BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah dilakukan adalah untuk penelitian selanjutnya sebaiknya tetap menggunakan biomassa seperti pelepah kelapa sawit tetapi dilakukan penentuan kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dari kelapa sawit. Tujuannya agar dapat diketahui banyaknya yield yang dihasilkan dari ketiga kandungan dan berapa banyak kandungan diatas terkonversi menjadi asam oksalat pada setiap variasi dilakukan untuk menghasilkan asam oksalat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 PELEPAH KELAPA SAWIT
Kelapa sawit (elaeis guineensis) adalah tanaman pohon tropis yang terutama ditanam untuk produksi industri minyak nabati. Habitat asli kelapa sawit adalah
hutan hujan tropis dengan curah hujan 1780 – 2280 mm3 per tahun dengan kisaran
suhu 24 – 30 oC. Kelapa sawit juga toleran dengan berbagai jenis tanah asalkan mendapat pasokan air yang cukup [11]. Untuk pertumbuhan dan produksi yang optimal, tanaman kelapa sawit membutuhkan curah hujan yang tinggi dan suhu yang stabil sepanjang tahun, tanah harus dalam dan berdrainase baik. Tanaman kelapa sawit tumbuh terutama di dataran rendah daerah tropis di bawah ketinggian 400 m [12].
Dibandingkan dengan komoditi lainnya pada sub-sektor perkebunan, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertumbuhannya paling pesat. Perkebunan kelapa sawit sampai saat ini terus berkembang hampir di semua provinsi di Indonesia sehingga luasannya terus meningkat. Agroindustri kelapa sawit berkembang pesat di Indonesia dalam dua dekade terakhir [13]. Namun seiring dengan perkembangan tersebut, timbul persoalan baru yaitu dihasilkannya sejumlah limbah padat, baik yang berasal dari aktivitas perkebunan. Perkebunan kelapa sawit menghasilkan sisa atau limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal, limbah yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit ada tiga macam yaitu limbah padat, cair, dan gas [14]. Pelepah kelapa sawit merupakan salah satu limbah padat dari perkebunan kelapa sawit yang dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan dengan panen tandan buah segar.
Total potensi jumlah limbah pelepah kelapa sawit di Indonesia sebanyak 81.887.936 ton/tahun [15]. Nutrisi pelepah kelapa sawit meliputi 5,8 % protein kasar, 48,6 % serat kasar, dan 3,3 % abu [16]. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa komponen penyusun terbesar dari pelepah kelapa sawit adalah serat kasar.
Serat kasar pelepah kelapa sawit terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Komposisi kimia pelepah kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Pelepah Kelapa Sawit [17]
No. Komponen Kimia Kadar (%)
1. Selulosa 31,5 ± 0,3 2. Hemiselulosa 19,2 ± 0,1 3. Lignin 14,0 ± 0,5 4. Abu 12,3 ± 0,2 5. Protein 9,4 ± 0,1 2.2 SELULOSA
Selulosa adalah senyawa berbentuk benang-benang serat, terdapat sebagai komponen terbesar dalam dinding sel pepohonan, jerami, rumput, enceng gondok, dan tanaman lainnya. Selulosa pada tanaman merupakan serat-serat panjang yang bersama-sama hemiselulosa membentuk 5 dan 6 karbon gula dan lignin. Molekul-molekul tersebut berikatan dan membentuk rantai panjang dari kesatuan
D-glukose yang dihubungkan oleh rantai glukosida1,4. Rumus molekul selulosa
adalah C 6H 11O 6 - (C 6H 10O 5) - C 6H 11O
5 [10]. Struktur selulosa dapat dilihat pada gambar berikut :
Selulosa yang mempunyai rumus molekul (C6H10O5)n memiliki derajat
polimerisasi yang jumlahnya > 10.000. Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika Gambar 2.1.Struktur Selulosa
dan lebih tahan lama terhadap degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis. Sifat fisika selulosa yang penting adalah panjang, lebar dan tebal molekulnya. Sifat fisik lain dari selulosa adalah:
1. Dapat terdegradasi oleh hidrolisis, oksidasi, fotokimia maupun secara
mekanis sehingga berat molekulnya menurun.
2. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam
larutan alkali.
3. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila
selulosa cukup banyak mengandung air maka akan bersifat lunak. Jadi fungsi air disini adalah sebagai pelunak.
4. Selulosa dalam kristal mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan
dengan bentuk amorfnya [18].
Panjang suatu rangkaian selulosa tergantung pada derajat polimerisasinya. Semakin panjang suatu rangkaian selulosa, maka rangkaian selulosa tersebut mempunyai serat yang lebih kuat, lebih tahan terhadap pengaruh bahan kimia, cahaya, dan mikroorganisme. Selulosa dapat dibedakan menjadi:
1. α-selulosa yaitu jenis selulosa ini tidak dapat larut dalam larutan NaOH
dengan kadar 17,5% pada suhu 200 oC dan merupakan bentuk sesungguhnya
yang telah dikenal sebagai selulosa.
2. -selulosa yaitu jenis selulosa yang mudah larut dalam larutan NaOH 17,5%
dengan derajat polimerisasi 15-90 pada suhu 200 oC dan akan mengendap bila
larutan tersebut berubah menjadi larutan yang memiliki suasana asam.
3. -selulosa memiliki sifat yang sama dengan -selulosa, dengan derajat polimerisasi kurang dari 15 [14].
Struktur selulosa yang bermacam-macam menyebabkannya dapat digunakan sebagai bahan pembuat produk terbarukan seperti bioetanol dan berbagai macam kebutuhan termasuk juga asam oksalat.
2.3 ASAM OKSALAT
Asam oksalat disintesis untuk pertama kali pada tahun 1776 oleh Scheele melalui oksidasi gula dengan asam nitrat. Kemudian oleh Wohler disintesis dengan hidrolisis sianogen pada tahun 1824 [19]. Asam oksalat banyak digunakan
dalam industri sebagai bahan pembuat seluloid, rayon, bahan peledak, penyamakan kulit, pemurnian gliserol dan pembuatan zat warna. Selain itu asam oksalat juga dapat digunakan sebagai pembersih peralatan dari besi, katalis, dan reagen laboratorium [10].
Pada tahun 1829, Gay Lussac menemukan bahwa asam oksalat dapat diproduksi dengan cara meleburkan serbuk gergaji dalam larutan alkali. Asam oksalat merupakan turunan dari asam karboksilat yang mengandung 2 gugus karboksil yang terletak pada ujung-ujung rantai karbon yang lurus yang
mempunyai rumus molekul C2H2O4. Asam oksalat tidak berbau, higroskopis,
berwarna putih sampai tidak berwarna dan mempunyai berat molekul 90 gr/mol [20].
Kebutuhan asam oksalat di Indonesia setiap tahun selalu meningkat. Saat ini Indonesia masih mengimpor asam oksalat dari China, untuk memenuhi sebagian kebutuhan asam oksalat dalam negeri. Saat ini terdapat 6 macam teknologi yang telah dikembangkan untuk sintesis asam oksalat secara komersial, yaitu oksidasi karbohidrat, etilen glikol, proses propilen, proses dialkil oksalat, proses peleburan alkali, dan fermentasi glukosa.
