• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Adapun saran untuk PT Indofarma (Persero) Tbk. :

a. PT Indofarma (Persero) Tbk. diharapkan agar kedepan terus meningkatkan mutu produk baik generik, branded dan herbal dengan terus menerapkan pedoman CPOB dan CPOTB.

b. Meningkatkan segala aspek yang berhubungan dengan peningkatan kinerja guna menghasilkan produk-produk yang bermutu termasuk kemampuan, pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya CPOB dan CPOTB bagi karyawan melalui pelatihan–pelatihan yang dilakukan secara berkala.

BAB II

TINJAUAN UMUM DI PT. INDOFARMA (Persero) Tbk.

2.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Indofarma (Persero) Tbk.

PT. Indofarma (Persero) Tbk. merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di bawah Departemen Kesehatan, berdiri pada tahun 1918 berupa unit produksi kecil dari Rumah Sakit Pusat Pemerintah Belanda dengan kegiatan pembuatan salep dan pemotongan kain kasa pembalut yang dilakukan di Centrale Burgelijke Zienkeninrichring (CBZ), yang sekarang dikenal dengan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo di Jakarta. Tahun 1931, pabrik berkembang dengan bertambahnya jenis produksi, yaitu tablet dan injeksi. Tahun 1935, lokasi pabrik dipindahkan ke Jalan Tambak No. 2 Manggarai, Jakarta sehingga dikenal dengan sebutan ”Pabrik Obat Manggarai”.

Perusahaan diambil alih oleh Jepang dan dikelola di bawah Manajemen Takeda setelah terjadi pergantian penjajah sekitar tahun 1942. Perusahaan ini diambil alih oleh Indonesia setelah merdeka dan dinasionalisasi pada tahun 1950. Pengelolaan diserahkan kepada Departemen Kesehatan Indonesia.

Tanggal 14 Februari 1967, melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.008/III/AM/67, nama Pabrik Obat Manggarai diubah menjadi Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan dan ditetapkan sebagai Unit Operatif setingkat Direktorat Jenderal Farmasi. Tugas pokok pabrik ini adalah memproduksi obat-obatan berdasarkan pesanan dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tahun 1969-1975 pabrik direnovasi dan tahun 1975 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.125/IV/KAB/BU/75 tentang struktur organisasi Departemen Kesehatan yang merupakan pelaksanaan

lebih lanjut dari Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 44 dan 45 tahun 1974, namun pabrik farmasi Departemen Kesehatan ini tidak tercakup dalam keputusan tersebut sehingga statusnya tidak jelas. Hal ini berlangsung hingga tahun 1978.

Tahap selanjutnya, pada tahun 1979 pabrik ini mulai memproduksi obat-obat esensial untuk pelayanan masyarakat, status Pabrik Obat Manggarai diubah menjadi Pusat Produksi Farmasi yang bersifat Nirlaba dan masih di bawah Departemen Kesehatan. Tahun 1981 pemerintah meningkatkan status perusahaan menjadi Perusahaan Umum Indonesia Farma disingkat Perum Indofarma.

Tonggak penting lain perjalanan bisnis Indofarma terjadi pada tahun 1988 dengan membangun pabrik modern berkapasitas besar dilahan seluas 20 Hektar dikawasan Cibitung, Bekasi dengan bantuan alat dan teknologi dari Italia. Tahun 1991, seluruh proses produksi di Manggarai, Jakarta, dipindahkan ke Cibitung kecuali sediaan steril. Tanggal 31 Januari 1995 fasilitas produksi steril diresmikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan dana pembangunan seluruhnya ditanggung oleh Perum Indofarma.

Tahun 1996 status perusahaan ditingkatkan lagi menjadi PT. Indofarma (Persero), ini bertujuan untuk mengantisipasi perkembangan dimasa datang dan meningkatkan daya saing. PT. Indofarma (Persero) selain bergerak di manufaktur obat, juga mulai merambah sampai ke distribusi dan perdagangan (trading) produk farmasi dan alat kesehatan. Perkembangan selanjutnya pada tahun 2000, bisnis distribusi dan trading produk farmasi dan alat kesehatan dipisah dan diserahkan ke anak perusahaan yang baru dibentuk, yaitu PT. Indofarma Global Medika (IGM). Pengembangan ini sekaligus memungkinkan Indofarma memfokuskan diri pada bisnis inti dibidang produksi dan pemasaran produk-produk farmasi.

