berperan sebagai badan eksekutif, artinya kepala daerah menyusun dan menyampaikan anggaran untuk mendapatkan persetujuan, kemudian melaksanakannya sesuai ketentuan perundang-undangan setelah mendapatkan persetujuan. Ditegaskan pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.

Untuk saat ini kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan langsung kepala daerah (pilkada). Prosedur dan mekanisme pemilihan kepala daerah sekarang ini, yakni semenjak UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan, lebih menggambarkan pelaksanaan

demokrasi. Pilkada dilaksanakan secara langsung, terbuka kemungkinan bagi calon independen/nonparpol untuk maju melalui partai politik (parpol)/gabungan parpol, dan proses penyaringan bakal calon dilaksanakan secara terbuka dengan mewajibkan tiap parpol/gabungan parpol mengumumkan proses dan hasil penyaringan kepada masyarakat. Kewenangan politik yang dulu ada pada DPRD untuk memilih kepala daerah telah diserahkan pada rakyat sehingga rakyat dapat memilih kepala daerah secara langsung (Bastian, 2006).

Dengan diterapkannya prinsip desentralisasi dan otonomi daerah maka setiap pemerintahan daerah diberikan kebebasan yang seluas-luasnya dalam melaksanakan otonomi daerahnya, kecuali untuk urusan pemerintahan yang telah diatur dalam undang-undang. Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dilaksanakan secara adil dan selaras sesuai dengan undang-undang yang berlaku saat ini.

2.4 Sistem Informasi Keuangan Daerah

Sistem informasi keuangan daerah atau yang biasa disebut dengan SIKD adalah sebuah aplikasi terpadu yang digunakan oleh pemerintahan sebagai alat bantu bagi pemerintah daerah yang digunakan untuk meningkatkan efektifitas implementasi dari berbagai regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah yang didasari atas asas efisiensi, ekonomis, transparan, akuntabel, dan auditabel. Di dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah pasal 103 dijelaskan bahwa informasi yang dimuat didalam sistem informasi keuangan daerah adalah data yang terbuka yang dapat diketahui, diakses, dan diperoleh oleh masyarakat. Ini

berarti bahwa pemerintahan daerah dituntut untuk memberikan akses yang luas dan semudah-mudahnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi atas laporan keuangan pemerintah daerah, misalnya dengan mempublikasian laporan keuangan pemerintah daerah di internet melalui website resmi pemerintahan daerah.

Pasal 101 menyatakan bahwa tujuan dari pemerintah daerah dalam hal melaksanakan Sistem Informasi Keuangan Pemerintah Daerah secara nasional adalah :

1. Merumuskan kebijakan dan pengendalian fiskal.

2. Menyajikan informasi keuangan daerah secara nasional.

3. Merumuskan kebijakan keuangan daerah seperti, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan pengendalian atas defisit anggaran.

4. Melakukan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi pendanaan desentralisasi daerah dan defisit anggaran daerah.

Demi menindaklanjuti pelaksanaan atas Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 65 Tahun 2010 tentang pelaksanaan Sistem Informasi Keuangan Daerah. PP tersebut menyatakan bahwa informasi keuangan daerah adalah informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah yang harus disampaikan oleh pemerintahan daerah dan harus memenuhi prinsip-prinsip yang akurat, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Informasi atas laporan keuangan yang telah diolah dan didokumentasikan haruslah dapat disajikan kepada mayarakat. Informasi tersebut juga dapat digunakan sebagai bahan dalam

pengambilan keputusan oleh pemerintahan daerah terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban laporan keuangan pemerintah daerah.

Dalam PP Nomor 65 Tahun 2010 Pasal 4 yang mengatur tentang pelaksanaan pelaporan informasi keuangan oleh daerah kepada pemerintah haruslah mencakup:

1. APBD dan realisasi APBD provinsi, kabupaten, dan kota. 2. Neraca daerah.

3. Laporan arus kas.

4. Catatan atas laporan keuangan daerah.

5. Dana dekosentrasi dan dana tugas pembantuan. 6. Laporan keuangan pemerintah daerah.

7. Data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah.

2.5 Pelaporan Keuangan Pemerintahan Daerah

Pelaporan keuangan merupakan suatu bentuk pengungkapan informasi keuangan. Pengungkapan memiliki arti memberikan data yang bermanfaat kepada pihak yang berkepentingan. Tujuan pelaporan keuangan diupayakan mempunyai cakupan yang luas agar memenuhi berbagai kebutuhan para pemakai dan melayani kepentingan umum dari berbagai pemakai yang potensial, bukan hanya untuk kebutuhan khusus kelompok tertentu saja (Kieso, Weygandt, dan Warfield, 2007). Pelaporan keuangan adalah struktur dan proses akuntansi yang menggambarkan bagaimana informasi keuangan disediakan dan diungkapkan demi mencapai tujuan ekonomi dan sosial negara