Tabel 2.2 Sifat Fisika dan Kimia Asam Oksalat Anhidrat dan Dihidrat [10]
Sifat Nilai
Asam oksalat anhidrat (C2H2O4.H2O)
Titik leleh
Densitas
Panas spesifik (Padat, -200-50 oC)
Berat molekul
Tidak berbau
Berwarna bening
Tidak menyerap air
Asam oksalat dihidrat (C2H2O4.2H2O)
Titik leleh Densitas pH Berat molekul Tidak berbau 189,5 oC 1,9 gr/mL 1,084 + 0.0318t 90,04 gr/mol 101,5 oC 1,653 g/cm3 1 (10 gr/l H2O, 20 oC) 126,07 gr/mol
2.3.1 PEMBUATAN ASAM OKSALAT
Asam oksalat dapat disintesis dengan 6 metode yaitu: 1. Oksidasi Karbohidrat
Cara ini ditemukan oleh Scheele pada tahun 1776. Asam oksalat diproduksi dengan mengoksidasi karbohidrat seperti glukosa, sukrosa, pati, dekstrin, dan selulosa dengan menggunakan asam nitrat. Biasanya untuk proses ini bahan yang digunakan adalah bahan yang banyak mengandung karbohidat, misalnya tepung. Tepung yang digunakan biasanya adalah tepung jagung, tepung gandum, tepung ubi jalar atau tepung yang lainnya dan bisa juga menggunakan gula atau molase. Ketika digunakan bahan baku seperti selulosa maka harus dihidrolisa terlebih dahulu dengan asam sulfat, sehingga menjadi monosakarida. Glukosa
ini kemudian dioksidasi dengan asam nitrat pada temperatur 63-85 oC dengan
katalis vanadium pentoksida [19]. Reaksi :
5C6H12O6 + 30HNO3 15C2H2O4 + 3NO + 9N2O + 9NO2 +
Glukosa As. Nitrat As.Oksalat Nitrogen monoksida Nitrooksida Nitrit 30 H2O
Air
Produksi asam oksalat dengan oksidasi karbohidrat masih dapat dikembangkan karena banyaknya bahan baku seperti limbah pertanian [19].
Dalam pembuatan asam oksalat dengan proses ini bahan dasarnya mengandung
60 % larutan glukosa. Temperatur pada proses ini perlu dikontrol dan dijaga. Untuk menghindari terjadinya oksidasi asam oksalat menjadi karbondioksida, maka ditanggulangi dengan penambahan asam sulfat. Kemurnian produk akhir adalah 99 % dengan konversi asam oksalat pada proses ini adalah 63 – 65 %. Prosesnya dapat dilakukan secara batch maupun kontinu [21].
2. Proses Etilen Glikol
Dalam proses ini etilen glikol dioksidasi dalam campuran 30-40 % asam sulfat dan asam nitrat 20-25 % dengan 0,001- 0,1 % vanadium pentoksida pada
suhu 50-70 oC untuk menghasilkan asam oksalat lebih dari 93% [21].
Proses ini telah dikembangkan di Jepang oleh Mitsubishi Gas Chemical yang memproduksi 12.000 Ton/tahun asam oksalat. Etilen glikol teroksidasi
dengan konsentrasi 60 % asam nitrat pada 0,3 MPa (43,5 psi), 80oC dengan
oksigen. Inisiator seperti NaNO2 dapat membantu menghasilkan oksida
nitrogen dan promotor seperti senyawa vanadium atau asam sulfat yang digunakan untuk mempercepat reaksi oksidasi. Yield asam oksalat yang dihasilkan adalah 90 % [19].
Reaksi yang berlangsung pada proses ini adalah.
(CH2OH)2 + 4NO2 (COOH)2 + 4NO + 2H2O
Etilen Glikol Nitrit As.Oksalat Nitrogen monoksida Air
4NO + 2O2 4NO2
Nitrogen monoksida Oksigen Nitrit
Keseluruhan:
(CH2OH)2 + 2O2 (COOH)2 + 2H2O
E.Glikol Oksigen As.Oksalat Air
3. Proses Propilen
Pembuatan asam oksalat dengan oksidasi propilen, menggunakan gas bersih dari stok umpan pada operasi perengkahan minyak bumi. Pada proses propilen, propilen dioksidasi oleh asam nitrat melalui 2 tahap. Tahap pertama propilen
direaksikan dengan NO2 cair untuk menghasilkan produk antara berupa asam α
-nitrolaktat yang selanjutnya dioksidasi pada temperatur tinggi untuk menghasilkan asam oksalat [19].