Tahun 2001 Indofarma melakukan penawaran saham perdana kepada masyarakat dan mendaftarkan seluruh saham perusahaan di bursa efek Jakarta dan bursa efek Surabaya, serta resmi menjadi sebuah perusahaan terbuka dengan nama PT. Indofarma (Persero) Tbk. Produksi Indofarma terus berkembang dengan struktur permodalan yang lebih kuat, sehingga bukan hanya membuat obat-obat esensial dan generik, melainkan juga obat dengan nama dagang baik etikal maupun OTC, obat tradisional (herbal) dan makanan kesehatan.

Manajemen Indofarma yakin bahwa kunci keberhasilan untuk memenangkan persaingan diera globalisasi adalah operational execellence. Tahun 2007 perusahaan mengoptimalkan fungsi bisnis yang ada melalui restrukturisasi lanjutan yang memberikan otonomi luas kepada IGM guna memperkuat struktur bisnis terutama dalam hal penggarapan penjualan institusi. Indofarma dapat lebih memfokuskan pada kegiatan produksi sedangkan IGM pada kegiatan distribusi dan trading produk farmasi dan alat kesehatan.

Perseroan senantiasa berupaya menetapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance / GCG) guna meletakkan fondasi bisnis yang kuat. Tanggal 22 Februari 2007 organ utama perseroan telah bersama-sama menandatangani pernyataan komitmen implementasi GCG. Perseroan juga berupaya membangun kompetensi personal yang profesional melalui program pengembangan sumber daya manusia yang terarah, agar mampu membawa perseroan memasuki era perdagangan bebas sebagai perusahaan farmasi terkemuka dikawasan ASEAN.

2.2 Visi, Misi, Motto dan Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk. Visi

Menjadi perusahaan yang berperan secara signifikan pada perbaikan kualitas hidup manusia dengan memberi solusi terhadap masalah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Misi

 Menyediakan produk dan layanan berkualitas dengan harga terjangkau untuk masyarakat.

 Melakukan penelitian dan pengembangan produk yang inovatif dengan prioritas untuk mengobati penderita penyakit dengan tingkat prevalensi tinggi.

 Mengembangkan kompetensi sumber daya manusia sehingga memiliki kepedulian, profesionalisme dan kewirausahaan yang tinggi.

Motto

Motto PT. Indofarma (Persero) Tbk. adalah insan Indofarma dalam menjalankan visi dan misi tersebut yaitu “dilandasi ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita tingkatkan kualitas kesehatan bangsa”.

Logo

Gambar 2.1 Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk.

 Logo tanpa bingkai warna biru: Pengabdian INF yang tidak terbatas untuk kesehatan masyarakat.

 Warna biru melambangkan sifat pengabdian perseroan yang tidak terbatas untuk kesehatan masyarakat. Keluasan pengabdian diperluas dengan gradasi warna yang mewakili dimensi yang luas.

 Ritme garis lurus dan lengkung: Upaya-upaya pelayanan perseroan pada masyarakat. Kesatuan garisnya memberikan kesan melindungi dan saling mendukung, artinya perseroan siap melindungi masyarakat dari penyakit dan mendukung masyarakat untuk mewujudkan kesehatan.

 Posisi miring: Dinamika INF, tidak terpaku konvensi lama, mengikuti perkembangan zaman dan inovatif tetapi mengikuti gerak laju teknologi.

2.3 Lokasi dan Fasilitas Produksi PT. Indofarma (Persero) Tbk.

Seluruh fasilitas produksi farmasi dan obat herbal dirancang sesuai konsep CPOB dan dibangun diatas tanah seluas ± 20 hektar di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat. Pabrik lainnya yaitu pabrik makanan bayi seluas ± 0,25 hektar di Cikarang.

Pabrik dan kantor pusat PT. Indofarma (Persero) Tbk terletak di Jalan Indofarma No. 1, Desa Gandasari, Kecamatan Cikarang Barat-Bekasi, dengan luas tanah 2.000.000 m2 dan luas bangunan 28.035 m2 yang terdiri dari: kantor pusat 20 m2, pusat pelatihan 750 m2, kantin 300 m2, koperasi 60 m2, poliklinik dan apotek 196 m2, masjid 441 m2, laboratorium 1.440 m2, unit produksi utama 9.921 m2, unit produksi β laktam 1.440 m2, unit produksi parenteral 2.330 m2, unit produsi obat tradisional dan gudang 5.250 m2, bangunan utilities 898 m2, gudang bahan kimia 216 m2, instalasi pengolahan limbah cair 204 m2, instalasi limbah padat 44 m2, menara air 100 m2, cylinder gas chamber 66 m2, rumah jaga 128 m2, lapangan 1.548 m2, unit penelitian dan pengembangan 700 m2, gudang logistik bahan awal 5346 m2, gudang logistik produk jadi 4752 m2.