Menurut PP Nomor 65 Tahun 2010, menyatakan bahwa unsur-unsur yang ada dalam informasi keuangan daerah adalah APBD dan LKPD, adapun APBD terdiri atas:

1. Anggaran pendapatan, di antaranya:

a. Pendapatan Asli Daerah, terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, dan penerimaan lain-lain.

b. Dana Perimbangan, terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

2. Anggaran belanja, diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Anggaran belanja ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah.

3. Pembiayaan, terdiri atas penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Sedangkan LKPD terdiri atas : 1. Laporan realisasi anggaran. 2. Laporan Arus Kas.

3. Neraca.

4. Catatan atas laporan keuangan. 2.6 Teori Stakeholder

Ghozali dan Chariri (2007) berpendapat bahwa Stakeholder Theory merupakan perusahaan, bukanlah suatu entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi para

stakeholder-nya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan stakeholder kepada perusahaan tersebut. Gray, Kouhi, dan Adams (1994) dalam Ghozali dan Chariri (2007) berpendapat bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan itu harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah mencari dukungan tersebut. Semakin powerful stakeholder, maka akan semakin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi.

Deegan (2000) berpendapat bahwa setiap stakeholder memiliki hak untuk disediakan informasi mengenai pengaruh stakeholder terhadap organisasi, sekalipun stakeholder memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut ataupun stakeholder tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap keberlangsungan organisasi. Dengan adanya ”hak atas informasi” itu, Gray, Owen, dan Adams (1996) dalam Deegan (2000) membuat accountability model, yang menganggap pelaporan (reporting) lebih sebagai wujud pertanggungjawaban dibanding wujud pemenuhan tuntutan. Dengan kata lain, tiap pihak dalam lingkungan organisasi memiliki hak untuk diinformasikan mengenai operasi organisasi.

Hal ini juga berlaku pada pemerintahan daerah, dimana transparansi informasi keuangan pemerintahan daerah di internet dapat memberikan dampak yang positif bagi para stakeholder (masyarakat). Dengan adanya website resmi pemerintahan daerah, maka transparansi informasi keuangan pemerintahan daerah dapat dengan mudah dilakukan demi mendapatkan dukungan dari para

dan respon yang positif dari para stakeholder, maka aktivitas pemerintahan daerah dapat berjalan dengan baik dan lancar.

2.7 Penelitian Terdahulu

Styless dan tennyson (2007) menyatakan bahwa sudah banyak penelitian mengenai transparansi informasi keuangan pada media internet (situs resmi) yang telah dilakukan, namun pada umumnya di sektor swasta dan hanya sedikit pada sektor pemerintahan. Penelitian yang dilakukan pada sektor pemerintahan mengenai transparansi informasi keuangan pada media internet (situs resmi) disajikan pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Variabel Independen Variabel Dependen Hasil 1. Laswad et, al. (2005) Kompetisi politik, Ukuran, Leverage,Wealth, Visibilitas Pers, Tipe Pemerintahan Daerah Internet Financial Reporting (IFR) 1. Adanya hubungan positif yang signifikan IFR dengan leverage, wealth, dan visibilitas pers. 2. Adanya hubungan yang negatif dan signifikan IFR dengan tipe pemda. 3. Ukuran dan kompetensi politik tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap IFR.

2. Sinaga dan Prabowo (2011) Ukuran pemerintah daerah, leverage, kekayaan pemerintah daerah, tipe pemerintah Pelaporan keuangan di internet secara sukarela oleh pemerintah daerah (pemda). 1. Ukuran pemerintah daerah tidak berpengaruh terhadap pelaporan keuangan di internet oleh pemda. 2. Leverage tidak berpengaruh terhadap pelaporan keuangan di internet oleh pemda. 3. Kekayaan pemerintah daerah tidak berpengaruh terhadap pelaporan keuangan di internet oleh pemda. 4. Tipe pemerintah tidak berpengaruh terhadap pelaporan keuangan di internet oleh pemda. 3. Jorge et al (2011) Kompetensi politik, orientasi politik, political engagement, rata-rata umur masyarakat, tingkat pendidikan, pendapatan masyarakat, jumlah populasi, dan tingkat kemandirian daerah Transparansi Keuangan 1. Adanya hubungan yang positif signifikan ketersediaan CAFR dengan jumlah populasi.