Rhone-Poulenc (Prancis) mengembangkan sebuah versi modifikasi dari proses pembuatan asam oksalat atau asam laktat, atau keduanya dari propilen. Pada tahun 1978, sebanyak 65.000 ton/tahun asam oksalat diproduksi di seluruh dunia dengan proses ini, Pada 1990-an proses ini dioperasikan hanya oleh Rhone-Poulenc [19]. Reaksi oksidasi Rhone-Poulenc seperti persamaan reaksi berikut:
CH3CH=CH2 + 3HNO3 CH3CHCOOH + 2NO + 2H2O ONO
CH3CHCOOH + 5/2 O2 (COOH)2 + CO2 + HNO3 + H2O
Pada langkah pertama, propilen dicampurkan pada suhu 10-40 oC dengan
asam nitrat, konsentrasi dijaga pada 50-75 % dan perbandingan rasio molar
untuk propilena 0,01-0,5 hingga terkonversi menjadi asam α-nitrolaktat dan
asam laktat. Pada tahap kedua asam α-nitrolaktat teroksidasi oleh oksigen
dengan adanya katalis pada suhu 45-100 oC untuk menghasilkan asam oksalat
dihidrat. Secara keseluruhan dengan konsentrasi propilen lebih besar dari 90% diperoleh konversi propilen 77,5% [21].
4. Proses Dialkil Oksalat
Asam oksalat dihasilkan dengan hidrolisis diester asam oksalat dengan gas CO dengan produk samping alkohol. Pada tahun 1978 UBE Industries (Jepang) mengkomersialisasikan proses dua-langkah ini.
Sintesis pertama yang dilaporkan dengan menggunakan contoh PdCl2 - CuCl2
dalam sistem redoks dengan persamaan reaksi berikut :
2CO + 2ROH + ½ O2 (COOR)2 + H2O Karbon Dioksida Alkohol Oksigen Dialkil Oksalat Air (COOR)2 + H2O (COOH)2 + 2ROH
Dialkil Oksalat Air As.Oksalat Alkohol
5. Proses Peleburan Alkali
Pembuatan asam oksalat dengan proses peleburan alkali dilakukan menggunakan bahan baku yang mengandung selulosa tinggi seperti serbuk gergaji, sekam padi, tongkol jagung, dan lain-lain. Bahan ini dilebur dengan alkali hidroksida seperti natrium hidroksida atau kalsium hidroksida pada suhu 240 –
285 ºC. Produk yang diperoleh direaksikan dengan asam sulfat untuk membentuk asam oksalat dan kalsium sulfat [21].
ONO2
Berikut reaksi-reaksi yang terjadi pada proses peleburan alkali
menggunakan Ca(OH)2:
2(C6H10O5)n + 3n Ca(OH)2 + 13/2n O2 n CaC2O4 + n Ca (CH3COO)2 + Selulosa Kalsium Hidroksida Oksigen Kalsium Oksalat Kalsium Asetat n Ca(COOH)2 + 9 n H2O + 4n CO2
Kalsium Formiat Air Karbon dioksida
CaC2O4 + H2SO4 C2H2O4 + CaSO4
Kalsium Oksalat As. Sulfat Asam Oksalat Kalsium Sulfat Kemurnian dari proses peleburan alkali adalah sebesar 60 % [21].
6. Fermentasi Glukosa
Asam oksalat dapat dihasilkan dengan menggunakan proses fermentasi gula dengan menggunakan jamur (seperti Aspergillum atau Penicillium) sebagai pengurainya. Produk yang diperoleh kemudian disaring, diasamkan dan dihilangkan warnanya. Setelah itu, produk dinaikkan konsentrasinya dengan evaporator dan hasilnya dikristalkan. Kemudian dilakukan pengeringan untuk memisahkan produk dengan airnya. Hasil dari asam oksalat tergantung dari nutrient (nitrogen) yang ditambahkan. Berikut Tabel 2.3 yang menunjukkan perbedaan dari beberapa metode sintesis asam oksalat secara ringkas.
Tabel 2.3 Perbedaan Keuntungan dan Kerugian pada Berbagai Proses Sintesis Asam Oksalat
Metode Keuntungan Kerugian
1. Oksidasi
Karbohidrat Dihasilkan asam
oksalat dalam jumlah besar (yield 63-65 %).
Bahan bakunya mahal
seperti tepung tapioka, tepung jagung dan lain-lain.
Diperlukan katalis
tertentu yaitu V2O5/Fe3+.
2. Etilen Glikol Dihasilkan asam
oksalat dalam jumlah besar (yield > 90 %).
Menggunakan bahan
baku yang mahal, yaitu etilen glikol.
3. Proses Propilen Dihasilkan asam oksalat dalam jumlah besar (yield 75 %
Menggunakan proses
yang cukup sulit.