Sistem tata ruang produksi non steril dibagi dua, yaitu kelas empat dan kelas tiga. Kelas empat meliputi gudang, koridor yang menghubungkan gudang produk jadi dan daerah pengemasan sekunder. Daerah ini ditandai dengan lantai yang dicat epoksi agar kotoran tidak mudah melekat dan dinding mudah dibersihkan. Kelas tiga merupakan daerah yang terkait langsung dengan proses produksi, misalnya daerah proses pengolahan, pengemasan primer, hingga koridor yang berhubungan.

2.3.1 Produk PT. Indofarma (Persero) Tbk.

Produk yang dihasilkan oleh PT. Indofarma (Persero) Tbk antara lain sebagai berikut:

A. Produk Etikal (OGB, Lisensi, Generik dengan Nama Dagang)

PT. Indofarma (Persero) Tbk memproduksi obat generic ethical sebagai produk utama di samping memproduksi obat dengan nama dagang dan lisensi. Saat ini PT. Indofarma (Persero) Tbk mulai memperluas target pasar dengan memproduksi obat branded generic atau obat generik dengan nama dagang namun harganya terjangkau, yang merupakan program pemerintah untuk penyediaan obat bagi masyarakat.

B. OTC dan Herbal Medicines

Dalam rangka mengembangkan Sumber Daya Alam di Indonesia maka PT. Indofarma (Persero) Tbk telah mengembangkan Obat Asli Indonesia (OAI) yang dibuat dalam bentuk sediaan obat seperti Prolipid, Pro Uric, Probagin, dan lainnya. Selain itu, diproduksi pula makanan kesehatan (health food) seperti Biovision, Bioprost, Bioginko dan lain-lain. Obat OTC yang diproduksi antara lain OBH Indo Plus.

C. Alat Kesehatan

Selain memproduksi obat, anak perusahaan PT. Indofarma (Persero) Tbk juga bekerjasama dengan SD (Standart Diagnostic) untuk memasarkan diagnostic kit. Alat kesehatan tersebut disalurkan dari Standart Diagnostic Inc.

2.4 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan “GMP” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB yang bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi dibidang farmasi. Aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB tahun 2006 meliputi 12 aspek yang dibicarakan.

2.4.1 Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggungjawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu “kebijakan mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran departemen di dalam perusahaan, pemasok dan distributor. Manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan

diterapkan secara benar diperlukan untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan.

Sistem pemastian mutu hendaklah didukung dengan tersedianya personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab hukum hendaklah diberikan kepada kepala bagian manajemen mutu (Pemastian Mutu).

Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan

tujuan pemakaiannya. 2.4.2 Personalia

Jumlah personil di semua tingkat harus memadai serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Kesehatan mental dan fisik yang baik harus dimiliki personil agar mampu melaksanakan tugas secara profesional dan hendaklah memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB.

2.4.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan, tiap sarana kerja hendaklah memadai sehingga setiap resiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan.

Bangunan suatu industri farmasi, pada permukaan bagian dalam ruangannya seperti dinding, lantai dan langit-langit hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaan yang

rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding juga hendaklah kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran yang berasal dari lingkungan dan sarana, maka perlu:

1. Ruang terpisah yang dirancang khusus disiapkan untuk menghindari kontaminasi.

2. Kelas A atau kelas 100, berada di bawah aliran udara laminer dan memiliki efisiensi saringan udara akhir sebesar 99.995%.

3. Kelas B atau kelas 100, merupakan ruangan steril, kelas ini adalah lingkungan latar belakang untuk zona kelas A dan memiliki efisiensi saringan udara akhir sebesar 99.995%.

4. Kelas C atau kelas 10.000, merupakan ruangan steril dan memiliki efisiensi saringan udara sebesar 99.95%.

5. Kelas D atau kelas 100.000, adalah ruangan bersih dan memiliki efisiensi saringan udara sebesar 99.95% bila menggunakan sistem resirkulasi ditambah make-up air (10-20% fresh air) atau efisiensi saringan udara 90% bila menggunakan sistem single pass (100% fresh air).

6. Kelas E adalah ruangan umum dan memiliki efisiensi saringan udara sebesar 99.95% bila menggunakan sistem resirkulasi ditambah make-up air (10-20% fresh air) atau 90% bila menggunakan sistem single pass (100% fresh air). 2.4.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancangan bangunan dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta

ditempatkan dengan tepat sehingga mutu setiap produk obat terjamin secara seragam dari bets ke bets serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya. Persyaratan peralatan menurut CPOB sebaiknya dirawat secara teratur melalui program perawatan untuk mencegah cacat fungsi atau kontaminasi yang dapat mengubah identitas, kualitas atau kemurnian suatu produk.