4. Trisnawat i dan Komarudi n (2014) Kompetisi politik, ukuran pemerintah daerah, leverage, kekayaan pemerintah daerah, tipe pemerintah

daerah, dan opini audit Publikasi laporan keuangan pemerintah daerah di internet 1. Kompetisi politik berpengaruh positif terhadap publikasi laporan keuangan di internet. 2. Ukuran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap publikasi laporan keuangan di internet. 3. Leverage berpengaruh positif terhadap publikasi laporan keuangan di internet. 4. Total kekayaan pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap publikasi laporan keuangan di internet. 5. Muntazar (2016) Total Kekayaan Daerah, Kompetisi Politik, dan Jumlah Penduduk Transparansi informasi keuangan di internet oleh pemerintahan daerah 1. Total Kekayaan Daerah Berpengaruh terhadap Transparansi Informasi Keuangan di Internet oleh pemerintahan daerah. 2. Kompetisi politik berpengaruh terhadap Transparansi Informasi Keuangan di Internet oleh pemerintahan daerah. 3. Jumlah Penduduk tidak Berpengaruh terhadap Transparansi Informasi Keuangan di Internet oleh pemerintahan daerah.

2.8 Kerangka Konseptual dan Perumusan Hipotesi

Melaporkan informasi keuangan pemerintah daerah di internet dianggap cara yang baik untuk mempertanggungjawabkan informasi keuangan tersebut kepada stakeholder atau masyarakat luas dengan biaya yang murah. Namun, belum semua pemerintahan daerah menyajikan informasi keuangannya berupa laporan keuangan di internet untuk diperlihatkan kepada masyarakat. Masyarakat mengharapkan adanya transparansi terhadap informasi keuangan daerah sehingga masyarakat dapat mengetahui informasi yang terkait dengan laporan keuangan yang ada. Untuk itulah dilakukan penelitian ini guna mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap transparansi informasi keuangan keuangan pemerintahan daerah di website resminya. Adapun faktor-faktor yang akan diteliti adalah tipe pemdan, opini BPK, dan jumlah penduduk.

Berdasarkan uraian di atas, maka model kerangka pemikiran digambarkan sebagai berikut : H1 H2 H4 H3 Tipe Pemda (X1) Opini BPK (X2) Jumlah Penduduk (X3) Transparansi Informasi Keuangan di website resmi

Pemerintahan Daerah di Indonesia

2.8.1 Pengaruh Tipe Pemda terhadap Transparansi Informasi Keuangan di

website resmi Pemerintahan Daerah di Indonesia

Daerah otonom di Indonesia dibedakan menjadi Daerah otonom tingkat I, yaitu Pemerintah Provinsi, dan Daerah otonom tingkat II, yaitu Kabupaten dan Kota. Kabupaten dan Kota memiliki perbedaan secara geografis dan demografis. Daerah kabupaten umumnya terdiri dari daerah pedesaan dengan luas yang lebih besar daripada kota. Kepadatan penduduknya lebih kecil dan penduduknya umumnya bermatapencaharian dibidang pertanian. Sementara itu daerah kota terdiri dari daerah metropolitan dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi dan umumnya bekerja dibidang perdagangan dan jasa.

Perbedaan karakteristik Kabupaten dan Kota diprediksi akan memberikan tingkat pengungkapan yang berbeda pada website Pemda. Daerah kota yang memiliki tingkat sosial, ekonomi, dan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kabupaten. Terkait dengan penggunaan internet, penduduk kota cenderung menggunakan dan mengakses dalam jumlah yang lebih besar, sehingga Pemda berbentuk Kota akan mengungkapan informasi yang lebih besar pada website daripada Pemda berbentuk Kabupaten. Dari penjelasan terdahulu diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Tipe pemda berpengaruh terhadap transparansi informasi keuangan di website resmi pemerintahan daerah di Indonesia.

2.8.2 Pengaruh Opini BPK terhadap Transparansi Informasi Keuangan di

website resmi Pemerintahan Daerah di Indonesia

Opini audit merupakan salah satu indikator kualitas akuntabilitas keuangan dilihat atas penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Opini audit secara bertingkat terdiri dari : Tidak Wajar (TW), Tidak Memberikan Pendapat (TMP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan yang terbaik adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Pemda yang mendapat opini WTP akan cenderung melakukan publikasi laporan keuangan melalui internet untuk menunjukkan sinyal kualitas pengelolaan keuangan yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebaliknya, opini audit selain WTP dapat menimbulkan konotasi atau persepsi publik akan adanya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah, sehingga pemerintah cenderung menutupi informasi keuangannya.