4. Proses Dialkil
Oksalat Selain menghasilkan
asam oksalat, juga dihasilkan alkohol sebagai produk samping yang memiliki nilai ekonomi Menggunakan proses yang kompleks. 5. Proses Peleburan Alkali
Bahan yang digunakan
tersedia dalam jumlah yang cukup banyak, seperti sabut kelapa, serbuk gergaji, sekam padi, dll.
Proses yang digunakan
cukup sederhana yaitu hanya dengan
penambahan alkali hidroksida, Ca(Cl)2, dan H2SO4.
Kemurnian asam oksalat yang dihasilkan sebesar 60%
6. Fermentasi
Glukosa Bahan utama yang
berasal dari
karbohidrat mudah didapat.
Prosesnya yang cukup
panjang yaitu gula difermentasikan terlebih dahulu dengan menggunakan jamur
aspergillus atau penicillium.
2.3.2 KEGUNAAN ASAM OKSALAT
Terdapat beberapa kegunaan asam oksalat di dalam industri, yaitu [22]:
1. Perawatan Logam (Metal Treatment)
Asam oksalat digunakan pada industri logam untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan logam yang akan dicat. Hal ini dilakukan karena kotoran tersebut dapat menimbulkan korosi pada permukaan logam setelah proses pengecatan selesai dilakukan.
2. Pelapisan dengan Oksalat (Oxalate Coatings)
Pelapisan oksalat telah digunakan secara umum karena asam oksalat dapat digunakan untuk melapisi logam stainless steel, nickel alloy, kromium,
dan titanium. Sedangkan pelapisan dengan senyawa lain seperti fosfat tidak dapat bertahan lama apabila dibandingkan dengan menggunakan pelapisan oksalat.
3. Anodizing
Proses pelapisan menggunakan asam oksalat dikembangkan di Jepang dan dikenal lebih jauh di Jerman. Pelapisan asam oksalat menghasilkan tebal
lebih dari 60 μm dapat diperoleh tanpa menggunakan teknik khusus.
Pelapisannya bersifat keras, abrasif, tahan terhadap korosi, dan cukup atraktif warnanya sehingga tidak diperlukan pewarnaan. Tetapi bagaimanapun juga, proses pelapisan menggunakan asam oksalat lebih mahal apabila dibandingkan dengan proses asam sulfat.
4. Pembersihan Baja (Metal Cleaning)
Asam oksalat adalah senyawa pembersih yang digunakan untuk otomotif radiator, boiler, railroad cars, dan kontaminan radioaktif untuk reaktor pada proses pembakaran. Dalam membersihkan logam besi dan non besi, asam oksalat menghasilkan kontrol pH sebagai indikator yang baik. Banyak industri yang mengaplikasikan cara ini berdasarkan sifatnya dan keasamannya.
5. Pembersihan Zat Warna Tekstil (Textiles)
Asam oksalat banyak digunakan untuk zat warna. Dalam pencucian, asam oksalat digunakan sebagai zat asam, kunci penetralan alkali, dan melarutkan besi pada pewarnaan tenun pada suhu pencucian. Selain itu, asam oksalat juga digunakan untuk membunuh bakteri yang ada pada kain.
6. Pewarnaan Wool (Dyeing)
Asam oksalat dan garamnya juga digunakan untuk pewarnaan wool. Asam oksalat sebagai agen pengatur kromium florida. Mordan yang terdiri dari 4% kromium florida dan 2 % berat asam oksalat. Wool dididihkan dalam waktu 1 jam. Kromium oksida pada wool diangkat dari pewarnaan. Ammonium oksalat juga digunakan sebagai pencetakan Vigoreus pada wool, dan juga terdiri dari mordan (zat kimia) pewarna.