2.4.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaknya dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

2.4.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).

Prinsip utama produksi adalah:

- Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.

- Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi.

Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan. M utu produk yang dihasilkan sangat

ditentukan oleh bahan awal, proses produksi, personil dan sistem tervalidasi.

Penyimpanan tergantung dari kestabilan bahan awal. Ruangan penyimpanan hendaklah tersedia dengan suhu yang berbeda-beda. Tekanan udara dalam ruangan yang memiliki resiko lebih tinggi terhadap suatu produk hendaklah selalu lebih tinggi dari pada ruangan lain. Bila suatu pintu dibuka, tekanan atau hembusan udara dari arah ruangan yang beresiko tinggi hendaklah cukup mampu untuk menciptakan arus udara kearah ruang yang beresiko lebih rendah untuk menghindarkan pencemaran balik.

2.4.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiaannya.

Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah secara fisik dari ruang produksi. Laboratorium untuk pengawasan selama proses mungkin lebih memudahkan apabila letaknya didaerah tempat pemprosesan atau pengemasan dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan dan uji monitoring lainnya secara periodik.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan

sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan. 2.4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

2.4.8.1 Inspeksi Diri

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi meliputi personil, bangunan, penyimpanan, bahan awal, obat jadi, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan pemeliharaan gedung serta peralatan.

2.4.8.2 Audit Mutu

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.

2.4.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri atau beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena kerusakan, daluarsa atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan identitas, mutu, keamanan obat serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah dan jenis.

Keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan memerlukan penanganan serta pengkajian secara teliti. Keluhan atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain dari bagian produksi, pengawasan mutu, gudang dan pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien, dokter, paramedik, klinik, rumah sakit, apotek, distributor.

2.4.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena mengandalkan komunikasi lisan.

2.4.11 Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggungjawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggungjawab penuh kepala bagian pemastian mutu.

2.4.12 Kualifikasi dan Validasi 2.4.12.1 Kualifikasi

Kualifikasi adalah “kegiatan pembuktian” bahwa perlengkapan, fasilitas atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Validasi/kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang terdiri dari 4 tingkatan, yaitu:

1) Kualifikasi Rancangan (Design Qualification)

Kualifikasi rancangan adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan sistem, peralatan atau bangunan yang akan dipasang atau dibangun sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam ketentuan CPOB yang berlaku. Kualifikasi ini dilakukan sebelum instalasi (pemasangan) alat/mesin/prasarana produksi.

2)Kualifikasi Instalasi (Installation Qualification)

Kualifikasi instalasi bertujuan untuk menjamin dan mendokumentasikan sistem atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada dokumen pembelian, manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya dilakukan

memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Kualifikasi instalasi dilakukan pada waktu instalasi (pemasangan baru), modifikasi atau pemindahan alat yang bersangkutan.

3) Kualifikasi Operasional (Operational Qualification)

Kualifikasi operasional bertujuan untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi (pemasangan baru), modifikasi atau pemindahan alat yang bersangkutan. 4) Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification)

Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan penggunaan.

2.4.12.2 Validasi

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Kegiatan validasi secara keseluruhan hendaklah direncanakan. Kegiatan validasi meliputi kualifikasi (personil, peralatan dan sistem), kalibrasi (instrument dan alat ukur) dan validasi (prosedur dan proses).

a. Validasi Metode Analisa

Validasi metode analisa untuk membuktikan bahwa semua metode analisa (cara/prosedur pengujian) yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten (terus-menerus). Validasi metode analisa menguji atau memvalidasi prosedur tetap (protap) pengujian yang bersangkutan. Protap tersebut bisa dibuat oleh bagian pengawasan mutu,

apabila protap belum dibuat, maka harus dibuat terlebih dahulu, baru divalidasi. b. Validasi Proses Produksi

Tujuannya adalah:

- Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin (batch processing records), senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus-menerus.

- Mengidentifikasi dan mengurangi masalah yang terjadi selama proses produksi dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang.

- Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses produksi. c. Validasi Proses Pengemasan

Tujuannya adalah:

- Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan yang berlaku dan digunakan dalam proses pengemasan rutin (batch packaging records) sesuai dengan persyaratan rekonsiliasi yang telah ditentukan secara konsisten.

- Operator yang melakukan proses pengemasan kompeten serta mengikuti

Dokumen terkait