Penelitian Handayani (2010) menunjukkan bahwa tingkat penyimpangan mempunyai hubungan negatif signifikan terhadap tingkat pengungkapan. Semakin tinggi tingkat penyimpangan, maka pemda cenderung untuk menutupi informasi yang dimiliki, sehingga tingkat pengungkapan menjadi lebih rendah. Namun, hasil berbeda ditunjukkan oleh penelitian Hilmi dan Martani (2012) yang menyatakan bahwa tingkat penyimpangan memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan.

Dari penjelasan dan penelitian terdahulu diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Opini BPK berpengaruh terhadap transparansi informasi keuangan di website resmi pemerintahan daerah di Indonesia.

2.8.3 Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Pengungkapan Informasi Non Keuangan di Internet oleh Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Indonesia

Sesuai dengan Stakeholder Theory, penduduk merupakan salah satu stakeholder terpenting Pemerintah Daerah, oleh karena itu, semakin banyak jumlah penduduk maka tekanan untuk meminta informasi juga semakin besar. Riset pendahuluan tentang transparansi keuangan di pemerintah daerah di New Jersey telah mengungkapkan hubungan positif antara jumlah penduduk dengan pengungkapan informasi keuangan (Piotrowski &Bertelli, 2010). Sementara itu dalam hubungannya dengan transparansi di bidang informasi sosial dan lingkungan di website pemerintah daerah di Spanyol, jumlah penduduk juga menunjukkan relasi yang sama (Garcia-Sanchez, 2013). Jadi menurut penelitiPemda dengan jumlah penduduk yang lebih banyak memiliki tingkat pengungkapan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pemda dengan jumlah penduduk lebih sedikit.

Dari penjelasan dan penelitian terdahulu diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap transparansi informasi keuangan di website resmi pemerintahan daerah di Indonesia.

2.8.4 Pengaruh Tipe Pemda, dan Opini BPK terhadap Transparansi Informasi Keuangan di website resmi Pemerintahan Daerah di Indonesia

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, variabel-variabel independen tidak hanya berpengaruh secara sendiri-sendiri (parsial) terhadap variabel dependennya, tetapi juga berpengaruh secara bersama-sama (simultan). Oleh karena itu, dapat dimunculkan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Tipe Pemda, Opini BPK, dan Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap transparansi informasi keuangan di website resmi pemerintahan daerah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengungkapan informasi pemerintahan mulai menjadi perhatian sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang menyebutkan bahwa setiap informasi publik harus bersifat terbuka, serta dapat diakses oleh pengguna secara cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan cara yang sederhana. Suatu pemerintah daerah (pemda) yang transparan harus mampu menyediakan informasi yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat dan pengguna lainnya. Pengungkapan informasi pemerintahan melalui internet merupakan salah satu bentuk pengungkapan secara sukarela (voluntary disclosure).

Dengan semakin maraknya pengguna internet maka penyampaian informasi dengan menggunakan media inipun semakin berkembang dengan sangat pesat. Dalam perkembangan terakhir, internet menjadi alat untuk meneliti pengungkapan secara sukarela (voluntary disclosure) atas pelaporan informasi keuangan pada lingkungan pemerintahan daerah (Laswad et al, 2005). Styles dan Tennyson (2007) berpendapat bahwa internet adalah media yang paling mudah dijangkau oleh masyarakat dan paling cost effective bagi pemerintahan daerah untuk mempublikasikan informasi keuangannya dalam bentuk pelaporan online. Internet telah menciptakan suatu kemampuan pada entitas untuk menyebarkan segala jenis informasi (termasuk pengelolaan

keuangan) kepada siapapun yang memiliki akses (Groof dan Pitman, 2004). Oleh karena itu, penggunaan media internet yang dapat diakses oleh siapapun juga menunjukkan adanya suatu bentuk transparansi dan akuntabilitas.

Menurut Bodnar George dan William (2000:5) mendefenisikan informasi sebagai data yang berguna yang diolah sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang tepat. Sedangkan Gord an (1974) dalam Jogiyanto (2000:25) informasi merupakan data yang telah diolah kedalam suatu bentuk yang berguna bagi penerimanya dan nyata atau berupa nilai yang dapat dipahami dalam keputusan sekarang atau masa depan. Dari pengertian di atas tentang informasi, maka dapat disimpulkan bahwa informasi adalah data yang telah diproses dan digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.

Astari (2013) berpendapat bahwa informasi keuangan yang berkualitas dapat dicapai melalui tiga komponen yang penting dalam sektor publik yaitu transparansi, akuntabilitas dan pengawasan. Namun aspek transparansi

Dokumen terkait