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembuatan asam oksalat adalah: a. Waktu
Semakin lama waktu reaksi, maka waktu kontak antara zat-zat tersebut akan semakin lama sehingga reaksi akan semakin mendekati sempurna. Tetapi jika waktu reaksi terlalu lama dapat menyebabkan reaksi berlanjut ke arah reaksi yang tidak diinginkan.
b. Temperatur
Hubungan antara temperatur dan kecepatan reaksi dinyatakan oleh persamaan Arrhenius sebagai berikut:
k = ko .e(-E/RT) dengan:
k = tetapan laju reaksi k
o= faktor frekuensi E = energi aktivasi
R = tetapan gas = 8,314 Joule/mol. K = 1,987 kal/mol. K
Setiap kenaikan temperatur akan memberikan kenaikan harga k. Semakin besar harga k, maka kecepatan reaksi akan semakin besar pula. Tetapi apabila temperatur terlalu tinggi maka akan menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan pada asam oksalat.
c. Komposisi dan Konsentrasi
Komposisi suatu bahan dan adanya zat inert sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi. Suatu reaksi biasanya dapat berubah menjadi produk dengan cepat apabila direaksikan dengan konsentrasi yang tinggi, tetapi itu tidak berlaku pada semua reaksi, sehingga perlu dicari perbandingan yang baik.
d. Pengadukan
Pengadukan dapat memperbesar frekuensi tumbukan antara zat-zat pereaksi sehingga reaksi akan berlangsung lebih cepat [10].
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkebunan kelapa sawit yang terus berkembang di hampir seluruh provinsi di Indonesia menempatkan Indonesia sebagai penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia yang diikuti oleh Malaysia sebagai pesaing utama Indonesia [1]. Perkembangan perkebunan kelapa sawit berdampak pada peningkatan limbah dari perkebunan tersebut yang belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit mulai dari pra panen hingga proses pemanenan, salah satunya adalah pelepah kelapa sawit. Penelitian limbah pelepah kelapa sawit mulai dikembangkan pada saat ini antara lain sebagai pakan ternak. Ditinjau dari komposisi kimianya limbah pelepah kelapa sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk diolah lebih lanjut menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis, salah satunya dengan memanfaatkan limbah pelepah kelapa sawit sebagai bahan baku pembuatan asam oksalat [2].
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya luas perkebunan kelapa sawit, meningkat pula limbah yang dihasilkan termasuk pelepah kelapa sawit. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Luas Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia [3]
Tahun Luas Kelapa sawit
(ribu ha) 2010 5161,6 2011 5349,8 2012 5995,7 2013 6108,9 2014 6404,4
Pelepah kelapa sawit merupakan limbah perkebunan kelapa sawit yang mengandung tiga jenis polimer karbohidrat yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Berdasarkan penelitian sebelumnya kandungan selulosa pada pelepah kelapa sawit yaitu sebesar 31 % memberi peluang untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pada pembuatan asam oksalat [4].
Asam oksalat adalah senyawa organik dengan rumus kimia C2H2O4, berupa kristal padat tak berwarna yang larut dalam air dan memberikan larutan yang tidak berwarna. Senyawa ini banyak sekali kegunaannya antara lain digunakan sebagai zat campuran pada proses penyamakan kulit, untuk menghilangkan karat yang tertimbun pada sistem pendingin, sebagai pembersih logam dan sering digunakan sebagai reagen dalam analisa kimia [5].
Kebutuhan asam oksalat di Indonesia setiap tahun selalu meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan asam oksalat di dalam negeri, Indonesia masih mengimpor asam oksalat dari luar negeri. Data impor asam oksalat di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Data Impor Asam Oksalat di Indonesia [3]
Tahun Impor (Ton/Tahun)
2008 1.212,754 2009 1.183,856 2010 1.498,327 2011 1.393,800 2012 1.590,370 2013 1.469,626 2014 824,684
Metode yang umum digunakan untuk sintesis asam oksalat dari bahan yang mengandung selulosa adalah metode peleburan alkali dan metode oksidasi asam nitrat. Pada metode peleburan alkali pembuatan asam oksalat dari bahan
berselulosa menggunakan larutan alkali berupa NaOH dan Ca(OH)2 [6].
Pembuatan asam oksalat dengan metode peleburan alkali telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Tabel 1.3 menunjukkan beberapa penelitian terdahulu tentang pembuatan asam oksalat menggunakan metode peleburan alkali yang telah dilakukan oleh peneliti.
Tabel 1.3 Penelitian – Penelitian Terdahulu Mengenai Pembuatan Asam Oksalat dengan Metode Peleburan Alkali No Peneliti Judul Kondisi Operasi Yield atau Konversi Rasio NaOH atau Ca(OH)2 / Bahan Baku NaOH atau
Ca(OH)2 Temp Waktu
1.
Mardina Primata, Norhayani dan Dessy Triutami (2013) [6]
Pembuatan Asam Oksalat Dari Sekam Padi Dengan Hidrolisis Berkatalisator
NaOH dan Ca(OH)2
4 : 1
(v/w) Ca(OH)2 3,5 N 60
o
C 1 jam 2,232 %
2. Rika Indah Febrianti
(2011) [7]
Pembuatan Asam Oksalat Dari Batang Eceng Gondok
2 : 1
(v/w) NaOH 55% 150
o
C 1 jam 9,82%
3. Narimo (2012) [8] Making of Oxalic Acid from
Old Newspapers Fusion with NaOH Solution 13 : 1 (w/v) NaOH 40% 105 o C 70 menit 3,05% 4. Endang Mastuti (2005) [9]
Pembuatan Asam Oksalat Dari Sekam Padi
10 : 1
(v/w) NaOH 3,5 N 105
o
C 30 – 105
Pembuatan asam oksalat dari sekam padi dengan alkali berupa NaOH dan
Ca(OH)2 dengan variasi pengaruh temperatur dan waktu hidrolisis terhadap yield.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa yield terbesar yaitu 2,232 % diperoleh dari
penggunaan Ca(OH)2 pada suhu 60 oC dan waktu hidrolisis 60 menit [6].
Pembuatan asam oksalat dari batang eceng gondok dengan alkali berupa NaOH. Penelitian tersebut mengkaji pengaruh konsentrasi NaOH. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi NaOH 55 % dengan waktu peleburan 1 jam memberikan kadar asam oksalat terbesar yaitu 9,82 % [7].
Pembuatan asam oksalat dari kertas koran bekas dengan alkali berupa NaOH. Variasi yang dilakukan dengan pengaruh konsentrasi NaOH dan waktu operasi terhadap yield asam oksalat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
yield terbesar yakni 3,05 % terdapat pada penggunaan konsentrasi NaOH 40%,
suhu 105 oC, dan waktu 70 menit [8].
Pembuatan asam oksalat dari sekam padi dengan alkali berupa NaOH. Penelitian ini mengkaji pengaruh konsentrasi NaOH dan waktu hidrolisis. Yield
terbesar pada penelitian didapatkan pada temperatur 105 oC, konsentrasi NaOH
3,5 N, dan waktu 75 menit [9].
Berdasarkan beberapa penelitian di atas dapat dirangkum bahwa pelarut
alkali yang efektif untuk metode peleburan alkali adalah NaOH dan Ca(OH)2
dengan waktu reaksi rata-rata 1 jam. NaOH lebih efektif dibandingkan dengan
Ca(OH)2 serta NaOH juga menghasilkan yield yang lebih besar dibandingkan
pelarut Ca(OH)2. Digunakannya pelarut Ca(OH)2 pada penelitian ini karena masih
sedikit peneliti menggunakan pelarut ini sehingga informasi mengenai konversi
selulosa untuk penggunaan pelarut Ca(OH)2 juga masih sedikit referensinya, yang
berarti peneliti banyak menggunakan pelarut NaOH. Dengan adanya penelitian ini diharapkan ada informasi tambahan mengenai perbandingan antara kedua pelarut
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengaruh temperatur dan waktu reaksi terhadap yield yang dihasilkan serta konversi selulosa dari pelepah kelapa sawit dalam pembuatan asam oksalat menggunakan metode peleburan alkali.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengkaji pengaruh temperatur dan waktu reaksi pada hidrolisis pelepah kelapa sawit dengan metode peleburan alkali dalam menghasilkan asam oksalat.
1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai informasi tentang potensi pelepah kelapa sawit sebagai bahan baku
pembuatan asam oksalat, sehingga dapat mengurangi masalah limbah di lingkungan masyarakat.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh
temperatur dan waktu reaksi pada pembuatan asam oksalat dari pelepah kelapa sawit menggunakan metode peleburan alkali.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Farmasi,